Anda di halaman 1dari 6

R.A.

Kartini
Raden Adjeng Kartini (21 April 1879 – 17 September 1904) atau sebenarnya lebih tepat
disebut Raden Ayu Kartini adalah seorang tokoh Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia.
Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan Nusantara. Ia adalah seorang aktivis
Indonesia terkemuka yang mengadvokasi hak-hak perempuan dan pendidikan perempuan. Ia
mempunyai tanggal lahir yang sama seperti dr. Radjiman Wedyodiningrat, yakni sama-sama
lahir pada 21 April 1879.
Ia dilahirkan dalam keluarga bangsawan Jawa di Hindia Belanda (sekarang Indonesia).
Setelah bersekolah di sekolah dasar berbahasa Belanda, ia ingin melanjutkan pendidikan lebih
lanjut, tetapi perempuan Jawa saat itu dilarang mengenyam pendidikan tinggi. Ia bertemu
dengan berbagai pejabat dan orang berpengaruh, termasuk J.H. Abendanon, yang bertugas
melaksanakan Kebijakan Etis Belanda.
Setelah kematiannya, saudara perempuannya melanjutkan pembelaannya untuk
mendidik anak perempuan dan perempuan. Surat-surat Kartini diterbitkan di sebuah majalah
Belanda dan akhirnya, pada tahun 1911, menjadi karya: Habis Gelap Terbitlah
Terang, Kehidupan Perempuan di Desa, dan Surat-Surat Putri Jawa. Ulang tahunnya sekarang
dirayakan di Indonesia sebagai Hari Kartini untuk menghormatinya, serta
beberapa sekolah dinamai menurut namanya dan sebuah yayasan didirikan atas namanya untuk
membiayai pendidikan anak perempuan di Indonesia. Dia tertarik pada mistisisme dan
menentang poligami.
Peran R.A Kartini dalam memajukan pendidikan di Indonesia adalah salah satu bukti
kepeduliannya dan salah satu contoh kontribusi wanita yang dicetak dengan tinta emas dalam
sejarah. Karena perempuan tidak diperbolehkan untuk mendapatkan pendidikan, dan perempuan
hanya boleh menjadi ibu rumah tangga. berawal dari masalah tersebut timbulah pemikiran-
pemikiran R.A. Kartini dan beliau mendobrak kondisi yang sangat memprihatinkan tersebut
dengan mendirikan sekolah khusus wanita dan beliau juga membangun perpustakaan bagi anak-
anak perempuan.
Menurut Kartini pendidikan merupakan salah satu alat yang digunakan untuk membuka
pikiran masyarakat ke arah modern. Pendidikan merupakan suatu langkah menuju peradaban
yang maju, dimana laki-laki dan perempuan saling bekerjasama untuk membangun sebuah
bangsa. Persamaan pendidikan adalah salah satu bentuk kebebasan kepada kaum perempuan.
kebebasan untuk berdiri sendiri, dan menjadi perempuan yang mandiri, menjadi perempuan
yang tidak bergantung pada orang lain atau laki-laki.
Sekolah Kartini pertama kali dibuka oleh R.A. Kartini dan Rukmini pada tahun 1903.
Sekolah ini dikhususkan untuk para wanita dan diprakarsai oleh R.A. Kartini pada tahun 1903 di
kota Jepara. Pada awal berdiri hanya ada 9 orang dan semakin lama muridnya makin bertambah.
Materi yang diajarkan berupa membaca, menulis, menjahit, dan lainnya, seperti konsep
pendidikan yang digagas oleh R.A. Kartini tanpa melibatkan kurikulum pemerintah, karena
tujuannya bukan hanya memberikan pendidikan umum saja, tetapi juga pendidikan budi pekerti.
Sekolah R.A. Kartini juga dibuka di Rembang. Sekolah Kartini juga mengajarkan materi agama,
karena agama adalah materi dasar yang dijadikan untuk memahami ilmu pengetahuan yang lain.
Alasan Kartini mengajarkan materi agama ialah karena agama mempunyai peran yang besar
bagi peradaban manusia. Dasar dari pendidikan seorang anak adalah agama yang baik.
