Anda di halaman 1dari 4

Pemikiran Politik

(Montesquieu dan Liberalisme Klasik)

Montesquieu

Montesquieu merupakan salah satu pemikir yang memengaruhi pemikiran politik di dunia.
Ia dikenal sebagai pencetus Trias Politica meskipun gagasan itu sebenarnya merupakan bentuk
penyempurnaan dari gagasan serupa yang sudah dikemukakan sebelumnya oleh John Locke.
Dalam pemikirannya Montesquieu memandang pentingnya konstitusi yang dapat menyelamatkan
negara dari kehancuran apapun bentuk negaranya. Ia dipengaruhi oleh Polybius dalam hal ini.
Montesquieu juga meyakini sejarah merupakan proses keterputusan bukan kesinambungan dan
berlawanan dengan Machiavelli ia berpandangan bahwa sejarah itu ditentukan oleh individu-
individu. Meski ia mengakui orang-orang besar yang memberikan kontribusi terhadap
pembentukan lembaga-lembaga sosial, politik dan militer namun pada perkembangannya individu
hasil bentukan lembaga-lembaga itulah yang akan memengaruhi jalannya sejarah.

Dalam pandanganya tentang negara, Montesquieu memandang bahwa kekuasaan negara


haruslah dibatasi agar dapat mewujudkan kebebasan bagi rakyat dan menghindari tirani. Dalam
hal ini Montesquieu menyempurnakan gagasan Trias Politica dari John Locke. Ia membagi
kekuasaan negara menjadi legislatif, eksekutif dan yudikatif. Sebagaimana Locke, Montesquieu
juga menempatkan legislatif sebagai lembaga tertinggi yang merupakan representasi kedaulatan
rakyat. Menurut Montesquieu dewan rakyat merupakan sebuah mediator rakyat dan penguasa serta
komunikator dan aggregator dari aspirasi dan kepentingan umum. Namun Montesquieu sekalipun
mendukung kedaulatan rakyat tapi tidak menolak kekuasaan aristokrasi. Menurutnya kaum
aristocrat (bangsawan) juga harus memiliki perwakilan dalam dewan rakyat agar kedaulatan rakyat
dapat berjalan seutuhnya. Pandangan ini yang menginspirasi konsep bicameral dalam parlemen
antara House of Commons dan House of Lords. Trias Politica ini dimaksudkan juga oleh
Montesquieu sebagai penegasan kedaulatan rakyat dan penentangannya terhadap teori kedaulatan
Tuhan.

Montesquieu juga menekankan pentingnya hukum atau konstitusi bagi sebuah negara.
Hukum haruslah diterapkan dengan baik agar negara dapat berjalan secara efektif untuk itulah
Montesquieu juga menempatkan kekuasaan yudikatif sebagai poin penting dalam trias politicanya.
Pemisahan kekuasaan yudikatif dari kekuasaan lainnya menurutnya juga berperan untuk mencegah
terjadinya sentralisasi kekuasaan dan penghancuran kemerdekaan rakyat. Sebab akan menjadi
sangat tidak masuk akal apabila kekuasaan legislatif yang membuat undang-undang juga memiliki
hak untuk menghakimi atau kekuasaan eksekutif yang menjalankan undang-undang juga memiliki
hak demikian. Hasilnya tentu penerapan hukum akan kacau dan bias kepentingan dan tidak
berjalan efektif.

