Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seorang filsuf China; Lao Chai, pernah berkata bahwa suatu perjalanan
yang bermil-mil jauhnya dimulai dengan hanya satu langkah. Langkah manusia
yang disebut filsuf itu tak lain adalah antropologi. Benda apa yang disebut
dengan Antropologi itu? Beberapa atau bahkan banyak orang mungkin sudah
pernah mendengarnya. Beberapa orang mungkin mempunyai ide-ide tentang
Antropologi yang didapat melalui berbagai media baik media cetak maupun
media elektronik. Beberapa orang lagi bahkan mungkin sudah pernah membaca
literature-literature atau tulisan-tulisan tentang Antropologi.
Banyak orang berpikir bahwa para ahli Antropologi adalah ilmuwan yang
hanya tertarik pada peninggalan-peninggalan masa lalu; Antroplogi bekerja
menggali sisa-sisa kehidupan masa lalu untuk mendapatkan pecahan guci-guci
tua, peralatan peralatan dari batu dan kemudian mencoba memberi arti dari apa
yang ditemukannya itu. Pandangan yang lain mengasosiasikan Antropologi
dengan teori Evolusi dan mengenyampingkan kerja dari Sang Pencipta dalam
mempelajari kemunculan dan perkembangan mahluk manusia. Masyarakat yang
mempunyai pandangan yang sangat keras terhadap penciptaan manusia

dari

sudut agama kemudian melindungi bahkan melarang anak-anak mereka dari


Antroplogi dan doktrin-doktrinnya. Bahkan masih banyak orang awam yang
berpikir kalau Antropologi itu bekerja atau meneliti orang-orang yang aneh dan
eksotis yang tinggal di daerah-daerah yang jauh dimana mereka masih
menjalankan kebiasaan-kebiasaan yang bagi masyarakat umum adalah asing.
Semua pandangan tentang ilmu Antroplogi ini pada tingkat tertentu ada
benarnya, tetapi seperti ada cerita tentang beberapa orang buta yang ingin
mengetahui bagaimana bentuk seekor gajah dimana masing-masing orang hanya
meraba bagian-bagian tertentu saja sehingga anggapan mereka tentang bentuk
gajah itupun menjadi bermacam-macam, terjadi juga pada Antropologi.
Pandangan

yang

berdasarkan

informasi

yang

sepotong-sepotong

ini

mengakibatkan kekurang pahaman masyarakat awam tentang apa sebenarnya


Antropologi itu. Antropologi memang tertarik pada masa lampau. Mereka ingin
tahu tentang asal-mula manusia dan perkembangannya, dan mereka juga
mempelajari masyarakat-masyarakat yang masih sederhana (sering disebut
dengan primitif). Tetapi sekarang Antropologi juga mempelajari tingkah-laku
manusia di tempat-tempat umum seperti di restaurant, rumah-sakit dan di tempattempat bisnis modern lainnya. Mereka juga tertarik dengan bentuk-bentuk
pemerintahan atau negara modern yang ada sekarang ini sama tertariknya ketika
mereka mempelajari bentuk-bentuk pemerintahan yang sederhana yang terjadi
pada masa lampau atau masih terjadi pada masyarakat-masyarakat di daerah yang
terpencil.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan
yang akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana sejarah dan
perkembangan ilmu antropologi .
Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana sejarah
dan perkembangan ilmu antropologi .
C. Manfaat
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai wadah bagi kami
untuk

mengembangkan

wawasan

yang

perkembangan ilmu antropologi .

berkaitan

dengan

sejarah

dan

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Antropologi
Antropologi berasal dari kata anthropos yang berarti "manusia", dan logos
yang berarti ilmu. Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis
sekaligus makhluk sosial, jadi antropologi adalah salah satu cabang ilmu
pengetahuan sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis
tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal dari ketertarikan orang-orang
Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa
yang dikenal di Eropa. Terbentuklah ilmu antropologi dengan melalui beberapa
fase. Antropologi lebih memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat
tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal daerah yang sama,
antropologi mirip seperti sosiologi tetapi pada sosiologi lebih menitik beratkan
pada masyarakat dan kehidupan sosialnya.
Menurut William A. Haviland, antropologi adalah studi tentang umat
manusia, berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan
perilakunya serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang
keanekaragaman manusia. Sedangkan David Hunter memberikan pendapatnya
bahwa antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak terbatas
tentang umat manusia. Selanjutnya Koentjaraningrat menyatakan antropologi
adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari
aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.
Dari definisi tersebut, dapat disusun pengertian sederhana antropologi,
yaitu sebuah ilmu yang mempelajari manusia dari segi keanekaragaman fisik
serta kebudayaan (cara-cara berprilaku, tradisi-tradisi, nilai-nilai) yang dihasilkan
sehingga setiap manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda.

