Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari masyarakat secara
keseluruhan, meliputi struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk
perubahan-perubahan sosial, hubungan antara manusia dengan manusia,
manusia dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, baik formil,
materil, statis atau dinamis, sosiologi menjadi ilmu pengetahuan yang
sangat penting diajarkan serta dipahami khususnya dalam bidang ilmu-
ilmu sosial.

Yang mana di dalam sosiologi terdapat sejarah Sejarah dan Tokoh yang
Membidani Lahirnya Sosiologi dan beberapa teori-teori seperti Teori
Evolusi, Teori Fungsionalisme Struktural, Teori Konflik dan Teori
Interaksionisme Simbolik yang biasa disebut sebagai Grand Theory akan
dipaparkan secara tersistematis dan terstuktur. Berdasarkan hasil analisis
terhadap teori yang dapat menghasilkan sebuah pendapat mengenai
kelebihan dan kekurangan dari setiap teori yang telah dicetuskan.

1
IDENTITAS BUKU

Judul Buku : Sosiologi Konsep dan Teori

Penulis : Prof. Dr. C. Dewi Wulansari, SH., MH., SE., MM.

Penerbit : PT Refika Aditama

Cetakan : Cetakan Kesatu, Agustus 2009

Cetakan Kedua, Juli 2013

Halaman : 219 Halaman

Buku ini ditulis oleh Catharina Dewi Wulansari yang lahir pada tanggal
07 Desember 1965 di Bandung. Beliau merupakan Guru Besar pada
Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR), dan Sekolah
Tinngi Intelijen Negara – Badan Intelijen Negara (STIN – BIN).

Catharina Dewi Wulansari memperoleh pendidikan Bahasa Perancis


dan Inggris di Fakultas Pendidikan dan Bahasa Universitas Pendidikan
Indonesia (UPI, 1992). Sarjana Hukum Program Studi Keperdataan dari
Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan (FH UNPAR, 1991),
Magister Hukum Bisnis dari Program Studi Ilmu Hukum Bisnis dari
Program Pascasarjana Universitas Padjajaran (PPs UNPAD, 2004), Sarjana
Ekonomi Program Studi Manajemen dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
Pelita Bangsa (STIE Pelita Bangsa, 2005), Magister Manajemen dari
Program Pascasarjana Magister Manajemen Sekolah Tinggi Manajemen
STIMA – IMMI (PPs STIMA-IMMI, 2006). Dan menyelesaikan Program
Doktor Ilmu Ekonomi pada Program Pascasarjana Universitas Padjajaran
(PPs UNPAD).

2
Sebagaimana buku yang bersifat sederhana ini disajikan dalam enam
bab. Pada Bab Pertama, menguraikan tentang lingkup pokok dan tujuan
bahasan dasar-dasar sosiologi yang bertujuan untuk memudahkan para
pembaca untuk mengetahui lingkup pokok dan tujuan dasar-dasar
sosiologi.

Pada Bab Kedua, mengetengahkan pengenalan sosiologi dan konsep-


konsep dasar sosiologi yang didahului uraian tentang ilmu pengetahuan
yang meliputi manusia, batasan ilmu pengetahuan, syarat-syarat atau ciri-
ciri ilmu pengetahuan, sumber ilmu pengetahuan dan manfaat ilmu
pengetahuan.

Pada Bab Tiga, menyajikan pengenalan sosiologi, objek sosiologi,


karakteristik sosiologi sebagai ilmu pengetahuan, sosiologi sebagai ilmu
pengetahuan masyarakat, sosiologi ditengah-tengah ilmu sosial lainnya,
sejarah dan tokoh yang membidani lahirnya sosiologi, perspektif atau
paradigma sosiologi, ruang lingkup sosiologi, pendekatan sosiologi, metode
sosiologi, dan sosiologi di Indonesia.

Pada Bab Empat, dituliskan konsep-konsep dasar sosiologi yang


meliputi penjelasan mengenai interaksi sosial, struktur sosial, dan
perubahan sosial.

Pada Bab Lima, sebagai penambahan wawasan tentang konsep-konsep


dasar sosiologi, diuraikan mengenai teori-teori sosiologi yang meliputi teori
evolusi, teori fungsionalisme struktural, teori konflik, dan teori
interaksionis simbolik yang dalam studi sosiologi disebutkan sebagai
Grand Theory.

Pada Bab Enam, sebagai bab penutup menguraikan tentang kegunaan


studi sosiologi secara umum, meliputi penjelasan mengenai kegunaan studi
sosiologi dalam kehidupan sosial, dalam penelitian da ilmu pengetahuan,
dalam pembangunan sosial dan peran seseorang sosiolog dalam kehidupan
sosial.

3
Akan tetapi, pemaparan pada makalah ini lebih menekankan pada Bab
Tiga yaitu sejarah dan tokoh yang membidani lahirnya sosiologi dan pada
Bab Lima mengenai teori-teori sosiologi yang meliputi teori evolusi, teori
fungsionalisme struktural, teori konflik, dan teori interaksionis simbolik
atau yang biasa disebut dengan Grand Theory.

4
BAB II
, PEMBAHASAN

A. Sejarah dan Tokoh Yang Membidani Lahirnya Sosiologi


Sosiologi adalah ilmu yang paling mudadari ilmu-ilmu sosial
yang dikenal. Auguste Comte (1798-1857) seorang filsuf asal
Perancis menciptakan kata “sosiology” untuk pertama kalinya
dalam rangkaian 6 (enam) jilid karyanya di bawah judul Cours de
Philosopie Positive (1830-1842). Di dalam tulisan-tulisan tersebut
khususnya pada jilid IV Comte menerangkan tentang pendekatan-
pendekatan umum untuk mempelajari masyarakat. Ia percaya
bahwa ilmu sosiologi harus didasarkan pada observasi dan
klasifikasi-klasifikasi yang sistematis bukan pada kekuasaan dan
spekulasi belaka. Saat itu, hal ini merupakan pandangan baru.

