Anda di halaman 1dari 13

Biografi Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara adalah pahlawan nasional sekaligus menyandang bapak pendidikan.


Nama asilnya adalah Raden Mas Soewardi Soerjaningrat. Tapi pada tahun 1922 lebih dikenal
menjadi Ki Hadjar Dewantara. Beberapa sumber menyebutkan dengan bahasa Jawanya yaitu
Ki Hajar Dewantoro. Ki Hajar Dewantara lahir di daerah Pakualaman pada tanggal 2 Mei
1889 dan meninggal di Kota Yogyakarta pada tanggal 26 April 1959 ketika umur 69 tahun.
Selanjutnya, bapak pendidikan yang biasa dipanggil sebagai Soewardi merupakan aktivis
pergerakan kemerdekaan Indonesia, politisi, kolumnis, dan pelopor pendidikan bagi bumi
putra Indonesia ketika Indonesia masih dikuasai oleh Hindia Belanda.

Ki Hajar Dewantara merupakan pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu organisasi pendidikan
yang memberikan kesempatan untuk para pribumi agar bisa mendapatkan hak pendidikan
yang setara seperti kaum priyayi dan juga orang-orang Belanda. Ki Hajar Dewantara yang
lahir pada tanggal 2 Mei kini diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ki
Hajar Dewantara punya tiga semboyan yang terkenal yaitu Ing Ngarso Sung Tulodho yang
berarti di depan memberi contoh, Ing Madya Mangun Karso yang berarti di tengah
memberikan semangat dan Tut Wuri Handayani yang berarti di belakang memberikan
dorongan.

Salah satu bagian dari tiga semboyan buatan Ki Hajar Dewantara yaitu tut wuri handayani
menjadi slogan Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia hingga saat ini. Atas jasanya,
namanya juga diabadikan di sebuah nama kapal perang Indonesia yaitu KRI Ki Hajar
Dewantara. Potret Ki Hajar Dewantara juga  diabadikan di uang kertas pecahan dua puluh
ribu rupiah pada tahun 1998. Tujuh bulan setelah meninggal, Ki Hajar Dewantara diangkat
menjadi pahlawan nasional yang kedua oleh Presiden RI yang pertama, Sukarno, pada
tanggal 28 November 1959 menurut Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305
Tahun 1959.
Biografi Ki Hajar Dewantara : Perjuangan dari Masa Muda

Ki Hajar Dewantara yang merupakan pahlawan nasional dari jawa lahir di lingkungan


keluarga Kabupaten Pakualaman. Beliau adalah anak dari GPH Soerjaningrat atau cucu dari
Pakualam III. Ia berhasil menamatkan pendidikan dasar di ELS atau semacam sekolah dasar
di zaman Belanda. Kemudian Ki Hajar Dewantara melanjutkan studinya ke STOVIA yang
merupakan sekolah dokter khusus putra daerah tetapi tidak berhasil menamatkannya karena
sakit.
Kemudian Ki Hajar Dewantara memasuki dunia jurnalis. Dia bekerja sebagai wartawan dan
penulis di beberapa surat kabar. Contohnya seperti Midden Java, Soeditomo, De
Expres,Kaoem Moeda, Oetoesan Hindia, Tjahaja Timoer dan Poesara. Di hari-hari ketika
berkarir sebagai jurnalis Ki Hajar Dewantara termasuk penulis handal. Tulisan Ki Hajar
Dewantara mudah dipahami, komunikatif dan penuh dengan semangat anti penjajahan.

Aktivitas Pergerakan Ki Hajar Dewantara

Selain telaten, komitmen dan ulet sebagai seorang jurnalis muda, Ki Hajar Dewantara muda
juga sangat aktif di organisasi sosial dan politik. Ketika Boedi Oetomo (BO) berdiri pada
tahun 1908, Ki Hajar Dewantara masuk ke organisasi ini dan dia aktif di bagian propaganda
untuk melakukan sosialisasi dan membangunkan kesadaran rakyat Indonesia. Khususnya
orang Jawa. Bagaimanpun caranya, rakyat Indonesia di waktu itu harus sadar mengenai
pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Kongres pertama Boedi
Oetomo diselenggarakan di Yogyakarta juga diatur oleh Ki Hajar Dewantara.

