Oleh:
UNIVERSITAS JEMBER
2014
1
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
“Pemikiran Filsafat Sejarah Zaman Modern menurut Arnold J. Toynbee“yang merupakan
salah satu dari komponen nilai tugas individu mata kuliah Filsafat Sejarah dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara pada Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas jember.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Drs. Kayan Swastika.M.Si, selaku Dosen pengampu mata kuliah Filsafat Sejarah yang
telah membimbing;
2. Teman-teman yang telah memberi dorongan dan semangat;
3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga penulisan makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca dan memberikan
penjelasan tentang pemikiran filsafat sejarah zaman modern menurut Arnold J. Toynbee.
Makalah ini telah di susun semaksimal mungkin. Untuk itu, saran dan kritik dari pembaca
sangat diharapkan. Atas saran dan kritiknya, penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DARTAR ISI 3
BAB 1. PENDAHULUAN 4
Kesimpulan 13
Daftar Pustaka 14
3
BAB 1
PENDAHULUAN
4
BAB 2
PEMBAHASAN
5
kesatuan. Dalam semangat itu, Toynbee bermaksud mempelajari seluruh peradaban yang
dikenal, yang masih ada maupun yang sudah punah. Dalam sejumlah besar detail sejarah,
menurutnya, sebuah pola bisa diungkap dan diketahui.
6
masyarakat juga tertimpa kematian. Aku sepenuhnya meyakini bahwa kemampuan untuk
melakukan suatu upaya dan masa depan adalah terbuka. Menurut pengamatanku, seluruh
masyarakat manusia pada waktu berbuat kekeliruan dan kebodohan beberapa masa
kemudiannya akan mengalami kemerosotan. Akan tetapi, aku tidak berarti bahwa satu
masyarakat dari semua masyarakat itu benar-benar mengalami keadaan demikian. Inilah
perbedaan esensial antara teoriku dan teori Spengler. Jadi, aku mempunyai sikap tertentu
terhadap kebudayaan Barat, tetapi aku tidak mempunyai sikap yang pesimistis
terhadapnya”(Arnold J. Toynbee, 1961: 235-237).
Demikianlah, kritik Toynbee tentang kelemahan teori Spengler, meskipun ia sendiri
sering sependapat dengan Spengler dalam banyak pendahuluan, khususnya tentang metode
kajian historis mengenai kebudayaan-kebudayan. Toynbee hampir sependapat dengan
Spengler mengenai konsepsi kesatuan kajian historis dari segi bahwa ia merupakan suatu
masyarakat yang terdiri atas berbagai kelompok yang memiliki karakteristik kultural khusus,
tanpa memandang bentuk nasional tempat mereka berafiliasi atau sistem internasional yang
mereka ikuti, yaitu suatu sistem yang pada hakikatnya didasarkan pada kodisi-kondisi
dominasi Barat atas sebagai tipe sistem politik yang berkembang pada zaman modern. Ini
berarti bahwa kesatuan historis, menurutnya, sebagaimana menurut Spengler, bukanlah umat
manusia seluruhnya atau kawasan-kawasan politik atau kesatuan-kesatuan nasional. Ia
merupakan sejumlah kelompok manusia yang kita sebut dengan masyarakat kultural atau
kesatuan kajian historis sesuai dengan karakteristik bersamanya. Dengan demikian, Toynbee
seiring dengan Spengler dalam penolakannya terhadap metode tradisional yang terkenal dari
para sejarawan terdahulu, yaitu suatu metode yang menjadikan kebudayaan Barat sebagai
kutub tetap yang menjadi ukuran kebudayaan-kebudayaan lainnya. Akan tetapi, Toynbee
berpendapat bahwa pola-pola kebudayaan yang dikajinya jumlahnya ada delapan tidak cukup
bisa mengantarkan seseorang pada kesimpulan-kesimpulan ilmiah yang benar. Oleh karena
itu, Toynbee pun berupaya mengkaji lima masyarakat yang ada masa kini, yatu masyarakat
Kristen Barat, masyarakat Kristen Timur (Byzantium), masyarakat India, masyarakat Timur
Jauh, dan masyarakat Islam. Di samping itu, ia juga mengkaji sempalan-sempalan masyarakat
yang telah mati yang tidak jelas kepribadiannya, misalnya saja kaum Yahudi.
Menurut Toynbee, semua masyarakat tumbuh dari masyarakat sebelumnya, yang
menurutnya terdiri atas dua puluh satu masyarakat. Dengan adanya pembagian demikian,
gugurlah kesatuan kebudayaan yang diserukan sejarawan Barat sebelum Toynbee, yang
terpengaruh oleh lingkungan sosial mereka dan keberhasilan kebudayaan Barat secara
internasional di bidang politik dan ekonomi, sehingga membuat banyak sejarawan terbuai
7
oleh keserupaan yang menyesatkan diantara berbagai kebudayaan yang sebenarnya tidak
sesuai dengan corak-corak kultural asli dari segi substansi umum kebudayaan tersebut.
