Anda di halaman 1dari 29

PEMBAGIAN KEKUASAAN DALAM SISTEM KONSTITUSI

YANG BERLAKU DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemerintahan yang demokratis adalah pemerintahan yang kekuasaannya tidak berada
dan dijalankan oleh satu badan tapi dilaksanakan oleh beberapa badan atau lembaga. Tujuan
dari dibagi-baginya penyelenggaraan kekuasaan tersebut, agar kekuasaan tidak terpusat hanya
pada satu tangan yang dapat berakibat pada terjadinya pemerintahan yang otoriter dan
terhambatnya peran serta rakyat. sehingga dengan adanya pembagian kekuasaan dalam
penyelenggaraan negara terjadi kontrol dan keseimbangan diantara lembaga pemegang
kekuasaan
Sebagai salah satu ciri negara demokrasi, di dalamnya terdapat beberapa badan
penyelenggara kekuasaan seperti, badan legislatif, eksekutif, yudikatif dan lain-lain. Pada
umumnya negara yang menerapkan sistem pembagian kekuasaan mengacu pada teori Trias
Politica montesquieu dengan melakukan beberapa variasi dan pengembangan dari teori
tersebut dalam penerapannya.

B. Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah dalam Makalah ini adalah :
1. Pengertian Pembagian Kekuasaan
2. Sejarah Munculnya Pembagian Kekuasaan
3. Sistem Konstitusi yang berlaku di Indonesia
4. Pembagian Kekuasaan menurut fungsinya
5. Prinsip Pembagian Kekuasaan
6. Pembagian Kekuasaan dalam sistem Konstitusi yang berlaku di Indonesia
Page 1 of 29

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mendapatkan gambaran yang jelas
mengenai sistem konstusi yang berlaku di Indonesia serta pembagian kekuasaan dalam sistem
konstitusi yang berlaku di Indonesia.
D. Metoda Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode diskritif dan diskusi.
Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan penulis, penulis menggunakan metode studi
kepustakaan, dimana penulis memperoleh informasi dari buku dan internet yang berkaitan
dengan masalah yang dibahas.

Page 2 of 29

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Pembagian kekuasaan terdiri dari dua kata yaitu pembagian dan kekuasaan.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) pembagian memiliki pengertian proses
menceraikan menjadi beberapa bagian atau memecahkan (sesuatu) lalu memberikannya
kepada pihak lain. Sedangkan kekuasaan adalah wewenang atas sesuatu atau untuk
menentukan (memerintah, mewakili, mengurus, dsb) sesuatu.
Secara harfiah pembagian kekuasaan adalah proses menceraikan wewenang yang
dimiliki oleh Negara untuk (memerintah, mewakili, mengurus, dsb) menjadi beberapa bagian
(legislatif, eksekutif, dan yudikatif) untuk diberikan kepada beberapa lembaga Negara untuk
menghindari pemusatan kekuasaan (wewenang) pada satu pihak/ lembaga.
Pada hakekatnya pembagian kekuasaan dapat dibagi ke dalam dua cara, yaitu (Zul
Afdi Ardian, 1994: 62):
1. Secara vertikal, yaitu pembagian kekuasaan menurut tingkatnya. Maksudnya
pembagian kekuasaan antara beberapa tingkat pemerintahan, misalnya antara
pemerintah pusat dengan dan pemerintah daerah dalam negara kesatuan, atau antara
pemerintah federal dan pemerintah negara bagian dalam suatu suatu negara federal.
2. Secara horizontal, yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsinya. Dalam pembagian
ini lebih menitikberatkan pada pembedaan antara fungsi pemerintahan yang bersifat
legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Pembagian kekuasaan secara horizontal atas dasar fungsi dalam pemerintahan
setidaknya dibagi dalam :
1. Dwi Praja (Hans Kelsen) yakni pembagian berdasarkan fungsi politik dan fungsi
administrasi.
2. Trias Praja (Trias Politika) yakni fungsi legislative, fungsi eksekutif dan fungsi
yudikatif
Page 3 of 29

3. Catur Praja (Van Vollen Hoven) yakni fungsi perundang-undangan, fungsi peradilan,
fungsi kepolisian dan fungsi pemerintahan dalam arti sempit.
4. Panca Praja (Prof Lemaire) yakni

yakni fungsi perundang-undangan, fungsi

peradilan, fungsi kepolisian dan fungsi pemerintahan dalam arti sempit dan fungsi
pengawasan.