Pada tahun 1904-1914 banyak perubahan salah satunya ialah peraturan kolonial
berubah seiring dengan munculnya Politik Etis. Edukasi merupakan suatu hal yang dapat
dikatakan memberikan pengaruh besar dan dampak positif meskipun sebelumnya pemberian
pendidikan hanya diberikan kepada golongan priyayi dan secara tidak langsung memberi
keuntungan kepada pihak kolonial. Salah satu pengaruh atau dampaknya ialah mulai terbukanya
jalan untuk pemikiran R.A Kartini. Kartini untuk memberikan pendidikan kepada rakyat,
khususnya bagi kaum perempuan. Setelah R.A Kartini menikah, akhirnya sekolah Kartini harus
dibubarkan karena kekurangan dana finansial. Namun, pada saat R.A. Kartini wafat yaitu pada
tahun 1904 diadakan sebuah kegiatan yaitu pengumpulan dana yang nantinya akan digunakan
untuk membangun sekolah Kartini. Pada tahun 1913 didirikanlah sekolah Kartini pertama di
Semarang dan Jakarta, kemudian disusul sekolah Kartini di beberapa daerah lainnya. Namun,
sampai sekarang masih ada sekolah Kartini, yaitu sekolah yang pertama kali berada di
Semarang.
Perjuangan Kartini tak mudah, dan kita generasi penerus yang merasakan hasil dari
perjuangan pendidikan Kartini. Maka, dengan kesempatan seluas-luasnya dalam meningkatkan
pendidikan perlu kita ambil dan semangat dan mendapatkan pendidikan tinggi dan bermanfaat.
Pendidikan yang bermanfaat yakni pendidikan yang juga ditularkan kepada lainnya.
Ki Hadjar Dewantara
Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (EBI: Suwardi Suryaningrat, sejak 1922
menjadi Ki Hadjar Dewantara, EBI: Ki Hajar Dewantara, beberapa menuliskan bunyi bahasa
Jawanya dengan Ki Hajar Dewantoro; 2 Mei 1889 – 26 April 1959; selanjutnya disingkat
sebagai "Soewardi" atau "KHD") adalah bangsawan Jawa, aktivis pergerakan kemerdekaan
Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman
penjajahan Belanda. Ia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang
memberikan kesempatan bagi para pribumi untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti
halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.
Pada tahun 1959 atas jasa-jasanya dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia, Ki
Hadjar Dewantara dianugerahi gelar sebagai Bapak Pendidikan Nasional oleh Presiden
Soekarno. tanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan
Nasional Indonesia. Bagian dari semboyan ciptaannya, tut wuri handayani,
menjadi slogan Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia. Namanya diabadikan sebagai salah
satu nama sebuah kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar Dewantara. Potret dirinya juga
diabadikan pada uang kertas pecahan 20.000 rupiah tahun edisi 1998.
Ia dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden RI, Sukarno, pada 28
November 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959, tanggal 28
November 1959).
Pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang sangat familiar ditelinga masyarakat Indonesia
adalah Tiga Semboyan yang selalu diterapkannya dalam pendidikan. Secara utuh, semboyan itu
dalam bahasa Jawa berbunyi: Ing Ngarsa Sung Tulada (Didepan, seorang pendidik memberi
teladan atau contoh tindakan yang baik), Ing Madya Mangun Karso (Ditengah atau diantara
murid , guru harus menciptakan prakarsa, semangat dan ide), dan Tut Wuri Handayani (dari
belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan). Sampai saat ini slogan
tersebut menjadi acuan bagi guru untuk mendidik murid dan menjadi logo dari kementerian
pendidikan.
Selain semboyan, beliau juga memiliki tiga metode yang digunakan dalam pendidikan:
pertama, metode ngerti, maksudnya adalah memberikan pengertian yang sebanyak-banyaknya
kepada pelajar, seperti mengajarkan tentang aturan yang berlaku di dalam kehidupan
masyarakat, berbangsa dan bernegara. Kedua, metode ngarasa maksudnya adalah anak dididik
untuk dapat memperhitungankan dan membedakan mana yang benar dan yang salah. Ketiga,
metode ngelakoni maksudnya adalah harus bertanggung jawab dan memikirkan matang-matang
sebelum melakukan sebuah tindakan.