B. Perkembangan Antropologi
Seperti halnya Sosiologi, Antropologi sebagai sebuah ilmu juga mengalami
tahapan-tahapan

dalam

perkembangannya.

Koentjaraninggrat

menyusun

perkembangan ilmu Antropologi menjadi empat fase sebagai berikut:


1. Fase Pertama (Sebelum tahun 1800-an)
Sekitar abad ke-15-16, bangsa-bangsa di Eropa mulai berlomba-lomba untuk
menjelajahi dunia. Mulai dari Afrika, Amerika, Asia, hingga ke Australia.
Dalam penjelajahannya mereka banyak menemukan hal-hal baru. Mereka
juga banyak menjumpai suku-suku yang asing bagi mereka. Kisah-kisah
petualangan dan penemuan mereka kemudian mereka catat di buku harian
ataupun jurnal perjalanan. Mereka mencatat segala sesuatu yang berhubungan
dengan suku-suku asing tersebut. Mulai dari ciri-ciri fisik, kebudayaan,
susunan masyarakat, atau bahasa dari suku tersebut. Bahan-bahan yang berisi
tentang deskripsi suku asing tersebut kemudian dikenal dengan bahan
etnogragfi atau deskripsi tentang bangsa-bangsa.
Bahan etnografi itu menarik perhatian pelajar-pelajar di Eropa. Kemudian,
pada permulaan abad ke-19 perhatian bangsa Eropa terhadap bahan-bahan
etnografi suku luar Eropa dari sudut pandang ilmiah, menjadi sangat besar.
Karena itu, timbul usaha-usaha untuk mengintegrasikan seluruh himpunan
bahan etnografi.
2. Fase Kedua (tahun 1800-an)
Pada fase ini, bahan-bahan etnografi tersebut telah disusun menjadi karangankarangan berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat pada saat itu.
masyarakat dan kebudayaan berevolusi secara perlahan-lahan dan dalam
jangka waktu yang lama. Mereka menganggap bangsa-bangsa selain Eropa
sebagai bangsa-bangsa primitif yang tertinggal, dan menganggap Eropa
sebagai bangsa yang tinggi kebudayaannya
Pada fase ini, Antopologi bertujuan akademis, mereka mempelajari
masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk memperoleh
pemahaman tentang tingkat-tingkat sejarah penyebaran kebudayaan manusia.

3. Fase Ketiga (awal abad ke-20)


Pada fase ini, negara-negara di Eropa berlomba-lomba membangun koloni di
benua lain seperti Asia, Amerika, Australia dan Afrika. Dalam rangka
membangun koloni-koloni tersebut, muncul berbagai kendala seperti serangan
dari bangsa asli, pemberontakan-pemberontakan, cuaca yang kurang cocok
bagi bangsa Eropa serta hambatan-hambatan lain. Dalam menghadapinya,
pemerintahan kolonial negara Eropa berusaha mencari-cari kelemahan suku
asli untuk kemudian menaklukannya. Untuk itulah mereka mulai mempelajari
bahan-bahan etnografi tentang suku-suku bangsa di luar Eropa, mempelajari
kebudayaan dan kebiasaannya, untuk kepentingan pemerintah kolonial.
4. Fase Keempat (setelah tahun 1930-an)
Pada fase ini, Antropologi berkembang secara pesat. Kebudayaan-kebudayaan
suku bangsa asli yang di jajah bangsa Eropa, mulai hilang akibat terpengaruh
kebudayaan bangsa Eropa.
Pada masa ini pula terjadi sebuah perang besar di Eropa, Perang Dunia II.
Perang ini membawa banyak perubahan dalam kehidupan manusia dan
membawa sebagian besar negara-negara di dunia kepada kehancuran total.
Kehancuran

itu

menghasilkan

kemiskinan,

kesenjangan

sosial,

dan

kesengsaraan yang tak berujung.


Namun pada saat itu juga, muncul semangat nasionalisme bangsa-bangsa
yang dijajah Eropa untuk keluar dari belenggu penjajahan. Sebagian dari
bangsa-bangsa tersebut berhasil mereka. Namun banyak masyarakatnya yang
masih memendam dendam terhadap bangsa Eropa yang telah menjajah
mereka selama bertahun-tahun.
Proses-proses perubahan tersebut menyebabkan perhatian ilmu antropologi
tidak lagi ditujukan kepada penduduk pedesaan di luar Eropa, tetapi juga
kepada suku bangsa di daerah pedalaman Eropa seperti suku bangsa Soami,
Flam dan Lapp.