B. Sejarah Munculnya Pembagian Kekuasaan


1. Di Eropa
Pada abad Pertengahan (kira-kira tahun 1000 1500 M), kekuasaan politik
menjadi persengketaan antara Monarki (raja/ratu), pimpinan gereja, dan kaum
bangsawan. Kerap kali Eropa kala itu, dilanda perang saudara akibat sengketa
kekuasaan antara tiga kekuatan politik ini.
Sebagai koreksi atas ketidakstabilan politik ini, pada tahun 1500 M mulai
muncul semangat baru di kalangan intelektual Eropa untuk mengkaji ulang filsafat
politik yang berupa melakukan pemisahan kekuasaan. Tokoh-tokoh seperti John
Locke, Montesquieu, Rousseau, Thomas Hobbes, merupakan contoh dari
intelektual Eropa yang melakukan kaji ulang seputar bagaimana kekuasaan di
suatu negara/kerajaan harus diberlakukan.
Filsuf Inggris, yakni John Locke, menjabarkan pemikirannya mengenai
seperations of power atau dikenal juga sebagai teori pemisahan kekuasaan pada
bukunya yang berjudul Two Treatises on Civil Government yang diterbitkan
tahun 1690 yang ditulis sebagai kritik pada kekuasaan absolute raja Stuart dan
membenarkan The Glorious Revolution yang dimenangkan oleh parlemen Inggris
(Budiarjo, 1977:151). Berdasarkan pengalaman pahit atas kekuasaan absolute
yang dijalankan Inggris pada waktu itu, Locke berpendapat abahwa harus ada
pemisahaan kekuasaan diantara organ-organ pemerintah yang menjalankan fungsi
yang berbeda. Dalam hal ini ketiganya bekerja secara terpisah. John Locke
menyebutkan

tiga

lembaga

pemerintahan

berdasarkan

teori

pemisahan

kekuasaannya, yakni:
a. Lembaga eksekutif, yang berfungsi sebagai lembaga yang menangani
pembuatan peraturan dan perundang-undangan,
b. Lembaga legislatif, yang berfungsi sebagai lembaga yang menjalankan
peraturan dan perundang-undangan, termasuk lembaga yang bekerja untuk
mengadili pelanggaran peraturan dan perundang-undangan, dan
Page 4 of 29

c. Lembaga federatif, yang menjalankan fungsi dalam hubungan diplomatik


dengan negara lain, seperti mengumumkan perang dan perdamaian
terhadap negara-negara lain dan mengadakan perjanjian.
Dalam pemisahan kekuasaan tersebut, Locke menekankan posisi lembaga
eksekutif yang lebih tinggi daripada lembaga legislatif maupun lembaga federatif.
Hal ini diperlihatkan oleh pernyataan Locke (1690) pada bukunya yang berjudul
Two Treatises on Civil Government, bahwa lembaga legislatif memiliki kuasa
untuk mengerahkan bagaimana kekuatan negara harus digunakan dan
mempertahankan masyarakat di dalamnya. Dari pendapatnya mengenai
penonjolah fungsi legislatif ini, maka tak heran jika Locke hampir selalu
bertentangan dengan kekuasaan peradilan.
Dari pemisahaan kekuasaan ini, Locke juga menekankan fungsi negara untuk
menjamin kehidupan masyarakat di dalamnya. Seiring pula dengan teori kontrak
sosial, bahwa negara terebentuk atas adanya kesepakatan masyarakat, maka
Locke menekankan bahwa dalam menjalankan fungsinya, lembaga-lembaga
tersebut tidak bebas dari pengawasan masyarakat.
Setengah abad setelah munculnya pemikiran Locke, Montesquieu kemudian
muncul dengan pemikirannya yang memperbaharui pemikiran Locke mengenai
pembagian kekuasaan menjadi teori pemisahan kekuasaan. Teori ini disebut
sebagai teori Trias Politika yang terdapat dalam bukunya yang berjudul De
Lespirit Des Lois atau The Spirit of Laws.
Dalam bukunya tersebut, dijelaskan bahwa Trias Politika merupakan teori
yang mengindikasikan adanya pemisahan kekuasaan secara mutlak dalam
pemerintahan untuk menghindari terjadinya kesewenang-wenangan dalam
pemerintah sehingga hak masyarakat dapat terjamin. Pembagian kekuasaan yang
disebutkan Montesquieu antara lain:
a. Lembaga legislatif, yang terdiri dari orang-orang tertentu yang dipilih
untuk membuat undang-undang, sebagai refleksi dari kedaulatan rakyat,
mediator dan komunikator diantara rakyat dan penguasa, dan agretor
aspirasi,

Page 5 of 29

b. Lembaga eksekutif, yakni raja atau di era modern dikenal sebagai presiden
yang menjalankan undang-undang, dan
c. Lembaga yudikatif, yakni lembaga peradilan yang bertugas untuk
menegakkan keadilan.
Asumsi dasar yang menjadi penopang lahirnya ide separation of power adalah
adanya pemikiran mengenai bahwa kebebasan akan hilang ketika orang yang
sama berada dalam satu badan pemerintahan/kerajaan atau satu orang
menjalankan tiga kekuasaan dan pemikiran bahwa pelaksanaan lembaga eksekutif
dan legislatif yang sama pada satu orang atau satu badan akan mengurangi
kebebasan.
Dalam pemikiran Montesquieu ini, tidak ada lembaga federatif yang
menjalankan hubungan diplomatik dengan negara lain seperti yang diungkapkan
Locke sebelumnya. Pasalnya, fungsi lembaga federatif sudah termasuk dalam
fungsi lembaga eksekutif. Teori yang diungkapkan Montesquieu ini juga
merupakan bentuk penyempurnaan dari teori pemisahan kekuasaan yang
sebelumnya telah dijelaskan oleh John Locke. Trias Politika dianggap lebih
menjamin hak kebebasan individual, sehingga, di era modern, teorinya dipraktikan
oleh negara-negara demokrasi yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, seperti
Amerika Serikat.
2. Di Indonesia
Pada tanggal 18 Agustus 1945 bangsa Indonesia telah menetapkan dan
memberlakukan sebuah UUD satu hari setelah proklamasi kemerdekaan yang
merupakan hasil dari perumusan dan penyelidikan lembaga yang dibuat oleh
balatentara Jepang sebagai janjinya untuk memberikan kemerdekaan kepada
bangsa Indonesia suatu saat dengan membentuk lembaga yang bernama
Dokuritsu Zyunby Cgoosakai atau yang dikenal dengan sebutan BPUKI yang
menghasilkan rumusan UUD Negara, yang kemudian oleh bangsa Indonesia
rumusan itu ditetapkan oleh PPKI menjadi UUD Negara Republik Indonesia satu
hari setelah kemerdekaannya.