Keberhasilan lahirlah itu, terutama, karena tersebar luasnya sistem-sistem politik dan
ekonomi Barat dalam banyak masyarakat, menimbulkan suatu ide yang keliru, yaitu ide
kesatuan kebudayaan manusia. Menurut ide ini, sejarah manusia mempunyai satu sumber,
yaitu Barat, sedangkan yang lain-lainnya, adalah cabangnya atau tersesat di padang pasir.
Menurut Toynbee, ide yang mendominasi pemikiran banyak sejarawan Barta itu ditegakkan
atas tiga ilusi, yaitu cinta diri yang mendominasi orang-orang Barat, ide Timur yang mandek,
dan pendapat tentang kemajuan sebagai gerak yang membentuk suatu garis yang selalu lurus.
Dari sini, Toynbee menarik kesimpulan tentang perlu dilakukannya penilaian objektif atas
semua kebudayaan tanpa pengunggulan khusus terhadap kebudayaan Barat, seperti saran
Spengler sebelumnya, karena kebudayaan Barat bukanlah merupakan poros kebudayaan-
kebudayaan seperti menurut banyak sejarawan Barat( Moeflih Hasbullah, 2012: 149-151).
Suatu kebudayaan terjadi dan muncul karena adanya tantangan dan jawaban (challenge
and response) antara manusia dengan alam sekitar. Alam sebagai tempat tinggal manusia,
tidak selamanya akan memenuhi kebutuhan manusia. Dan manusia tidak akan selamanya
terlena akan kekayaan alam yang ada tanpa harus diolah dan dilestarikan. Alam akan
memberikan tantangan kepada manusia untuk memberikan pengalaman hidup yang akan
berkembang menjadi suatu kebudayaan. Setelah alam memberi tantangan kepada manusia,
kemudian manusia pun memberi jawaban akan tantangan alam sehingga menimbulkan suatu
kebudayaan. Dalam alam yang baik, manusia berusaha untuk mendirikan suatu kebudayaan
seperti India, Eropa, Tiongkok. Alam yang memiliki kondisi alam seperti iklim yang sesuai
8
dengan kondisi tubuh manusia, sehingga manusia dapat melahirkan suatu kebudayaan yang
setelah itu ditumbuhkembangkan oleh manusia itu sendiri sebagai peradaban yang dapat
memberikan nilai positif bagi alam. Akan tetapi apabila kondisi alam yang tidak baik,
manusia tidak akan bisa mendirikan suatu kebudayaan yang nantinya menjadi sebuah
peradaban. Seperti didaerah yang terlalu dingin atau daerah yang terlalu panas tidak dapat
timbul suatu kebudayaan dikarenakan alamnya tidak bersahabat, sehingga manusia sibuk
untuk mempertahankan hidup tanpa harus memperhatikan kebudayaan apa yang dapat
mereka lahirkan dan wariskan kepada anak cucu mereka.
Dari kondisi alam yang baik sehigga menimbulkan lahirnya kebudayaan, dalam
perkembangan suatu kebudayaan, yang merupakan kejadian yang digerakkan oleh sebagian
kecil dari pihak-pihak kebudayaan itu. Pihak-pihak kebudayaan itu adalah suatu kelompok
manusia yang menjadi sebuah masyarakat. Suatu kelompok dalam jumlah kecil (minority) itu
menciptakan kebudayaan dari jawaban yang diberikan dan tantangan alam, kemudian ditiru
oleh sebagian besar masyarakat (mayority). Suatu kebudayaan dikembangkan oleh minority
yang kuat dan dapat menciptakan suatu kebudayaan. Suatu kelompok kecil (minority) yang
kuat mengembangkan kebudayaan dengan menyebarkan kebudayaan dan mempengaruhi
masyarrakat untuk meniru kebudayaan yang telah diciptakan minority.
9
disintegration of civilization dan dissolution of civilization. Akan tetapi umumnya tidak
berhasil.
Jika kita melihat pendapat Toynbee diatas mengenai gerak sejarah dapat disimpulkan
bahwa pada gerak sejarah menurut pandangan Toynbee adalah bentuk hukum Fatum-Cyklus
dalam wujud bentuk modern. Karena pandangan dari Toynbee, tidak hanya memperhatikan
gerak dari proses sejarah saja, akan tetapi juga memperhatikan bagaimana awal kejadian dan
kebudayaan, kemudian berkembang dan akhirnya mundur dan hilang. Dan juga meperhatikan
waktu yang dibutuhkan kebudayaan untuk timbul, berkembang, dan mundur. Ini dibuktikan
dalam penelitian Toynbee misalnya tentang kebudayaan Tiongkok-kuno yang menjelaskan,
antara Break Down (merosot), disintegration (hancur), Dissolution (lenyap) suatu
kebudayaan tidak berlangsung dengan cepat yaitu terbentang masa 2000 tahun yang masa itu
disebut masa pembatuan (petrification).
