Ki Hajar Dewantara memiliki nama asli Suwardi Suryaningrat atau Raden Mas Soewardi
Soerjaningrat. Namun dalam panggilan bahasa jawanya adalah Ki Hajar Dewantoro. Beliau
dilahirkan pada tanggal 2 Mei 1889 di kawasan Kadipaten Paku Alaman Yogyakarta. Sosok
karismatik ini meninggal dunia di Yogyakarta, 26 April 1959 pada umur 69 tahun. Tanggal
kelahirannya di Indonesia, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Pada tanggal 4 November 1907 dilangsungkan “Nikah Gantung” antara R.M. Soewardi
Soeryaningrat dengan R.A. Soetartinah. Keduanya merupakan cucu dari Sri Paku Alam III.
Pada akhir Agustus 1913 beberapa hari sebelum berangkat ke tempat pengasingan di negeri
Belanda. Pernikahannya diresmikan secara adat dan sederhana di Puri Soeryaningratan
Yogyakarta. Ki Hadjar Dewantara dan Nyi Hadjar Dewantara adalah sama-sama cucu dari
Paku Alam III atau satu garis keturunan.
Raden Mas Soewardi Soerjaningrat memulai karir sebagai seorang kolumnis dan jurnalis.
Dalam banyak tulisannya ia sering mengkritik pemerintahan Belanda. Seperti tulisannya
berjudul “Seandainya Aku Seorang Belanda” yang menyudutkan pemerintahan Belanda. Atas
tindakan tersebut pihak pemerintahan Belanda tidak tinggal diam. Belanda menangkap dan
menghukum tokoh ini dengan membuangnya ke Pulau Bangka.
Soewardi Soerjaningrat sudah mengerti dengan resiko dan arti sebuah perjuangan.
Walaupun ia diasingkan oleh pemerintahan Belanda, beliau terus menulis dan
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dalam bidang pendidikan secara konsisten.
Lembaga pendidikan Taman Siswa yang didirikannya terus berusaha meningkatkan
kecerdasan pribumi dari kalangan rakyat jelata. Hal tersebut sesuai tujuan Taman Siswa
didirikan yaitu untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia sekaligus untuk
memperjuangkan kaum pribumi agar bisa mendapatkan pendidikan yang layak sama seperti
kalangan orang-orang Belanda dan kaum bangsawan.
Melihat penjajahan Belanda kepada rakyat jelata di Indonesia yang berlangsung dalam
jangka waktu lama dan menyengsarakan rakyat membuat Soewardi Soerjaningrat selalu
melakukan kritikannya kepada pemerintah Hindia Belanda saat itu lewat tulisannya.
Pada waktu itu, negara Indonesia mengalami penjajahan oleh bangsa Belanda.
Sehingga hanya orang-orang Belanda dan kaum bangsawan saja yang diperbolehkan
untuk mengenyam pendidikan. Oleh sebab itu, beliau berinisiatif untuk mendirikan
Perguruan Taman Siswa untuk membebaskan bagi warga pribumi asli Indonesia
untuk mendapatkan pendidikan dan membebaskan bangsa Indonesia dari kebodohan.
Pihak pemerintah kolonial Belanda sengaja tidak memberikan hak
mendapatkan pendidikan yang layak bagi kaum pribumi. Dengan alasan, dengan
bodohnya kaum pribumi maka akan membuat pihak Belanda semakin bebas dan
leluasa menjajah Indonesia. Ditambah lagi pihak Belanda akan lebih leluasa
mempekerjakan kalangan pribumi dengan gaji yang rendah.
Hal itu disadarinya, beliau tidak rela bangsanya sendiri berada dalam
kebodohan. Oleh karenanya, beliau mendirikan sekolah atau perguruan Taman Siswa
untuk meningkatkan kesadaran bagi bangsa Indonesia untuk membebaskan diri dari
penjajahan dan meningkatkan kesadaran untuk menentukan sendiri menuju
kemerdekaan bangsa dan negara.
Perjuangan kemerdekaan yang dilakukan oleh Ki Hajar secara organisasi
maupun pribadi dilakukan secara terbuka dan gencar. Beberapa tulisannya lebih
mengkritik penjajahan yang dilakukan oleh Hindia Belanda. Yang membuat pihak
Belanda memberikan hukuman kepada Ki Hajar Dewantara dengan cara diasingkan
ke sebuah pulau terpencil.
Dunia pendidikan dan dunia politik menjadi ajang perjuangan beliau yang
sangat kentara. Hal tersebut dimulai dengan mendirikan sekolah Taman Siswa. Yang
dilanjutkan dengan beliau bergabung pada organisasi politik Budi Utomo. Lalu
bersama Ernest Douwes Dekker dan Cipto Mangunkusumo membentuk organisasi
pergerakan kemerdekaan Indonesia bernama Indische Partij. Yang kemudian
hubungan mereka semakin dekat yang dikenal sebagai tiga serangkai.
Pendidikan yang dijalani oleh Ki Hajar adalah pendidikan yang sangat baik
dan tinggi. Beliau sampai sekolah di negeri Belanda. Namun hal itu tidak
membuatnya gembira. Karena bangsanya sendiri tidak diperbolehkan mengenyam
pendidikan.
Pada kala itu, pendidikan di sekolah hanya bisa dinikmati oleh kalangan
bangsawan dan orang eropa. Diskriminasi dilakukan oleh pemerintahan Hindia
Belanda. Oleh sebab itu, melalui berbagai buku dan tulisannya, ia sering melakukan
krirtikan terhadap pemerintahan Hindia Belanda yang tak memperbolehkan
bangsanya sendiri untuk sekolah. Atas tulisan dan perjuangan Ki Hajar Dewantara
untuk pendidikan membuat pemerintah Hindia Belanda mulai tersadar akan
kesalahannya. Yang kemudian pihak pemerintahan Hindia Belanda melakukan
kebijakan politik etis atau politik balas budi yakni memperbolehkan kaum pribumi
untuk bersekolah. Hingga lahirlah beberapa sekolah di Indonesia dari sekolah dasar
hingga perguruan tinggi buah pemikirannya.
C. Kesimpulan