Dalam kenyataannya, Antropologi mempelajari semua mahluk manusia


yang pernah hidup pada semua waktu dan semua tempat yang ada di muka bumi
ini. Mahluk manusia ini hanyalah satu dari sekian banyak bentuk mahluk hidup
yang ada di bumi ini yang diperkirakan muncul lebih dari 4 milyar tahun yang
lalu.
Antropologi bukanlah satu satunya ilmu yang mempelajari manusia. Ilmuilmu lain seperti ilmu Politik yang mempelajari kehidupan politik manusia, ilmu
Ekonomi yang mempelajari ekonomi manusia atau ilmu Fisiologi yang
mempelajari tubuh manusia dan masih banyak lagi ilmuilmu lain, juga
mempelajari manusia. Tetapi ilmu-ilmu ini tidak mempelajari atau melihat
manusia secara menyeluruh atau dalam ilmu Antropologi disebut dengan
Holistik, seperti yang dilakukan oleh Antropologi. Antropologi berusaha untuk
melihat segala aspek dari diri mahluk manusia pada semua waktu dan di semua
tempat, seperti: Apa yang secara umum dimiliki oleh semua manusia? Dalam hal
apa saja mereka itu berbeda? Mengapa mereka bertingkah-laku seperti itu? Ini
semua adalah beberapa contoh pertanyaan mendasar dalam studi-studi
Antropologi.
C. Lahirnya Ilmu Antropologi
Antropologi adalah suatu ilmu sosial yang pemaparannya mengenai sejarah
pembentukan antropologi tetap penting dibicarakan. Kebanyakan antropolog
sependapat bahwa antropologi muncul sebagai suatu cabang keilmuan yang jelas
batasannya pada sekitar pertengahan abad kesembilan belas, tatkala perhatian orang
pada evolusi manusia berkembang. Setiap antropolog dan ahli sejarah memiliki alas
an sendiri-sendiri untuk menetukan kapan antropologi dimulai. Dari sudut pandang
"sejarah gagasan", tulisan-tulisan filsuf, dan peziarah Yunani, sejarawan Arab kuno,
peziarah Eropa kuno, maupun masa renaisans, dan filsuf, ahli hukum, ilmuwan
berbagai bidang dari Eropa, semuanya bisa dianggap pendorong bagi dibangunnya
tradisi antropologi.

Sebagai contoh, Alan Bernand (2000) berpendapat bahwa kelahiran


antropologi adalah ketika konsep "kontrak sosial" lahir, dan persepsi mengenai
hakikat manusia, masyarakat dan keanekaragaman kebudayaan tumbuh dari konsep
"kontrak sosial" tersebut. Gagasan ini dalam beberapa hal adalah pelopor dalam teori
evolusi.
Perdebatan pada abad ke 18 mengenai asal usul bahasa dan mengenai
hubungan antara manusia dengan apa yang kita sebut primate yang lebih tinggi juga
relevan, seperti halnya perdeatan pada abad ke 19 antara poligenis (keyakinan bahwa
setiap 'ras' mempunyai asal usul terpisah) dan monogenis (keyakinan bahwa manusia
memiliki asal usul keturunan yang sama, dari adam atau dari makhluk yang disebut
dengan kera). Gagasan demikian itu tidak hanya penting sebagai fakta sejarah, tetapi
juga karena gagasan itu membentuk persepsi antropologi modern mengenai dirinya
sendiri.
Antropologi di Eropa pada abad ke 18 ditandai oleh tiga pertanyaan penting
yang diajukan untuk pertama kali dalam bentuk modern selama masa pencerahan di
Eropa. Pertanyaan itu adalah:
a. Siapa yang mendefenisikan manusia dalam bentuk abstrak?
b. Apa yang membedakan manusia dari binatang?
c. Dan apa kondisi alamiah dari manusia itu?
Dari pertanyaan itu maka munculah ilmuwan dan tokoh-tokoh dalam
pengembangan kehidupan manusia, sehingga disebut dengan ilmu antropologi yang
kita kenal sampai sekarang.
Antropologi pada abad ke 19 dan abad ke 20, berkembang dalam arah yang
lebih sistematik dan menggunakan peralatan metedologi ilmiah. Persoalan paradigma
menjadi semakin penting karena masih mempertanyakan pertanyaanpertanyaan
diatas. Dan samapi saat sekarang ini para ilmuwan dan tokoh-tokoh masih
mengembangkan pemikiran mereka dalam dunia ilmu antropologi ini.