Di Inggris Herbert Spencer menerbitkan bukunya yang berjudul


Principle of Sociology pada tahun 1876. Ia menerapkan teori
evolusi organik pada masyarakat manusia dan mengembangkan
teori besar tentang “evolusi sosial” yang diterima secara luas
beberapa puluh tahun kemudian. Seorang Amerika, Lester F. Ward
yang menerbitkan bukunya, Dynamc Sociology pada tahun 1883,
menghimbau kemajuan sosial yang cerdik, yang harus ahli filsafat
sosial. Mereka mengumumkan bahwa para sosiolog harus
mengumpulkan, menyusun dan mengklasifikasikan data-data yang
nyata kemudian dari kenyataan ini menyusun teori sosial yang baik.
Akan tetapi, metode mereka sendiri seringkali menghasilkan sistem
teori sosial yang baik. Akan tetapi, metode mereka sendiri
seringkali menghasilkan sistem teori yang hebat dan kemudian
mencari fakta untuk menunjangnya, maka walaupun mereka
mendengung-dengungkan penelaahan ilmiah, namun usaha mereka
relatif kecil dalam kegiatan tersebut. Namun demikian, mereka

5
mengambil langkah pertama yang perlu karena gagasan tentang
ilmu sosiologi harus mendahului pembentukannya.

Pada tahun berikutnya terdapat seseorang yang berkebangsaan


Perancis, Durkheim (1857-1917), yang memberikan kelengkapan
berpikir dari sosiologi dengan demonstrasi awal yang sangat
penting dalam pertumbuhan atau perkembangan sosiologi yaitu
tentang metodologi ilmiah dalam sosiologi. Dalam bukunya yang
berjudul Rules of Sociological Methodyang diterbitkan pada tahun
1895, ia menggambarkan bahwa metodologi yang ia teruskan
penelaahannya dalam bukunya yang terkenal yaitu Suicide yang
diterbitkan pada tahun 1897. Di dalam tulisannya ini ia ganti
berspekulasi tentang sebab-sebab bunuh diri, pertama-tama ia
merencanakan desain risetnya dan kemudian mengumpulkan
sejumlah besar data tentang ciri-ciri orang yang melakukan bunuh
diri dan dari data tersebut ia menarim suatu teori tentang bunuh
diri. Banyak para sosiolog yang berpendapat bahwasannya Emile
Durkheim harus di beri gelar “Bapak Sosiologi” sedangkan Augste
Comte hanya berstatus sebagai “Godfather”. Maksudnya, gagasan
sosiologi sebagai ilmu positif berasal dari Augeste Comte, tapi
dalam penerapannya gagasan tersebut di lakukan oleh Durkheim.
Dalam Suicide ia memakai metode penelitian dan analisis yang
bersifat kuantitaif dan peralatan konseptual yang disusun ke dalam
teori. Di sampinh itu, ia juga membentuk dan merintis sosiologi
llmiah yang menggunakan riset historis dan kualitatif dalam Rules
of Sociological Method. Ia menggali masalah-masalah teori yang
mendasari studi organisasi sosial manusia serta masalah-masalah
metode. Fenomena-fenomena yang di pelajari dalam sosiologi
adalah “Fakta Sosial”. Kata fakta berarti menekankan pada
kenyataan objektif yang diamati dan harus diolah sama seperti
“Fakta Alam”. Selama hidupnya Durkheim tidak menduga bahwa
pada masa-masa mendatang justru permasalahan metode itu akan

6
mengganggu dan menyibukkan sosiologi. Kuliah-kuliah sosiologi
kemudian muncul di berbagai universitas sekitar tahun 1890-an.

The American Journal of Sociology memulai publikasi pada


tahun 1895 dan The American Sociological Society (sekarang
bernama American Sociological Association) yang diorganisasikan
pada tahun 1905.

Berbeda dengan Amerika dan Perancis, penelitian sosial empirik


di Jerman dari abad yang lalu hingga abad ke-20 sosiologi tidak
dipranatakan di universitas berupa kurikulum. Itulah sebabnya riset
kuantitatif dalam sosiologi Jerman tidak dikembangkan. Ferdinand
Tonnies (1855-1936) sepanjang hidupnya menentang pengertian
sempit yang memandang sosiologi empirik hanya sebagai
pengumpul fakta statistik. Ia mengerti hakikat sosiologi sebagai
“Sosiografi”, yang mencakup obsevasi sistematik, case studies dan
metode-metode kualitatif lain yang semestinya menyelingi data.
Jerman kemudian terkenal karena banyaknya karya-karya
inventarisasi dan deskripsi di segala bidang ilmu pengetahuan di
waktu sekitar pergantian abad, hampir 100 tahun yang lalu.
Kiranya karena negeri Jerman telah menghasilkan filsuf-filsuf yang
berbobot besar, seperti Immanuel Kant dan Fredrich Hegel, yang
berpengaruh atas alam pikiran orang di sana sosiologinya
berkembang dengan mempunyai coraknya sendiri. George Simmel
(1858-1918) tidak memandang fenomena-fenomena sosial sebagai
“fakta” yang dari luar manusia mengekang dan mempengaruhi,
melainkan sebagai interaksi orang. Sama seperti dalam
Hegelianisme Roh atau pikiran mendahului dunia dan
perkembangannya demikian juga dalam sosiologi menurut Simmel
dan kemudian Max Weber, pikiran bersifat menentukan bagi
kehidupan sosial.

