Anda di halaman 1dari 11

KLIPING SEJARAH

TENTANG

KI HAJAR DEWANTARA

Disusun oleh :

1. Fanyza Ayuningtyas (08)


2. Indah Puspitasari (12)
3. Kirani Anggun Dianisa (15)
4. Salwa Alifah (24)
5. Siti Nur Fatimah (26)
6. Wahyu Purbaningrum (31)

SMK NEGERI 1 KLATEN


TAHUN PELAJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan inayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan kliping yang berjudul Ki Hadjar Dewantara.

Terima kasih saya ucapkan kepada bapak guru yang telah membantu kami baik secara moral maupun
materi. Terima kasih juga saya ucapkan kepada teman-teman seperjuangan yang telah mendukung kami
sehingga kami bisa menyelesaikan tugas ini tepat waktu.

Kami menyadari, bahwa kliping yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna baik segi penyusunan,
bahasa maupun pemulisannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa
mendatang.

Semoga kliping ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat untuk perkembangan
dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Klaten, 20 September 2022

A. BIOGRAFI KI HAJAR DEWANTARA


Raden Mas Soewardi Soerjaningrat atau yang lebih dikenal dengan Ki Hadjar Dewantara
adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan
kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya
para priyayi maupun orang-orang Belanda.

Ki Hadjar Dewantara lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889 dengan nama Raden Mas
Soewardi Soeryaningrat. Ki Hajar Dewantara dibesarkan di lingkungan keluarga kraton
Yogyakarta. Saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, Raden Mas
Soewardi Soeryaningrat berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Semenjak saat itu, Ki
Hadjar Dewantara tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya..

1) Pendidikan Ki Hajar Dewantara

Sebagai bangsawan Jawa, Soewardi Soerjaningrat mengenyam Pendidikan Europeesche


Lagere School (ELS), sekolah rendah untuk anak-anak Eropa. Kemudian ia mendapatkan
kesempatan untuk masuk School tot Opleiding voor Inlandsche Artsen (STOVIA) atau yang
sering disebut Sekolah Dokter Jawa. Namun, karena kondisi kesehatannya tidak
mengizinkan, membuat Soewardi Soerjaningrat tidak tamat dari sekolah ini. Soewardi
Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara) selain mendapatkan pendidikan formal di lingkungan
istana Paku Alam juga mendapat pendidikan formal antara lain:

 Europeesche Lagere School (ELS) atau Sekolah Belanda III.


 Kweek School (Sekolah Guru) di Yogyakarta.
 School Tot Opleiding Van Indische Artsen (STOVIA), sekolah kedokteran yang
berada di Jakarta. Pendidikan di STOVIA ini tidak dapat diselesaikan karena ia sakit.

Sebagai figur dari keluarga bangsawan Pakualaman, Soewardi Soerjaningrat memiliki


kepribadian yang sederhana dan sangat dekat dengan rakyat (kawula). Jiwanya menyatu
melalui Pendidikan dan budaya lokal (Jawa) guna mencapai kesetaraan sosial-politik dalam
masyarakat kolonial. Kekuatan-kekuatan inilah yang menjadi dasar Soewardi Soerjaningrat
dalam memperjuangkan kesatuan dan persamaan lewat nasionalisme kultural sampai
dengan nasionalisme politik.

