Disusun Oleh :
Annisa Amelia 1708015179
PROFIL TOKOH
Nama Lengkap : Ki Hajar Dewantara
Nama Asli : Raden Mas Soewardi Soerjaningrat
Profesi : Tokoh Pendidikan
Agama : Islam
Tempat Lahir : Yogyakarta
Tanggal Lahir : Kamis, 2 Mei 1889
Warga Negara : Indonesia
Istri : Nyi Sutartinah
Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (EBI: Suwardi Suryaningrat, sejak 1922 menjadi
Ki Hadjar Dewantara, EBI: Ki Hajar Dewantara, beberapa menuliskan bunyi bahasa Jawanya
dengan Ki Hajar Dewantoro; lahir di Pakualaman, 2 Mei 1889 – meninggal di Yogyakarta, 26
April 1959 pada umur 69 tahun.1 selanjutnya disingkat sebagai "Soewardi" atau "KHD")
adalah aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan
bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Ia adalah pendiri Perguruan
Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi
jelata untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-
orang Belanda.
Tanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan
Nasional. Bagian dari semboyan ciptaannya, tut wuri handayani, menjadi slogan
Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia. Namanya diabadikan sebagai salah sebuah
1
Ini adalah versi Perguruan Tamansiswa dan Kepustakaan Presiden Perpustakaan Nasional Republik Indonesia,
tokohindonesia.com menyebutkan 28 April 1959 sebagai tanggal wafat.
nama kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar Dewantara. Potret dirinya diabadikan pada uang
kertas pecahan 20.000 rupiah tahun edisi 1998.2
Ia dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden RI, Sukarno, pada
28 November 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959,
tanggal 28 November 1959).3
Ki Hajar Dewantara terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Ia
berasal dari lingkungan keluarga kraton Yogyakarta. Raden Mas Soewardi Soeryaningrat,
saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, berganti nama menjadi Ki
Hadjar Dewantara. Semenjak saat itu, ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di
depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik
secara fisik maupun hatinya. Perjalanan hidupnya benar-benar diwarnai perjuangan dan
pengabdian demi kepentingan bangsanya. Ia menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah
Dasar Belanda) Kemudian sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tapi
tidak sampai tamat karena sakit. Kemudian ia bekerja sebagai wartawan di beberapa surat
kabar antara lain Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda,
Tjahaja Timoer dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong penulis handal.
Tulisan-tulisannya sangat komunikatif, tajam dan patriotik sehingga mampu
membangkitkan semangat antikolonial bagi pembacanya. Selain ulet sebagai seorang
wartawan muda, ia juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Pada tahun 1908, ia aktif di
seksi propaganda Boedi Oetomo untuk mensosialisasikan dan menggugah kesadaran
masyarakat Indonesia pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam
berbangsa dan bernegara. Kemudian, bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi)
dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo, yang dikenal sebagai 3 serangkai, ia mendirikan Indische
Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) pada tanggal 25
Desember 1912 yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka. Mereka berusaha
mendaftarkan organisasi ini untuk memperoleh status badan hukum pada pemerintah
kolonial Belanda. Tetapi pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg
berusaha menghalangi kehadiran partai ini dengan menolak pendaftaran itu pada tanggal 11
Maret 1913.
2
Uang Kertas Bank Indonesia Pecahan: Rp. 20.000,-, Bank Indonesia, diakses tanggal 08 Desember 2017. Pada jam 10:38.
