BAB II
PEMBAHASAN
Tulisan Seandainya “Aku Seorang Belanda” yang dimuat dalam surat kabar de
Expres milik dr. Douwes Dekker. Akibat karangannya yang menghina itu, pemerintah
kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg menjatuhkan hukuman tanpa
proses pengadilan, berupa hukuman internering (hukum buang) yaitu sebuah
hukuman dengan menunjuk sebuah tempat tinggal yang boleh bagi seseorang untuk
bertempat tinggal. Ia pun dihukum buang ke Pulau Bangka. Namun mereka
menghendaki dibuang ke Negeri Belanda karena di sana mereka bisa memperlajari
banyak hal dari pada didaerah terpencil. Akhirnya mereka diijinkan ke Negeri Belanda
sejak Agustus 1913 sebagai bagian dari pelaksanaan hukuman. Kesempatan itu
dipergunakan untuk mendalami masalah pendidikan dan pengajaran, sehingga
Raden Mas Soewardi Soeryaningrat berhasil memperoleh Europeesche Akte.
Kemudian ia kembali ke tanah air di tahun 1918.
Dua tahun setelah mendapat gelar Doctor Honoris Causa itu, ia meninggal
dunia pada tanggal 28 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di sana. Kemudian
oleh pihak penerus perguruan Taman Siswa, didirikan Museum Dewantara Kirti Griya,
Yogyakarta, untuk melestarikan nilai-nilai semangat perjuangan Ki Hadjar Dewantara.
Dalam museum ini terdapat benda-benda atau karya-karya Ki Hadjar sebagai pendiri
Tamansiswa dan kiprahnya dalam kehidupan berbangsa. Koleksi museum yang
berupa karya tulis atau konsep dan risalah-risalah penting serta data surat-menyurat
semasa hidup Ki Hadjar sebagai jurnalis, pendidik, budayawan dan sebagai seorang
seniman telah direkam dalam mikrofilm dan dilaminasi atas bantuan Badan Arsip
Nasional.
Ketiga hal ini merupakan dasar alat pendidikan bagi anak-anak yang disebut
“among metode” (sistem-among) yang salah satu seginya ialah mewajibkan guru-guru
sebagai pemimpin yang berdiri di belakang tetapi mempengaruhi dengan memberi
kesempatan anak didik untuk berjalan sendiri. Inilah yang disebut dengan semboyan
“Tut Wuri Handayani”. Menyinggung masalah kepentingan sosial, ekonomi dan politik
kecenderungan dari bangsa kita untuk menyesuaikan diri dengan hidup dan
penghidupan ke barat-baratan telah menimbulkan kekacauan. Menurut Kihajar
Dewantara Sistem pengajaran yang terlampau memikirkan kecerdasan pikiran yang
melanggar dasar-dasar kodrati yag terdapat dalam kebudayaan sendiri. Sementara
hal yang menyangkut tentang dasar kerakyatan untuk memepertinggi pengajaran
yang dianggap perlu dengan memperluas pengajarannya. dan memiliki pokok asas
untuk percaya kepada kekuatan sendiri. Dalam dunia pendidikan mengharuskan
adanya keikhlasan lahir-batin bagi guru-guru untuk mendekati anak didiknya.
Sesungguhnya semua hal tersebut merupakan pengalaman dan pengetahuan Ki
Hajar Dewantara tentang pendidikan barat yang mengusahakan kebahagian diri,
bangsa dan kemanusiaan.
BAB III
PENUTUP
Ajaran Ki Hajar Dewantara yang terkenal ialah tut wuri handayani (di belakang
memberi dorongan), ing madya mangun karsa (di tengah menciptakan peluang untuk
berprakarsa), ing ngarsa sungtulada (di depan memberi teladan). Pengaruh pemikiran
pertama dalam pendidikan adalah dasar kemerdekaan bagi tiap-tiap orang untuk
mengatur dirinya sendiri. Bila diterapkan kepada pelaksanaan pengajaran maka hal
itu merupakan upaya di dalam mendidik murid-murid supaya dapat berperasaan,
berpikiran dan bekerja merdeka demi pencapaian tujuannya dan perlunya kemajuan
sejati untuk diperoleh dalam perkembangan kodrati.
Karya Warisan Pertama Ki Hajar Dewantara adalah Taman Siswa yang
menjadi representasi institusi pendidikan pribumi pada masa kolonial dan tetap eksis
sampai hari ini. Kedua adalah tulisan-tulisan Ki Hajar Dewantara dalam bidang
pendidikan dan kebudayaan. Tulisan-tulisan itu dikumpulkan dan diterbitkan oleh
Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa dalam buku Karya Ki Hadjar Dewantara Bagian
I Pendidikan (1962) dan Karya Ki Hadjar Dewantara Bagian II: Kebudayaan (1967).
DAFTAR PUSTAKA