Selain di Boedi Oetomo, Ki Hajar Dewantara muda juga sangat aktif di organisasi Insulinde.
Insulinde merupakan organisasi multietnis yang menampung kaum Indo. Tujuannya yaitu
menginginkan pemerintahan sendiri di Hindia Belanda. Sebenarnya, idealisme ini
dipengaruhi oleh Ernest Douwes Dekker. Ernest Douwes Dekker atau lebih dikenal dengan
nama Indonesia yaitu Danudirja Setiabudi adalah orang keturunan asing yang mengobarkan
semangat anti kolonialisme. Lalu ketika Douwes Dekker membentuk Indische Partij, Ki
Hajar Dewantara juga diajak untuk bergabung.

Biografi Ki Hajar Dewantara: Als ik een Nederlander Was atau Seandainya Aku Orang
Belanda
Saat itu, Pemerintah Hindia Belanda bertujuan untuk mengumpulkan sumbangan dari warga
pribumi. Dana ini digunakan untuk merayakan kemerdekaan Belanda dari Prancis pada tahun
1913. Atas aksi Hindia Belanda ini timbullah reaksi kritis dari golongan
berhaluan perkembangan nasionalisme indonesia termasuk Ki Hajar Dewantara muda. Wajar
saja karena tingkah Hindia Belanda sangat tidak tahu diri yaitu merayakan kemerdekaan di
tanah bangsa yang mereka rebut kemerdekaannya. Ditambah lagi mereka juga
mengumpulkan sumbangan dari warga. Ki Hajar Dewantara muda bereaksi dan menulis
sebuah artikel berjudul “Een voor Allen maar Ook Allen voor Een” atau “Satu untuk Semua,
tetapi Semua untuk Satu”.
Tapi tulisan Ki Hajar Dewantara yang sangat terkenal adalah “Seandainya Aku Seorang
Belanda” atau dalam Bahasa Belanda berjudul “Als ik een Nederlander was”. Karya Ki Hajar
Dewantara ini dimuat dalam koran bernama De Expres yang dipimpin oleh Douwes Dekker
pada tanggal 13 Juli 1913. Artikel buatan Ki Hajar Dewantara ini merupakan kritikan yang
sangat pedas untuk kalangan pejabat Hindia Belanda. Contoh kutipan artikel tersebut antara
lain sebagai berikut.

“Seandainya aku seorang Belanda, aku tidak akan melaksanakan pesta-pesta kemerdekaan
di negara yang telah kita rebut sendiri kemerdekaannya. Setara dengan cara berpikir seperti
itu, hal ini selain tidak adil, tapi juga tidak pas untuk menyuruh si penduduk pribumi
memberikan sumbangan untuk mendanai perayaan itu. Munculnya ide untuk
menyelenggarakan perayaan kemerdekaan itu saja sudah merupakan suatu penghinaan, dan
sekarang kita keruk pula dompet para pribumi. Ayo, tidak apa-apa, teruskan saja
penghinaan lahir dan batin itu! Seandainya aku seorang Belanda, aspek yang bisa
menyinggung perasaanku dan saudara-saudara sebangsaku adalah kenyataan bahwa
pribumi wajib ikut membiayai suatu perayaan yang tidak ada kepentingan dan hubungan
sedikit pun baginya”.
Beberapa petinggi Hindia Belanda awalnya meragukan tulisan ini benar-benar dibuat oleh Ki
Hajar Dewantara muda sendiri. Karena gaya bahasa dan isi artikelnya yang cenderung
berbeda dari artikel-artikelnya selama ini. Sekalipun benar bahwa Ki Hajar Dewantara muda
yang menulis, para petinggi Hindia Belanda percaya ada kemungkinan Douwes Dekker
mempengaruhi Ki Hajar Dewantara muda untuk menulis secara kritis seperti itu.

Karena artikel ini Ki Hajar Dewantara ditangkap atas perintah dari Gubernur Jenderal
Idenburg lalu akan diasingkan ke Pulau Bangka. Sesuai dengan permintaan Ki Hajar
Dewantara sendiri. Tapi dua rekan Ki Hajar Dewantara, Douwes Dekker dan Tjipto
Mangoenkoesoemo, memprotes keputusan itu dan akhirnya mereka bertiga malah diasingkan
ke Belanda pada tahun 1913. Ketiga tokoh ini lalu dikenal dengan julukan “Tiga Serangkai”.
Ki Hajar Dewantara muda di kala itu masih berusia 24 tahun.