3
"Daftar Nama Pahlawan Nasional Republik Indonesia"
Karena organisasi ini dianggap dapat membangkitkan rasa nasionalisme rakyat dan
menggerakan kesatuan untuk menentang pemerintah kolonial Belanda. Ia melancarkan
kritik terhadap Pemerintah Belanda yang bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya
negeri Belanda dari penjajahan Prancis dengan menarik uang dari rakyat jajahannya untuk
membiayai pesta perayaan tersebut. Sehubungan dengan rencana perayaan itu, ia pun
mengkritik lewat tulisan berjudul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang
Belanda) dan Een voor Allen maar Ook Allen voor Een (Satu untuk Semua, tetapi Semua
untuk Satu Juga).4
Tulisan Ki Hadjar Dewantara yang paling terkenal ialah,
Seandainya Aku Seorang Belanda (Als ik een Nederlander was)
“Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta
kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar dengan
jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander
memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Ide untuk menyelenggarakan perayaan
itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita keruk pula kantongnya. Ayo teruskan
saja penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda, hal yang terutama
menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwa inlander
diharuskan ikut mengongkosi suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun
baginya”.5
Tulisan Seandainya Aku Seorang Belanda yang dimuat dalam surat kabar de Expres
milik dr. Douwes Dekker. Akibat karangannya yang menghina itu, pemerintah kolonial
Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg menjatuhkan hukuman tanpa proses
pengadilan, berupa hukuman internering (hukum buang) yaitu sebuah hukuman dengan
menunjuk sebuah tempat tinggal yang boleh bagi seseorang untuk bertempat tinggal. Ia pun
dihukum buang ke Pulau Bangka. Namun mereka menghendaki dibuang ke Negeri Belanda
karena di sana mereka bisa memperlajari banyak hal dari pada didaerah terpencil. Akhirnya
mereka diijinkan ke Negeri Belanda sejak Agustus 1913 sebagai bagian dari pelaksanaan
hukuman. Kesempatan itu dipergunakan untuk mendalami masalah pendidikan dan
4
Lubis, Ibrahim. Biografi Ki Hajar Dewantara Sebagai Tokoh Pendidikan Di Indonesia. Diakses pada
http://www.anekamakalah.com/2013/12/biografi-ki-hajar-dewantara.html . Jam 16:24.
5
Surat kabar De Expres , 13 Juli 1913
pengajaran, sehingga Raden Mas Soewardi Soeryaningrat berhasil memperoleh
Europeesche Akte. Kemudian ia kembali ke tanah air di tahun 1918. 6
Di tanah air ia mencurahkan perhatian di bidang pendidikan sebagai bagian dari alat
perjuangan meraih kemerdekaan. Ia mendirikan sebuah perguruan yang bercorak nasional,
Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa) pada 3 Juli
1922. Perguruan ini sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik
agar mereka mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh
kemerdekaan. Di tengah keseriusannya mencurahkan perhatian dalam dunia pendidikan di
Tamansiswa, ia juga tetap rajin menulis.
Namun tema tulisannya beralih dari nuansa politik ke pendidikan dan kebudayaan
berwawasan kebangsaan. Tulisannya berjumlah ratusan buah. Melalui tulisan-tulisan itulah
dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia. Setelah
zaman kemedekaan, Ki hajar Dewantara pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan,
Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama. Nama Ki Hadjar Dewantara bukan saja
diabadikan sebagai seorang tokoh dan pahlawan pendidikan (bapak Pendidikan Nasional)
yang tanggal kelahirannya 2 Mei dijadikan hari Pendidikan Nasional, tetapi juga ditetapkan
sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional melalui surat keputusan Presiden RI No.305 Tahun
1959, tanggal 28 November 1959. Penghargaan lain yang diterimanya adalah gelar Doctor
Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada pada tahun 1957.
