A. Latar belakang
Seorang filsuf China; Lao Chai, pernah berkata bahwa suatu perjalanan yang
bermil-mil jauhnya dimulai dengan hanya satu langkah. Pembaca dari materi ini
juga baru memulai suatu langkah ke dalam lapangan dari suatu bidang ilmu yang
disebut dengan Antropologi. Benda apa yang disebut dengan Antropologi itu?
Beberapa atau bahkan banyak orang mungkin sudah pernah mendengarnya.
Beberapa orang mungkin mempunyai ide-ide tentang Antropologi yang didapat
melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik.
Beberapa orang lagi bahkan mungkin sudah pernah membaca literatur-literatur
atau tulisan-tulisan tentang Antropologi. Banyak orang berpikir bahwa para ahli
Antropologi adalah ilmuwan yang hanya tertarik pada peninggalan-peninggalan
masa lalu; Antroplogi bekerja menggali sisa-sisa kehidupan masa lalu untuk
mendapatkan pecahan guci-guci tua, peralatan-peralatan dari batu dan kemudian
mencoba memberi arti dari apa yang ditemukannya itu.
Pandangan yang lain mengasosiasikan Antropologi dengan teori Evolusi dan
mengenyampingkan kerja dari Sang Pencipta dalam mempelajari kemunculan dan
perkembangan mahluk manusia. Masyarakat yang mempunyai pandangan yang
sangat keras terhadap penciptaan manusia dari sudut agama kemudian melindungi
bahkan melarang anak-anak mereka dari Antroplogi dan doktrin-doktrinnya.
Bahkan masih banyak orang awam yang berpikir kalau Antropologi itu bekerja
atau meneliti orang-orang yang aneh dan eksotis yang tinggal di daerah-daerah
yang jauh dimana mereka masih menjalankan kebiasaan-kebiasaan yang bagi
masyarakat umum adalah asing.
Semua pandangan tentang ilmu Antroplogi ini pada tingkat tertentu ada benarnya,
tetapi seperti ada cerita tentang beberapa orang buta yang ingin mengetahui
bagaimana bentuk seekor gajah dimana masing-masing orang hanya meraba
bagian-bagian tertentu saja sehingga anggapan mereka tentang bentuk gajah
itupun menjadi bermacam-macam, terjadi juga pada Antropologi. Pandangan yang
berdasarkan informasi yang sepotong-sepotong ini mengakibatkan kekurang
pahaman masyarakat awam tentang apa sebenarnya Antropologi itu.
Antropologi memang tertarik pada masa lampau. Mereka ingin tahu tentang asal-
mula manusia dan perkembangannya, dan mereka juga mempelajari masyarakat-
masyarakat yang masih sederhana (sering disebut dengan primitif). Tetapi
sekarang Antropologi juga mempelajari tingkah-laku manusia di tempat-tempat
umum seperti di restoran, rumah-sakit dan di tempat-tempat bisnis modern
lainnya. Mereka juga tertarik dengan bentuk-bentuk pemerintahan atau negara
modern yang ada sekarang ini sama tertariknya ketika mereka mempelajari
bentuk-bentuk pemerintahan yang sederhana yang terjadi pada masa lampau atau
masih terjadi pada masyarakat-masyarakat di daerah yang terpencil.
Oleh karena itu, hubungan antara Antropologi dan kebudayaan itu sendiri tidak
dapat dipisah. Sebab, apa yang dicari oleh Antropologi merupakan hasil dari
kebudayaan manusia. Kebudayaan tercipta karena individu manusia itu sendiri
yang berusaha menciptakannya. Seperti kata orang, manusia itu tidak pernah puas
dengan hal yang sudah ia capai. Oleh karena itu, hal itu pulalah yang menjadi
cambuk untuk menciptakan hal-hal baru dalam kehidupannya. Itulah yang
dinamakan kebudayaan.
Tetapi, perlu digarisbawahi bahwa Antropologi bukanlah pemulung yang
memunguti artefak-artefak yang telah ditinggalkan manusia (sampah). Bukan.
Namun, Antropologi merupakan jembatan yang akan menghubungkan suatu pola
kehidupan generasi yang telah berlalu dengan generasi sekarang dan akan datang.
B. Batasan masalah
Dalam penulisan makalah ini penulis akan batasi masalah pembahasan ini agar
tidak terjadi tumpang tindih tentang hal ini, batasan masalah ini adalah sebagai
berikut, sejarah, defenisi antropologi dan olahraga, sosial dan kebudayaan, serta
etika dan moral dalam berolahraga.
BAB II
PEMBAHASAN
B. Defenisi antropologi
Antropologi adalah suatu studi ilmu yang mempelajari tentang manusia baik dari
segi budaya, perilaku, keanekaragaman, dan lain sebagainya. Antropologi adalah
istilah kata bahasa Yunani yang berasal dari kata anthropos dan logos. Anthropos
berarti manusia dan logos memiliki arti cerita atau kata.
Objek dari antropologi adalah manusia di dalam masyarakat suku bangsa,
kebudayaan dan prilakunya. Ilmu pengetahuan antropologi memiliki tujuan untuk
mempelajari manusia dalam bermasyarakat suku bangsa, berperilaku dan
berkebudayaan untuk membangun masyarakat itu sendiri.
Antropologi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari tentang
budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal
dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat,
budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa.
Antropologi lebih memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat
tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal daerah yang sama,
antropologi mirip seperti sosiologi tetapi pada sosiologi lebih menitik beratkan
pada masyarakat dan kehidupan sosialnya.
Antropologi berasal dari kata Yunani anthropos yang berarti "manusia" atau
"orang", dan logos yang berarti ilmu. Antropologi mempelajari manusia sebagai
makhluk biologis sekaligus makhluk sosial.
Antropologi memiliki dua sisi holistik dimana meneliti manusia pada tiap waktu
dan tiap dimensi kemanusiaannya. Arus utama inilah yang secara tradisional
memisahkan antropologi dari disiplin ilmu kemanusiaan lainnya yang
menekankan pada perbandingan/perbedaan budaya antar manusia. Walaupun
begitu sisi ini banyak diperdebatkan dan menjadi kontroversi sehingga metode
antropologi sekarang seringkali dilakukan pada pemusatan penelitian pada
penduduk yang merupakan masyarakat tunggal. Defenisi Antropologi menurut
beberapa ahli :
William A. Havilland: Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha
menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta
untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.