Pengasingan Ki Hajar Dewantara di Belanda

Ketika diasingkan di Belanda, Ki Hajar Dewantara masuk dalam organisasi yang menjadi
wadah bagi para pelajar asal Indonesia. Organisasi tersebut bernama Indische Vereeniging
atau yang dalama Bahasa Indonesia dikenal dengan Perhimpunan Hindia. Tahun 1913, Ki
Hajar Dewantara mendirikan sebuah biro pers yang bernama Indonesisch Pers-bureau yang
dalam Bahasa Indonesia berarti kantor berita Indonesia. Pertama kali inilah penggunaan
formal dari istilah Indonesia. Istilah Indonesia ini dulu diciptakan tahun 1850 oleh seorang
ahli bahasa dari Inggris yang bernama George Windsor Earl dan seorang pakar hukum dari
Skotlandia yang bernama James Richardson Logan.

Di sinilah Ki Hajar Dewantara kemudian memulai impiannya meningkatkan kualitas kaum


pribumi dengan mempelajari ilmu pendidikan. Hingga akhirnya berhasil mendapatkan
Europeesche Akta. Europeesche Akta adalahijazah bidang pendidikan yang bernilai tinggi
dan kelak menjadi landasan untuk memulai institusi pendidikan yang didirikannya. Dalam
masa hidupnya ini, Ki Hajar Dewantara tertarik pada beberapa pemikian sejumlah tokoh
pendidikan dari dunia Barat. Contohnya seperti Montesseri dan Frobel, pergerakan
pendidikan di negara Asia Selatan khususnya India yang dipimpin keluarga Tagore. Pemikian
inilah yang mempangaruhi dan mendasari Ki Hajar Dewantara dalam mengembangkan aturan
pendidikannya nanti.

Ki Hajar Dewantara kembali ke tanah air pada bulan September tahun 1919. Segera
kemudian ia bergabung dalam sekolah binaan saudaranya. Pada tanggal 3 Juli 1922 setelah
mendapat pengalaman mengajar, Ki Hajar Dewantara mendirikan institusi pendidikan
bernama Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau dalam Bahasa Indonesia Perguruan
Nasional Tamansiswa. Tiga slogan Ki Hajar Dewantara di sistem pendidikan yang
digunakannya saat ini sangat dikenal di kalangan siswa dan tenaga pengajar di seluruh
Indonesia.
Tiga slogan dalam bahasa Jawa itu berbunyi ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun
karsa, tut wuri handayani yang dalam Bahasa Indonesia berarti yang di depan memberikan
teladan, yang di tengah memberi semangat atau dukungan, yang di belakang memberi
dorongan. Tentu semua siswa sangat paham dengan arti tut wuri handayani. Slogan ini tetap
digunakan dalam dunia pendidikan rakyat Indonesia hingga saat ini. Khususnya di Perguruan
Tamansiswa.
Karir Ki Hajar Dewantara Setelah Indonesia Merdeka

Setelah Indonesia merdeka, dalam kabinet pertama Republik Indonesia, Ki Hajar Dewantara
diangkat menjadi Menteri Pengajaran Indonesia yang pertama. Pada tahun 1957 ia mendapat
gelar doktor kehormatan atau doktor honoris causa dari Universitas Gadjah Mada. Karena Ki
Hajar Dewantara sangatlah berjasa dalam merintis pendidikan umum. Selain itu, beliau
dinyatakan sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia dan hari kelahirannya pada tanggal
2 Mei dijadikan Hari Pendidikan Nasional diperingati tiap tahun. Ki Hajar Dewantara
menghembuskan nafas terakhir di Yogyakarta tanggal 26 April 1959. Beliau dimakamkan di
Taman Wijaya Brata.
Biografi Ibnu Sina, Ilmuwan
Paling Berpengaruh di Dunia
BIOGRAFI • UMUM
Peradaban Islam termasuk salah satu peradaban maju yang pernah memberikan kontribusi
besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Kita dapat menghitung ada cukup banyak
ilmuwan Islam yang sukses dengan berbagai penemuan. Sebut saja Al Ghazali, Al-
Khwarizmi, Al-Farabi, Ibnu Batutah, Ibnu Khaldun, Al Battani, dan juga Ibnu Sina.
Bicara soal Ibnu Sina, kamu tentu sering mendengar namanya dalam literature – literatur
pendidikan bukan? Ia adalah sosok ilmuwan yang sangat legendaris. Namanya tak hanya
tercatat sebagai seorang ahli di satu bidang ilmu saja, melainkan di banyak bidang sekaligus.