2) Profesi Ki Hajar Dewantara

Profesi yang digeluti oleh Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara) adalah dunia
jurnalisme yang berkiprah di beberapa surat kabar dan majalah pada waktu itu: Sediotomo,
de Express, Oetoesan Hindia, Midden Java, Tjahaja Timoer, Kaoem Moeda, dan Poesara
yang melontarkan kritik sosial-politik kaum bumiputera kepada penjajah.Tulisannya
komunikatif, mengena, dan tegas. Jiwanya sebagai pendidik tertanam dan direalisasikan
dengan mendirikan Perguruan Taman Siswa pada tahun 1992 dengan tujuan mendidik
masyarakat bumiputera. Pada waktu itu, Ki Hajar Dewantara termasuk penulis terkenal.
Tulisannya yang tajam dan patriotik membuatnya mampu membangkitkan semangat anti
kolonial bagi pembacanya. Selain sebagai wartawan, ia juga aktif di berbagai organisasi
sosial dan politik. Ketika tahun 1908, Ki Hajar Dewantara aktif di seksi propaganda
organisasi Boedi Oetomo untuk menyosialisasikan dan memebangkitkan kesadaran
masyarakat Indonesia tentang pentingnya kesatuan dan persatuan dalam berbangsa dan
bernegara. Baca biografi Ki Hajar Dewantara secara lengkap melalui rangkaian cerita
hidupnya yang dibuat berbentuk novel pada buku Sang Guru: Novel Biografi Ki Hadjar
Dewantara.

3) Mendirikan Insiche Partij

Bersama dengan Danudirdja Setyabudhi atau yang dikenal dengan Douwes Dekker dan
Cipto Mangoenkoesoemo, Ki Hajar Dewantara mendirikan Indische Partij (partai politik
pertama yang beraliran nasionalisme di Indonesia) pada 25 Desember 1912 dengan tujuan
untuk kemerdekaan Indonesia, kemudian ditolak oleh Belanda karena dianggap dapat
menumbuhkan rasa nasionalisme rakyat. Setelah pendaftaran status badan hukum Indische
Partij ditolak, Ki Hajar Dewantara ikut membentuk Komite Boemipoetra pada November
1913. Komite ini sekaligus sebagai komite tandingan dari Komite Perayaan Seratus Tahun
Kemerdekaan Bangsa. Komite Boemipoetra melancarkan kritik kepada pemerintah kolonial
Belanda yang bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari
penjajahan Prancis dengan menarik uang dari rakyat jajahannya untuk membiayai pesta
perayaan tersebut.

Berhubungan dengan rencana perayaan tersebut, Ki Hajar Dewantara mengkritik melalui


tulisannya yang berjudul Een voor Allen maar Ook Allen voor Een yang artinya (Satu untuk
semua, tetapi semua untuk satu juga) dan Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku
Seorang Belanda). Akibat dari tulisan “Seandainya Aku Seorang Belanda”, pemerintah
kolonial Belanda menjatuhkan hukuman tanpa proses pengadilan, berupa hukum interning
(hukum buang) yaitu sebuah hukuman dengan menunjuk sebuah tempat tinggal yang boleh
bagi seseorang untuk ia bertempat tinggal. Ki Hajar Dewantara akhirnya dihukum buang di
Pulang Bangka.

4) Mendirikan Perguruan Nasional Taman Siswa


Setelah kembali dari pengasingan bersama dengan teman-temannya, Ki Hajar Dewantara
mendirikan sebuah perguruan yang bercorak nasional, National Onderwijs Instituut Taman
Siswa (Perguruan Nasional Taman Siswa) pada Juli 1922, lembaga pendidikan yang
memberikan kesempatan bagi para pribumi kelas bawah untuk bisa memperoleh hak
pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda. Perguruan ini
mengubah metode pengajaran kolonial yaitu dari sistem pendidikan “perintah dan sanksi”
kependidikan pamong yang sangat menekankan pendidikan mengenai pentingnya rasa
kebangsaan kepada peserta didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air dan
berjuang untuk memperoleh kemerdekaan.