Dua tahun setelah mendapat gelar Doctor Honoris Causa itu, ia meninggal dunia
pada tanggal 28 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di sana. Kemudian oleh pihak
penerus perguruan Taman Siswa, didirikan Museum Dewantara Kirti Griya, Yogyakarta,
untuk melestarikan nilai-nilai semangat perjuangan Ki Hadjar Dewantara. Dalam museum ini
terdapat benda-benda atau karya-karya Ki Hadjar sebagai pendiri Tamansiswa dan
kiprahnya dalam kehidupan berbangsa. Koleksi museum yang berupa karya tulis atau
konsep dan risalah-risalah penting serta data surat-menyurat semasa hidup Ki Hadjar
sebagai jurnalis, pendidik, budayawan dan sebagai seorang seniman telah direkam dalam
mikrofilm dan dilaminasi atas bantuan Badan Arsip Nasional.7
ALIRAN FILSAFAT
6
Lubis, Ibrahim. Biografi Ki Hajar Dewantara Sebagai Tokoh Pendidikan Di Indonesia. Diakses pada
http://www.anekamakalah.com/2013/12/biografi-ki-hajar-dewantara.html . Tanggal 09 Desember 2017. Jam 16:58.
7
Bernadib, Imam. 1988. Filsafat Pendidikan. Sistem dan Metode. Andi Offset. Yogyakarta.
Ki Hajar Dewantara termasuk aliran filsafat pendidikan yang menganut definisi
pendidikan, apabila dilihat dari sudut aliran filsafat pendidikan evolusionistis yang lebih
menekankan tangga-tangga psikologis perkembangan manusia. Suatu konsep pendidikan
yang lebih mengarahkan orientasinya pada aspek-aspek kehidupan modern yang kompleks
dan rumit kaitannya, yang lebih individualisis sehingga menuntut kemampuan individual
masing-masing pribadi dalam mengadakan penyesuaian kehidupan psikologsnya. Konsep
tentang anthropologi filsafat kalau tidak dirumuskan dalam definisi pendidikan dapat dicari
pada rumusan tentang tujuan pendidikannya. Sebagai contoh dalam sejarah pemikiran
filsafat pendidikan Indonesia, kita dikenalkan dengan salah satu rumusan tujuan pendidikan
sebagai berikut: “Membentuk manusia susila yang cakap dan warga Negara yang demokratis
serta bertanggung jawab atas kesejahteraan Negara dan tanah air.” Dalam rumusan ini
hakekat manusia sebagai suatu aspek yang bernilai martabat yang sama, sehinga yang satu
tidak boleh mencaplok atau menghisap yang lain, artinya manusia dihisap warga negara
sehingga mengarah ke terhisapnya kepentingan individu demi kepentingan dan kejayaan
Negara, dan sebaliknya hilangnya aspek warganegara dan mengarah ke individualisme yang
otomistis. Suatu ilustrasi tujuaan pendidikan yang mengarah ke penghisapan individualitas
manusia ke dalam konsep warganegara adalah definisi pendidikan di bawah ini: “Pendidikan
adalah kegiatan atau proses dengan mana individual dibina agar loyal setia tanpa sarat dan
penyesuaian membuka pada kelompok atau lembaga soial.” Definisi pendidikan ini
disamping berlaku pada Negara totaliter yang dengan monisme kebudayaan, juga berlaku
pada masyarakat yang ketat berpegang teguh mempertahankan tradisi kebudayaannya,
yaitu pada masyarakat yang tradisioal konservatif. Dalam batas-batas tertentu, para sosiolog
lebih dekat pemikiran pendidikan dengan definisi konsep pendidikan di atas. Sedang para
psikolog lebih dekat dekat dengan definuisi oendidikan di bawah ini: “Pendidikan adalah
suatu proses pertumbuhan di dalam mana individu dibantu mengembangkan daya-daya
kemampuannya, bakatnya, kecakapannya dan minatnya. ”Perbedaan antara kedua definisi
pendidikan di atas, antara pendekatan sosiologis dan pendwekatan psikologis adalah bahwa
pendekatan social meninjau proses pendidikan dalam kaitannya dengan kehidupan dengan
lembaga social di luar individu, sedang pendekatan psikologis meninjau proses pendidikan
dari sudut proses internal dalam diri manusia, sehinga lebih mengarah ke peninjauan
tentang konsep hakekat psikologis, bukan filosofis, dari pada anak didik. 8
8
Tjaya, Thomas Hidya, 2004, Mencari Orientasi Pendidikan, Sebuah Perspektif Historis, Jakarta
PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA TENTANG PENDIDIKAN
Dalam berbagai sumber tulisan tentang pendidikan Ki Hadjar Dewantara, Pendidikan
harus dimulai dari persamaan persepsi pemangku pendidikan tentang mendidik itu sendiri.