David Hunter:Antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak
terbatas tentang umat manusia.
Koentjaraningrat: Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia
pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta
kebudayaan yang dihasilkan.
Dari definisi-definisi tersebut, dapat disusun pengertian sederhana antropologi,
yaitu sebuah ilmu yang mempelajari manusia dari segi keanekaragaman fisik serta
kebudayaan (cara-cara berprilaku, tradisi-tradisi, nilai-nilai) yang dihasilkan
sehingga setiap manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda.
Macam-Macam Jenis Cabang Disiplin Ilmu Anak Turunan Antropologi :
a) Antropologi Fisik
1. Paleoantrologi adalah ilmu yang mempelajari asal usul manusia dan evolusi
manusia dengan meneliti fosil-fosil.
2. Somatologi adalah ilmu yang mempelajari keberagaman ras manusia dengna
mengamati ciri-ciri fisik.
b) Antropologi Budaya
1. Prehistori adalah ilmu yang mempelajari sejarah penyebaran dan perkembangan
budaya manusia mengenal tulisan.
2. Etnolinguistik antrologi adalah ilmu yang mempelajari suku-suku bangsa yang
ada di dunia / bumi.
3. Etnologi adalah ilmu yang mempelajari asas kebudayaan manusia di dalam
kehidupan masyarakat suku bangsa di seluruh dunia.
4. Etnopsikologi adalah ilmu yang mempelajari kepribadian bangsa serta peranan
individu pada bangsa dalam proses perubahan adat istiadat dan nilai universal
dengan berpegang pada konsep psikologi.
Di samping itu ada pula cabang ilmu antropologi terapan dan antropologi
spesialisasi. Antropology spesialisasi contohnya seperti antropologi politik,
antropologi kesehatan, antropologi ekonomi, dan masih banyak lagi yang lainnya.
C. Defenisi olahraga
Makna olahraga menurut ensiklopedia Indonesia adalah gerak badan yang
dilakukan oleh satu orang atau lebih yang merupakan regu atau rombongan.
Sedangkan dalam Webster¶s New Collegiate Dictonary (1980) yaitu ikut serta
dalam aktivitas fisik untuk mendapatkan kesenangan, dan aktivitas khusus seperti
berburu atau dalam olahraga pertandingan (athletic games di Amerika Serikat)
Menurut Cholik Mutohir olahraga adalah proses sistematik yang berupa segala
kegiatan atau usaha yang dapat mendorong mengembangkan, dan membina
potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah seseorang sebagai perorangan atau
anggota masyarakat dalam bentuk permainan, perlombaan/pertandingan, dan
prestasi puncak dalam pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang
berkualitas berdasarkan Pancasila.
Untuk penjelasan pengertian olahraga menurut Edward (1973) olahraga harus
bergerak dari konsep bermain, games, dan sport. Ruang lingkup bermain
mempunyai karakteristik antara lain; a. Terpisah dari rutinitas, b. Bebas, c. Tidak
produktif, d. Menggunakan peraturan yang tidak baku. Ruang lingkup pada games
mempunyai karakteristik; a. ada kompetisi, b. hasil ditentukan oleh keterampilan
fisik, strategi, kesempatan. Sedangkan ruang lingkup sport; permainan yang
dilembagakan.
Tujuan utama olahraga bukanlah pembangunan fisik saja melainkan juga
pembangunan mental dan spiritual. Olahraga (Lama) ialah merupakan suatu
kegiatan yang dilakukan atas pilihan sendiri yang bermaksud menguatkan diri
baik phisik maupun psychis tanpa mengharapkan suatu hasil materiil tetapi
mengharapkan kenaikan prestasi. Olahraga (baru) ialah membentuk manusia
Indonesia Pancasila yang fisik kuat-sehat berprestasi tinggi, yang memiliki
kemampuan mental dan ketrampilan kerja yang kritis kreatif dan sejahtera. Jadi
Olahraga ialah suatu usaha untuk mendorong, membangkitkan, mengembangkan
dan membina kekuatan jasmaniah maupun rokhaniah pada tiap manusia. Lebih
tegas dikatakan bahwa olahraga untuk mempertahankan existensi kemanusiaan
dan untuk melakukan cita-cita hidup bangsa. Olahraga merupakan pembentukan
fisik dan mental
a) Hakikat Olahraga
Olahraga ada beberapa konsep yang perlu dikaji dan dipahami secara mendalam.
Konsep ini bersifat abstrak yaitu µmental image¶. Walau kita tahu bahwa konsep
ini abstrak, tetapi didalam konsep ini ada makna tertentu, walau perbedaan makna
pada setiap individu berbeda-beda tentang ini. Konsep dasar tentang keolahragaan
beragam, seperti bermain (play), Pendidikan jasmani (Physical education),
olahraga (Sport), rekreasi (recreation), tari (dance). Bermain (play) adalah fitrah
manusia yang hakiki sebagai mahluk bermain (homo luden), bermain suatu
kegiatan yang tidak berpretensi apa-apa, kecuali sebagai luapan ekspresi,
pelampiasan ketegangan, atau peniruan peran. Dengan kata lain, aktivitas bermain
dalam nuansa riang dan gembira. Dalam bermain terdapat unsur ketegangan, yang
tidak lepas dari etika seperti semangat fair play yang sekaligus menguji
ketangguhan, keberanian dan kejujuran pemain, walau tanpa wasitpun permainan
anak-anak terlihat belum tercemar. Dalam bermain terdapat unsur ketegangan,
yang tidak lepas dari etika seperti semangat fair play yang sekaligus menguji
ketangguhan, keberanian dan kejujuran pemain, walau tanpa wasitpun permainan
anak-anak terlihat menyenangkan dan gembira ini merupakan bentuk permainan
yang belum tercemar.