Page 6 of 29

Sejak saat itu mulailah dilaksanakan hasil perjuangan kemerdekaan bangsa


tersebut dengan tata susunan kenegaraan berpedoman kepada UUD yang telah
ditetapkan oleh PPKI, yang kemudian dikenal dengan sebutan UUD 1945.
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945,
pembagian kekuasaan diatur sebagai berikut :
1. Kekuasaan legislatif yaitu DPR,
Pasal 20 ayat (1), yang berbunyi Tiap undang-undang menghendaki
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat yang berarti DPR memegang
kekuasaan membentuk Undang-undang.
2. Kekuasaan eksekutif yaitu Presiden,
Pasal 4 ayat (1), yang berbunyi Presiden Republik Indonesia memegang
kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar memegang
kekuasaan pemerintahan.
3. Kekuasaan yudikatif yaitu Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung.
Pasal 24 ayat (1), yang berbunyi Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh
sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut
undang-undang yang berarti memegang kekuasaan kehakiman yang
merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan.

C. Sistem Konstitusi yang berlaku di Indonesia


Konstitusi atau UUD yang pernah berlaku dan masih berlaku di Indonesia sejak
tanggal 18 Agustus 1945 hingga sekarang pernah menggunakan tiga macam UUD yaitu
UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, dan UUD Sementara 1950. Periodesasi berlakunya
ketiga UUD tersebut dapat diuraikan menjadi lima periode yaitu:
1. Periode 18 Agustus 1945 27 Desember 1949 berlaku UUD 1945,
2. Periode 27 Desember 1949 17 Agustus 1950 berlaku Konstitusi RIS 1949,
3. Periode 17 Agustus 1950 5 Juli 1959 berlaku UUD Sementara 1950,
4. Periode 5 Juli 1959 19 Oktober 1999 berlaku kembali UUD 1945
Page 7 of 29

5. Periode 19 Oktober 1999 sekarang berlaku UUD 1945 (hasil perubahan).

1. UUD 1945 periode 18 Agustus 1945 27 Desember 1949


Pada saat Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, Negara Republik
Indonesia belum memiliki konstitusi atau UUD. Namun sehari kemudian, tepatnya tanggal
18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidang
pertama yang salah satu keputusannya adalah mengesahkan UUD yang kemudian disebut
UUD 1945. UUD 1945 tidak ditetapkan oleh MPR sebagaimana diatur dalam pasal 3
UUD 1945 disebabkan pada saat itu MPR belum terbentuk. Naskah UUD yang disahkan
oleh PPKI tersebut disertai penjelasannya dimuat dalam Berita Republik Indonesia No. 7
tahun II 1946.
Sistematika UUD 1945 sebagai berikut :
1.

Pembukaan terdiri dari 4 alinea;

2.

Batang Tubuh terdiri dari 16 Bab yang terbagi menjadi 37 Pasal serta 4 Pasal

aturan peralihan, dan 2 ayat aturan tambahan;


3.

Penjelasan yang meliputi penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal

Bentuk Susunan Pemerintahan


Pada Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 dinyatakan bahwa NegaraIndonesiaadalah Negara
kesatuan yang berbentuk republik. Bentuk Negara kesatuanIndonesiamengandung
pengertian bahwa ada satu kekuasaan untuk mengatur seluruh wilayah Negara, yaitu
pemerintah pusat.
Bentuk Negara
Pada Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 juga telah ditegaskan bahwa bentuk Negara
Indonesia adalah Republik

2. Periode berlakunya Konstitusi RIS 1949


Page 8 of 29

Perjalanan negara baru Republik Indonesia tidak luput dari rongrongan pihak Belanda
yang menginginkan menjajah kembali Indonesia. Belanda berusaha memecahbelah bangsa
Indonesia dengan cara membentuk negaranegara boneka seperti Negara Sumatera
Timur, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, dan Negara Jawa Timur di dalam
negara RepubIik Indonesia. Bahkan, Belanda kemudia melakukan agresi atau pendudukan
terhadap ibu kota Jakarta, yang dikenal dengan Agresi Militer I pada tahun 1947 dan
Agresi Militer II atas kota Yogyakarta pada tahun 1948. Untuk menyelesaikan pertikaian
Belanda dengan RepubIik Indonesia, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) turun tangan
dengan menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag (Belanda)
tanggal 23 Agustus 2 November 1949.
Konferensi ini dihadiri oleh wakil-wakil dari RepubIik Indonesia, BFO (Bijeenkomst
voor Federal Overleg, yaitu gabungan negara-negara boneka yang dibentuk Belanda), dan
Belanda serta sebuah komisi PBB untuk Indonesia. KMB tersebut menghasilkan tiga buah
persetujuan pokok yaitu:
1.