7
Max Weber (1864-1920) menyaksikan dengan cemas,
perkembangan masyarakat baru ke arah rasionalisasi dan
birokratisasi yang semakin membesar. Relasi keakraban, semangat
tolong menolong, dan motivasi keagamaan dalam masyarakat
modern semakin diganti dengan relasi-relasi fungsional,
pertimbangan rasional melulu, dan motivasi sekuler. Setelah
Perang Dunia II muncul Mazhab Frankfurt (Adorno, Hebermas,
dan lain-lain) yang menekankan kebebasan dan peran kritis
individu. Akan tetapi, mazhab ini tidak berkembang dan dapat
dikatakan hampir tidak terdengar lagi pada saat ini.

Seperti yang telah dipaparkan diatas bahwasannya sosiologi


sebagai ilmu empirik mengalami kemajuan paling besar di Amerika
Serikat. Hingga kini Harvard University, Columbia University di
New York, dan Berkeley University di dekat San Fransisco di
pantai barat Amerika Serikat di pandang termashur
mengembangkan sosiologi (Paul B. Jorton dan Chester L.Hunt,
1987 : 15-16 dan Karel J. Veeger, 1992 : 18-19).

B. Macam – Macam Teori Sosiologi


Sebelum di paparkan terkait apa-apa saja teori-teori yang ada di
dalam ilmu sosiologi, penulis akan memaparkan terlebih dahulu
apa definisi dari teori itu sendiri. Secara sederhana teori adalah
sebuah “Penjelasan”. Kita berperilaku atas dasar teori-teori tentang
manusia, masyarakat dan dunia sekeliling kita, oleh karena itu
banyak teori yang mencoba menjelaskan tentang hakikat perilaku
manusia dengan segala keunikannya.

Secara formal teori adalah seperangkat pernyataan atau


“Proposisi” yang berhubungan secara logis yang menerangkan
fenomena (gejala) tertentu dalam masyarakat. Dari definisi teori
yang telah dipaparkan diatas lebih mudah dipahami dengan upaya

8
terkenal milik Emile Durkheim yang menerangkan gejala bunuh
diri melaui kara besarnya Suicide.

Emile Durkheim (1951 : 169-170) yang menyebutkan bahwa


salah satu tipe bunuh diri yang disebut egistic akan berubah secara
berlawanan dengan gejala integrasi sosial. Tegasnya angka bunuh
diri akan berkurang :
1. Di kalangan keluarga yang memiliki anak karena integrasi
kehidupan rumah tangga akan meningkat denfan adanya anak-
anak si rumah.
2. Selama adanya krisis nasional karena adanya ancaman dari luar
dapat meningkatkan integrasi politik.
3. Di kalangan orang Katolik dibandingkan dengan orang Protestan
karena kelompok penganut Katolik lebih terintegrasi
dibandingkan dengan kelmpok Protestan yang lebih
individualistis.
Teori yang berasal dari Emile Durkhim yang mengenai tipe
bunuh diri, dapat disimpulkan atau diringkas dalam satu proposisi
yang mana “Bahwa tingkat bunuh diri dari setiap kelompok
berbeda secara terbalik dengan tingkat integrasi sosial kelompok
yang bersangkutan”.
Teori yang berasal dari Emile Durkhim di dukung oleh Teori
dari Robert K. Merton (Robert H. Lauer, 1989 : 36) yang mana
didalam penjelasannya menerangkan tentang kelompok
keagamaan, yang akan di paparkan sebagai berikut :
1. Kohesi sosial memberikan dukungan psikis kepada anggota
kelompok yang menderita ketegangan dan kegelisahan.
2. Angka bunuh diri adalah fungsi dari kegelisahan dan ketegangan
yang tak henti-hentinya yang diderita oleh seseorang.
3. Orang Katolik memiliki kohesi sosial yang lebih besar daripada
orang Protestan.

9
4. Karena itu dapat diperkirakan bahwa angka bunuh diri di
kalangan orang Katolik lebih rendah daripada kalangan orang
Protestan.
Jadi, terkait defini tentang teori yang telah dipaparkan di atas
penulis dapat mendefinisikan bahwasannya teori adalah sebuah
penjelasan atau pernyataan yang berhubungan dengan kehidupan
bermasyarakat.
Di atas telah dijelaskan terkait definisi atau pengertian dari teori.
Selanjurnya, akan dijelaskan tentang beberapa teori sosiologi yang
meliputi Teori Evolusi, Teori Fungsionalisme-Struktural, Teori
Konflik, dan Teori Interaksionisme Simbolik.

a. Teori Evolusi
Teori evolusi ini amat terkenal pada abad ke-19. Teori evolusi
adalah mengumpamakan masyarakat dengan organisme yang hidup
di alam ini yaitu hidup secara bertahap, tumbuh dan kemudian
berkembang. Yang menjadi pencetus atau inspirator lahirnya teori
evolusi adalah Charles Darwin (1809-1882) seorang ahli biologi
terkenal pada abadnya.

Darwin membuktikan bahwa variasi dan diferensiasi besar di


alam flora dan fauna merupakan suatu hasil proses jangka waktu
yang cukup lama, yang mencakup empat tahap, yaitu :
1. Pejuangan untuk hidup (Struggle for life)
2. Mereka yang bertahan hidup adalah mereka yang memiliki
perlengkapan hidup yang paling baik (Survival Of The Fittest)
3. Adanya seleksi alam (Natural Selection)
4. Adanya kemajuan (Progress).
Darwin pun menjelaskan bahwasannya hidup di bumi ini
ditandai oleh adanya persaingan yang begitu ketat dan kejam,
dimana yang paling kuat atau mereka yang memiliki peralatannya

10
paling efisien akan memiliki kesanggupan untuk bertahan termasuk
seleksi alam, setelah itu baru mereka memperoleh kemajuan.