Olahraga bersifat netral dan umum, tidak digunakan dalam pengertian olahraga
kompetitif, karena pengertiannya bukan hanya sebagai himpunan aktivitas fisik
yang resmi terorganisasi (formal) dan tidak resmi (informal).
Pendidikan jasmani pada dasarnya bersifat universal, berakar pada pandangan
klasik tentang kesatuan erat antara ³body and mind´, Pendidikan jasmani adalah
bagian integral dari pendidikan melalui aktivitas jasmani yang bertujuan untuk
meningkatkan individu secara organik, neuromuskuler, intelektual dan emosional.
Konsep pendidikan jasmani terfokus pada proses sosialisasi atau pembudayaan via
aktifitas jasmani, permainan dan olahraga. Proses sosialisasi berarti pengalihan
nilai-nilai budaya, perantaraan belajar merupakan pengalaman gerak yang
bermakna dan memberi jaminan bagi partisipasi dan perkembangan seluruh aspek
kepribadian peserta didik. Perubahan terjadi karena keterlibatan peserta didik
sebagai aktor atau pelaku melalui pengalaman dan penghayatan secara langsung
dalam pengalaman gerak sementara guru sebagai pendidik berperan sebagai
³pengarah´ agar kegiatan yang lebih bersifat pendeawsaan itu tidak meleset dari
pencapaian tujuan.
D. Perspektif Antropologi Olahraga
Dalam memahami arti antropologi olahraga, pendidikan jasmani, kita harus juga
mempertimbangkan hubungan antara Pendidikan jasmani dan olahraga (sport)
dengan sebagai istilah yang lebih dahulu populer dan lebih sering digunakan
dalam konteks kegiatan sehari-hari ORKES (Olahraga Kesehatan). Pemahaman
tersebut akan membantu para guru atau masyarakat dalam memahami peranan dan
fungsi pendidikan jasmani secara lebih konseptual.
Olahraga di pihak lain adalah suatu bentuk bermain yang terorganisir dan bersifat
kompetitif. Beberapa ahli memandang bahwa olahraga semata-mata suatu bentuk
permainan yang terorganisasi, yang menempatkannya lebih dekat kepada istilah
pendidikan jasmani. Akan tetapi, pengujian yang lebih cermat menunjukkan
bahwa secara tradisional, olahraga melibatkan aktivitas kompetitif.
Ketika kita menunjuk pada olahraga sebagai aktivitas kompetitif yang
terorganisir, kita mengartikannya bahwa aktivitas itu sudah disempurnakan dan
diformalkan hingga kadar tertentu, sehingga memiliki beberapa bentuk dan proses
tetap yang terlibat. Peraturan, misalnya, baik tertulis maupun tak tertulis,
digunakan atau dipakai dalam aktivitas tersebut, dan aturan atau prosedur tersebut
tidak dapat diubah selama kegiatan berlangsung, kecuali atas kesepakatan semua
pihak yang terlibat. Di atas semua pengertian itu, olahraga adalah aktivitas
kompetitif. Kita tidak dapat mengartikan olahraga tanpa memikirkan kompetisi,
sehingga tanpa kompetisi itu, olahraga berubah menjadi semata-mata bermain
atau rekreasi. Bermain, karenanya pada satu saat menjadi olahraga, tetapi
sebaliknya, olahraga tidak pernah hanya semata-mata bermain; karena aspek
kompetitif teramat penting dalam hakikatnya.
Dalam antropologi olahraga intinya adalah aktivitas atau hubungan satu kelompok
dengan kelompok yang lain. Kita mengartikan antropologi sebagai ujung tombak
berinteraksi yang bersifat universal yang kompetitif, meskipun berinteraksi tidak
harus selalu bersifat ada pertemuan. Berinteraksi bukanlah berarti olahraga dan
pendidikan jasmani, meskipun elemen dari berinteraksi dapat ditemukan di dalam
keduanya.
Di pihak lain, pendidikan jasmani mengandung elemen baik dari sosial maupun
dari olahraga, tetapi tidak berarti hanya salah satu saja, atau tidak juga harus selalu
seimbang di antara keduanya. Sebagaimana dimengerti dari kata-katanya,
pendidikan jasmani adalah aktivitas jasmani yang memiliki tujuan kependidikan
tertentu. Pendidikan Jasmani bersifat fisik dalam aktivitasnya dan penjas
dilaksanakan untuk mendidik. Hal itu tidak bisa berlaku bagi bermain dan
olahraga, meskipun keduanya selalu digunakan dalam proses kependidikan.
Antroplogi olahraga , pendidikan jasmani dan olahraga melibatkan bentuk-bentuk
gerakan, dan ketiganya dapat melumat secara pas dalam konteks pendidikan jika
digunakan untuk tujuan-tujuan kependidikan. Bermain dapat membuat rileks dan
menghibur tanpa adanya tujuan pendidikan, seperti juga olahraga tetap eksis tanpa
ada tujuan kependidikan. Misalnya, olahraga profesional (di Amerika umumnya
disebut athletics) dianggap tidak punya misi kependidikan apa-apa, tetapi tetap
disebut sebagai olahraga. Olahraga dan sosiologi dapat eksis meskipun secara
murni untuk kepentingan berinteraksi dengan kelompok yang lain, untuk
kepentingan pendidikan, atau untuk kombinasi keduanya. berinteraksi dan
pendidikan tidak harus dipisahkan secara eksklusif; keduanya dapat dan harus
beriringan bersama.
E. Pembangunan olahraga bagian integral dari pembangunan bangsa
Lagu Kebangsaan Republik Indonesia yang berjudul ³Indonesia Raya´, yang
dikarang oleh WR. Supratman, syairnya antara lain berbunyi: ³Bangunlah jiwanya
bangunlah badannya´. Sepenggal syair ini menunjukkan bahwa dalam
membangun bangsa, termasuk membangun Sumber Daya Insani (SDI)
menekankan pada pembangunan jiwa dan raga atau jasmani dan rohani.