Didirikannya Negara Rebublik Indonesia Serikat;

2.

Penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat; dan

3.

Didirikan Uni antara RIS dengan Kerajaan Belanda.

Perubahan bentuk negara dari negara kesatuan menjadi negara serikat mengharuskan
adanya penggantian UUD. Oleh karena itu, disusunlah naskah UUD Republik Indonesia
Serikat. Rancangan UUD tersebut dibuat oleh delegasi RI dan delegasi BFO pada
Konferensi Meja Bundar. Setelah kedua belah pihak menyetujui rancangan tersebut, maka
mulai 27 Desember 1949 diberlakukan suatu UUD yang diberi nama Konstitusi Republik
Indonesia Serikat.
Berdasarkan Bentuk peraturan perundangan yang disebutkan dalam konstitusi RIS
adalah :
a.

Undang-undang Federal yang dibuat oleh Negara Federal yaitu :


1. UU Federal yang dibuat oleh Pemerintah bersama-sama dengan DPR Federal
dan Senat, sekedar hal itu mengenai peraturan-peraturan tentang hal-hal yang
khusus mengenai satu, beberapa atau semua daerah bagian atau bagian-

Page 9 of 29

bagiannya, ataupun yang khusus mengenai perhubungan antara RIS dan


daerah-daerah yang tersebut dalam Pasal 2 Konstitusi RIS
2. UU Federal yang dibuat oleh Pemerintah bersama-sama DPR Federal, UU ini
mengatur persoalan-persoalan selebihnya (Pasal 127 huruf b Konstitusi RIS).
b. Undang-Undang Darurat Federal, yaitu peraturan atau ketetapan yang dibuat oleh
Pemerintah sendiri dalam hal ikhwal yang mendesak, hal mana didasarkan pada
Pasal 139 Konstitusi RIS.
c.

Peraturan Pemerintah Federal, yaitu peraturan atau ketetapan yang dibuat


pemerintah, untuk melaksanakan UU (Pasal 14 Konstitusi RIS).

Selama berlakunya Konstitusi RIS 1949, UUD 1945 tetap berlaku tetapi hanya untuk
negara bagian Republik Indonesia. Wilayah negara bagian itu meliputi Jawa dan Sumatera
dengan ibu kota di Yogyakarta.
Sistematika Konstitusi RIS 1949
1.

terdiri atas Mukadimah yang berisi 4 alinea,

2.

Batang Tubuh yang berisi 6 bab dan 197 pasal,

3.

serta sebuah lampiran

Bentuk susunan pemerintahan


Pada masa Konstitusi RIS, bentuk susunan negara adalah serikat atau federasi, yaitu
merupakan bentuk negara dari gabungan beberapa negara yang menjadi bagian negaranegara serikat itu.
Bentuk Negara
Sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) Konstitusi RIS bentuk negaraIndonesia adalah republik
3. Periode Berlakunya UUDS 1950
Pada awal Mei 1950 terjadi penggabungan Negara-negara bagian dalam negara RIS,
sehingga hanya tinggal tiga negara bagian yaitu Negara Republik Indonesia, Negara
Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur. Perkembangan berikutnya adalah munculnya
kesepakatan antara RIS yang mewakili Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur

Page 10 of 29

dengan Republik Indonesia untuk kembali ke bentuk negara kesatuan. Kesepakatan tersebut
kemudian dituangkan dalam Piagam Persetujuan tanggal 19 Mei 1950. Untuk mengubah
negara serikat menjadi negara kesatuan diperlukan suatu UUD negara kesatuan. UUD
tersebut akan diperoleh dengan cara memasukan isi UUD 1945 ditambah bagian-bagian yang
baik dari Konstitusi RIS.
Pada tanggal 15 Agustus 1950 ditetapkanlah Undang- Undang Federal No.7 tahun
1950 tentang Undang- Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950, yang berlaku sejak tanggal
17 Agustus 1950. Dengan demikian, sejak tanggal tersebut Konstitusi RIS 1949 diganti
dengan UUDS 1950, dan terbentuklah kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sistematika Undang-Undang Dasar Sementara 1950
1. Terdiri atas Mukadimah dan Batang Tubuh,
2. meliputi 6 bab dan 146 pasal.
Bentuk susunan pemerintahan
Bentuk susunan negara menurut UUDS 1950 adalah negara kesatuan.bentuk negara kesatuan
dengan sistem desentralisasi (Pasal 132 UUDS)
Bentuk Negara
Dalam Pasal 1 ayat (1) UUDS serta Mukadimah Alenia IV bentuk Negara Indonesia adalah
Republik
Pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah Dekrit Presiden
yang isinya adalah:
1. Menetapkan pembubaran Konsituante
2. Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS
1950
3. Pembentukan MPRS dan DPAS
Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka UUD 1945 berlaku
kembali sebagai landasan konstitusional dalam menyelenggarakan pemerintahan Republik
Indonesia.
Page 11 of 29