Dalam membangun Taman Siswa, banyak rintangan yang dihadapi Ki Hajar Dewantara.
Pemerintah kolonial Belanda berusaha membatasi dengan mengeluarkan ordonansi sekolah
liar pada 1 Oktober 1932. Di Indonesia, Ki Hajar Dewantara mencurahkan perhatian di
bidang Pendidikan sebagai bagian dari alat perjuangan meraih kemerdekaan. Perguruan
Taman Siswa sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar
mereka mencintai tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan. Di tengah
keseriusannya di bidang pendidikan, Ki Hajar Dewantara tetap rajin berkarya dengan
menulis. Tema tulisannya kemudian beralih dari nuansa politik ke pendidikan dan
kebudayaan berwawasan kebangsaan. Melalui tulisan-tulisannya itulah Ki Hajar Dewantara
berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi negeri Indonesia. Namun kolonial
Belanda juga mengadakan usaha bagaimana cara melemahkan perjuangan gerakan politik
yang dipelopori oleh Taman Siswa. Tindakan kolonial Belanda tersebut adalah “Onderwijs
Ordonantie (OO) 1932” (Ordonansi Sekolah Liar) yang dicanangkan oleh Gubernur Jenderal
pada 17 September 1932. Dan pada 15-16 Oktober 1932 MLPTS mengadakan sidang
istimewa di Tosari Jawa Timur untuk merundingkan ordinasi tersebut.

Media massa Indonesia hampir semuanya menentang ordonansi tersebut. Di antaranya:


Harian Suara Surabaya, Harian Perwata Deli, dan berbagai organisasi politik (Pengurus
Besar Muhammadiyah, Perserikatan Ulama, PSII, PBI, Perserikatan Himpunan Istri
Indonesia dan sebagainya). Dengan adanya aksi tersebut maka Gubernur Jenderal pada 13
februari 1933 mengeluarkan ordinasi baru yaitu membatalkan “OO 1932” dan berlaku mulai
21 Februari 1933. Perjuangannya di bidang pendidikan dan politik inilah membuat
pemerintah Indonesia menghormatinya dengan berbagai jabatan dalam pemerintahan
Republik Indonesia. Di antaranya adalah mengangkat Ki Hajar Dewantara sebagai Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (1950), mendapat gelar doktor honoris causa dari Universitas
Gajah Mada (1959) serta diangkat sebagai pahlawan nasional pada tahun 1959. Sebagai
menteri pendidikan pertama di Indonesia, beliau telah melakukan berbeagai pergerakan
nasional yang membantu mengantar Indonesia mencapai kemerdekaan yang dibahas pada
buku Ki Hadjar Dewantara: Putra Keraton Pahlawan Bangsa.
5) Wafatnya Ki Hajar Dewantara

Perjuangan Ki Hajar Dewantara belum selesai untuk mendidik penerus bangsa, namun ia
sudah wafat terlebih dahulu pada 26 April 1959 dan dimakamkan di pemakaman keluarga
Taman Siswa Wijaya Brata, Yogyakarta.

6) Kelahirannya diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional

Tanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional.


Bagian dari semboyan ciptaannya, tut wuri handayani yang menjadi slogan Kementerian
Pendidikan. Namanya juga diabadikan sebagai salah satu kapal perang di Indonesia yaitu
KRI Ki Hajar Dewantara. Potret dirinya diabadikan pada uang kertas Rp 20.000 tahun emisi
1998. Ki Hajar Dewantara dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang kedua oleh Presiden
Soekarno pada 28 November 1959 berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik
Indonesia No. 305 Tahun 1959, 28 November 1959). Untuk mengingat jasa-jasa Ki Hajar
Dewantara, didirikanlah Museum Dewantara Kirti Griya di Yogyakarta.

B. KONSEP TRILOGI KI HAJAR DEWANTARA


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), trilogi berarti tiga hal yang saling bertaut
atau bergantung. Konsep trilogi Ki Hajar Dewantara yang digunakan sebagai pijakan yaitu
Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani.

Berbagai visi pendidikan Ki Hajar Dewantara dapat kamu temukan pada buku Visi
Pendidikan Ki Hadjar Dewantara karya Bartolomeus Sambo dibawah ini.