Kondisi jasmani dan rohani yang kuat akan memberikan landasan yang kuat pula
terhadap pengembangan Sumber Daya Insani. Bangsa yang kuat dan besar
terutama ditentukan oleh kualitas Sumber Daya Insaninya. Banyak faktor untuk
membangun SDI yang kuat, dalam konteks ini olahraga memiliki peran yang
cukup pentingDalam kenyataannya, olahraga telah menjadi bagian dari hidup dan
kehidupan manusia. Persoalannya adalah bagaimana agar olahraga dapat dijadikan
wahana dalam membangun bangsa yang sehat dan kuat jasmani dan rohani. Akan
tetapi di sisi lain masih ditemui banyak kendala dalam pembangunan olahraga.
Pembangunan olahraga di Indonesia masih perlu peningkatan dan pengembangan
lebih lanjut, karena di samping harus mengejar ketinggalan dengan negara-negara
lain, Indonesia juga masih me¬miliki berbagai kendala dalam pembinaannya.
Masalah yang dihadapi dunia olahraga Indonesia, yaitu:
1. Belum optimalnya kemauan politik (political will) pemerintah dalam
menangani olahraga. Hal ini ditandai antara lain: lembaga yang menangani
olahraga belum secara herarkhis-vertikal terpadu; kegiatan olahraga dikenai pajak;
dana terbatas; dan lain-lain.
2. Sistem pembinaan belum terarah. Kurangnya keterpaduan dan kesinambungan
penyusunan pembinaan pendidikan jasmani dan olahraga serta pelaksanaan
operasionalnya mengenai kegiatan pemassalan, pembibitan, dan peningkatan
prestasi sebagai suatu sistem yang saling kait-mengkait. Sebagai indikatornya
antara lain: belum memiliki sistem rekruitmen calon atlet; pemilihan olahraga
prioritas belum tepat; dan lain-lain.
3. Lemahnya kualitas Sumber Daya Insani olahraga. Rendahnya kualitas pelatih
dan kurang optimalnya peran guru pendidikan jasmani di luar sekolah merupakan
sebagian indikator yang menunjukkan rendahnya kualitas.
4. Belum optimalnya peran Lembaga Pendidikan Tinggi Olahraga (LPTO), seperti
Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK); Fakultas/ Jurusan Pendidikan Olahraga dan
Kesehatan (FPOK/JPOK), Program Studi-Program Studi yang menangani disiplin
ilmu keolahragaan dalam Program Pascasarjana. Hal ini ditandai dengan masih
rendahnya kualitas lulusan; banyak SDI yang tidak terlibat dalam kegiatan
olahraga di luar kampus sesuai dengan potensinya, dan lain-lain.
5. Lemahnya peran Lembaga/Bidang Penelitian dan Pengem¬bangan Olahraga.
Indikatornya adalah: perhatian terhadap lembaga tersebut rendah; data tentang
keolahragaan (misalnya data: atlet, pelatih, kelembagaan) belum lengkap; dan
lain-lain.
6. Terbatasnya sarana dan prasarana. Tidak seimbangnya antara pengguna dan
fasilitas yang tersedia, bahkan fasilitas olahraga yang telah ada beralih fungsi, dan
lain-lain.
7. Sulitnya pemanfaatan fasilitas olahraga. Karena terbatasnya fasilitas, maka
berdampak pada sulitnya memanfaatkan fasilitas tersebut. Bahkan untuk
kebutuhan pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah pun masih jauh dari
memadai. Untuk fasilitas tertentu, Pengguna harus mambayar.
8. Masih kaburnya pemahaman dan penerapan pendidikan jasmani dan olahraga.
Terutama di sekolah, masih banyak dijumpai pelaksanaan pembelajaran
pendidikan jasmani yang berorientasi pada peningkatan prestasi olahraga. Padahal
seharusnya pendidikan jasmani tersebut diarahkan pencapaian tujuan pendidikan.
Pencapaian prestasi di sekolah dapat dilakukan pada kegiatan ekstrakurikuler.
Berdasarkan beberapa penelitian ditemukan bahwa kondisi kesegaran jasmani
guru-guru pendidikan jasmani rata-rata berkategori ³kurang´*) (Furqon, 2003: 3).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi kesegaran jasmani tersebut terutama
karena sebagian besar guru pendidikan jasmani di sekolah dasar tidak melakukan
aktivitas olahraga secara teratur. Bahkan juga ditemu¬kan faktor lain, yaitu dalam
pelaksanaan mengajarnya pun jarang terlibat atau melibatkan diri dalam aktivitas
fisik. Di sisi lain, kondisi kesegaran jasmani bagi anak usia 11±17 tahun juga
berkategori ³kurang´ (Furqon dan Kunta, 2004: 2).
Melengkapi temuan tersebut, berdasarkan hasil tes pemanduan bakat dengan
Metode Sport Search sebagian besar (> 70 %) potret keberbakatan anak Sala
adalah olahraga yang bersifat individual atau perorangan dan sangat jarang anak
yang memiliki bakat dalam olahraga beregu atau tim (Furqon dan Muhsin, 2000:
5). Kondisi semacam ini kemungkinan besar disebabkan, karena lemahnya
kemampuan gerak dasar dan kemampuan koordinasi gerak anak. Lemahnya
kemampuan gerak tersebut, kemungkinan disebabkan oleh: (1) spesialisasi pada
cabang olahraga tertentu terlalu dini; (2) lemahnya pendidikan jasmani di sekolah
dasar; (3) kegiatan anak di luar sekolah tidak memberikan peluang untuk
bergerak; dan (4) lingkungan yang kurang konduksif, seperti terbatasnya tempat
bermain, hilangnya kesempatan anak untuk berburu, berpetualang, dan lain-lain.
Dalam bidang olahraga kompetitif, yang menekankan pada pencapaian prestasi
yang setinggi-tingginya juga mengalami kemun¬duran. Salah satu indikatornya
adalah sejak SEA Games 1995 di Thailand prestasi Indonesia merosot**). Padahal
sejak Indonesia terlibat dalam SEA Games tahun 1978, Indonesia selalu ranking
satu (Juara Umum).