Menurut Darwin terdapat kesamaan antara alam flora dan fauna


dengan manusia, bahwa dunia manusia juga berkembang dari
keadaan yang lebih sederhana dan primitif ke arah keadaan yang
lebih modern serta rumit atau kompleks. Kenyataan seperti ini
menurut Darwin terdapat juga di tengah-tengah kehidupan sosial
dimana pihak yang lemah selalu dikalahkan atau disingkirkan pihak
yang lebih kuat tanpa memiliki belas kasihan.

 Kelemahan dari teori Charles Darwin


Yaitu Charles Darwin menyamakan sosiologi dengan biologi
dan para ahli banyak yang tidak setuju dengannya. Walaupun
demikian teori dari Charles Darwin ini memberi warna terhadap
pertumbuhan dan perkembangan teori evolusi.

 Terdapat kesamaan antara teori Charles Darwin dengan teori


Thomas Hobbes
Thomas Hobbes mengatakan “Homo Homini Lupus” yang
memiliki arti bahwasannya manusia merupakan serigala bagi
manusia lain. Yang mana hal ini sama dengan teori dari Charles
Darwin yaitu kehidupan di bumi ini ditandai oleh adanya
persaingan yang begitu ketat dan kejam, dimana mereka yang
paling kuat serta memilki peralatan yang efisien atau memadai
memilki kesanggupan untuk bertahan hidup dari seleksi. Jadi,
kesamaan antara kedua teori ini yaitu mengatakan bahwasannya
manusia yang kuat, memiliki pengaruh yang besar, serta peralatan
yang memadai akan bertahan hidup untuk kedepannya.
Analisis dari teori ini yaitu kehidupan manusia dalam
bermasyarakat di bagi menjadi dua bagian yaitu kelompok kuat dan
kelompok yang lemah. Yang mana kelompok kuat lah yang selalu

11
mendominasi dalam segala aspek dikarenakan memiliki kekuasaan
serta kekuatan. Dan teori ini masih diimplementasikan dalam
kehidupan kita pada zaman ini yaitu orang-orang yang berkuasalah
yang mampu memegang roda kehidupan.

Beberapa tokoh evolusi yang lain yaitu, Herbert Spencer (1820-


1903), Lewis Henry Morgan (18-18-1881), Auguste Comte (1798-
1857), dan Freidrich Hegel (1770-1831).

1. Herbert Spencer (Stephen K. Sanderson, 1993 : 15)


Mengembangkan teori evolusi sosial yang mirip dengan teori
evolusi biologisnya Charles Darwin. Ia berusaha memahami proses
terjadinya segala sesuatu di alam semesta ini dengan mereduksinya
ke dalam prinsip universal tunggal yang disebut dengan “Hukum
Evolusi”. Hukum Evolusi yaitu segala sesuatu di alam semesta ini
memiliki kecendrungan “Berkembang dari keadaan yang tidak
tentu, kacau, dan seragam kepada keadaan yang dapat ditentukan,
teratur, dan beragam. Menurut Herbert Spencer segala sesuatu
cenderung berkembang dari bentuk yang sederhana dan tidak
terspealisasi dan komplek. Kecendrungan yang universal ini adalah
sebagai kunci utama dalam melihat semua teka-teki besar alam
semesta ini.
Analisis dari teori ini yaitu segala sesuatu yang terjadi di dalam
kehidupan manusia tidak serta merta menjadi kualitas yang baik.
Akan tetapi, untuk menjadikan hidup yang memiliki kualitas
manusia harus merasakan sakit, susah, dan kacau bahkan hal yang
terpuruk sekalipun. Yang dinamakan proses kehidupan.

12
2. Lewis Henry Morgan (Stephen K. Sanderson, 1993 : 15-16)
Adalah seorang ahli hukum dan antropologi Amerika Serikat,
yang memberi perhatian pada “Evolusi Teknologis”. Yang mana ia
membagi sejarah manusia ke dalam tiga tahap besar, yaitu :
 Tahap Kebuasan
Adalah tahap dimana orang menggantungkan hidupnya dengan
berburu binatang liar.
 Tahap Barbarisme
Ditandai dengan domestikasi berbagai bintaang dan tanaman
terebut serta adanya perbaikan tambahan dalam teknologi yang
digunakan.
 Tahap Peradaban
Munculnya tahap peradaban yaitu menandai transisi dari
“Masyarakat Primitif” yang disebut dengan sebutan Civitas. Lewis
Henry Morgan memandang bahwasannya perkembangan alfabet
fonetik dan tulisan sebagai karakteristik utama pada tahap ini.

 Kelebihan dari teori Evolusi Teknologis menurut Lewis Henry


Morgan
Yang mana di atas telah dipaparkan dengan jelas bahwa ada 3
tahapan di dalam sejarah manusia yaitu tahap kebuasan, tahap
barbarisme, dan yang terakhir yaitu tahap peradaban. Dari ketiga
tahapan yang telah di jelaskan memiliki kelebihan yaitu kita dapat
menambah wawasan serta pengetahuan terhadap sejarah kehidupan
manusia. Dan teori menurut Lewis Henry Morgan ini masih
diberlakukan atau dipergunakan di kehidupan kita pada zaman
sekarang.

