Anda di halaman 1dari 4

MASA TRANSISI

ORDE LAMA-ORDE BARU

Oleh : Safari Hasan

1. Istilah Kunci
a. Demokrasi terpimpin; adalah sebuah sistem demokrasi dimana seluruh keputusan serta
pemikiran berpusat pada pemimpin negara, yaitu Presiden Soekarno.
b. Orde lama adalah masa masa kepemimpinan Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno sejak
Dekrit Presiden pada Juli 1959 hingga tahun 1966. Sedangkan, orde baru adalah masa masa
kepemimpinan Presiden kedua Indonesia sekaligus merupakan presiden Indonesia terlama
yang berkuasa, Jenderal Suharto sejak keputusan pada Sidang Umum MPRS (Tap MPRS No
XLIV/MPRS/1968) pada 27 Maret 1968 hingga reformasi tahun 1998. Diantara 2 masa yang
sangat menarik dan berpengaruh pada sejarah Bangsa Indonesia itu terdapat sebuah masa
yang sangat menarik untuk dibahas dan penuh dengan kontroversi. Masa itu berlangsung
sejak G30S/PKI dimana terjadi pembunuhan Dewan Jenderal hingga Sidang Umum MPRS
pada 27 Maret 1968 yang memutuskan bahwa Jenderal Suharto diangkat menjadi Presiden
kedua Indonesia menggantikan Ir. Soekarno yang lengser setelah pidato
pertanggungjawabannya yang berjudul “Nawaksara” ditolak oleh MPRS
c. Orde Baru; adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde
Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru
hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno
pada masa Orde Lama.Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998.

I. LAHIRNYA KESATUAN-KESATUAN AKSI

Sejak gagalnya kudeta G 30 S/PKI pada tahun 1965 sampai awal tahun 1966, pemerintah
tidak segera melaksanakan penyelesaian politik terhadap tokoh-tokoh G 30 S/PKI. Hal ini
menimbulkan ketidaksabaran rakyat, karena bertentangan dengan rasa keadilan. Keadaan berlarut-
larut serta menjurus timbulnya krisis kepemimpinan nasional, mahasiswa, pemuda, pelajar, partai-
partai politik maupun organisasi massa mengutuk pemberontakan G 30 S/ PKI dan menuntut agar PKI
segera dibubarkan.

Pada tanggal 25 Oktober 1965 mahasiswa Indonesia membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa
Indonesia (KAMI). Berdirinya KAMI segera diikuti oleh kesatuan-kesatuan aksi yang lain seperti
berikut.

1. Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI)

2. Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI)

3. Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI)

4. Kesatuan Aksi Wanita Indonesia ( KAWI)

5. Kesatuan Aksi Buruh Indonesia (KABI)


6. Kesatuan Aksi Guru Indonesia (KAGI)

Dalam rangka meningkatkan kegiatannya, KAMI dan KAPPI beserta partai-partai politik dan organisasi
massa lainnya mendirikan Front Pancasila.

II. TRI TUNTUTAN RAKYAT/TRITURA

Pada tanggal 12 Januari 1966 kesatuan-kesatuan aksi mengajukan tiga tuntutan kepada
pemerintah yang disebut Tri Tuntutan Rakyat (Tritura).

Adapun isi Tritura adalah sebagai berikut.

1. Bubarkan PKI dan ormas-ormasnya

2. Bersihkan Kabinet Dwikora dari unsur-unsur G 30 S/PKI

3. Turunkan harga barang atau perbaikan ekonomi

Aksi-aksi mahasiswa masih berjalan terus. Pada tanggal 22 Februari 1966, Presiden Sukarno
mengadakan perombakan Kabinet Dwikora dengan nama Kabinet Dwikora yang Disempurnakan atau
Kabinet Seratus Menteri.

Menjelang pelantikan para menteri Kabinet Dwikora dengan nama Kabinet Dwikora yang
Disempurnakan, demonstrasi mahasiswa semakin meningkat. pada tanggal 24 Februari 1966 pada
saat pelantikan para menteri kabinet baru, KAMI melakukan aksi mengempeskan ban-ban mobil di
jalan raya terutama di depan Istana Merdeka, sehingga lau lintas praktis berhenti.

Dalam demonstrasi itu seorang mahasiswa Universitas Indonesia yang bernama Arif Rahman
Hakim gugur terkena tembakan. Arif Rahman Hakim mendapat julukan sebagai menjadi Pahlawan
Ampera. Sehari setelah insiden tersebut KAMI dibubarkan, namun pembubaran KAMI tersebut
ternyata tidak memulihkan kewibawaan pemerintah dan tidak juga menghentikan aksi-aksi
menuntut pelaksanaan Tritura.

III. SUPERSEMAR

Surat Perintah Sebelas Maret atau Surat Perintah 11 Maret yang disingkat menjadi
Supersemar adalah surat perintah yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia Soekarno
pada tanggal 11 Maret 1966.

Surat ini berisi perintah yang menginstruksikan Soeharto, selaku Panglima Komando Operasi
Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu
untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu.