Dalam mengklasifikasikan bentuk negara, Montesquieu juga dipengaruhi Aristoteles


dalam pendefinisian negara terbaik dan bentuk negara terburuk serta penyebab kemunduran
negara. Ia mengklasifikasikan negara dalam tiga bentuk yaitu Republik, Monarki dan Depotis.
Republik merupakan bentuk negara terbaik menurut Montesquieu dimana kedaulatan rakyat
tercermin dalam pemberian mandate oleh rakyat pada penguasa negara. Dalam negara republic,
menurutnya juga terdapat kebajikan yang utama. Kebajikan itu tidak berarti moralitas namun
semangat untuk mematuhi hukum negara dan mewujudkan kesejahteraan umum. Namun Republik
dapat mengalami kehancuran yang disebabkan oleh kebebasan yang berlebihan. Rakyat merasa
lebih tahu sebagai pemegang kedaulatan dan memandang dirinya sederajat dengan pemerintah
sehingga berhak mendebat pemerintah secara semena-mena, memaksakan kehendak pada
pemerintah dan merasa mampu mengatur dirinya sendiri. Hal ini menyebabkan negara Republik
melemah dan akhirnya hancur dari dalam akibat kebebasan yang tidak terkontrol. Monarki adalah
bentuk negara yang baik juga menurut Montesquieu. Menurutnya prinsip dasar dari monarki
adalah memelihara rasa hormat yang tergambar dalam etika aristocrat (kebangsawanan). Menurut
Montesquieu kekuasaan monarki selama penguasa mematuhi hukum, memperhatikan rakyat dan
memelihara etika kehormatan maka sah-sah saja meskipun dalam pemerintahan monarki
umumnya kesenjangan sosial akan lebih tampak antara golongan penguasa (bangsawan) dan
rakyat biasa namun menurut Montesquieu itu juga merupakan produk alamiah. Kehancuran
monarki digambarkan Montesquieu disebabkan karena rusaknya moral dan hilangnya etika
kehormatan dikalangan bangsawan. Hukum menjadi tidak terlaksana dengan baik dan para
pangeran ingin mengatur dirinya sendiri diluar lingkup kekuasaan pusat. Hal lainnya juga
disebabkan karena adanya upaya mengganti tatanan tradisional yang sudah baku serta berubahnya
orientasi kekuasaan raja menjadi sewenang-wenang. Terakhir adalah bentuk despotic. Despotik
merupakan pemerintahan satu orang yang berkuasa mutlak dan menurut Montesquieu adalah
bentuk negara terburuk. Despotisme digambarkan seperti bentuk negara Leviathan dalam
pandangan Thomas Hobbes yang mana lembaga politik adalah lembaga yang keras dan
menakutkan. Menurut Montesquieu satu-satunya alat kontrol bagi penguasa despotic adalah
agama dimana para despot umumnya akan berusaha untuk tidak melanggar nilai-nilai dan
ketetapan agama. Montesquieu menggambarkan despotisme sebagai konsep yang berlaku di
negara-negara Asia namun pandangan ini dikritik sebab dinilai Montesquieu tidak memahami
benar hakikat negara-negara Asia tersebut. Despotsime menurut Montesquie akan hancur karena
penguasa semakin berlebihan menggunakan kekuasaannya dan menindas rakyat. Montesquieu
juga menolak pandangan Enlighted Despotism (Despotik yang tercerahkan) yang cukup populer
dimasanya yang tercermin dari tindakan beberapa penguasa absolut Eropa yang berhasil membawa
negaranya menuju puncak kejayaannya seperti Louis XIV dari Prancis dan Freidrich II Agung dari
Prusia.

Pandangan Montesquieu terhadap agama dapat dinilai pesimis. Ia memandang agama


sebagai sumber daripada kelahiran despotisme dalam segala hal baik dalam politik maupun
hubungan sosial. Montesquieu menyerang Katolik mengkritik Paus sebagai tukang sulap yang
menyulap hal-hal yang salah menjadi benar seperti dicontohkannya dengan membuat masyarakat
percaya pada dokrin-dokrin keagamaan. Montesquieu juga menyerang Islam dengan
menggambarkannya sebagai agama yang mengizinkan pemeliharaan harem dan menyebabkan
terjadinya despotism dalam hubungan seksual. Ia juga memandang pengikut kedua agama tersebut
yang selalu mempasrahkan diri sebagai penganut konsep fatalism karena menolak aktif dalam
kehidupan mereka. Kritiknya terhadap agama ini juga dituangkannya dalam karyanya yang
berjudul Surat-surat dari Persia.

Liberalisme Klasik

Liberalisme Klasik merupakan paham yang berkembang di Eropa pada era Renaissance
yang mana paham ini menekankan pada pentingnya konsep kebebasan individu dan pembatasan
kekuasaan negara. Liberalisme Klasik mengambil inspirasi dari tokoh-tokoh seperti John Locke
yang menegaskan pentingnya negara menjamin hak-hak individu dan meminimalisir peranan
negara dalam kehidupan masyarakat. Kaum Liberal klasik memandang negara sebagai sesuatu hal
yang buruk dan mengancam kebebasan individu namun menurut mereka negara sekalipun buruk
juga tetap diperlukan untuk memastikan kontrak-kontrak sosial dapat dijalankan dengan baik.
Karenanya dalam paham Liberalisme Klasik, negara dikosntruksikan sebagai Nightwatch State
yang memiliki peran yang sangat minimal dalam masyarakat. Dalam segi ekonomi pun
Liberalisme Klasik menentang intervensi negara dan menyerahkan mekanisme ekonomi
seutuhnya pada mekanisme pasar yang disebut laissez faire karena dipandang lebih dapat
menjamin kemakmuran dan merangsang individu-individu untuk lebih dapat bekerja keras.

Anda mungkin juga menyukai