3. Auguste Comte (Karl J. Veeger, 1992 : 80-81)


Mengemukakan teori evolusi dengan mengambil ciri khas
manusia yaitu akal budi, sebagai pinsip evolusinya. Akal budi
menurut Augeste Comte dikekang oleh suatu hukum dari dalam

13
diri manusia yang secara bertahap menyebabkan umat manusia
mula-mula berpikir konkrit dan partikular, lantas berpikir abstrak
dan umum, akhirnya berpikir positif dan empiris. Misalnya di
zaman orang masih berpikir konkret dan partikular, bukan disiplin-
displin rasional, melainkan magic, tahayul dan agama, memainkan
peran utama di dalam masyarakat. Rakyat mengenakan kesaktian
dan daya adi manusia pada pemimpin mereka yang berkuasa secara
mutlak. Pada zaman pekikiran empiris, teknologi dan ilmu
pengetahuan mengambil alih peran magis dan rakyat menganggap
diri berwenang dan berkuasa (demokrasi).
Menurut Augeste Comte agama di zaman pemikiran empiris
merupakan suatu anakronisme atau peninggalan dari suatu zaman
yang telah lewat dan mestinya diganti. Patung-Patung di gereja atau
di Klenteng mestinya memberi empat kepada lambang-lambang
negara. Hari-hari raya keagamaan mestinya di tukar dengan hari
raya sipil. Ibadah agama mestinya menjadi upacara bendera, pawai
politik, dan sebagainya. Hidup diresapi nilai-nilai sakral mestinya
menjadi profan melalui atau sekuler melulu.

 Kelemahan dari teori Auguste Comte


Sebagaimana telah dipaparkan di atas, menganggap agama,
filsafat dan magic, harus ditinjau kembali, diubah, disesuaikan dan
dilengkapi pemikiran bebas di bawah kekangan hukum evolusi.
Ide atau gagasan dari Auguste Comte tersebut membuktikan
bahwasannya ia menjadi korban dari teori yang telah dicetuskannya
sendiri, memang pada setipa proses evolusi selalu meninggalkan
tahap-tahap pendahuluannya untuk selamanya.

4. Freidrich Hegel (Karl J. Veeger, 1992 : 81-82)


Yang mana dalam teori ini telah disebutkan bahwa sejarah dunia
merupakan perwujudan bertahap dari roh yang berdiri sendiri.
Kehidupan bersama merupakan penjelmaan konkret dan

14
manifestasi peran roh. Para sosiolog yang sepaham dengan Hegel
di antaranya adalah Vifedo Trotter dengan teori nalurinya, Ludwig
Gumplowicz dengan teori rasanya, Frederic Le Play dengan teori
determinasinya, memisahkan perkembangan masyarakat dari
manusia dan mengungkapkan dengan bebas yang mengembalikan
seluruh realitas sosial kepada roh. Oleh karena itu, teori evolusi
Hegel menentang prinsip teori evolusi Herbert.

b. Teori Fungsionalisme Struktural


Teori fungsionalisme struktural muncul menjadi bagian dari
analisis sosiologis pada tahun 1940-an dan mencapai kejayaannya
pada tahun 1950-an. Teori fungsionalisme struktural merupakan
teoritis standar yang diikuti mayoritas sosiolog dan hanya sebagian
kecil saja yang menentangnya. Emile Durkheim sebagai tokoh
fungsionalisme struktural selalu membahas dan menguraikan
berbagai dampak dari fenomena sosial bagi kehidupan bersama
manusia. Menurut Emile Durkhei banyak mengkaji tentang tatanan
sosial dan bagaimana masyarakat dapat hidup secara harmonis.
Teori ini fokus pada struktur sosial yang levelnya makro. Teori
fungsionalisme melihat individu sebagai bagian dari masyarakat
yang berada dalam sistem sosial yang besar. Sistem sosial ini
bekerja untuk menciptakan stabilitas tatanan sosial. Masyarakat,
dengan demikian adalah kumpulan individu-individu yang bekerja
dalam sebuah sistem untuk menjaga stabilitas sosial. Emile
Durkhei sendiri melihat masyarakat sebagaimana organisme dan
dijelaskan tentang menguraikan tentang peraturan dan adat
kebiasaan yang berbeda jauh dari dunia barat.

Jadi, dapat analisi teori ini yaitu bahwasannya teori fungsional


ini berfokus pada struktur sosial masyarakat setiap masing-masing
individu hanya menjalankan perannya dalam struktur. Teori

15
struktural fungsional memandu setiap komponen masyarakat untuk
dikerjakan mestinya.

 Kelebihan dari teori Fungsionalisme Struktural


Teori fungsionalisme struktural lebih menekankan pada tingkat
tertentu umpanya peperangan, ketidaksamaan sosial, perbedaan ras
bahkan kemiskinan diperlukan oleh suatu masyarakat. Perubahan
dapat terjadi secara perlahan-lahan dalam masarakat. Jika terjadi
konflik, para penganut teori fungsionalisme struktural meutuskan
perhatiannya kepada masalah bagaimana cara menyelesaikannya
sehingga masyarakat tetap dalam keseimbangan.

c. Teori Konflik

Teori konflik ini sebenarnya dibangun dalam rangka untuk


menentang secara langsung terhadap teori fungsionalisme
struktural. Karenanya tidak mengherankan apabila proposisi yang
dikemukakan oleh penganutnya bertentangan dengan proposisi
yang terdapat dalam teori fungsionalisme struktural.