1) Ing Ngarsa Sung Tuladha

Ing Ngarsa Sung Tuladha berarti bahwa pendidik yang berada di depan hendaknya
menjadi contoh. Sung dalam bahasa Jawa berarti memberi, berasal dari kata asung.
Sedangkan sung berarti menjadi, karena antara memberi dan menjadi memiliki makna
yang berbeda. Ajaran Ki Hajar Dewantara yang pertama ini menggambarkan situasi di
mana seorang pendidik bukan hanya sebagai orang yang berjalan di depan tetapi juga
harus menjadi teladan bagi semua orang yang mengikutinya. Selain mendidik dan
transfer ilmu, pendidik juga harus memberikan contoh kepada peserta didik setidaknya
mengenai hal yang diajarkannya. Kata Ing Ngarsa tidak dapat berdiri sendiri jika tidak
mendapatkan kalimat penjelas di belakangnya. Artinya seorang yang berada di depan
jika belum menjadi teladan maka belum pantas menyandang gelar pendidik.

Ing Ngarsa Sung Tuladha menekankan pada ranah afektif yang berkaitan dengan sikap,
perilaku, emosi, dan nilai. Ranah ini mengenai perilaku-perilaku pendidik yang akan
menjadi teladan bagi peserta didik karena sejatinya setiap apapun yang dilakukan
pendidik akan menarik perhatian dan contoh bagi peserta didik. Pendidik tidak bisa
memerintahkan peserta didik untuk melakukan hal-hal yang pendidik sendiri belum
memberikan contoh kepada peserta didik. Di dalam Undang-undang disebutkan bahwa
ada empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, salah satu di antaranya
adalah kompetensi kepribadian. Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan
personal guru yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, arif, dewasa,
berwibawa, dan menjadi teladan bagi peserta didiknya.

2) Ing Madya Mangun Karsa


Ing Madya artinya di tengah-tengah. Mangun memiliki arti membangkitkan atau
menggugah dan Karsa artinya bentuk kemauan atau niat. Makna dari Ing Madya
Mangun Karsa ialah seseorang di tengah harus juga mampu melibatkan diri
membangkitkan atau menggugah semangat. Ing Madya Mangun Karsa berarti seorang
pendidik jika berada di tengah-tengah peserta didiknya harus mampu terlibat dalam
setiap pembelajaran yang dilakukan siswa agar semua bisa mempersatukan semua
gerak dan perilaku secara serentak untuk mencapai tujuan bersama. Ajaran Ing Madya
Mangun Karsa ini erat kaitannya dengan kebersamaan, kekompakan, dan kerjasama.
Seorang pendidik tidak hanya melihat kepada orang yang didiknya, tetapi juga harus
berada di tengah-tengah orang yang dididiknya.

Pendidik harus memberi wawasan pengetahuan kepada peserta didik. Sebisa mungkin
pendidik menanamkan pendidikan kepribadian kepada siswa meskipun tidak secara
langsung. Pendidik yang dapat bekerjasama dengan peserta didiknya yang berada di
tengah-tengah kelompoknya dan secara kooperatif berusaha Bersama sambal
membantu peserta didik. Di dalam Undang-undang (UU) No. 14 Tahun 2005 tentang
guru dan dosen disebutkan bahwa ada empat kompetensi yang harus dimiliki oleh
seorang guru di antaranya kompetensi pedagogic artinya bahwa seorang guru harus
mampu mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya.
Seorang guru harus memfasilitasi siswanya untuk membentuk kepribadian baik secara
akademik maupun non akademik.

3) Tut Wuri Handayani

Tut Wuri artinya mengikuti dari belakang dan handayani berarti memberikan dorongan
moral atau dorongan semangat sehingga memiliki arti seseorang harus memberikan
dorongan moral dan semangat kerja dari belakang. Pendidik harus mampu memberi
kemerdekaan kepada peserta didik dengan perhatian sepenuhnya untuk memberikan
petunjuk dan pengarahan. Kemerdekaan pendidikan diberikan pendidik melalui
tanggung jawab kepada peserta didik untuk memperlihatkan kemampuannya dan
sebagai pendidik ia berdiri di belakang tentang bagaimana para pendidik bisa
menumbuhkan dan merangsang serta mengarahkan setiap potensi yang dimiliki peserta
didik, merupakan hal yang harus dipikirkan.