Berdasarkan fenomena ini menunjukkan bahwa sistem pembangunan olahraga
kurang ada keserasian dan kesinambungan baik secara horisontal maupun secara
vertikal. Dengan kata lain, ada sesuatu yang perlu dibenahi dalam sistem
pembangunan olahraga kita. Oleh karena itu, yang menjadi permasalahan adalah
bagaimana mengoptimalkan peran olahraga sebagai bagian integral dari
pembangunan bangsa? Dan bagaimana memberdayakan olahraga tersebut agar
mampu mendukung pembangunan bangsa?
2) Hakikat Berolahraga
a. Berolahraga Merupakan Bagian dan Kebutuhan Hidup
Salah satu karakteristik makhluk hidup di dunia ini, termasuk manusia adalah
melakukan gerakan. Antara manusia dan aktivitas fisik merupakan dua hal yang
sulit atau tidak dapat dipisahkan. Hal ini dapat dilihat bahwa sejak manusia pada
jaman primitif hingga jaman moderen, aktivitas fisik atau gerak selalu melekat
dalam kehidupan sehari-harinya. Berarti aktivitas fisik selalu dibutuhkan manusia.
Neilson (1978: 3) mengemukakan bahwa manusia berubah sangat sedikit selama
50.000 tahun yang berkaitan dengan organi¬sasi tentang struktur dan fungsi yang
dibawa sejak lahir. Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa perubahan
utama bukan pada manusianya, melainkan pada kebutuhan dan kemampuan untuk
menyesuaikan dengan perubahan-perubahan besar di dalam ling¬kungan alam dan
lingkungan buatan manusia. Manusia berusaha memodifikasi lingkungannya
dengan mencoba-coba, eksplorasi dan dengan eksploitasi.
Pada jaman primitif gerakan pada mulanya merupakan gejala emosional murni
yang dilakukan manusia untuk kesenangan dan komunikasi dengan dewa.
Selanjutnya, gerakan berkembang dari pelaksanaan gerak yang tidak terencana ke
kondisi gerak yang hingar-bingar pada upacara seremonial dan komunikasi untuk
kerja seni. Karena aktivitas gerak sangat penting baik untuk kelang¬sungan hidup
maupun komunikasi dengan dewa, maka aktivitas fisik tersebut merupakan yang
terpenting untuk eksistensi manusia. Oleh karena itu, mereka mulai menyusun
struktur geraknya ke dalam bentuk-bentuk yang bermanfaat, tepat dan sadar.
Semua peristiwa penting dalam siklus kehidupan orang primitif yang memiliki
makna praktis dan religius disimbulkan dalam gerakan-gerakan tubuh yang
terstruktur. Di seluruh periode evolusinya, aktivitas fisik sangat penting untuk
kelangsungan hidup dan tetap penting untuk pertumbuhan dan perkembangan
yang optimum.
Harrow (1977: 5) mengemukakan bahwa ada tujuh pola gerak yang sangat penting
untuk eksistensi orang primitif yang merupakan dasar gerakan keterampilan.
Aktivitas gerak ini adalah inheren dalam diri manusia, yakni lari, lompat/loncat,
memanjat, mengangkat, membawa, menggantung, dan melempar.
Hingga kini aktivitas fisik atau gerak, juga tidak dapat dipi¬sah¬kan dari
kehidupan manusia, karena gerak dipandang sebagai kunci untuk hidup dan untuk
keberadaan dalam semua bidang kehidupan. Jika manusia melakukan gerakan
yang memiliki tujuan tertentu, maka ia mengkoordinasikan aspek-aspek kognitif,
psiko¬motor, dan afektif.
Secara internal, gerak manusia terjadi secara terus menerus, dan secara eksternal,
gerak manusia dimodifikasikan oleh penga¬laman belajar, lingkungan yang
mengitari, dan situasi yang ada. Oleh karena itu, manusia harus disiapkan untuk
memahami fisiologis, psikologis dan sosiologis agar dapat mengenali dan secara
efisien menggunakan komponen-komponen gerak secara keseluruhan. Dengan
demikian, antara manusia dan aktivitas fisik tidak dapat dipisahkan dari
kehidupannya.
1. Pemassalan Olahraga
Pemassalan adalah mempolakan keterampilan dan kesegaran jasmani secara
multilateral dan landasan spesialisasi. Pemassalan olahraga bertujuan untuk
mendorong dan menggerakkan masyarakat agar lebih memahami dan menghayati
langsung hakikat dan manfaat olahraga sebagai kebutuhan hidup, khususnya jenis
olahraga yang bersifat mudah, murah, menarik, bermanfaat dan massal. Kaitannya
dengan olahraga prestasi; tujuan pemassalan adalah melibatkan atlet sebanyak-
banyaknya sebagai bagian dari upaya peningkatan prestasi olahraga.
Pemassalan olahraga merupakan dasar dari teori piramida dan sekaligus
merupakan landasan dalam proses pembibitan dan pemanduan bakat atlet.
Pemassalan olahraga berfungsi untuk menumbuhkan kesehatan dan kesegaran
jasmani manusia Indonesia dalam rangka membangun manusia yang berkualitas
dengan menjadikan olahraga sebagai bagian dari pola hidup bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, dalam pembangunan olahraga perlu selalu meningkatkan dan
memperluas pemassalan di kalangan bangsa Indonesia dalam upaya membangun
kesehatan dan kesegaran jasmani, mental dan rokhani masyarakat serta
membentuk watak dan kepribadian, displin dan sportivitas yang tinggi, yang
merupakan bagian dari upaya peningkatan kualitas manusia Indonesia.
Pemassalan dapat pula berfungsi sebagai wahana dalam penelusuran bibit-bibit
untuk membentuk atlet berprestasi.
Memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyara¬kat merupakan
bentuk upaya dalam melakukan pemassalan olahraga. Dalam olahraga prestasi,
pemassalan seharusnya dimulai pada usia dini.
Bila dikaitkan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak, pemassalan sangat
baik jika dimulai sejak masa kanak-kanak, terutama pada akhir masa kanak-kanak
(6-12 tahun). Pada masa ini merupakan tahap perkembangan keterampilan gerak
dasar.