Menurut Jurnal dari Eka Yanuarti, pemikiran Ki Hadjar Dewantara relevan dengan
Kurikulum 2013 yang saat ini dijalankan oleh Kementrian Pendidikan. Dalam tujuan
pembelajaran empat dimensi yaitu, jasmani, rohani, akal, dan sosial. Peran pendidik menurut Ki
Hadjar Dewantara adalah sebagai fasilitator dan motivator yang meletakkan mata pelajaran
pendidikan agama dan budi pekerti di setiap jenjang satuan pendidikan.
Selain mendapat pendidikan dilingkungan Istana Paku Alam, Ki Hadjar Dewantara juga
mendapatkan pendidikan agama dari pesantren Kalasan dibawah asuhan K.H. Abdurahman.
Beliau juga mendapatkan formal antara lain; Europeesche Legere School (ELS) Sekolah Dasar
Belanda III. Kweek School (Sekolah Guru) di Yogyakarta. School Tot Opveodin Van Indiscbe
Artsen (STOVIA), yaitu sekolah kedokteran yang berada di Jakarta, namun tidak selesai karena
jatuh sakit. Beliau juga sempat mendapatkan gelar Doktor Honoris Cause, (Dr.H.C) yang
diberikan Universitas Gajah Mada (UGM) pada tahun 1957 dan sempat tercatat sebagai
wartawan pada beberapa media seperti Oetoesan Hindia, De Express, Midden Java,
Soedyotomo, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesera. Salah satu tulisannya adalah “Ais Ik
Eens Nederlander Was” (Andaikan Aku Seorang Belanda).
“Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta
kemerdekaan dinegeri yang kita sendiri talah merampas kemerdekaanya. Sejajar dengan jalan
fikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si penduduk
pedalaman memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Fikiran untuk menyelenggarakan
perayaan itu saja sudah menghina mereka. Ayo teruskan penghinaan lahir dan batin itu! Kalau
aku seorang Belanda. Apa yang menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku
terutama ialah kenyataan bahawa bangsa penduduk pedalaman diharuskan ikut mengkongsi
suatu pekerjaan yang ia sendiri tidak ada kepentingan sedikitpun”.
Tulisan tersebut sebagai reaksi terhadap pemerintah Belanda untuk mengadakan
perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda dari penindasan Prancis yang akan dirayakan tanggal
15 November 1913 dengan memungut biaya secara paksa kepada Rakyat Indonesia. Akibat
tulisan tersebut, Ki Hadjar Dewantara ditangkap dan diasingkan ke Belanda pada tahun 1913.
Budi Utomo
Budi Utomo merupakan salah satu organisasi pemuda yang bergerak di bidang sosial-
budaya. Organisasi ini didirikan oleh pelajar STOVIA. Perjuangan bangsa Indonesia dalam
melawan penjajah tidak hanya dilakukan secara fisik, namun juga melalui oraganisasi-organisasi
kepemudaan. Salah satu organisasi pergerakan nasional Indonesia yaitu Budi Utomo.
Menurut penjelasan di buku “Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia” perkumpulan Budi Utomo
didirikan oleh pelajar School tot Oplending van Inlandsche Artsen (STOVIA) di bawah
pimpinan R. Soetomo. Namun sebelum Budi Utomo berdiri, R. Soetomo bertemu dengan dr.
Wahidin Sudirohusodo dan M. Soeradji di akhir 1907.
Dalam pertemuan tersebut, dr. Wahidin mengemukakan ide untuk mencerdaskan
bangsa. Beliau beranggapan bahwa dengan bangsa yang cerdas, maka wawasan akan terbentuk,
sehingga tidak mudah di adu domba dan diatur oleh penjajah.
Tidak lama setelahnya, R. Soetomo dengan M. Soeradji berhasil mengadakan
pertemuan dengan pelajar STOVIA lainnya untuk membicarakan tentang berdirinya organisasi
nasional. Pertemuan tersebut diselenggarakan secara non formal di salah satu ruang di STOVIA.
Dari hasil pertemuan tersebut kemudian berdirilah perkumpulan Budi Utomo.