4. UUD 1945 Periode 5 Juli 1959 19 Oktober 1999


Praktik penyelenggaraan negara pada masa berlakunya UUD 1945 sejak 5 Juli 195919 Oktober 1999 ternyata mengalami berbagai pergeseran bahkan terjadinya beberapa
penyimpangan. Oleh karena itu, pelaksanaan UUD 1945 selama kurun waktu tersebut dapat
dipilah menjadi dua periode yaitu periode Orde Lama (1959-1966), dan periode Orde Baru
(1966-1999).
1. Periode Orde Lama (1959-1966)
Bentuk Susunan Pemerintahan.
Sesuai dengan ketentuan UUD 1945 pasal 1 ayat (1) bentuk negara susunanIndonesiaadalah
Negara kesatuan
Bentuk Negara
Bentuk NegaraIndonesiaadalah republik. Hal ini dapat dilihat dalam Pembukaan UUD 1945
Alinea IV dan di dalam pasal 1 ayat (1) UUD 1945.

2. Periode Orde Baru (1966-1999)


Bentuk Susunan Pemerintahan.
Sesuai dengan ketentuan UUD 1945 pasal 1 ayat (1) bentuk negarasusunanIndonesiaadalah
Negara kesatuan
Bentuk Negara
Bentuk Negara Indonesiaadalah republik. Hal ini dapat dilihat dalam Pembukaan UUD 1945
Alinea IV dan di dalam pasal 1 ayat (1) UUD 1945.

Page 12 of 29

5. UUD 1945 Periode 19 Oktober 1999 Sekarang


Kurang lebih 32 tahun pelaksanaan pemerintahan Negara Republik Indonesia
dibawah kepemimpinan orde baru yang berdasarkan UUD 1945 sebelum amandemen yang
mencoba dijalankan secara murni dan konsekuen itu, pada perjalanannya mengalami
pergeseran dari ketentuan UUD 1945 yang mengkehendaki kehidupan penyelenggaraan
Negara secara demoktratis, maka sejak tahun 1999 dilakukan perubahan (amandemen)
terhadap UUD 1945.
Sampai saat ini, UUD 1945 sudah mengalami empat tahap perubahan, yaitu pada
tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. Penyebutan UUD setelah perubahan menjadi lebih
lengkap, yaitu : Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Melalui
empat tahap perubahan tersebut, UUD 1945 telah mengalami perubahan yang cukup
mendasar.
Bentuk susunan pemerintahan
Pada Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 dinyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara
kesatuan yang berbentuk republik
Bentuk Negara
Bentuk Negara kesatuan dengan prinsip otonomi yang luas. Wilayah Negara terbagi menjadi
beberapa provinsi
D. Pembagian Kekuasaan menurut fungsinya
1. Fungsi Kekuasaan Legislatif
Legislatif adalah struktur politik yang fungsinya membuat undang-undang. Di masa
kini, lembaga tersebut disebut dengan Dewan Perwakilan Rakyat (Indonesia), House
of Representative (Amerika Serikat), ataupun House of Common (Inggris). Lembagalembaga ini dipilih melalui mekanisme pemilihan umum yang diadakan secara
periodik dan berasal dari partai-partai politik.

Melalui apa yang dapat kami ikhtisarkan dari karya Michael G. Roskin, et.al,
termaktub beberapa fungsi dari kekuasaan legislatif sebagai berikut : Lawmaking,

Page 13 of 29

Constituency Work, Supervision and Critism Government, Education, dan


Representation.

Lawmaking adalah fungsi membuat undang-undang. Di Indonesia, undang-undang


yang dikenal adalah Undang-undang Ketenagakerjaan, Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional, Undang-undang Guru Dosen, Undang-undang Penanaman
Modal, dan sebagainya. Undang-undang ini dibuat oleh DPR setelah memperhatikan
masukan dari level masyarakat.

Constituency Work adalah fungsi badan legislatif untuk bekerja bagi para pemilihnya.
Seorang anggota DPR/legislatif biasanya mewakili antara 100.000 s/d 400.000 orang
di Indnesia. Tentu saja, orang yang terpilih tersebut mengemban amanat yang
sedemikian besar dari sedemikian banyak orang. Sebab itu, penting bagi seorang
anggota DPR untuk melaksanakan amanat, yang harus ia suarakan di setiap
kesempatan saat ia bekerja sebagai anggota dewan. Berat bukan ?

Supervision and Criticism Government, berarti fungsi legislatif untuk mengawasi


jalannya pelaksanaan undang-undang oleh presiden/perdana menteri, dan segera
mengkritiknya jika terjadi ketidaksesuaian. Dalam menjalankan fungsi ini, DPR
melakukannya melalui acara dengar pendapat, interpelasi, angket, maupun
mengeluarkan mosi kepada presiden/perdana menteri.

Education, adalah fungsi DPR untuk memberikan pendidikan politik yang baik
kepada masyarakat. Anggota DPR harus memberi contoh bahwa mereka adalah
sekadar wakil rakyat yang harus menjaga amanat dari para pemilihnya. Mereka harus
selalu memberi pemahaman kepada masyarakat mengenai bagaimana cara
melaksanakan kehidupan bernegara yang baik. Sebab, hampir setiap saat media massa
meliput tindak-tanduk mereka, baik melalui layar televisi, surat kabar, ataupun
internet.

Representation, merupakan fungsi dari anggota legislatif untuk mewakili pemilih.