D. Berkembangnya Ilmu Antropologi


Dalam arti tertentu, praktik antropologi dimulai begitu manusia mulai berfikir
tentang masyarakat dan keyakinan-keyakinan mereka, dan secara sadar memutuskan
untuk membandingan diri mereka sendiri dengan masyarakat-masyarakat lain yang
melakukan kontak dengan mereka.
Ahli sejarah Yunani, Herodotus (484-425 SM) menghabiskan bertahun-tahun
untuk melakukan perjalanan di Asia, Mesir dan Yunani, dan menuliskan gambaran
terperinci tentang pakaian, panen, etiket dan ritual dari orang-orang yang ia jumpai.
Ibn Khaldun (13326-1406) adalah seorang ahli politik dan sejarah yang tinggal
beberapa tahun. Ia menghasilkan karya ilmiah yang menakjubkan, karena
mengelompokkan orang-orang yang diamatinya menjadi dua kelompok masyarakat,
yaitu suku Bedouin yang dianggap liar, nomaden serta agresif, dan masyarakt kota
yang menetap, berpendidikan dan kadang-kadang korup, yang menggantungkan
hidup mereka pada pertanian lokal.
Antropologi mengemuka setelah melewati serangkaian perkembangan yang
kompleks, dan saat ini mencakup minat-minat dan bidang-bidang ilmu yang sangat
beragam. Kita akan meninjau beberapa diantaranya untuk memahami bagaimana
antropologi sampai saat pada perkembangannya saat ini.
Setidaknya sejak abad kelima belas, dengan dilengkapinya pe;ayaranpelayaran besar untuk menemukan dan menaklukan wilayah baru, muncul berbagai
perdebatan tentang sifat dan adat istiadat orang-orang biadab yang digambarkan oleh
orang pelaut dan pedagang. Di akhir abad keenam belas sastrawan Perancis, Michael
De Montaigne (1533-1529), memadukan pengetahuannya tentang karya-karya
penulis klasik seperti Xenophon, Lucretius dan virgil dengan penjelajahanpenjelajahan dunia baru.
Selama zaman pertengahan, makhluk didunia dikelompokkan kedalam
beberapa ordo yang statis, diciptakan oleh tuhan yang disebut rantai kehidupan
(chain of being). Pada abad ketujuh belas dan delapan belas 'Rantai' tersebut kerat

teramati dalam kondisi-kondisi yang lebih dinamis. Dengan demikian, kebudayaan


dapat dianggap sebagai kemajuan, dengan masyarakat eropa sebagai titik puncak
perkembangan, baik secara moral maupun cultural.
Antropologi menjadi sebuah subjek akademis yang berdiri sendiri pada abad
kesembilan belas, sebagian besar memusatkan perhatian pada penelitian sifat-sifat
fisik, bahasa dan budaya masyarakat yang belum beradab. Sir Edward Tylor menjadi
dosen antropologi di Oxford pada tahun 1884, maka mulai disinilah antropologi
dikembangkan diberbagai Negara. Hampir disepanjang abad kesembilan belas, status
pasti antropologi mencakup segala hal, mulai dari mengukur bentuk dan ukuran
kepala sampai mengumpulkan artefak untuk mengisi museum-museum dikota-kota
yang kaitannya dengan sains, terutama zoology dan biologi.
Goerge Stocking, seorang ahli antropologi sejarah dari Amerika membedakan
perilaku banyak warga Inggris Victoria dengan masyarakat non Eropa, secara jelas
gambaran yang dimunculkan adalah gambaran seorang yang bukan saja terasing
secara geografis, tapi juga kebalikan dari gambaran ideal dari seorang pria Victoria;
berkulit putih, menarik bersih (sifat ini bisa dikatakan mendekati sifat saleh).
Gagasan itu jelas menggambarkan evolusi budaya, sebuah gagasan yang berhasil
menjadi sebuah teori dominan di abad kesembilan belas.
Gagasan ini didukung oleh hasil penelitian beberapa disiplin ilmu, bukti-bukti
geologi menunjukan bahwa bumi lebih tua daripada yang diungkapkan oleh injil,
sementara penemuan-penemuan arkeologi seperti peralatan yang ditemukan di tanah
berlumpur Denmark dianggap mendukung teori yang menyatakan bahwa umat
manusia telah melewati berturut-turut, zaman-zaman batu, perunggu, dan besi. Para
ilmuwan mulai mencari penjelasan-penjelasan ilmiah dan bukan lagi penjelasan
teologi untuk memahami perbedaan perkambangan antara Negara-negara dengan
peradaban barat dengan masyrakat yang secara teknologi dan budaya dianggap lebih
primitif.

Pada tahun 1896 ahli antropologi Franz Boas (1858-1942) menerbitkan


sebuah makalah yang berjudul The Limitations Of The Comparative Method Of
Anthropology. Dua kalimat terakhir dalam tulisannya mengatakan "sampai saat ini
kita masih terlalu senang tingkah laku aneh yang cerdik. Kerja nyata masih didepan
kita", yang ia maksud dengan kesenangan adalah kesenangan dari banyak ahli
evolusi, yang menurut Boas, riset mereka pada hikikatnya rasis dan hanya ditunjang
oleh sedikit bukti saja.
Banyak karya-karya Boas yang diterima oleh pakar antropologi lainnya,
sehingga mereka melihat tanda-tanda awal perpecahan minat antara para ahli
antropolgi Amerika dan Inggris. Pengikut Boas di Amerika, seperti ilmuwan A.L.
Kroeber (1876-1960) dan R. Lowie (1883-1957) meneruskan dengan melakukan
penelitian sejarah, sekaligus memusatkan perhatian pada analisis budaya.