Dalam buku “Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia” juga disebutkan bahwa
organisasi Budi Utomo termasuk organisasi modern karena sudah mempunyai susunan pengurus
lengkap dan tujuan yang jelas. Kedua hal tersebut tertulis di Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga organisasi tersebut.
Pada tanggal 3 – 5 Oktober 1908, Budi Utomo mengadakan Kongres I di Yogyakarta.
Dalam kongres tersebut Budi Utomo menghasilkan susunan Pengurus Besar Budi Utomo,
AD/ART Budi Utomo dan menentukan Kantor Pusat Budi Utomo.
Kemudian para pendiri Budi Utomo yang terdiri dari pelajar STOVIA menjadi
pengurus Budi Utomo cabang Betawi. Sedangkan kantor pengurus besar organisasi ini ada di
Yogyakarta dan diketuai oleh RTA. Tirto Kusumo dan dr. Wahidin Sudirohusodo sebagai
wakilnya.
Melihat hasil kongres yang dinilai positif, maka tidak lama setelahnya di Jawa atau luas
Jawa juga didirikan cabang Budi Utomo. Kehadiran cabang tersebut tidak mempengaruhi
langkah perjuangan Budi Utomo untuk tetap berjuang di bidang sosial.
Hubungan antara Budi Utomo dengan pemerintah juga cukup dekat. Hal ini
dikarenakan banyak pengurus organisasi ini yang menjadi pegawai pemerintah. Oleh sebab itu,
gerakan dari Budi Utomo terkesan lambat dan hati-hati.
Hal tersebut yang membuat dr. Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat
akhirnya keluar dari Budi Utomo. Mereka ingin gerakan yang militan dan bisa bergerak
langsung di bidang politik. Sebenarnya Budi Utomo bukan tidak mau bergerak di bidang politik,
namun pergerakan di politik tidak boleh terlalu cepat. Pasalnya sejak awal, tujuan dari organisasi
Budi Utomo yaitu untuk mencerdasakn kehidupan bangsa. Maka dari itu, segala sesuatu yang
diperlukan  harus bekerjsama dengan pemerintah.
Budi utomo merupakan organisasi pergerakan nasional yang mampu bertahan lama
yaitu dari tahun 1908 – 1926. Dalam kurun waktu tersebut, organisasi ini konsisten bergerak di
bidang sosial – budaya dan tidak berubah haluan ke bidang lain termasuk politik.
Budi Utomo mengubah langkah perjuangan ke bidang politik setelah Dr. Soetomo
kembali dari Belanda dan mendirikan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Hal tersebut
dikarenakan kedua organisasi ini awal mulanya didirkan oleh Dr. Soetomo.
Semasa di Belanda, Dr. Soetomo mendapatkan pengalaman memimpin Perhimbunan
Indonesia yang bergerak di bidang politik. Maka dari itu, perpindahan Budi Utomo ke bidang
politik bukanlah hal yang sulit. Perubahan haluan pergerakan ini juga didukung dengan
seringnya musyarawah antar partai besar tentang memelihara keutuhan tenaga yang bergerak
secara kooperasi.
Maka dari itu, pada Kongres Budi Utomo tanggal 24-26 Desember 1935 di Solo, terjadi
penggabungan antara PBI dengan Budi Utomo dalam satu nama “Partai Indonesia Raya
(PARINDRA).
Pegerakan nasional yang muncul di Indonesia sejatinya dipengaruhi oleh dua faktor
yaitu faktor dalam dan luar. Pengaruh dari dalam merupakan pengaruh langsung yang diwakili
oleh kaum intelektual dan terpelajar.
Kelahiran Budi Utomo membawa dampak yang sangat luas. Organsasi ini bergerak di
bidang pendidikan yang kemudian menjadi pelopor kesadaran masyarakat dalam merintis
perkembangan yang harmonis bagi negeri dan bangsa Hindia Belanda.
Budi Utomo juga memberikan penekanan pada pendidikan karena bidang ini
merupakan alat penting untuk memajukan suatu bangsa. Budi Utomo juga meminta kepada
pemerintah Hindia Belanda agar bisa memberikan bea siswa agar bisa belajar ke negeri Belanda.

Anda mungkin juga menyukai