Seperti telah disebutkan, di Indonesia, seorang anggota dewan dipilih oleh sekitar
300.000 orang pemilih. Nah, ke-300.000 orang tersebut harus ia wakili
kepentingannya di dalam konteks negara. Ini didasarkan oleh konsep demokrasi
Page 14 of 29

perwakilan. Tidak bisa kita bayangkan jika konsep demokrasi langsung yang
diterapkan, gedung DPR akan penuh sesak dengan 300.000 orang yang datang setiap
hari ke Senayan. Bisa-bisa hancur gedung itu. Masalah yang muncul adalah, anggota
dewan ini masih banyak yang kurang peka terhadap kepentingan para pemilihnya. Ini
bisa kita lihat dari masih banyaknya demonstrasi-demonstrasi yang muncul di aneka
isu politik.

2. Fungsi Kekuasaan Eksekutif


Eksekutif adalah kekuasaaan untuk melaksanakan undang-undang yang dibuat oleh
Legislatif. Fungsi-fungsi kekuasaan eksekutif ini garis besarnya adalah : Chief of
state, Head of government, Party chief, Commander in chief, Chief diplomat,
Dispenser of appointments, dan Chief legislators.

Eksekutif di era modern negara biasanya diduduki oleh Presiden atau Perdana
Menteri. Chief of State artinya kepala negara, jadi seorang Presiden atau Perdana
Menteri merupakan kepada suatu negara, simbol suatu negara. Apapun tindakan
seorang Presiden atau Perdana Menteri, berarti tindakan dari negara yang
bersangkutan. Fungsi sebagai kepala negara ini misalnya dibuktikan dengan
memimpin upacara, peresmian suatu kegiatan, penerimaan duta besar, penyelesaian
konflik, dan sejenisnya.

Head of Government, artinya adalah kepala pemerintahan. Presiden atau Perdana


Menteri yang melakukan kegiatan eksekutif sehari-hari. Misalnya mengangkat
menteri-menteri, menjalin perjanjian dengan negara lain, terlibat dalam keanggotaan
suatu lembaga internasional, menandatangi surat hutang dan pembayarannya dari
lembaga donor, dan sejenisnya. Di dalam tiap negara, terkadang terjadi pemisahaan
fungsi antara kepala negara dengan kepala pemerintahan. Di Inggris, kepala negara
dipegang oleh Ratu Inggris, demikian pula di Jepang. Di kedua negara tersebut kepala
pemerintahan dipegang oleh Perdana Menteri. Di Indonesia ataupun Amerika Serikat,
kepala negara dan kepala pemerintahan dipegang oleh Presiden.

Party Chief berarti seorang kepala eksekutif sekaligus juga merupakan kepala dari
suatu partai yang menang pemilu. Fungsi sebagai ketua partai ini lebih mengemuka di
suatu negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer. Di dalam sistem
Page 15 of 29

parlementer, kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri yang berasal dari
partai yang menang pemilu. Namun, di negara yang menganut sistem pemerintahan
presidensil terkadang tidak berlaku kaku demikian. Di masa pemerintahan Gus Dur
(di Indonesia) menunjukkan hal tersebut.

Gus Dur berasal dari partai yang hanya memenangkan 9% suara di Pemilu 1999,
tetapi ia menjadi presiden. Selain itu, di sistem pemerintahan parlementer, terdapat
hubungan yang sangat kuat antara eksekutif dan legislatif oleh sebab seorang
eksekutif dipilih dari komposisi hasil suara partai dalam pemilu. Di sistem presidensil,
pemilu untuk memilih anggota dewan dan untuk memilih presiden terpisah.

Commander in Chief adalah fungsi mengepalai angkatan bersenjata. Presiden atau


perdana menteri adalah pimpinan tertinggi angkatan bersenjata. Seorang presiden atau
perdana menteri, meskipun tidak memiliki latar belakang militer memiliki peran ini.
Namun, terkadang terdapat pergesekan dengan pihak militer jika yang menjadi
presiden ataupun perdana menteri adalah orang bukan kalangan militer. Sekali lagi,
ini pernah terjadi di era Gus Dur, di mana banyak instruksi-instruksinya kepada pihak
militer tidak digubris pihak yang terakhir, terutama di masa kerusuhan sektarian
(agama) yang banyak terjadi di masa pemerintahannya.

Chief Diplomat, merupakan fungsi eksekutif untuk mengepalai duta-duta besar yang
tersebar di perwakilan negara di seluruh dunia. Dalam pemikiran trias politika John
Locke, termaktub kekuasaan federatif, kekuasaan untuk menjalin hubungan dengan
negara lain. Demikian pula di konteks aplikasi kekuasaan eksekutif saat ini. Eksekutif
adalah pihak yang mengangkat duta besar untuk beroperasi di negara sahabat, juga
menerima duta besar dari negara lain.

Dispensen Appointment merupakan fungsi eksekutif untuk menandatangani


perjanjian dengan negara lain atau lembaga internasional. Dalam fungsi ini,
penandatangan dilakukan oleh presiden, menteri luar negeri, ataupun anggota-anggota
kabinet yang lain, yang diangkat oleh presiden atau perdana menteri.