E. Tokoh-Tokoh Antropologi
Para tokoh antropologi dalam fase pertama dari perkembangannya sudah tentu
belum ada, Karena pada waktu itu belum ada ilmu antropologi. Namun ada
penjelasan tentang manusia dan kebudayaan suku-suku bangsa yang tinggal diluar
benua Eropa. Para pengarang etnografi kuno ada dari berbagai golongan antara lain:
1. Golongan musafir adalah A. Bastian, seorang dokter kapal berbangsa jerman yang
telah keliling ke berbagai benua pada permulaan abad ke-19. diantara catatancatatan perjalanannya mengenai berbagai daerah tertentu di Afrika Barat, India.
Cina, Australia, Kepulauan Osenia, Meksiko, dan Amerika latin. Ia pernah
menulis tiga jilid etnografi mengenai kebudayaan suku-suku bangsa di Indonesia.
2. Golongan penyiar agama Nasrani sangat banyak jumlahnya, cukup disebut
seorang saja sebagai contoh, ialah J.F. Lafitau, seorang pendeta agama Katolik
bangsa perancis yang pernah berkerja di daerah sungai St. Lawrance (Amerika
Utara dan Kanada Timur), sebagai penyiar agama dan menulis sebuah etnografi

10

yang klasik (1724) tentang kebudayaan suku-suku bangsa India yang hidup
didaerah sungai tersebut.
3. Golongan Eksplorasi adalah N.N. Miklukho-Maklai, seorang bangsa Rusia yang
banyak mengenbara di daerah Oseania di Lautan Teduh, dan yang pernah
mengunjungi Papua Nugini dan Irian Jaya.
4. Golongan pemerintah-pemerintah jajahan adalah T.S. Raffles, yang pernah
menjabat sebagai Letnan Gubernur Jendral di Indonesia antara tahun 1811 dan
1815.
5. Tokoh dari sarjana antropologi pada abad ke-19 adalah L.H Morgan, seorang
serjana hokum bangsa Amerika yang berkerja sebagai pengacara.
6. P.W. Schmidt, seorang serjana antropologi berbangsa Austria.
7. Tokoh sarjana antropologi dalam fase perkembangannya yang ketiga adalah B.
Malinowski, yang telah menulis banyak buku antropologi.
8. Tokoh sarjana antropologi dalam fase perkembangannya yang keempat adalah F.
Boas yang mula-mula adalah ahli geografi bangsa jerman, kemudian menjadi
warga Negara Amerika, yang dianggap sebagai tokoh pendekar antropologi pada
masa kejayaannya.
9. Ruth Benedict, Margaret Mead dan R. Linton adalah tokoh antropologi wanita
yang lebih mengarah tentang antropologi psikologi.
10. A.R Radcliffe-Brown adalh tokoh antropologi yang mengembangkan teori-teori
antropologi sinkronik yang kemudian menjadi sub ilmu antropologi social.
11. R. frith adalah tokoh yang menggunakan metode-metode antropologi dalam hal
analisis, yang bisa disebut antropologi terapan.
Banyak sekali tokoh-tokoh yang berperan penting dalam dunia perkembangan
ilmu antropologi, karena antropologi tidak hanya berkembang di Negara-negara
Eropa saja, akan tetapi ilmu ini berkembang ke Negara-negara Asia, Afrika, Amerika
dan lain sebagainya. Sehingga dengan berkembangnya ilmu ini di Negara-negara

11

tersebut banyak tokoh-tokoh yang ikut campur dengan pemikiran-pemikiran mereka


sehingga ilmu antropologi semakin lama semakin luas kajiannya.

F. Cabang-Cabang Antropologi
Dalam buku "Anntropology", William A. Haviland (1985:12) membahas
antropologi yang secara garis besar terdiri empat cabang yaitu:
1. Antropologi Fisik
2. Antropogi Budaya (Arkeologi, Linguistik, dan Etnologi).
Dari keempat bagian tersebut Haviland kemudian menjabarkannya ke dalam
berbagai bagian yang meliputi; Evolusi Biologi Umat Manusia, Evolusi Kultural
Uma Manusia, serta Kebudayaan dengan segala macam aspeknya seperti
komunikasi, pengasuhan anak, poa pengidupan, sistem perekonomian, perkawinan
dan keluarga, kekerabatan dan keturunan, organisasi politik dan pengendalian social,
agama, kesenian, dan perubahan kebudayaan.
Antropologi Fisik
Antropologi fisik (antropologi ragawi) adalah bagian dari antropologi yang
memusatkan perhatiannya kepada manusia sebagai organisme biologis yang
berkembang dan hendak ditentukan bagaimana dan apa sebabnya bangsa-bangsa
berbeda menurut keadaan fisiknya. Salah satu yang menjadi perhatian antropologi
fisik adalah evolusi manusia (Haviland, 1985:12 dan Ihromi, 1994:5). Dua
pertanyaan yang menyolok dari cabang antropolohgi fisik adalah:
a. Tentang munculnya manusia, dan perkembangannya kemudian (paleontology
manusia)
b. Mengenai bagaimana dan apa sebabnya manusia masa kini secara biologis
berbeda (variasi manusia)