Teori ini mulai muncul dalam Sosiologi Amerika Serikat pada


tahun 1960-an yang merupakan kebangkitan kembali berbagai
gagasan yang diungkapkan sebelumnya oleh Karl Marx dan Max
Weber. Kedua tokoh ini merupakan “Teoritis Konflik” tetapi teori
mereka berbeda satu sama lain, karena itu teori konflik modern pun
terpecah menjadi dua tipe utama yaitu :

1. Teori Konflik Neo-Marxian

2. Teori Konflik Neo-Weberian

Teori konflik neo-marxian lebih terkenal dan berpengaruh


ketimbang versi neo-weberian. Kedua teoritis konflik ini, Marx dan
Weber adalah penolakan terhadap gagasan bahwa masarakat

16
cenderung kepada beberapa konsensus dasar atau harmoni, dimana
struktur masyarakat bekerja untuk kebaikan setiap orang. Para
teoritisi konflik ini memandang bahwa konflik dan pertentangan
kepentingan concern dari berbagai individu dan kelompok yang
saling bertentangan sebagai determinan utama dalam
pengorganisasian kehidupan sosial. Dengan kata lain, struktur dasar
masyarakat sangat ditentukan oleh upaya-upaya yang dilakukan
berbagai individu dan kelompok untuk mendapatkan sumber daya
yang terbatas yang akan memenuhi berbagai kebutuhan dan
keinginan mereka. Karena sumber-sumber daya ini dalam kadar
tertentu selalu terbatas, maka konflik untuk mendapatkannya selalu
terjadi.

Max dan Weber menerpkan gagasan umum ini dalam teori


sosiologi mereka dengan cara yang berbeda dan mereka pandang
menguntungkan.

1. Karl Marx (Stephen K. Sanderson, 1993 : 12-13)

Berpendapat bahwa bentuk-bentuk konflik yag terstruktur antara


berbagai individu dan kelompok muncul terutama melalui
terbentuknya hubungan-hubungan pribadi dalam produksi. Sampai
pada titik tertentu dalam evolusi kehidupan sosial manusia,
hubungan pribadi dalam produksi mulai menggantikan pemilihan
komunal atas kekuatan-kekuatan produksi. Dengan demikian
masyarakat terpecah menjadi kelompok-kelompok yang memiliki
kekuatan dan yang tidak memiliki kekuatan. Dalam masyarakat
yang telah terbagi berdasarkan kelas, kelas yang memiliki kekuatan
dapat mensubordinasikan dan memaksa kelompok lain untuk
bekerja memenuhi kepentingan mereka sendiri. Karl Marx
membagi menjadi 2 kelas sosial, yaitu :

17
1. Borjuis : Pada zaman kolonialisme kaum pemilik modal yaitu
mereka yang memiliki alat-alat kerja/produksi misalnya pabrik,
mesin, dan tanah. Tetapi pada zaman modern, kaum borjuis adalah
mereka yang memiliki knowledge/keahlian khusus.

2. Proletar : Kaum pekerja miskin

Dalam sistem produksi kapitalis kedua kelas tersebut saling


ketergantungan namun tidak seimbang. Kelas proletar tidak dapat
hidup jika tidak bekerja. Sedangkan, kelas borjuis meskipun
pabriknya tidak berjalan, ia masih dapat bertahan hidup dari modal
yang dikumpulkannya selama pabriknya bekerja yaitu dengan cara
menjual pabriknya. Dengan demikian, kelas borjuis adalah kelas
yang kuat, sedangkan kelas proletar adalah kelas yang lemah.
Kedua kelas ini berada dalam satu susunan hirarkis, kaum borjuis
melakukan ekspolitasi terhadap kaum proletar dalam proses
produksi. Dan pemilikan alat-alat produksi sebagai unsur pokok
pemisahan kelas dalam masyarakat. Marx juga menjelaskan bahwa
seluruh keteraturan dalam masyarakat proletar disebabkan adanya
pemaksaan oleh para penguasa (borjuis).

 Penyebab terjadinya suatu konflik


Karena terdapat kelas-kelas dalam masyarakat dimana terjadi
ketidaksetaraan sosial yang tinggi antara kaum borjuis dan kaum
proletar.

 Fungsi konflik
Untuk mencapai suatu keadilan dan kemakmuran di dalam
masyarakat diperlukan revolusi kelas. Revolusi ini bisa dilakukan
dengan cara kekerasan agar terjadi perubahan drastis ke arah yang
lebih baik.

18
 Dampak konflik
Dampak negatif :
Karl Marx lebih menekankan pada dampak negatif dari konfik
yaitu :
1. Menyebabkan keretakan hubungan antara anggota kelompok
2. Mengakibatkan perubahan kepribadian pada setiap individu
3. Mengakibatkan kerusakan harta benda dan nyawa manusia
4. Menimbulkan dominasi atau penaklukan oleh salah satu.
Dampak positif :
Akan tetapi Karl Marx juga melihat adanya dampak positif dari
konflik yaitu : Timbulnya gerakan sosial yang besar (revolusi) yang
dapat dijadikan alat yang efektif oleh kelas proletar untuk
mendapatkan kesetaraan dalam pembagian sumber-sumber
ekonomi.

 Kelemahan pada teori Karl Marx :


Teori kelas sosial dan konfliknya hanya relevan pada awal
kapitalisme (awal revolusi industri) dan tidak lagi sesuai dengan
kehidupan masyarakat. Hal ini dikarenakan pekerjaan masyarakat
semakin heterogen dan hak-hak dan kemakmuran masyarakat
mulai mengalami peningkatan.

Hasil analisis dari teori ini yaitu kehidupan manusia tidak akan
pernah lepas dari yang namanya gejolak konflik atau suatu
masalah. Yang mana dengan hadirnya suatu konflik di dalam
kehidupan manusia akan membuat setiap individu semakin dewasa
dalam menjalani kehidupannya.