Chief Legislation, adalah fungsi eksekutif untuk mempromosikan diterbitkannya


suatu undang-undang. Meskipun kekuasaan membuat undang-undang berada di
Page 16 of 29

tangan DPR, tetapi di dalam sistem tata negara dimungkinkan lembaga eksekutif
mempromosikan diterbitkannya suatu undang-undang oleh sebab tantangan riil dalam
implementasi suatu undang-undang banyak ditemui oleh pihak yang sehari-hari
melaksanakan undang-undang tersebut.

3. Fungsi Kekuasaan Yudikatif


Kekuasaan Yudikatif berwenang menafsirkan isi undang-undang maupun memberi
sanksi atas setiap pelanggaran atasnya. Fungsi-fungsi Yudikatif yang bisa
dispesifikasikan kedalam daftar masalah hukum berikut: Criminal law (petty offense,
misdemeanor, felonies); Civil law (perkawinan, perceraian, warisan, perawatan anak);
Constitution law (masalah seputar penafsiran kontitusi); Administrative law (hukum
yang mengatur administrasi negara); International law (perjanjian internasional).

Criminal Law, penyelesaiannya biasanya dipegang oleh pengadilan pidana yang di


Indonesia sifatnya berjenjang, dari Pengadilan Negeri (tingkat kabupaten), Pengadilan
Tinggi (tingkat provinsi, dan Mahkamah Agung (tingkat nasional). Civil law juga
biasanya diselesaikan di Pengadilan Negeri, tetapi khusus umat Islam biasanya
dipegang oleh Pengadilan Agama.

Constitution Law, kini penyelesaiannya ditempati oleh Mahkamah Konstitusi. Jika


individu, kelompok, lembaga-lembaga negara mempersoalkan suatu undang-undang
atau keputusan, upaya penyelesaian sengketanya dilakukan di Mahkamah Konstitusi.

Administrative Law, penyelesaiannya dilakukan di Pengadilan Tata Usaha Negara,


biasanya kasus-kasus sengketa tanah, sertifikasi, dan sejenisnya.

International Law, tidak diselesaikan oleh badan yudikatif di bawah kendali suatu
negara melainkan atas nama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

E. Prinsip Pembagian Kekuasaan


Prinsip pemisahan kekuasaan merupakan asas perlawanan yang bersandar dari
sistem pemerintahan demokrasi. Prinsip ini memandang perlunya memberikan jaminan
Page 17 of 29

kebebasan serta menghapus kediktatoran dan kesewenang-wenangan. Maksudnya, prinsip


ini memberikan kekuasaan Negara kepada beberapa lembaga yang berbeda dan
independent tanpa memusatkan kekuasaan pada satu tangan atau lembaga. Prinsip ini
tegak atas 2 (dua) dasar:
a. Memberikan kekuasaan pada lembaga-lembaga khusus atau tertentu, yang
mana masing-masing lembaga tersebut menjalankan tugasnya yang telah
di tentukan dan di tetapkan.
b. Memberikan

kebebasan

memegang kekuasaan.

pengaturan
Akan

tetapi

bagi
setiap

lembaga-lembaga
lembaga

tidak

yang
dapat

menginterfensi urusan lembaga lainnya. Dan tidak boleh menjalankan


fungsi yang bukan fungsinya.

F. Pembagian Kekuasaan dalam Sistem Konstitusi yang berlaku di Indonesia


Pembagian kekuasaan pemerintahan seperti didapat garis-garis dalam susunan
ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar 1945 adalah bersumber kepada susunan
ketatanegaraan Indonesia asli, yang dipengaruhi besar oleh pikiran-pikiran falsafah negara
Inggris, Perancis, Arab, Amerika Serikat, dan Rusia. Aliran-aliran itu oleh Indonesia
diperhatikan sungguh-sungguh dalam penguasaan ketatanegaraan untuk menjelaskan
pembagian kekuasaan pemerintahan menurut konstitusi proklamasi.
Pembagian Kekuasaan dalam Sistem Konstitusi yang berlaku di Indonesia dapat
diuraikan sebagai berikut :
1. Periode 18 Agustus 1945 27 Desember 1949, UUD 1945(Sebelum Amandemen)
Lembaga-lembaga Negara menurut UUD 1945 (sebelum amandemen) adalah :
a. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
b. Presiden
c. Dewan Pertimbanagan Agung (DPA)
d. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
e. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
f. Mahkamah Agung (MA)