12

Antropologi Budaya
Antropologi budaya meliputi etnologi, linguistic, dan arkeologi. Yang
ketiganya berhubungan langsung dengan kebudayaan manusia. Berikut kan di bahas
satu persatu:
a. Etnologi
Atau dikenal dengan ilmu bangsa-bangsa. Etnologi menurut Haviland (1985:17)
adalah cabang dari antropologi budaya yang memusatkan perhatian terhadap
kebudayaan-kebudayaan zaman sekarang. Sub disiplin ini lebih mengkhususkan diri
kepada prilaku manusia sebagaimana yang dapat disaksikan, dialami, dan
didiskusikannya dengan orang-orang yang kebudayaannnya hendak dipahami.
Sementara itu, menurut Ihromi (1994:10) berpendapat bahwa seorang ahli etnologi
berusaha memahami bagaimana perbedaan dari cara berpikir dan cara berlaku yang
sudah membaku pada orang-orang masa sekarang dan masa lalu, serta memahami
sebab-sebab dari perbedaan itu. Dengan kata lain etnologi mempelajari pola-pola
kelakuan seperti adat istiadat perkawinan, struktur kekerabatan, sistem politik dan
ekonomi, agama, cerita-cerita rakyat, kesenian dan musik.
Serta bagaimana perbedaan diantara pola-pla itu dalam berbagai masyarakat
masa kini. Selain itu etnologi juga mempelajari dinamika kebudayaan tersebut dan
kebudayaan lain saling mempengaruhi termasuk juga interaksi antara berbagai
kepercayaan dan cara-cara melaksanakannya di dalam suatu kebudayaan dan
pengaruhnya terhadap kepribadian seseorang.
b. Linguistik
Linguistik

adalah

ilmu

yang

mempelajari

bahasa-bahasa. Sebagai ilmu

pengetahuan, ilmu tentang bahasa ini agak lebih tua dibandingkan dengan
antropologi. Kedua disiplin tersebut menjadi amat erat hubungannya, karena ketika
para ahli antropologi melakukan penelitian lapangan, mereka meminta bantuan
tenaga-tenaga ahli bahasa untuk mempelajari bahasa-bahasa primitive. Terdapat
perbedaan antara ahli linguistic dengan ahli-ahli bahasa yang lain. Ahli linguistic

13

lebih tertarik pada sejarah dan struktur bahasa-bahasa yang tidak tertulis. Pusat
perhatian demikian memerlukan tekhnik analisa dan penelitian yang lebih las
jenisnya dibandingkan dengan yang digunakan oleh para ahli bahasa yang lain.
Lebih jauh ahli linguistic juga tertarik untuk mempelajari timbulnya bahasa
selama masa yang lalu dan juga pada variasi bahasa pada masa kini, sehingga dapat
dikatakan bahwa ahli antropologi linguistic mempelajari timbulnya bahasa dan
bagaimana terjadinya variasi dalam bahasa-bahasa selama dalam jangka waktu
berabad-abad. Ketika antropologi linguistic tertarik mengenai bagaimana terjadinya
perbedaan bahasa-bahasa sekarang, khusunya sehubungan dengan konstruksi dan
cara penggunaannya, maka kemudian berkembang cabang ilmu bahasa deskriptif.
Secara rinci, ilmu mengenai konstruksi bahasa disebut ilmu bahasa struktual, dan
ilmu yang mempelajari bagaimana bahasa dipergunakan dalam logat sehari-hari
disebut sosialinguistik atau etnolinguistik.
c. Arkeologi
Arkeologi menurut Havilland (1985:14) adalah cabang antropologi budaya
yang mempelajari benda-benda dengan maksud untuk menggambarkan dan
menerangkan perilaku manusia. Sebagian besar perhatian dipusatkan kepada masa
lampau, karena apa yang tertinggal di masa lampau seringkali hanya berupa benda
dan bukan gagasan. Ahli arkeologi mempelajari alat-alat, tembikar, dan peninggalan
lain yang tahan lama, yang masih ada sebagai warisan dari kebudayaan yang telah
punah. Atau dengan kata lain menurut Ihromi (1994:7) berusaha mengkonstruksikan
dan menyusun kembali cara hidup sehari-hari dan adat istiadat dari bangsa-bangsa
masa prasejarah, serta menelusuri perubahan kebudayaan dan mengajukan
keterengan tentang kemungkinan sebab dari perubahan kebudayaan itu.
Pokok perhatiannya sama dengan ahli sejarah, hanya saja ahli arkeologi
menelusuri masa lalu yang lebih jauh, karena para ahli sejarah hanya mempelajari
kebudayaan yang mempunyai catatan-catatan tertulis dan hanya membatasi diri pada
5.000 tahun terakhir ini.