Ibnu Sina adalah salah satu ilmuwan Islam terpopuler dan terbesar sepanjang sejarah. Ia
merupakan seorang astronom, astrofisikawan, kimiawan, sosiolog, ekonom, matematikawan,
ahli geografi, dan juga seorang fisikawan. Deretan karya besarnya talah diakui oleh para
ilmuwan dan peneliti lain di seluruh dunia, sepanjang masa.

Memangnya sebesar apa sih nama Ibnu Sina beserta karya dan sumbangsihnya terhadap ilmu
pengetahuan? Mari kita lihat biografi Ibnu Sina beserta kontribusinya terhadap ilmu
pengetahuan.

Biografi Ibnu Sina (Kehidupan dan Pendidikannya)


Ibnu Sina juga dikenal dengan nama Avicenna. Avicenna adalah nama populernya di dunia
barat. Jadi, kalau kamu mencari tahu tentang biografi dan karnya dalam bahasa Inggris, maka
gunakan naman Avicenna.

Nama aslinya dalam bahasa Arab adalah Ibn Sīnā. Sedangkan nama panjangnya adalah Abū
ʿAlī al-Ḥusayn ibn ʿAbd Allāh ibn Sīnā. Ibnu Sina dilahirkan pada tahun 270 Hijriah atau 980
Masehi di dekat Bukhara, Iran, yang kini wilayah tersebut lebih dikenal dengan nama
Uzbekistan.

Orang tua Ibnu Sina merupakan seorang pegawai tinggi yang menjabat di masa pemerintahan
Dinasti Saman. Dengan latar belakang orang tuanya yang terhormat, ia pun mendapat
kesempatan untuk belajar tentang banyak hal.
Ibnu Sina tumbuh dan dibesarkan di Bukhara. Di tempat itu pula, ia banyak belajar tentang
ilmu –ilmu agama Islam, dan ilmu umum lainnya.

Sejak kecil, Ibnu Sina memang merupakan anak yang cerdas dan gemar belajar. Ia menjadi
murid al-Jūzjānī dalam jangka waktu yang lama. Ia bahkan telah mampu menghafalkan
seluruh isi Al-Qur’an ketika usianya 10 tahun.

Para pendidik yang mendampingi Ibnu Sina tampaknya mampu membaca kelihaian
pikirannya. Lalu, tutornya, Nātilī meminta Ibnu Sina kecil untuk mempelajari logika
matematika. Dengan segera, ia mampu menguasainya dan bahkan mengungguli kemampuan
gurunya sendiri.

Dengan kemauanannya sendiri, Avicenna atau Ibnu Sina kemudian belajar tentang
Hellenistic. Di usia 16 tahun, Ibnu Sina memutuskan belajar tentang ilmu pengobatan. Bagi
Ibnu Sina , ilmu pengobatan adalah salah satu hal yang dianggapnya mudah.

Hal ini dibuktikannya ketika Sultan dari Bukhara jatuh sakit dengan suatu penyakit yang
membingungkan dan sulit diatasi oleh para tabib. Kemudian, Ibnu Sina pergi tempat tidurnya
dan menyembuhkan sang sultan.

Sebagai suatu rasa terima kasih, Sultan Bukhara pun membuka perpustakaan the royal
Sāmānid khusus untuk Ibnu Sina.

Di usia 21 tahun, Ibnu Sina mulai menulis sangat banyak hal. Setidaknya, sudah ada 240
judul yang ditulis atas namanya. Tulisan -tulisannya ini meliputi banyak bidang, termasuk
geometri, astronomi, matematika, fisika, metafisika, ilmu bahasa, musik dan bahkan puisi.

Ibnu Sina bahkan menyelesaikan sebuah buku bernama Kitāb al-shifāʾ, Dānish nāma-i ʿalāʾī
(Buku Ilmu Pengetahuan) dan Kitāb al-najāt (Buku Keselamatan), ia pun juga mulai
mengkaji tentang tabel -tabel astronomi dengan cara yang baru dan lebih akurat.

Untuk menemukan uraian lengkap mengenai kehidupan pribadi dari Ibnu Sina memang tidak
mudah. Kebanyakan keterangan tentang profil dan perjalanan hidup Ibnu Sina hanya didapat
dari autobiografi yang ditulisnya dalam periode yang lama untuk protégé al-Jūzjānī.

