Anda di halaman 1dari 3

TUGAS PEMBELAJARAN PKN di SD

Nama : IMELDA
NIM : 856631719
Semester : 1 (Satu)
Mata Kuliah : Pembelajaran PKN di SD
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Dosen Pembimbing : Sri Wahyuningsi, S.H, M.H

1. Demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana semua warga negaranya memiliki hak
yang sama untuk pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka.
Demokrasi mengizinkan warga negara ikut serta—baik secara langsung atau melalui
perwakilan—dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum.
Kedaulatan Rakyat mengandung makna bahwa kekuasaan tertinggi ada di tangan
rakyat. Oleh sebab itu, kedaulatan rakyat merupakan hakekat dari demokrasi.
Salah satu tokoh pelopor kedaulatan rakyat (demokrasi) adalah Montesquieu (nama
lengkap Charles-Louis de Secondat, Baron de La Brède et de Montesquieu). Ia adalah
seorang pemikir politik berkebangsaan Prancis yang mendunia.
“Hukum yang baik adalah hukum yang melindungi berbagai kepentingan umum.
Sedangkan tanda dari suatu masyarakat yang bebas adalah semua orang dimungkinkan
untuk mengikuti kecenderungan mereka sendiri selama mereka tidak melanggar
hukum.” Montesquieu
Suatu dasar hukum muncul menurut Montesquieu sebagai hasil kombinasi dari
hakikat dan prinsip-prinsip pemerintahan tertentu. Apa yang disebut hakikat
pemerintahan adalah isi yang membentuk pemerintahan (struktur khusus atau khas dari
pemerintahan). Sedangkan prinsip adalah cara bertindak atau hasrat manusia yang
menggerakkan pemerintahan. Hakikat pemerintahan ada tiga jenis, yaitu republik,
monarki dan despotis (sewenang-wenang). Republik pecah menjadi dua. Apabila
lembaga rakyat memiliki kekuasaan tertinggi disebut demokrasi. Apabila kekuasaan
tertinggi berada di tangan sebagian rakyat disebut aristokrasi. Untuk Negara republik,
prinsip pemerintahan yang mutlak diperlukan adalah keutamaan. Untuk monarki
diminta ilham dari prinsip kehormatan.
Dari kesepakatan tersebut dapat diterangkan kemudian tentang rusaknya suatu
pemerintahan. Rusaknya setiap pemerintahan pada umumnya dimulai dengan rusaknya
prinsip-prinsipnya . Prinsip demokrasi menjadi rusak bukan hanya ketika semangat
menjual padam; tetapi juga ketika rakyat jatuh ke dalam semangat menjual yang
ekstrim dan ketika setiap warga negara merasa senang setingkat dengan mereka yang
telah dipilihnya untuk memerintah. Aristokrasi rusak apabila kekuasaan para
bangsawan menjadi sewenang-wenang. Monarki bobrok ketika kekuatan dirampas oleh
seorang yang egois, narsistis dan menyalahgunakan wewenangnya, situasinya serta
cintanya pada rakyat. Sistem pemerintahan despotis hancur oleh ketidaksempurnaan
yang melekat di dalam dirinya, karena kodratnya sebagai suatu prinsip yang korup.
Oleh karena itu menurut Montesquieu perlu adanya kekerasan. Untuk membebaskan
kekuasaan hanya dapat dilakukan dengan kekuasaan juga, sehingga timbullah gagasan
bahwa dalam sebuah Negara, kekuasaan harus dipisahkan. Paling tidak dalam tiga
komponen, yakni Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.
Secara keseluruhan penerjemahan karya Montesquieu ini ke dalam bahasa
Indonesia, dari edisi bahasa Inggrisnya “The Spirit of The Laws", cukup memberikan
kemudahan bagi para peminat masalah politik, hukum dan ketatanegaraan untuk
menangkap simbol-simbol ide dan pemikiran Montesquieu. Hanya saja istilah-istilah
kunci yang terdapat dalam karya ini, antara lain misalnya definisi hukum, prinsip
keutamaan, kehormatan, dan ketakutan tidak diusahakan batas-batasnya secara jelas
dan terperinci. Orang-orang yang tidak terbiasa dengan gaya penulisan seperti ini
mungkin akan merasa terganggu.
Menurut Montesquieu kekuasaan harus dibagi untuk menghindari pemerintahan
yang absolut demi menjamin terlaksananya kedaulatan rakyat. Pemikiran Montesquieu
mengenai pembagian kekuasaan tersebut dikenal dengan nama Trias Politica yang saat
ini menjadi salah satu pilar sistem pemerintahan demokrasi.
Montesquieu terkenal karena The Spirit of Laws (1748), salah satu karya besar
dalam sejarah teori politik dan yurisprudensi. Buku dengan judul asli L 'esprit des Lois
ini menawarkan alternatif mengenai sistem pembagian kekuasaan yang agak berbeda
dengan John Locke, filsuf asal Inggris..
Pemikiran untuk menghindari kekuasaan absolut dalam suatu negara tersebut
kemudian dikembangkan oleh Montesquieu. Dia berpendapat bahwa untuk
menciptakan tegaknya negara demokrasi, perlu diadakan pemisahan kekuasaan negara
ke dalam tiga bentuk atau organ.
Berikut sistem pembagian kekuasaan menurut Montesquieu yang dikenal dengan
konsep Trias Politika:
1. Kekuasaan Legislatif
Kekuasaan legislatif adalah kekuasaan yang bertugas untuk membuat undang-
undang. Di Indonesia, pemegang kekuasaan legislatif adalah Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan
Perwakilan Daerah (DPD).
2. Kekuasaan Eksekutif
Kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan yang bertugas untuk melaksanakan undang-
undang. Pemegang kekuasaan ini adalah Presiden, Wakil Presiden, dan kabinetnya.
3. Kekuasaan Yudikatif
Kekuasaan yudikatif adalah kekuasaan yang bertugas untuk mengadili apabila
terjadi pelanggaran atas undang-undang. Tugas ini dipegang oleh Mahkamah
Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY).

Dikutip dari buku Dasar-dasar Ilmu Pemerintahan oleh Titin Rohayatin, konsep
yang dikemukakan oleh Montesquieu menyebutkan bahwa hubungan luar negeri
termasuk dalam kekuasaan eksekutif, sehingga kekuasaan ini mencakup kekuasaan
federatif seperti yang dikemukakan oleh John Locke.

Sementara itu, kekuasaan yudikatif menurut Montesquieu harus menjadi


kekuasaan yang berdiri sendiri dan terpisah dari kekuasaan eksekutif.

Fungsi yudikatif di Indonesia dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA) dan


Mahkamah Konstitusi (MK). Mahkamah Agung merupakan pengadilan kasasi atau
pengadilan negara terakhir dan tertinggi, yang salah satu fungsinya adalah untuk
membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan
kembali. Sementara itu, salah satu wewenang Mahkamah Konstitusi adalah melakukan
uji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar.

Perlu diketahui, selain ketiga pembagian kekuasaan tersebut di atas, di


Indonesia juga ada kekuasan eksaminatif sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 23E
ayat (1) UUD 1945, yaitu sebagai kekuasaan yang berfungsi untuk memeriksa
keuangan negara, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Anda mungkin juga menyukai