Menurut Kihajar Dewantara mendidik dalam arti yang sesungguhnya adalah proses
memanusiakan manusia (humanisasi), yakni pengangkatan manusia ke taraf insani. Di dalam
mendidik ada pembelajaran yang merupakan komunikasi eksistensi manusiawi yang otentik
kepada manusia, untuk dimiliki, dilanjutkan dan disempurnakan. Jadi sesungguhnya
pendidikan adalah usaha bangsa ini membawa manusia Indonesia keluar dari kebodohan,
dengan membuka tabir aktual-transenden dari sifat alami manusia (humanis). Menurut Ki
Hajar Dewantara tujuan pendidikan adalah “penguasaan diri” sebab di sinilah pendidikan
memanusiawikan manusia (humanisasi). Penguasaan diri merupakan langkah yang harus
dituju untuk tercapainya pendidikan yang mamanusiawikan manusia. Ketika setiap peserta
didik mampu menguasai dirinya, mereka akan mampu juga menentukan sikapnya. Dengan
demikian akan tumbuh sikap yang mandiri dan dewasa.
Dalam konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara ada 2 hal yang harus dibedakan yaitu
sistem “Pengajaran” dan “Pendidikan” yang harus bersinergis satu sama lain. Pengajaran
bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah (kemiskinan dan kebodohan).
Sedangkan pendidikan lebih memerdekakan manusia dari aspek hidup batin (otonomi
berpikir dan mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokratik). Keinginan yang kuat
dari Ki Hajar Dewantara untuk generasi bangsa ini dan mengingat pentingnya guru yang
memiliki kelimpahan mentalitas, moralitas dan spiritualitas. Beliau sendiri untuk
kepentingan mendidik, meneladani dan pendidikan generasi bangsa ini telah mengubah
namanya dari ningratnya sebagai Raden Mas soewardi Suryaningrat menjadi Ki hajar
dewantara.
Perubahan nama tersebut dapat dimakna bahwa beliau ingin menunjukkan
perubahan sikap ningratnya menjadi pendidik, yaitu dari satria pinandita ke pinandita satria
yaitu dari pahlawan yang berwatak guru spiritual ke guru spiritual yang berjiwa ksatria, yang
mempersiapkan diri dan peserta didik untuk melindungi bangsa dan Negara ini. Bagi Ki Hajar
Dewantara, para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam kepribadian dan
spiritualitas, baru kemudian menyediakan diri untuk menjadi pahlawan dan juga
menyiapkan para peserta didik untuk menjadi pembela nusa dan bangsa. Yang utama
sebagai pendidik adalah fungsinya sebagai model keteladanan dan sebagai fasilitator kelas.
Nama Hajar Dewantara sendiri memiliki makna sebagai guru yang mengajarkan kebaikan,
keluhuran, keutamaan. Pendidik atau Sang Hajar adalah seseorang yang memiliki kelebihan
di bidang keagamaan dan keimanan, sekaligus masalah-masalah sosial kemasyarakatan.
Modelnya adalah Kyai Semar (menjadi perantara antara Tuhan dan manusia, mewujudkan
kehendak Tuhan di dunia ini).
Sebagai pendidik yang merupakan perantara Tuhan maka guru sejati sebenarnya
adalah berwatak pandita juga, yaitu mampu menyampaikan kehendak Tuhan dan membawa
keselamatan. Menerjemahkan dari konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara tersebut, maka
banyak pakar menyepakati bahwa pendidikan di Indonesia haruslah memiliki 3 Landasan
filosofis, yaitu nasionalistik, universalistic dan spiritualistic. Nasionalistik maksudnya adalah
budaya nasional, bangsa yang merdeka dan independen baik secara politis, ekonomis,
maupun spiritual. Universal artinya berdasarkan pada hukum alam (natural law), segala
sesuatu merupakan perwujudan dari kehendak Tuhan. Prinsip dasarnya adalah
kemerdekaan, merdeka dari segala hambatan cinta, kebahagiaan, keadilan, dan kedamaian
tumbuh dalam diri (hati) manusia.