14

G. Antropologi Sosial-Budaya
Antropologi Sosial-Budaya atau lebih sering disebut Antropologi Budaya
berhubungan dengan apa yang sering disebut dengan Etnologi. Ilmu ini
mempelajari tingkah-laku manusia, baik itu tingkah-laku individu atau tingkah
laku kelompok. Tingkah-laku yang dipelajari disini bukan hanya kegiatan yang
bisa diamati dengan mata saja, tetapi juga apa yang ada dalam pikiran mereka.
Pada manusia, tingkah-laku ini tergantung pada proses pembelajaran. Apa yang
mereka lakukan adalah hasil dari proses belajar yang dilakukan oleh manusia
sepanjang hidupnya disadari atau tidak. Mereka mempelajari bagaimana
bertingkah-laku ini dengan cara mencontoh atau belajar dari generasi diatasnya
dan juga dari lingkungan alam dan sosial yang ada disekelilingnya. Inilah yang
oleh para ahli Antropologi disebut dengan kebudayaan. Kebudayaan dari
kelompok-kelompok manusia, baik itu kelompok kecil maupun kelompok yang
sangat besar inilah yang menjadi objek spesial dari penelitian-penelitian
Antropologi Sosial Budaya. Dalam perkembangannya Antropologi Sosial-Budaya
ini memecah lagi kedalam bentuk-bentuk spesialisasi atau pengkhususan
disesuaikan dengan bidang kajian yang dipelajari atau diteliti. Antroplogi Hukum
yang mempelajari bentuk-bentuk hukum pada kelompok-kelompok masyarakat
atau Antropologi Ekonomi yang mempelajari gejala-gejala serta bentuk-bentuk
perekonomian pada kelompok-kelompok masyarakat adalah dua contoh dari
sekian banyak bentuk spesialasi dalam Antropologi Sosial-Budaya.
Kebudayaan yang dimiliki oleh manusia juga dimiliki dengan cara belajar.
Dia tidak diturunkan secara bilogis atau pewarisan melalui unsur genetis. Hal ini
perlu ditegaskan untuk membedakan perilaku manusia yang digerakan oleh
kebudayaan dengan perilaku mahluk lain yang tingkah-lakunya digerakan oleh
insting.
Ketika baru dilahirkan, semua tingkah laku manusia yang baru lahir
tersebut digerakkan olen insting dan naluri. Insting atau naluri ini tidak termasuk
dalam kebudayaan, tetapi mempengaruhi kebudayaan. Contohnya adalah
kebutuhan akan makan. Makan adalah kebutuhan dasar yang tidak termasuk
dalam kebudayaan. Tetapi bagaimana kebutuhan itu dipenuhi; apa yang dimakan,

15

bagaimana cara memakan adalah bagian dari kebudayaan. Semua manusia perlu
makan,

tetapi

kebudayaan

yang

berbeda

dari

kelompok-kelompoknya

menyebabkan manusia melakukan kegiatan dasar itu dengan cara yang berbeda.
Contohnya adalah cara makan yang berlaku sekarang. Pada masa dulu orang
makan hanya dengan menggunakan tangannya saja, langsung menyuapkan
makanan kedalam mulutnya, tetapi cara tersebut perlahan lahan berubah, manusia
mulai menggunakan alat yang sederhana dari kayu untuk menyendok dan
menyuapkan makanannya dan sekarang alat tersebut dibuat dari banyak bahan.
Begitu juga tempat dimana manusia itu makan. Dulu manusia makan
disembarang tempat, tetapi sekarang ada tempat-tempat khusus dimana makanan
itu dimakan. Hal ini semua terjadi karena manusia mempelajari atau mencontoh
sesuatu yang dilakukan oleh generasi sebelumya atau lingkungan disekitarnya
yang dianggap baik dan berguna dalam hidupnya.
Sebaliknya kelakuan yang didorong oleh insting tidak dipelajari. Semut
semut yang dikatakan bersifat sosial tidak dikatakan memiliki kebudayaan,
walaupun mereka mempunyai tingkah-laku yang teratur. Mereka membagi
pekerjaannya, membuat sarang dan mempunyai pasukan penyerbu yang
semuanya dilakukan tanpa pernah diajari atau tanpa pernah meniru dari semut
yang lain. Pola kelakuan seperti ini diwarisi secara genetis.
H. Pengaruh Budaya Dalam Perkembangan Antropologi
Agar dapat dikatakan sebagai suatu kebudayaan, kebiasaan-kebiasaan
seorang individu harus dimiliki bersama oleh suatu kelompok manusia. Para ahli
Antropologi membatasi diri untuk berpendapat suatu kelompok mempunyai
kebudayaan jika para warganya memiliki secara bersama sejumlah pola-pola
berpikir dan berkelakuan yang sama yang didapat melalui proses belajar.
Suatu kebudayaan dapat dirumuskan sebagai seperangkat kepercayaan,
nilai-nilai dan cara berlaku atau kebiasaan yang dipelajari dan yang dimiliki
bersama oleh para warga dari suatu kelompok masyarakat. Pengertian masyarakat
sendiri dalam Antropologi adalah sekelompok orang yang tinggal di suatu