Dalam UU No 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen terdapat empat kompetensi yang
harus dimiliki oleh seorang guru di antaranya kompetensi sosial, artinya seorang guru
harus mampu berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama
pendidik maupun siswa. Tidak membedakan agama, jenis kelamin, suku, latar belakang
keluarga, serta status sosial keluarga dalam memberi perlakuan. Pendidik dapat pula
berkomunikasi dengan lisan maupun tulisan dalam berperilaku sosial, sebab guru perlu
cakap dalam bersosialisasi untuk dapat lebih dekat dengan siswanya.

Ki Hajar Dewantara juga menyebutkan tujuan trilogi tersebut adalah sebagai berikut:

 Mencapai tujuan tertib dan damai.


 Membentuk manusia yang merdeka.
Tertib tidak akan tercapai jika tidak ada damai antar manusia. Manusia yang merdeka
lahir dan batin adalah individu yang merdeka perasaaannya dan merdeka perbuatannya.
masyarakat tertib dan damai hanya terwujud dalam satu kehidupan bersama
berdasarkan cinta dan kasih sayang antar sesama, sama dalam hak dan kewajiban,
sama derajat dan martabatnya. Sistem yang diterapkan para kolonial Belanda yaitu anak
dijadikan budak yang bisa mereka atur sekehendak mereka. Didikan ini merupakan
perkosaan atas kehidupan batin anak sehingga budi pekertinya rusak disebabkan selalu
hidup di bawah paksaan dan hukuman yang biasanya tidak setimpal dengan
kesalahannya.

Ki Hajar Dewantara menawarkan konsep trilogi pendidikan yang bersifat memanusiakan


manusia dengan cara membentuk pribadi yang berakhlak mulia untuk dapat memberi
teladan. Pandangan Ki Hajar Dewantara mengimplisitkan landasan tugas pendidik
adalah mengacu kepada pemulihan harkat dan martabat manusia dan diarahkan kepada
bakat serta kodratnya. Hal ini berarti pendidik harus bersikap menuntun dan memberikan
kebebasan kepada anak untuk mengembangkan kretifitas yang memberikan manfaat
bagi tumbuh kembang anak.

C. KARYA-KARYA KI HAJAR DEWANTARA

Sebagai seorang pendidik, budayawan serta jurnalis, Ki Hajar Dewantara memiliki beberapa
karya di masa hidupnya. Karya-karya tersebut telah banyak dipublikasikan dan telah
memberikan sumbangsih terhadap perkembangan Pendidikan di Indonesia, karya-karya
tersebut antara lain:

1) Ki Hajar Dewantara, Buku Bagian Pertama : Tentang Pendidikan

Buku ini membahas gagasan dan pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam bidang
Pendidikan di antaranya mengenai Pendidikan nasional. Pendidikan kanak-kanak,
Pendidikan Sistem Pondok, Adab dan etuka keteladanan, Pendidikan dan kesusilaan. Ki
Hajar Dewantara berpendapat bahwa kemerdekaan bangsa untuk mendapat
kesejahteraan tidak hanya dicapai melalui jalan politik, tetapi juga melalui pendidikan.

2) Ki Hajar Dewantara, Buku Bagian Kedua:Ttentang Kebudayaan

Dalam buku ini, Ki Hajar Dewantara menulis tentang kebudayaan dan kesenian antara
lain: Pembangunan Kebudayaan Nasional, Kebudayaan SIfat Pribadi Bangsa, Asosiasi
antara Barat dan Timur.

3) Ki Hajar Dewantara, Buku Bagian Ketiga: Tentang Politik dan Kemasyarakatan

Buku ini berisi tulisan-tulisan mengenai politik antara tahun 1913-1922 yang membuat
ramai dunia imperialis Belanda dan tulisan-tulisan mengenai wanita dan perjuangannya.

4) Ki Hajar Dewantara, Buku Bagian Keempat: Tentang Riwayat dan Perjuangan


Hidup Penulis

Pada buku bagian keempat ini, Ki Hajar Dewantara banyak melukiskan kisah kehidupan
dan perjuangan hidup perintis.

Anda mungkin juga menyukai