Anda di halaman 1dari 3

NAMA : Diva Olivia Viradyca KELAS : IX.

“PAHLAWAN BANGSA INSPIRASIKU”

Ki Hajar Dewantara adalah pahlawan nasional sekaligus bapak pedidikan. Nama aslinya adalah Raden
Mas Soewardi Soerjaningrat. Namun pada tahun 1922 lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara.
Beberapa sumber menyebutkannya dalam bahasa jawa yaitu Ki Hajar Dewantoro. Ki Hajar Dewantara lahir
di daerah Pakualaman pada tanggal 2 Mei 1889 dan meninggal di Yogyakarta pada tanggal 26 April 1959
pada umur 69 tahun. Ia adalah putra dari GPH Soerjaningrat atau cucu dari Pakualam III. Lebih lanjut,
bapak pendidikan yang biasa disapa Soewardi ini adalah seorang aktivis gerakan kemerdekaan Indonesia,
politikus, kolumnis, dan pelopor pendidikan bangsa Indonesia ketika Indoensia masih di bawah kekuasaan
Belanda
Singkat cerita, beliau memulai karirnya dalam dunia jurnalistik yang bekerjasama dengan Surat
Kabar Sedyo Utomo di Kota Yogyakarta. Berkat kecerdasan linguistik yang beliau miliki, namanya kian
melambung dan tergolong ke dalam salah satu penulis terkenal yang mampu melahirkan karya tulis yang
bersifat komunikatif. Relasi kerja beliau pun bertambah luas, mulai dari Midden Java Bandung, De Express
Bandung, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, serta Poesara telah, bekerja sama dengan Bapak
Ki Hajar Dewantara dalam bidang jurnalistik. Tidak berhenti dari situ, karya tulis beliau yang penuh dengan
semangat antikolonial semakin membuat nama beliau melambung. Dan tentu saja, hal ini sempat membuat
resah di kalangan pemerintah Kolonial Belanda kala itu. Salah satu karya tulis beliau yang paling tekenal
adalah “ Seandainya Aku Seorang Belanda ”
Beberapa petinggi Hindia Belanda pada awalnya meragukan tulisan ini benar-benar dibuat oleh Ki
Hajar Dewantara muda sendiri. Karena gaya bahasa dan isi artikelnya yang cenderung berbeda dari artikel-
artikelnya selama ini. Sekalipun benar bahwa Ki Hajar Dewantara muda yang menulis, para petinggi Hindia
Belanda percaya ada kemungkinan Douwes Dekker mempengaruhi Ki Hajar Dewantara muda untuk
menulis secara kritis seperti itu.
Karena artikel ini Ki Hajar Dewantara ditangkap atas perintah dari Gubernur Jenderal Idenburg lalu
akan diasingkan ke Pulau Bangka. Sesuai dengan permintaan Ki Hajar Dewantara sendiri. Tapi dua rekan Ki
Hajar Dewantara, Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo, memprotes keputusan itu dan akhirnya
mereka bertiga malah diasingkan ke Belanda pada tahun 1913. Ketiga tokoh ini lalu dikenal dengan julukan
“Tiga Serangkai”. Ki Hajar Dewantara muda di kala itu masih berusia 24 tahun.
Ketika diasingkan di Belanda, Ki Hajar Dewantara masuk dalam organisasi yang menjadi wadah
bagi para pelajar asal Indonesia. Organisasi tersebut bernama Indische Vereeniging atau yang dalam Bahasa
Indonesia dikenal dengan Perhimpunan Hindia. Tahun 1913, Ki Hajar Dewantara mendirikan sebuah biro
pers yang bernama Indonesisch Pers-bureau yang dalam Bahasa Indonesia berarti kantor berita Indonesia.
Pertama kali inilah penggunaan formal dari istilah Indonesia.
Di sinilah Ki Hajar Dewantara kemudian memulai impiannya meningkatkan kualitas kaum pribumi
dengan mempelajari ilmu pendidikan. Hingga akhirnya berhasil mendapatkan Europeesche Akta.
Europeesche Akta adalah ijazah bidang pendidikan yang bernilai tinggi dan kelak menjadi landasan untuk
memulai institusi pendidikan yang didirikannya. Dalam masa hidupnya ini, Ki Hajar Dewantara tertarik
pada beberapa pemikiran sejumlah tokoh pendidikan dari dunia Barat. Contohnya seperti Montesseri dan
Frobel, pergerakan pendidikan di negara Asia Selatan khususnya India yang dipimpin keluarga Tagore.
Pemikian inilah yang mempangaruhi dan mendasari Ki Hajar Dewantara dalam mengembangkan aturan
pendidikannya nanti.
Sekitar bulan September tahun 1919 Ki Hajar Dewantara kembali ke tanah air. kemudian ia segera
bergabung dalam sekolah binaan saudaranya. Pada tanggal 3 Juli 1922 setelah mendapat pengalaman
mengajar, Ki Hajar Dewantara mendirikan institusi pendidikan bernama Nationaal Onderwijs Instituut
Tamansiswa atau dalam Bahasa Indonesia Perguruan Nasional Tamansiswa. Tiga slogan Ki Hajar
Dewantara di sistem pendidikan yang digunakannya saat ini sangat dikenal di kalangan siswa dan tenaga
pengajar di seluruh Indonesia.
Tiga slogan dalam bahasa Jawa itu berbunyi ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut
wuri handayani yang dalam Bahasa Indonesia berarti yang di depan memberikan teladan, yang di tengah
memberi semangat atau dukungan, yang di belakang memberi dorongan. Tentu semua siswa sangat paham
dengan arti tut wuri handayani. Slogan ini tetap digunakan dalam dunia pendidikan rakyat Indonesia hingga
saat ini. Khususnya di Perguruan Tamansiswa.
Setelah Indonesia merdeka, dalam kabinet pertama Republik Indonesia, Ki Hajar Dewantara diangkat
menjadi Menteri Pengajaran Indonesia yang pertama. Pada tahun 1957 ia mendapat gelar doktor kehormatan
atau doktor honoris causa dari Universitas Gadjah Mada. Karena Ki Hajar Dewantara sangatlah berjasa
dalam merintis pendidikan umum. Selain itu, beliau dinyatakan sebagai Bapak Pendidikan Nasional
Indonesia dan hari kelahirannya pada tanggal 2 Mei dijadikan Hari Pendidikan Nasional yang diperingati
tiap tahun. Ki Hajar Dewantara menghembuskan nafas terakhir di Yogyakarta tanggal 26 April 1959. Beliau
dimakamkan di Taman Wijaya Brata.

Anda mungkin juga menyukai