Surat Perintah Sebelas Maret ini adalah versi yang dikeluarkan dari Markas Besar Angkatan Darat
(AD) yang juga tercatat dalam buku-buku sejarah. Sebagian kalangan sejarawan Indonesia
mengatakan bahwa terdapat berbagai versi Supersemar sehingga masih ditelusuri naskah
supersemar yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno di Istana Bogor.
Menurut versi resmi, awalnya keluarnya supersemar terjadi ketika pada tanggal 11 Maret 1966,
Presiden Soekarno mengadakan sidang pelantikan Kabinet Dwikora yang disempurnakan yang
dikenal dengan nama "kabinet 100 menteri". Pada saat sidang dimulai, Brigadir Jendral Sabur sebagai
panglima pasukan pengawal presiden' Tjakrabirawa melaporkan bahwa banyak "pasukan liar" atau
"pasukan tak dikenal" yang belakangan diketahui adalah Pasukan Kostrad dibawah pimpinan Mayor
Jendral Kemal Idris yang bertugas menahan orang-orang yang berada di Kabinet yang diduga terlibat
G-30-S di antaranya adalah Wakil Perdana Menteri I Soebandrio.

Berdasarkan laporan tersebut, Presiden bersama Wakil perdana Menteri I Soebandrio dan Wakil
Perdana Menteri III Chaerul Saleh berangkat ke Bogor dengan helikopter yang sudah disiapkan.
Sementara Sidang akhirnya ditutup oleh Wakil Perdana Menteri II Dr.J. Leimena yang kemudian
menyusul ke Bogor.

Situasi ini dilaporkan kepada Mayor Jendral Soeharto (yang kemudian menjadi Presiden
menggantikan Soekarno) yang pada saat itu selaku Panglima Angkatan Darat menggantikan Letnan
Jendral Ahmad Yani yang gugur akibat peristiwa G-30-S/PKI itu. Mayor Jendral (Mayjend) Soeharto
saat itu tidak menghadiri sidang kabinet karena sakit. (Sebagian kalangan menilai ketidakhadiran
Soeharto dalam sidang kabinet dianggap sebagai sekenario Soeharto untuk menunggu situasi. Sebab
dianggap sebagai sebuah kejanggalan).

Mayor Jendral Soeharto mengutus tiga orang perwira tinggi (AD) ke Bogor untuk menemui
Presiden Soekarno di Istana Bogor yakni Brigadir Jendral M. Jusuf, Brigadir Jendral Amirmachmud
dan Brigadir Jendral Basuki Rahmat. Setibanya di Istana Bogor, pada malam hari, terjadi pembicaraan
antara tiga perwira tinggi AD dengan Presiden Soekarno mengenai situasi yang terjadi dan ketiga
perwira tersebut menyatakan bahwa Mayjend Soeharto mampu mengendalikan situasi dan
memulihkan keamanan bila diberikan surat tugas atau surat kuasa yang memberikan kewenangan
kepadanya untuk mengambil tindakan. Menurut Jendral (purn) M Jusuf, pembicaraan dengan
Presiden Soekarno hingga pukul 20.30 malam.

Presiden Soekarno setuju untuk itu dan dibuatlah surat perintah yang dikenal sebagai Surat
Perintah Sebelas Maret yang populer dikenal sebagai Supersemar yang ditujukan kepada Mayjend
Soeharto selaku panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan yang perlu untuk memulihkan
keamanan dan ketertiban.

Surat Supersemar tersebut tiba di Jakarta pada tanggal 12 Maret 1966 pukul 01.00 waktu
setempat yang dibawa oleh Sekretaris Markas Besar AD Brigjen Budiono. Hal tersebut berdasarkan
penuturan Sudharmono, dimana saat itu ia menerima telpon dari Mayjend Sutjipto, Ketua G-5 KOTI,
11 Maret 1966 sekitar pukul 10 malam. Sutjipto meminta agar konsep tentang pembubaran PKI
disiapkan dan harus selesai malam itu juga. Permintaan itu atas perintah Pangkopkamtib yang dijabat
oleh Mayjend Soeharto. Bahkan Sudharmono sempat berdebat dengan Moerdiono mengenai dasar
hukum teks tersebut sampai Supersemar itu tiba.

Setelah Supersemar ada beberapa peristiwa penting diantaranya:

a. 12 Maret 1966, Dengan memegang Supersemar, Soeharto mengumumkan pembubaran PKI


dan menyatakannya sebagai organisasi terlarang
b. 22 Februari 1967, Soeharto menerima penyerahan kekuasaan pemerintahan dari presiden
Soekarno
c. 7 Maret 1967, Melalui sidang istimewa MPRS, Soeharto ditunjuka sebagai pejabat presiden
sampai terpilihnya presiden oleh MPR hasil pemilu
d. 12 Maret 1967, Jenderal Soeharto dilantik menjadi presiden Indonesia kedua sekaligus
menjadi masa awal mula lahirnya era orde baru

Supersemar2

Anda mungkin juga menyukai