19
Sementara itu menurut Max Weber mengakui bahwa konflik
dalam merebutkan sumber daya ekonomi merupakan ciri dasar
kehidupan sosial, tetapi ia juga berpendapat bahwasannya banyak
tipe-tipe konflik lain yang juga terjadi. Di antara berbagai tipe
tersebut, Max Weber menekankan dua tipe yaitu :
1. Menganggap konflik dalam arena politik sebagai sesuatu yang
sangat fundamental.
2. Konflik dalam hal gagasan dan cita-cita.

 Kelebihan teori menurut Max Weber


Yaitu Max Weber bukanlah seorang materialistis ataupun
idealis, namun dalam kenyataannya ia biasanya disebut oleh para
sosiolog modern sebagai contoh seorang pemikir yang
mengkombinasikan pola penjelasan materialistis dan idealis dalam
pendekatan sosiologis yang bersifat menyeluruh.

 Perbedaan antara teori Karl Marx dan Marx Weber daam hal
memecahkan konflik dasar dalam masyarakat masa depan yaitu :
1. Karl Marx berpendapat bahwasannya karena konflik pada
dasarnya muncul dalam upaya memperoleh akses terhadap
kekuatan-kekuatan produksi, sekali kekuatan-kekuatan ini di
kembalikan kepada kontrol seluruh masyarakat, maka konflik dasar
tersebut akan dapat dihapuskan. Jadi, sekali kapitalis digantikan
dengan sosialisme, maka kelas-kelas aka terhapuskan dan
pertentangan kelas akan berhenti.
2. Marx Weber memiliki pandangan yang jauh pesimistik. Ia
percaya bahwa pertentangan merupakan salah satu prinsip
kehidupan sosial yang sangat kukuh dan tak dapat dihilangkan.
Dalam suatu tipe masyarakat masa depan, baik kapitalis, sosialis
atau tipe lainnya orang-orang akan tetap selalu bertarung
memperebutkan berbagai sumber daya. Karena itu Marx Weber,

20
menduga bahwa pembagian atau pembelaan sosial adalah ciri
permanen dari semua masyarakat yang sudah kompleks, walaupun
tentu saja akan mengambil bentuk-bentuk dan juga tingkat
kekerasan yang secara substansional sangat bervariasi.

Selain dua tokoh di atas ada tokoh lain yang berbicara tentang
teori konflik yaitu Lewis A. Coser dan Ralp Dahrendorf. Yang
memiliki perbedaan pendapat antara satu dengan yang lainnya.
 Perbedaan teori menurut Lewis A. Coser dan teori menurut Ralp
Dahrendorf
Menurut Lewis A. Coser mengemukakan komitmennya pada
kemungkinan menyatukan pendekatan teori kaum fungsional
struktural dan kaum teori konflik. Dalam membahas berbagai
situasi konflik, Coser membedakan konflik realistik dan yang tidak
realistis.
1. Konflik yang realistis berasal dari kekecewaan terhadap
tuntutan-tuntutan khusus yang terjadi dalam hubungan dan dari
perkiraan kemungkinan keuntungan para partisipan dan yang
dirujuk pada objek yang dianggap mengecewakan. Contohnya, para
karyawan yang mengadakan pemogokan melawan manajemen.
2. Konflik yang tidak realistik adalah konflik yang bukan berasal
dari tujuan-tujuan saingan yang antagonistis, tetapi dari kebutuhan
untuk meredakan ketegangan, paling tidak dari satu pihak.

Dalam hal lain, Lewis A. Coser mengemukakan teori konflik


dengan membahas tentang, permusuhan dalam hubungan-hubungan
sosial yang intim, fungsionalistas konflik dan kondisi-kondisi yang
memengaruhi konflik dengan kelompok luar dan struktur kelompok
sosial.

21
 Kelebihan teori Lewis A. Coser
Sebagaimana yang telah dipaparkan diatas Lewis A. Coser
memandang kondisi-kondisi di mana secara positif, konflik
membantu mempertahankan struktur sosial. Selanjutnya konflik
dapat menyatukan para anggota kelompok melalui pengukuhan
kembali identitas kelompok.

Menurut Ralf Dahrendorf yang mana seorang sosiolog Jerman,


sebagai tokoh utama teori konflik setelah Karl Marx dan Marx
Weber dan merupakan seorang pengkritik fungsionalisme
struktural yang olehnya dianggap gagal memahami masalah
perubahan. Sebagai landasannya, teori yang ia gunakan bukanlah
teori Simmel layaknya Coser. Melainkan ia membangun teorinya
dengan separuh penolakan, separuh menerima serta memodifikasi
teori sosiologis Karl Marx. Jadi, terdapat perbedaan teori antara
keduanya.

d. Teori Interaksionisme Simbolik


Teori Interaksionisme Simbolik merupakan sisi lain dari
pandangan yang melihat individu sebagai produk yang ditentukan
oleh masyarakat. Teori ini berkembang pertama kalinya di
Universitas Chicago dan dikenal sebagai airan Chicago. Tokoh
utamanya berasal dari berbagai Universitas di luat Universitas
Chicago, dua orang tokoh besarnya adalah John Dewy dan Charles
Horton Cooley. Selain kedua tokoh utama dan tokoh-tokoh lainnya
dari teori Interaksionisme Simbolik di atas, tak dapat disisihkan
peranan Hebert Blumer dalam mengembangkan teori ini, dan ia
juga sebagai tokoh modern dari teori interaksionisme simbolik.
Menurut Blumer istilah interaksionisme simbolik menunjukkan
kepada sifat khas dari interaksi antar-manusia. Kehasannya, adalah

22
bahwa manusia saling menerjemahkan dan saling mendefinisikan
tindakannya.
Didalam buku Teori-Teori Sosiologi terdapat substansi
perbandingan teori antara Jhon Dewey dan Charles Honton Cooey
yang semula mengembangkan Teori Interaksionisme Simbolik di
Universitas Michigan. Dewey yang pindah ke Universitas Chicago
mempengaruhi beberapa orang tokoh disana diantaranya George
Simmel, Charles Horton Cooley, John Dewey, William James.