Meski demikian, diketahui bahwa Ibnu Sina adalah sosok orang yang sangat mencintai
kehidupan. Ia juga sangat senang untuk bergaul dengan banyak orang. Ia mempunyai banyak
teman baik, walaupun ia juga masih mempunyai orang -orang lain yang gemar memfitnah
dan menjadi musuhnya.

Suatu ketika, saat menenami Alā al-Dawla, Avicenna menderita kolik. Karena telah
menguasai ilmu pengobatan, ia pun berusaha untuk mengobati dirinya sendiri. Ia
menggunakan benih seledri sebagai obat dan menyuntikannya ke tubuhnya.

Namun, persiapan pengobatan ini tidak dilakukannya sendiri. Ada seorang pelayannya yang
menyiapkan bahan -bahan yang ia resepkan sendiri. Sayangnya, entah karena kecorobohan
atau karena tidak sengaja, pelayannya memberikan 5 takaran ramuan aktif, dan bukannya
seperti yang tertulis pada resep yang seharusnya hanya dua saja.

Hal ini kemudian menyebabkan Ibnu Muna mengalami keracunan. Lebih parahnya lagi,
ramuan obat yang diberikan untuk Ibnu Muna juga ditambah dengan opium.

Hal ini membuat Ibnu Muna semakin lemah. Dalam kondisinya yang semakin lemah, Ibnu
Muna masih berjuang keras. Pada bulan Maret, di saat bulan Suci Ramadhan tahun 1037, ia
pun meninggal di Hamadan, Iran.

Karya -Karya Hebat Ibnu Sina

Semasa hidupnya, Ibnu Muna dikenal sebagai seorang dokter muslim yang hebat. Namanya
bahkan sangat melegenda dan hasil pemikirannya pun sangat berpengaruh terhadap dunia
medis hingga kini. Tulisannya juga berkontribusi besar terhadap filosofi Aristotelian dan ilmu
pengobatan.

Ia telah menulis Kitāb al-shifāʾ (Buku Pengobatan), sebuah karya filosofi dan ilmiah yang
sangat luar biasa dan merupakan ensiklopedia ilmiah lengkap.

Ia juga menulis Al-Qānūn fī al-ṭibb (Aturan -aturan pengobatan). Buku ini termasuk buku
paling terkenal dalam sejarah dunia pengobatan.

Jika diringkas, karya -karya besar Ibnu Sina yang paling populer di antaranya ada As- Shifa,
An- Najat, dan Al- Isyarat. Ia juga menulis banyak karangan pendek lain yang dikenal dengan
nama Maqallah.
Karya -karya Ibnu Sina ini banyak mempengaruhi perkembangan pemikiran peradaban Islam
dan bahkan juga perkembangan pengetahuan dunia barat. Kehebatannya adalah menyusun
metode -metode keilmuan yang dilengkapi dengan argumen -argume kuat. Dengan begitu,
gagasan -gagasan Ibnu Muna adalah gagasan yang rasional.

Ia menguasai tradisi intelektual Helenisme, dan juga konsep metafisika Aristoteles, serta
termasuk filsafat Al- Farabi.

Pengaruh Pemikiran Ibnu Sina terhadap filosofi dan ilmu pengetahuan

Pada tahun 1919–20, Edward G. Browne, British Orientalist dan pemerintah Persia
menyatakan bahwa Avicenna atau Ibnu Sina adalah seorang filsuf yang lebih handal
ketimbang tabib, tapi juga seorang tabib yang lebih handal daripada filsuf.

Hal ini dinyatakan karena pemikiran Ibnu Sina yang luar biasa hebat tentang filosofi. Bahkan,
pemikirannya tentang filosofi dan ilmu pengetahuan masih sangat komprehensif untuk
dipelajari di era modern seperti sekarang ini.

Ibnu Sina bahkan disebut sebagai satu –satunya filsuf besar Islam yang sukses membangun
sistem filsafat dengan sangat lengkap dan terperinci. Sistem filsafat ini pula yang kemudian
mendominasi pemikiran filsuf -filsuf beberapa abad kemudian.

Hasil pemikirannya yang lebih baik itulah yang sebetulnya sangat dibutuhkan untuk
menjadikan filosofi dan ilmu pengetahuan memiliki pandangan yang lebih komprehensif dan
benar -benar nyata. Pandangannya terhadap dunia lebih mengarah pada teosentris atau
berpusat pada Tuhan, ketimbang antroposentris atau berpusat pada manusia.