2. Pembibitan Atlet
Pembibitan atlet adalah upaya mencari dan menemukan indi¬vidu-individu yang
memiliki potensi untuk mencapai prestasi olah¬raga di kemudian hari, sebagai
langkah atau tahap lanjutan dari pemassalan olahraga.
Pembibitan yang dimaksud adalah menyemaikan bibit, bukan mencari bibit.
Ibaratnya seorang petani yang akan menanam padi, ia tidak membawa cangkul
mencari bibit ke hutan, tetapi melaku¬kan penyemaian bibit atau membuat bibit
dengan cara tertentu, misalnya dengan memetak sebidang tanah sebagai tempat
pem¬buatan bibit yang akan ditanam.
Pembibian dapat dilakukan dengan melaksanakan identifikasi bakat (Talent
Identification), kemudian dilanjutkan dengan tahap pengembangan bakat (Talent
Development). Dengan cara demi¬kian, maka proses pembibitan diharapkan akan
lebih baik.
Ditinjau dari sudut pertumbuhan dan perkembangan gerak anak, merupakan
kelanjutan dari akhir masa kanak-kanak, yaitu masa adolesensi.
Pelaksanaan pembibitan atlet ini menjadi tanggung jawab pengelola olahraga pada
tingkat eksekutif-taktik dan sekaligus bertanggung jawab pada pembinaan di
tingkat di bawahnya, yaitu pada tahap pemassalan olahraga. Di sini disusun
program yang mampu memunculkan bibit-bibit, baik di tingkat
kotamadya/kabupaten maupun di tingkat propinsi. Adanya kejuaraan-kejuaraan
yang teratur merupakan salah satu cara untuk merangsang dan memacu
munculnya atlet-atlet agar berlatih lebih giat dalam upaya meningkatkan
prestasinya.
3. Peningkatan Prestasi
Prestasi olahraga merupakan puncak penampilan atlet yang dicapai dalam suatu
pertandingan atau perlombaan, setelah melalui berbagai macam latihan maupun
uji coba. Pertandingan/per¬lom¬baan tersebut dilakukan secara periodik dan
dalam waktu tertentu.
Pencapaian prestasi yang setinggi-tingginya merupakan pun¬cak dari segala
proses pembinaan, baik melalui pemassalan mau¬pun pembibitan.
Dari hasil proses pembibitan akan dipilih atlet yang makin menampakkan prestasi
olahraga yang dibina. Di sini peran penge¬lola olahraga tingkat politik-strategik
bertanggung jawab membina atlet-etlet ini yang memiliki kualitas prestasi tingkat
nasional.
Para pengelola olahraga tingkat politik-strategik pada dasar¬nya bertanggung
jawab terhadap sistem pembangunan olahraga secara keseluruhan.
Oleh karena itu, pengorganisasian program pembinaan jangka panjang dapat
dikemukakan bahwa (1) masa kanak-kanak berisi program latihan pemula (junior
awal) yang merupakan usia mulai berolahraga dalam tahap pemassalan; (2) masa
adolesensi berisi program latihan junior lanjut yang merupakan usia spesialisasi
dalam tahap pembibitan; dan (3) masa pasca adolesensi berisi program latihan
senior yang merupakan usia pencapaian prestasi puncak dalam tahap pembinaan
prestasi.
4. Rekreasi.
Dalam kehidupan moderen dengan kemajuan ilmu dan teknologi mutakhir, gerak
manusia berkurang, maka untuk memelihara keseimbangan hidup manusia,
kegiatan olahraga yang bersifat rekreatif sangat dibutuhkan.
b) Hakikat Moral
Istilah moral dikaitkan dengan motif, maksud dan tujuan berbuat. Moral berkaitan
dengan niat. Sedangkan etika adalah studi tentang moral. Sedangkan menurut
Freeman etika terkait dengan moral dan tingkah laku. Lebih lanjut Scott
Kretchmar menyatakan bahwa etika juga mengenai tentang rasa belas kasih dan
simpati-tentang memastikan kehidupan yang baik berbagi dengan lainnya. Suseno
mengatakan bahwa moral selalu mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai
manusia. Bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi
kebaikannya sebagai manusia. Norma-norma moral adalah tolokukur untuk
menentukan betul-salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baik-
buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas.
Selanjutnya dikatakan bahwa ada norma-norma khusus yang hanya berlaku dalam
bidang atau situasi khusus. Seperti bola tidak boleh disentuh oleh pemain
sepakbola, bila permainan berhenti maka aturan itu sudah tidak berlaku. Norma
diatas merupakan norma khusus, sedangkan norma umum ada tiga macam seperti
: norma-norma sopan santun, norma-norma hukum dan norma-norma moral.
Norma sopan santun menyangkut sikap lahiriah manusia.
Norma hukum adalah norma yang dituntut dengan tegas oleh masyarakat karena
perlu demi keselamatan dan kesejahteraan umum. Norma hukum adalah norma
yang tidak dibiarkan dilanggar, orang yang melanggar hukum, pasti akan dikenai
hukuman sebagai sangsi. Tetapi norma hukum tidak sama dengan norma moral.
Bisa terjadi bahwa demi tuntutan suara hati, demi kesadaran moral, orang harus
melanggar hukum. Kalaupun dihukum, hal itu tidak berarti bahwa orang itu
buruk. Hukum tidak dipakai untuk mengukur baik-buruknya seseorang sebagai
manusia, melainkan untuk menjamin tertib umum.
Norma moral adalah tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur
kebaikan seseorang, maka dengan norma-norma moral kita betul-betul dinilai.
Itulah sebab penilaian moral selalu berbobot. Perkembangan moral adalah proses,
dan melalui proses itu seseorang mengadopsi nilai-nilai dan perilaku yang
diterima oleh masyarakat (Bandura, 1977). Pada dasarnya seseorang yang
konsisten menginternalisasi norma dipandang sebagai seseorang yang bermoral.
Para ahli menerapkan apa yang disebut pendekatan ³kantong kebajikan´
(Kohlberg, 1981), teori ini percaya bahwa seseorang mencontoh perilaku orang
lain sebagai model atau tauladan yang ia nilai memiliki sifat-sifat tertentu atau
yang menunjukkan perilaku berlandasan nilai yang diharapkan.