Suasana yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan adalah suasana yang berprinsip
pada kekeluargaan, kebaikan hati, empati, cintakasih dan penghargaan terhadap masing-
masing anggotanya. Maka hak setiap individu hendaknya dihormati; pendidikan hendaknya
membantu peserta didik untuk menjadi merdeka dan independen secara fisik, mental dan
spiritual; pendidikan hendaknya tidak hanya mengembangkan aspek intelektual sebab akan
memisahkan dari orang kebanyakan; pendidikan hendaknya memperkaya setiap individu
tetapi perbedaan antara masing-masing pribadi harus tetap dipertimbangkan; pendidikan
hendaknya memperkuat rasa percaya diri, mengembangkan harga diri; setiap orang harus
hidup sederhana dan guru hendaknya rela mengorbankan kepentingan-kepentingan
pribadinya demi kebahagiaan para peserta didiknya.
Output pendidikan yang dihasilkan adalah peserta didik yang berkepribadian
merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas, menjadi anggota masyarakat yang berguna, dan
bertanggung jawab atas kebahagiaan dirinya dan kesejahteraan orang lain. Dalam pemikiran
Ki Hajar Dewantara, metode yang yang sesuai dengan sistem pendidikan ini adalah sistem
among yaitu metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan
asuh. Metode ini secara teknik pengajaran meliputi ‘kepala, hati dan panca indera’ (educate
the head, the heart, and the hand).9
Ki Hadjar Dewantara juga memiliki 3 pandangan hidup, yang dikenal sebagai
Semboyan Ki Hadjar Dewantara, yaitu :
Ing Ngarso Sun Tulodo
artinya Ing ngarso itu didepan / dimuka, Sun berasal dari kata Ingsunyang artinya
saya, Tulodo berarti tauladan. Jadi makna Ing Ngarso Sun Tulodo adalah menjadiseorang
pemimpin harus mampu memberikan suri tauladan bagi orang – orang
disekitarnya.Sehingga yang harus dipegang teguh oleh seseorang adalah kata suri tauladan.
Ing Madyo Mbangun Karso
Ing Madyo artinya di tengah-tengah, Membangun berartimembangkitan atau
menggugah dan Karso diartikan sebagai bentuk kemauan atau niat. Jadimakna dari kata itu
adalah seseorang ditengah kesibukannya harus juga mampumembangkitkan atau
menggugah semangat . Karena itu seseorang juga harus mampumemberikan inovasi-inovasi
dilingkungannya dengan menciptakan suasana yang lebih kodusif untuk keamanan dan
kenyamanan
Tut Wuri Handayani
artinya mengikuti dari belakang dan handayani berati memberikandorongan moral
atau dorongan semangat. Sehingga artinya Tut Wuri Handayani ialahseseorang harus
memberikan dorongan moral dan semangat kerja dari belakang. Doronganmoral ini sangat
dibutuhkan oleh orang – orang disekitar kita menumbuhkan motivasi dan semangat. 10
11
Dewantara, Ki Hadjar, 1954. Masalah Kebudayaan. Pertjetakan Taman Siswa, Jogjakarta. Diakses pada
http://teoribagus.com/perjuangan-pemikiran-pendidikan-ki-hadjar-dewantara . Tanggal 10 Desember 2017. Jam 20:40.
12
Djumhur, H. Danasaputra, 1976. Sejarah Pendidikan, Pustaka Ilmu, Bandung. Pikiran Rakyat, Selasa 23 Maret 2010, hal.
22.