Ia dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden RI, Soekarno, pada
28 November 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959,
tanggal 28 November 1959).
Ki Hadjar Dewantara menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda) dan
kemudian melanjutkan sekolahnya ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera) tapi lantaran
sakit, sekolahnya tersebut tidak bisa dia selesaikan.
Dua tahun setelah mendapat gelar Doctor Honoris Causa itu, tepatnya pada tanggal
28 April 1959 Ki Hadjar Dewantara meninggal dunia di Yogyakarta dan dimakamkan di sana.
Kini, nama Ki Hadjar Dewantara bukan saja diabadikan sebagai seorang tokoh dan pahlawan
pendidikan (bapak Pendidikan Nasional) yang tanggal kelahirannya 2 Mei dijadikan hari
Pendidikan Nasional, tetapi juga ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional melalui
surat keputusan Presiden RI No.305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959.
Beberapa petinggi Hindia Belanda awalnya meragukan tulisan ini benar-benar dibuat
oleh Ki Hajar Dewantara muda sendiri. Karena gaya bahasa dan isi artikelnya yang
cenderung berbeda dari artikel-artikelnya selama ini. Sekalipun benar bahwa Ki Hajar
Dewantara muda yang menulis, para petinggi Hindia Belanda percaya ada kemungkinan
Douwes Dekker mempengaruhi Ki Hajar Dewantara muda untuk menulis secara kritis seperti
itu.
Karena artikel ini Ki Hajar Dewantara ditangkap atas perintah dari Gubernur Jenderal
Idenburg lalu akan diasingkan ke Pulau Bangka. Sesuai dengan permintaan Ki Hajar
Dewantara sendiri. Tapi dua rekan Ki Hajar Dewantara, Douwes Dekker dan Tjipto
Mangoenkoesoemo, memprotes keputusan itu dan akhirnya mereka bertiga malah
diasingkan ke Belanda pada tahun 1913. Ketiga tokoh ini lalu dikenal dengan julukan “Tiga
Serangkai”. Ki Hajar Dewantara muda di kala itu masih berusia 24 tahun.
Di
Taman Siswa ki hajar dewantaraKi Hajar Dewantara kembali ke tanah air pada bulan
September tahun 1919. Segera kemudian ia bergabung dalam sekolah binaan saudaranya.
Pada tanggal 3 Juli 1922 setelah mendapat pengalaman mengajar, Ki Hajar Dewantara
mendirikan institusi pendidikan bernama Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau
dalam Bahasa Indonesia Perguruan Nasional Tamansiswa. Tiga slogan Ki Hajar Dewantara di
sistem pendidikan yang digunakannya saat ini sangat dikenal di kalangan siswa dan tenaga
pengajar di seluruh Indonesia.
Tiga slogan dalam bahasa Jawa itu berbunyi ing ngarsa sung tuladha, ing madya
mangun karsa, tut wuri handayani yang dalam Bahasa Indonesia berarti yang di depan
memberikan teladan, yang di tengah memberi semangat atau dukungan, yang di belakang
memberi dorongan. Tentu semua siswa sangat paham dengan arti tut wuri handayani.
Slogan ini tetap digunakan dalam dunia pendidikan rakyat Indonesia hingga saat ini.
Khususnya di Perguruan Tamansiswa.