Perspektif inilah yang kemudian sangat populer dalam dunia Roman. Semesta merupakan
suatu kesatuan yang terbentuk secara natural, supernatural, dan preternatural.

Ilmu semesta yang diajarkan oleh Ibnu Sina adalah berpusat pada Tuhan sebagai Sang
Pencipta -Pembuat Pertama. Pemikirannya ini pun dilengkapi dengan berbagai argumen yang
mencerahkan pemikiran manusia.
Ia menjelaskan dengan cara yang cerdas mengenai perspektif yang ia dapatkan dari Kitab
Suci Qurʾān. Yang terpenting, penjelasannya memuat argumen -argumen yang jelas, lugas,
kuat dan dapat diterima oleh banyak orang.

Kitāb al-shifāʾ yang ditulisnya merupakan suatu buku ensiklopedia yang mencakup ilmu
logika berpikir, fisika, matematika dan metafisika. Awalnya, ilmu pengetahuan disamakan
sebagai suatu kebijaksanaan. Kemudian, Ibnu Sinalah yang mengklasifikasikan ilmu
pengetahuan menjadi beberapa kelompok yang lebih fokus dan jelas.

Sebagai contoh, pada bab fisika, ia membicarakan mengenai alam dengan delapan prinsip
dasar, meliputi ilmu pengetahuan umum tentang benda angkasa, bumi, dan elemen pokok
seperti meteorology, botani, mineralogi, zoology, dan psikologi atau ilmu pengetahuan
tentang jiwa.

Adapun golongan ilmu pengetahuan penting yang dirancang oleh Ibnu Sina adalah tentang
ilmu kedokteran, astrologi, ilmu firasat, necromancy, tafsir mimpi, jimat, alkimia, dan lain
sebagainya.

Untuk ilmu matematika sendiri, Ibnu Sina menggolongkannya ke dalam empat prinsip utama,
meliputi angka dan aritmatika, geometri dan geografi, astronomi, serta musik.

Pengaruh Pemikiran Ibnu Sina terhadap dunia medis

Ibnu Sina sangat populer dengan karyanya berjudul “Cannon of Medicine”, yang dibukukan
di: The Reynolds Historical Library, Lister Hill Library, University of Alabama at
Birmingham.

Banyak para ahli kedokteran dan ilmu pengobatan yang sangat menyukai karya Ibnu Sina ini
dan menjadikannya panutan. Ibnu Sina dan pengetahuannya yang hebat mengenai ilmu
kedokteran dan pengobatan menjadikannya sangat berpengaruh terhadap sekolah medis
di Eropa, bahkan hingga era modern sekarang ini. Bahkan, The Canon of Medicine (Al-
Qānūn fī al-ṭibb) menjadi salah satu sumber bacaan utama.

Edisi 1556 dari The Canon of Medicine, dibagi ke dalam lima buku. Buku pertama terdiri
dari empat risalah. Risalah pertama terkait pemeriksaan yang meliputi elemen bumi, air,
tanah dan api, serta tentang anatomi tubuh.
Risalah kedua tentang pemeriksaan dan gejala. Ketiga mengenai kesehatan, sakit dan
kematian. Risalah keempat mengenai pengobatan, terapi dan perawatan.

Kemudian, untuk buku II yakni the Canon is a “Materia Medica,”. Buku III berjudul “Head-
to-Toe Diseases,” untuk buku IV berjudul “Diseases That Are Not Specific to Certain
Organs”. Dan buku ke-5 “Compound Drugs”.

Di kalangan ilmuwan dan pemerhati medis di Barat, Ibnu Sina adalah sosok yang sangat
tenar. Ia dikenal karena keahliannya yang hebat di bidang kedokteran. Setiap penemuannya,
terutama terkait ilmu kejiwaan, adalah pengetahuan yang berharga.

Penemuannya dalam ilmu kedokteran yang paling banyak dikaji memang merupakan ilmu
kejiwaan. Falsafahnya tentang Jiwa mencakup ranah metafisika dengan pembahasan yang
dalam dan pembaruan yang lebih baik.

Bahkan, para sarjana Barat yang begitu mengaguminya pun memberinya gelar The Prince of
the Physicians. Dunia Islam pun juga memberikan gelar kehormatan terhadap kecerdasan
Ibnu Sina yakni sebagai Al-Syaikh-al-Rais, yang berarti pemimpin utama (dari para filsuf).

Anda mungkin juga menyukai