Dimana terdapat kesamaan pendapat dari keempat teori ini


adapun keempat tokoh ini diantaranya yaitu kesamaan pendapat
George Simmel dan John Dewey . Menurutnya kepribadian
manusia dapat muncul dan dibentuk oleh kelompok dan budaya
dimana ia hidup. Dimana dia berpikir dan bertingkah laku yang
didapat dari pengaruh keanggotaannya dalam kelompok tertentu.
Dalam proses penyesuaian diri manusia dengan dunia.

Lalu teori William James dan Charles Horton Cooley, yang


berisi menurutnya manusia mempunyai kemampuan untuk melihat
dirinya sebagai obyek. Self kemampuan itu memungkinkan
terjadinya pengembangan dalam sikap dan perasaan dari dirinya
sendiri dan lebih lanjut ia bisa membentuk tanggapan-tanggapan
yang ditujukan kepada dirinya sendiri sebagai proses membentuk
cara-cara mengenali dunia sekitarnya. Pada teori yang telah
dikembangkan ini Margaret M. Poloma dan Emile Durkheim
memiliki konseptualisasi diri yang sama yaitu dengan mengalami
proses dan tidak benar-benar menyesuaikan diri dengan apa yang
dituju. Teori dari kedua ahli ini berhasil membimbing Herbert
Blumer menetapkan garis metodologi penelitian tindakan social
harus diliha tsebagai suatu proses dan sehubungan dengan
bagaimana tindakan itu terbentuk. Karena organisasi itu atau
struktur organisasi itu dilihat sebagaimana tindakan organisasi

23
mencoba menjelaskan bagaimana cara para partisipan membatai,
menafsirkan dan menangkap situasi yang kemudian memperlancar
pembentukan struktur atau perubahannya. Konsep identitas
seseorang timbul atas cara sama.

Tetapi Mead dan Herbert Blummer memiliki perbadaan


pandangan. Menurut Mead diri adalah terbentuk dari dua unsur,
yaitu “Daku” dan “Aku” dikata merupakan unsur social dalam diri
orang dan terdiri dari semua sikap, makna simbol yang telah
dibatinkan dan dikerahkan oleh individu pada situasi tertentu.
Menurut Herbert Blumer usaha membuat pertanyaan-pertanyaan
metodologis sebagai interaksionisme simbolis modern, yang
berlandaskan pada teori. Namun teori ini telah ditegaskan oleh
Thomas hobbes seorang filosofis terkemuka pada abad ke-17 pada
bukunya yang menyatakan bahwa keadaan alamiah masyarakat
diliputi rasa takut, dan terancam karena kekerasan.

 Kekurangan Pada Bab Ini


Yaitu kurangnya penjelasan lebih dalam tentang isi-isi teori
yang ada dalam bab ini sebingga pembaca kurang bisa memahami
isi dari teori tersebubut yang menyebabkan pembaca membuka
internet untuk mengetahui penjelasan lebihnya.

 Kelebihannya Pada Bab Ini


Yaitu, terletak pada pendapat para ahli yang sangat lengkap dan
tersusun rapi sehingga membudahkan pembaca untuk mengetahui
sambungan-sambungan dari pendapat para ahli yang ada dan juga
bahasa yang digunakan dalam buku ini sangat singkat padat dan
jelas. Sehingga para pembaca tidak bertele-tele dan bosan untuk
membaca buku ini.

24
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari masyarakat secara
keseluruhan, meliputi struktur sosial dan proses-proses sosial
termasuk perubahan-perubahan sosial, hubungan antara manusia
dengan manusia, manusia dengan kelompok, kelompok dengan
kelompok, baik formil, materil statis atau dinamis, menjadi ilmu
pengetahuan yang sangat penting unuk diajarkan serta dipahami.

Yang mana di dalam sejarah sosiologi telah dijelaskan siapa


pencetus ilmu sosiologi ini. Yaitu Auguste Comte (1798-1857)
yang dikenal sebagai Bapak Sosiologi.Dalam menghadapi masalah
sosial, dan dalam menggunakan teori sosiologi sekiranya kita tidak
harus menilai terlebih dahulu salah atau benarnya suatu masalah,
dan kita tidak boleh menggunakan penilaian subjektif, kita sadari
bahwa paradikma fungsional struktural itu merupakan teori yang
tidak bisa memecahkan masalah, teori yang memiliki dua
kepribadian atau dengan kata lain paradigma ganda, sedangkan
teori konflik itu merupakan teori yang tidak memperhatikan
stabilitas sosial, yang tidak memperhatiakan lingkungan sosial.
Sedangkan paradigma interaksi ialah teori yang menghubungkan
tau teori penghubung dalam kehidupan sosial yang tidak
mempertimbangkan salah atau benarnya suatu intraksi. Dari ketiga
paradigma tersebut maka kami mengambil kesimpulan bahwa
dalam kehidupan sosial kita harus memperhatikan ketiga-tinganya.

Selain itu sosiologi terdiri atas teori-teori yaitu :


1. Teori Evolusi
2. Teori Fungsionalisme Struktural

25
3. Teori Konflik
4. Teori Interaksionis Simbolik
Atau yang biasa disebut dengan Grand Theory

26

Anda mungkin juga menyukai