Untuk memahami moral Kohlberg (1981) dan Rest (1986) menyatakan bahwa
pemahaman moral berpengaruh langsung terhadap motivasi dan perilaku namun
memiliki hubungan yang tak begitu kuat. Hubungan erat pada empati, emosi, rasa
bersalah, latar belakang sosial, pengalaman. Suseno melihat terdapat tiga prinsip
dasar dalam moral, yaitu prinsip sikap baik, prinsip keadilan dan prinsip hormat
terhadap diri sendiri.Prinsip sikap baik dimana prinsip ini mendahului dan
mendasari semua prinsip moral lain, dimana sikap yang dituntut dari kita adalah
jangan merugikan siapa saja. Prinsip bahwa kita harus mengusahakan akibat-
akibat baik sebanyak mungkin dan mengusahakan untuk sedapat mungkin
mencegah akibat buruk dari tindakan. Prinsip keadilan dimana keadilan tidak
sama dengan sikap baik, demi menyelamatan gol dari serangan lawan, pemain
belakang menahan dengan tangan, hal itu tetap tidak boleh dengan alasan apapun,
berbuat baik dengan melanggar hak pihak lain tidak dibenarkan. Prinsip hormat
terhadap diri sendiri mengatakan bahwa manusia wajib untuk selalu
memperlakukan diri sebagai suatu yang bernilai pada dirinya sendiri. Prinsip ini
berdasarkan faham bahwa manusia adalah person, pusat berpengertian dan
berkehendak, yang memiliki kebebasan dan suara hati, mahluk berakal budi.
1) Keadilan.
Keadilan ada dalam beberapa bentuk ; distributif, prosedural, retributif dan
kompensasi. Keadilan distributif berarti keadilan yang mencakup pembagian
keuntungan dan beban secara relatif. Keadilan prosedural mencakuppersepsi
terhadap prosedur yang dinilai sportif atau fair dalam menentukan hasil. Keadilan
retributif mencakup persepsi yang fair sehubungan dengan hukuman yang
dijatuhkan bagi pelanggar hukum. Keadilan kompensasi mencakup persepsi
mengenai kebaikan atau keuntungan yang diperoleh penderita atau yang diderita
pada waktu sebelumnya. Seorang wasit bila ragu memutuskan apakah pemain
penyerang berada pada posisi off-side dalam sepakbola, ia minta pendapat penjaga
garis. Semua pemain penyerang akan protes, meskipun akhirnya harus dapat
menerima, jika misalnya wasit dalam kasus lainnya memberikan hukuman
tendangan penalti akibat pemain bertahana menyentuh bola dengan tanganya, atau
sengaja menangkap bola di daerah penalti. Tentu saja ia berusaha berbuat seadil
mungkin. Bila ia kurang yakin, mungkin cukup dengan memberikan hukuman
berupa tendangan bebas.
2) Kejujuran.
Kejujuran dan kebajikan selalu terkait dengan kesan terpercaya, dan terpercaya
selalu terkait dengan kesan tidak berdusta, menipu atau memperdaya. Hal ini
terwujud dalam tindak dan perkataan. Semua pihak percaya bahwa wasit dapat
mempertaruhkan integritasnya dengan membuat keputusan yang fair. Ia
terpercaya karena keputusannya mencerminkan kejujuran.
3) Tanggung Jawab.
Tanggung jawab merupakan nilai moral penting dalam kehidupan bermasyarakat.
Tanggung jawab ini adalah pertanggungan perbuatan sendiri. Seorang atlet harus
bertanggung jawab kepada timnya, pelatihnya dan kepada permainan itu sendiri.
Tanggung jawab ini merupakan nilai moral terpenting dalam olahraga.
4) Kedamaian
Kedamaian mengandung pengertian : a)tidak akan menganiaya, b)mencegah
penganiayaan, c) menghilangkan penganiaan, dan d)berbuat baik. Bayangkan bila
ada pelatih yang mengintrusksikan untuk mencederai lawan agar tidak mampu
bermain.
Freeman dalam buku Physical Education and Sport in A cahanging Society
menyarankan 5 area dasar dari etika yang harus diberikan yaitu : 1) Keadilan dan
persamaan, 2) Respek terhadap diri sendiri. 3) Respek dan pertimbangan terhadap
yang lain, 4) Menghormati peraturan dan kewenangan , 5) Rasa terhadap
perspektif atau nilai relatif. (Freeman,2001;210)
1. Keadilan dan Persamaan
Anak didik atau atlet adalah mengharapkan perlakuan yang adil dan sama. Anak
didik ingin sebuah kesempatan untuk belajar yang sama. Seringkali anak didik
yang di bawah rata-rata dalam olahraga diabaikan.
2. Respek terhadap diri sendiri
Pelajar atau atlet membutuhkan respek terhadap diri sendiri dan imej positif
tentang dirinya untuk menjadi sukses. Pelatih dan pengajar yang melatih semua
anak didiknya dengan sama mengambil langkah tepat dalam setiap arahnya agar
anak didiknya merasa dirinya penting dan layak dimata pengajarnya.
3. Rasa hormat dan kepedulian terhadap orang lain.
Pelajar dan atlet membutuhkan rasa hormat kepada orang lain, apakah teman
sekelasnya, lawan bertanding, guru ataupun pelatihnya. Mereka perlu belajar
tentang bagaimana pentingnya memperlakukan orang lain dengan hormat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah penulis uaraikan maka dapat ditarik satu kesimpulah
bahwa Salah satu masalah penting dalam antropologi olahraga adalah bersosial
dan berinteraksi, pendidikan jasmani dan olahraga sebagai salah satu sarana
pendidikan masyarakat / Olahragawan /manusia/ individu untuk memberikan
suatu pemikiran tentang bagaimana cara hidup dengan layak dan sehat jasmani
dan rohani dalam dalam kehidupan bermasyarakat. Mengajarkan Sosiologi
sebaiknya lebih bersifat berinteraksi dengan lingkungan.Tindakan lebih baik dari
kata-kata. Nilai Sosial itu beraneka ragam, termasuk loyalitas, kebajikan,
kehormatan, kebenaran, respek, keramahan, integritas, keadilan, kooperatif dan
mudah berinteraksi dengan masyarakat.