16

wilayah dan yang memakai suatu bahasa yang biasanya tidak dimengerti oleh
penduduk tetangganya.
Dalam setiap masyarakat, oleh para anggotanya dikembangkan sejumlah
pola-pola budaya yang ideal dan pola-pola ini cenderung diperkuat dengan
adanya pembatasan-pembatasan kebudayaan. Pola-pola kebudayaan yang ideal
itu memuat hal-hal yang oleh sebagian besar dari masyarakat tersebut diakui
sebagai kewajiban yang harus dilakukan dalam keadaan-keadaan tertentu. Polapola inilah yang sering disebut dengan norma-norma, Walaupun kita semua tahu
bahwa tidak semua orang dalam kebudayaannya selalu berbuat seperti apa yang
telah mereka patokkan bersama sebagai hal yang ideal tersebut. Sebab bila para
warga masyarakat selalu mematuhi dan mengikuti norma-norma yang ada pada
masyarakatnya maka tidak akan ada apa yang disebut dengan

pembatasan-

pembatasan kebudayaan. Sebagian dari pola-pola yang ideal tersebut dalam


kenyataannya berbeda dengan perilaku sebenarnya karena pola-pola tersebut
telah dikesampingkan oleh cara-cara yang dibiasakan oleh masyarakat.

17

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Antropologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial yang
mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir
atau muncul berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri
fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa.
Terbentuklah ilmu antropologi dengan melalui beberapa fase. Antropologi lebih
memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam
arti kesatuan masyarakat yang tinggal daerah yang sama, antropologi mirip
seperti sosiologi tetapi pada sosiologi lebih menitik beratkan pada masyarakat
dan kehidupan sosialnya. Perkembangan antropologi terdiri atas 4 tahap yaitu ; 1)
Fase Pertama (Sebelum tahun 1800-an)
Sekitar abad ke-15-16, bangsa-bangsa di Eropa mulai berlomba-lomba untuk
menjelajahi dunia. Mulai dari Afrika, Amerika, Asia, hingga ke Australia.
Dalam penjelajahannya mereka banyak menemukan hal-hal baru. Mereka
juga banyak menjumpai suku-suku yang asing bagi mereka. Kisah-kisah
petualangan dan penemuan mereka kemudian mereka catat di buku harian
ataupun jurnal perjalanan.
Fase Kedua (tahun 1800-an)
Pada fase ini, bahan-bahan etnografi tersebut telah disusun menjadi karangankarangan berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat pada saat itu.
masyarakat dan kebudayaan berevolusi secara perlahan-lahan dan dalam
jangka waktu yang lama. Mereka menganggap bangsa-bangsa selain Eropa
sebagai bangsa-bangsa primitif yang tertinggal, dan menganggap Eropa
sebagai bangsa yang tinggi kebudayaannya
Fase Ketiga (awal abad ke-20)
Pada fase ini, negara-negara di Eropa berlomba-lomba membangun koloni di
benua lain seperti Asia, Amerika, Australia dan Afrika. Dalam rangka
membangun koloni-koloni tersebut, muncul berbagai kendala seperti serangan

18

dari bangsa asli, pemberontakan-pemberontakan, cuaca yang kurang cocok


bagi bangsa Eropa serta hambatan-hambatan lain.
Fase Keempat (setelah tahun 1930-an)
Pada fase ini, Antropologi berkembang secara pesat. Kebudayaan-kebudayaan
suku bangsa asli yang dijajah bangsa Eropa, mulai hilang akibat terpengaruh
kebudayaan bangsa Eropa.
B. Saran
Antropologi sangat besar peranannya dalam perkembangan kehidupan
manusia sehingga diharapkan kepada kita semua untuk selalu mengembangkan
wawasan dan memperdalam pemahaman tentang kehidupan masyarakat yang
berkaitan dengan antropologi.

19

DAFTAR PUSTAKA
Green, E.C 1986 Practicing Development Anthropology. Boulder and London:
Westview
Leonard Seregar. 2002. Antorpologi dan Konsep Kebudayaan. Universitas
Cendrawasih Press. Jayapura.
Masinambow, E.K.M (Ed) 1997 Koentjaraningrat dan Antropologi di Indonesia,
Jakarta: Asosiasi Antropologi Indonesia dan Yayasan Obor Indonesia.

Rhoades, R.E 1986 Breaking New Ground: Agricultural Anthropology. Dalam:


Green Ed.
Suparlan, Pasurdi 1995 Antropologi dalam Pembangunan. Jakarta: UI Press

20

Anda mungkin juga menyukai