Setelah melihat pola gerak sejarah yang berbentuk hukum fatum-cylus dalam wujud
bentuk modern, yang pada masa breakdown (merosot) sebelum masa disintegrasi timbul,
sering terdapat suatu usaha untuk menghentikan kehancuran. Usaha itu dipimpin oleh jiwa-
jiwa besar yang bertindak seolah-olah sebagai Al-Masih. Akan tetapi perjuangan tersebut
tidak berhasil.
Suatu usaha yang dilakukan untuk menghentikan keruntuhan suatu kebudayaan yang
mungkin berhasil ialah penggantian dari segala norma-norma kebudayaan dengan norma-
10
norma ketuhanan. Maka dengan penggantian itu tampaklah bahwa arah dan tujuan gerak
sejarah menurut pandangan Toynbee ialah kehidupan ketuhanan.
Kehidupan ketuhanan yang merupakan arah gerak sejarah, dengan tujuan untuk meraih
kesempurnaan yaitu menuju ke kerajaan Allah (menurut paham Protestan) dengan
mengetahui kehendak Allah dan wujud daripada kehendak itu dalam sejarah agar dapat lebih
mencintai Tuhan. Dan jika kita melihat dari pandangan Ibnu Khaldun yang menentukan arah
gerak sejarah yaitu ke arah kemajuan dan kesempurnaan. Dan ketika kita hubungkan antara
pandangan Toynbee dan Ibnu Khaldun, keduanya sama-sama memiliki tujuan untuk menuju
ke arah kesempurnaan dengan apa yang menjadikan manusia lebih baik sesuai kehendak
Allah. Akibat dari penelitian Toynbee adalah tiada hukum yang pasti dan lingkaran-lingkaran
tertentu melalui mana haruslah bersatu. Dan Toynbee berusaha menjawab pertanyaan tentang
tujuan gerak sejarah yaitu filsuf yang benar adalah seorang sejarahwan yang terpelajar dalam
studi empiris dan yang didasarkan juga atas keyakinan religius sejati (David Richardson,
dalam Tamburata, 1999: 69)
Dari penjelasan diatas, dari pandangan Toynbee tentang pola gerak sejarah dan
tujuannya, jelaslah bahwa penggerak dari gerak sejarah menurut pandangan Toynbee adalah:
a. Tuhan, sebagai pencipta dari alam dan manusia
Tuhan yang merupakan pencipta alam dan manusia, yang manusia mengetahui
kehendak dan wujud dari kehendak-Nya yang menjadi tujuan dari manusia untuk menuju
kehidupan ketuhanan. Tuhan yang bersemayam di kerajaan-Nya yang berkehendak untuk
menjadikan manusia menjadi sempurna dan lebih baik. Hal ini sama dengan ajaran Jawa
yaitu ”Manunggaling Kaula Gusti”, yang menghendaki manusia untuk menjadi lebih baik
untuk menjadi sempurna dan kembali ke sisi Tuhan.
Alam sebagai tempat tinggal manusia yang memberikan tantangan, kemudian manusia
menjawabnya dengan menciptakan suatu kebudayaan yang baik untuk alam. Alam tidak
selalu memberi kondisi yang baik, akan tetapi juga memberikan manusia yang tidak baik,
sehingga kebudayaan tidak akan muncul.
11
Manusia sebagai pencipta kebudayaan yang merupakan penggerak utama dari gerak
sejarah, karena manusialah yang menentukan arah dan tujuan dari gerak sejarah sehingga
kekuatan yang ada dalam manusia menjadi faktor dari timbul dan tenggelamnya kebudayaan
yang merupakan wujud dari gerak sejarah. Jadi tiga penggerak ini dapat saling berhubungan
menjadi unsur dari gerak sejarah.
12
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Teori Toynbee didasarkan atas penyelidikan 21 kebudayaan yang sempurna dan 9
kebudayaan yang kurang sempurna.kerajaan sempurna umpamanya yaitu Junani, Romawi,
Maya dan yang tidak sempurna antara lain : Sparta, Eskimo, Polynesia, Turki.
Apabila minoritas menjadi lemah dan kehilangan daya menciptakan , maka tantangan
dari alam tak dapat menjawab lagi. Minority mennyerah, mundur, dan pertumbuhan yang
tidak terdapat lagi. Apabila keadaan sudah memuncak seperti itu, mak keruntuhan mulai
tampak. Keruntuhan itu terjadi dalam tiga masa yaitu:
a. kekerosotan kebudayaan.
b. Kehancuran kebudayaan.
c. Lenyapnya kebudayaan.
Dengan demikian jelaslah bahwa garis besar daripada teori Toynbee garis besarnya
mirip dengan tafsiran Santo Augustinus. Akhir dari gerakan sejarah pun sama juga; Citivitas
Dei.
13
Daftar Pustaka
Tamburaka, Rustam E. (1999). Pengantar Ilmu Sejarah, Teori Fillsafat Sejarah, Sejarah
Filsafat dan Iptek.Jakarta: PT RINEKA CIPTA
http://jurnal-sejarah.blogspot.com/2012/09/filsafat-sejarah.html
http://deviciptyasari.blogspot.com/2013/11/filsafat-sejarah-arnold-j-toynbee-1889.html
14