Dalam memahami arti pendidikan jasmani dan, kita harus juga
mempertimbangkan Perspektif antropologi Olahraga, Pendidikan jasmani dan
olahraga (sport) dengan sebagai istilah yang lebih dahulu populer dan lebih sering
digunakan dalam konteks kegiatan sehari-hari. Pemahaman tersebut akan
membantu para guru atau masyarakat dalam memahami peranan dan fungsi
pendidikan jasmani secara lebih konseptual.
Sejak manusia lahir di dunia, ia telah berjuang untuk mempertahankan kehidupan
yang wajar, untuk dapat hidup dengan tenaga dan pikirannya. Untuk itu manusia
memperkembangkan kekuatan fisik dan jasmani supaya badannya cukup kuat dan
tenaganya cukup terlatih, menjadi tangkas untuk melakukan perjuangan hidupnya.
Disamping itu menjadi kebutuhan hidup tiap manusia dan menjadi sifat manusia
untuk mencoba kekuatan dan ketangkasannya dengan manusia-manusia lain.
Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara
keseluruhan. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan jasmani harus diarahkan
pada pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Tujuan pendidikan jasmani bukan
aktivitas jasmani itu sendiri, tetapi untuk mengembangkan potensi siswa melalu
aktivitas jasmani.
Olahraga di pihak lain adalah suatu bentuk bermain yang terorganisir dan bersifat
kompetitif. Beberapa ahli memandang bahwa olahraga semata-mata suatu bentuk
permainan yang terorganisasi, yang menempatkannya lebih dekat kepada istilah
pendidikan jasmani. Akan tetapi, pengujian yang lebih cermat menunjukkan
bahwa secara tradisional, olahraga melibatkan aktivitas kompetitif.
Ketika kita menunjuk pada olahraga sebagai aktivitas kompetitif yang
terorganisir, kita mengartikannya bahwa aktivitas itu sudah disempurnakan dan
diformalkan hingga kadar tertentu, sehingga memiliki beberapa bentuk dan proses
tetap yang terlibat. Peraturan, misalnya, baik tertulis maupun tak tertulis,
digunakan atau dipakai dalam aktivitas tersebut, dan aturan atau prosedur tersebut
tidak dapat diubah selama kegiatan berlangsung, kecuali atas kesepakatan semua
pihak yang terlibat.
Di atas semua pengertian itu, olahraga adalah aktivitas kompetitif. Kita tidak
dapat mengartikan olahraga tanpa memikirkan kompetisi, sehingga tanpa
kompetisi itu, olahraga berubah menjadi semata-mata bermain atau rekreasi.
Bermain, karenanya pada satu saat menjadi olahraga, tetapi sebaliknya, olahraga
tidak pernah hanya semata-mata bermain; karena aspek kompetitif teramat penting
dalam hakikatnya.
B. Saran
Berbicara tentang antropologi kaitanya dengan olahraga , maka ada bebarapa
saran yang dapat di garis bawahi oleh penulis dalam makalah ini adalah:
1. Kami sebagai penyusun makalah ini, sangat mengharap atas segala saran ±
saran dan kritikan bagi para pembaca yang kami hormati guna untuk membangun
pada masa yang akan datang untuk menjadi yang lebih baik dalam membenarkan
alur-alur yang semestinya kurang memuaskan bagi tugas yang kami laksanakan.
2. Hubungannya dengan perkembangan antropologi olahraga diharapkan
masyarakat atau anak didik (Atlet) dalam mengembangkan hubungan antara
masyarakat olahraga dan masyarakat dilingkungan olahraga diharapkan dapat
mengetahui arti penting berinteraksi antar masyarakat olahraga dan masyarakat
lingkungan
3. Pendidikan Jasmani, olahraga dan sosiologi tidak bisa dipisahkan karena
ketiganya saling mempengaruhi didalam meningkatkan dinamika sosial-budaya
masyarakat.
4. Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara
keseluruhan. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan jasmani harus diarahkan
pada pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Tujuan pendidikan jasmani bukan
aktivitas jasmani itu sendiri, tetapi untuk mengembangkan potensi siswa melalu
aktivitas jasmani.
5. Didalam memahami Pendidikan jasmani, olahraga dan sosiologi olahraga harus
tiap individu mampu menjadi anggota kesatuan sosial manusia tanpa kehilangan
pribadinya masing-masing. Pada hakikatnya pendidikan menjadi tanggung jawab
bersama, yakni keluarga, masyarakat, dan sekolah/ lembaga pendidikan. Keluarga
sebagai lembaga pertama dan utama pendidikan, masyarakat sebagai tempat
berkembangnya pendidikan, dan sekolah sebagai lembaga formal dalam
pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
COSER, L. (1964). The Function of Social Conflict. New York, The Free Press.
HINDESS, Barry (ed. 1977). Sociological theories of the Economy. London, the
Mac Millan Press.
Ikhwanuddin Syarif (ed). (2001) Pendidikan untuk Masyarakat Indonesia baru, 70
tahun Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.Sc. Ed. Jakarta: Grasindo, 2001.
KAZACIGIL, Ali (ed. 1994). Sociology: State of the Art I. International Social
Sciences Journal, February 1994:139. Paris, Blackwell Publ.
MUDIM BE, V.Y. (ed. Dkk, 1996). Open the Social Sciences. Refort of the
Guilbenkian Commission of the Gulbenkian Commission on the Restructuring of
the Social Science. Stanford, Stanford Univ. Press.
PARSONS, Talcot (1951). The Social System; The Major Exposition of the
Author¶s Conceptual Scheme. New York, Free Press.
Richard Tinning, et., al, (2001) Becoming a physical education teacher, Australia:
Printice hall.
SIMMEL, G. (1955). Conflict and the Web of Group Affixations. New York, The
Free Press.
____________ (1950). The sociology of George Simmel. New York, The Free
Press of Glencol