Page 18 of 29

Badan-badan kenegaraan itu disebut lembaga-lembaga Negara. Sebelum perubahan


UUD 1945 lembaga-lembaga Negara tersebut diklasifikasikan, yaitu MPR adalah lembaga
tertinggi Negara, sedangkan lembaga-lembaga kenegaraan lainnya seperti presiden, DPR,
BPK, DPA dan MA disebut sebagai lembaga tinggi Negara.
Tugas Lembaga Negara menurut UUD 1945 (sebelum amandemen)
a. MPR, sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, mempunyai kekuasaan untuk
menetapkan UUD, GBHN, memilih Presiden dan Wakil Presiden serta
mengubah UUD
b. Presiden, yang berkedudukan dibawah MPR, mempunyai kekuasaan yang
luas yang dapat digolongkan kedalam beberapa jenis:
i. Kekuasaan penyelenggaran pemerintahan;
ii. Kekuasaan didalam bidang perundang undangan, menetapkan PP,
Perpu;
iii. Kekuasaan dalam bidang yustisial, berkaitan dengan pemberian grasi,
amnesti, abolisi dan rehabilitasi;
iv. Kekuasaan dalam bidang hubungan luar negeri, yaitu menyatakan
perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain,
mengangkat duta dan konsul.
c. DPR, sebagai pelaksana kedaulatan rakyat mempunyai kekuasaan utama,
yaitu kekuasaan membentuk undang-undang (bersama-sama Presiden dan
mengawasi tindakan presiden.
d. DPA, yang berkedudukan sebagai badan penasehat Presiden, berkewajiban
memberikan jawaban atas pertanyaan presiden dan berhak mengajukan usul
kepada pemerintah
e. BPK, sebagai counterpart terkuat DPR, mempunyai kekuasaan untuk
memeriksa tanggung jawab keuangan Negara dan hasil pemeriksaannya
diberitahukan kepada DPR.
f. MA, sebagai badan kehakiman yang tertinggi yang didalam menjalankan
tugasnya tidak boleh dipengaruhi oleh kekuasaan pemerintah.

Page 19 of 29

Struktur Kelembagaan Negara sebelum Amandemen


Sistem Pemerintahan
Sistem Pemerintahan yang digunakan adalah Sistem Presidensial. Dalam Penjelasan UUD
1945 dicantumkan tujuh kunci pokok sistem pemerintahan negara RepublikIndonesia, yaitu:
1. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum, tidak berdasar atas kekuasaan
belaka.
2. Sistem Konstitusional ialah pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi, tidak
bersifat absolutisme.
3. Kekuasaan Negara yang tertinggi di tangan MPR
4. Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negar yang tertinggi di bawah majelis.
5. Presiden tidak bertanggung jawab pada DPR.
6. Menteri Negara adalah pembantu presiden, menteri tidak bertanggungjawab kepada
DPR.
7. Kekuasaan kepala Negara tidak terbatas.

2. Periode 27 Desember 1949 17 Agustus 1950 berlaku Konstitusi RIS 1949


Pembagian Kekuasaan
Secara umum, Kostitusi RIS dapat dikatakan menganut trias politica (Legislatif,
Eksekutif, Yudikatif), hal ini dapat dilihat dari alat-alat perlengkapan negara federal
RIS.
Lembaga-lembaga negara menurut Konstitusi RIS adalah :
a. Presiden
b. Menteri-Menteri
c. Senat
Page 20 of 29

d. Dewan Perwakilan Rakyat


e. Mahkamah Agung
f. Dewan Pengawas Keuangan

Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan yang digunakan pada masa berlakunya Konstitusi RIS adalah
sistem parlementer. Namun dalam pelaksanaannya pemerintahan RIS menggunakan
sistem parlementer kabinet semu (quasi Parlementer). Hal itu sebagaimana diatur
dalam pasal 118 ayat 1 dan 2 Konstitusi RIS. Pada ayat (1) ditegaskan bahwa
Presiden tidak dapat diganggu-gugat. Artinya, Presiden tidak dapat dimintai
pertanggungjawaban atas tugas-tugas pemerintahan. Pada Pasal 118 ayat (2)
ditegaskan bahwa Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan
pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk
bagiannya sendiri-sendiri.
Pokok-pokok sistem pemerintahan menurut konstitusi RIS :
a. Presiden dengan kuasa dari perwakilan negara bagian menunjuk 3 pembentuk
kabinet.
b. Presiden mengangkat salah seorang dari pembentuk kabinet tersebut sebagai
Perdana Menteri.
c. Presiden juga membentuk kabinet/dewan menteri sesuai anjuran pembentuk
kabinet.
d. Menteri-menteri (dewan menteri) dalam bersidang dipimpin oleh Perdana
Menteri. Perdana Menteri juga melaksanakan tugas keseharian Presiden jika
Presiden berhalangan hadir.
e. Pemerintah adalah Presiden bersama menteri.
f. Presiden juga berkedudukan sebagai kepala negara yang tidak dapat diganggu
gugat
g. Menteri-menteri baik secara sendiri maupun bersama-sama bertanggung
jawab kepada DPR.
h. DPR tidak dapat memaksa menteri meletakkan jabatannya.
Page 21 of 29

3. 17 Agustus 1950 5 Juli 1959 berlaku UUD Sementara 1950


Pembagian Kekuasaan
Pembagian kekuasaan tidak jauh beda dengan pada saat berlakunya kostitusi RIS,
hanya saja pada saat berlakunya UUDS ini sudah tidak ada senat karena Indonesia
sudah kembali menjadi Negara Kesatuan.
Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem pemerintahan parlementer sesuai
dengan ketentuan pasal 83 ayat (1) dan (2), namun dalam pelaksanaanya berlaku
sistem pemerintahan sistem parlementer kabinet dengan demokrasi liberal yang masih
bersifat semu (quasi parlementer)
Lembaga-lembaga negara menurut UUDS 1950 adalah :
a. Presiden dan Wakil Presiden
b. Menteri-Menteri
c. Dewan Perwakilan Rakyat
d. Mahkamah Agung
e. Dewan Pengawas Keuangan
4. Periode Orde Lama (1959-1966)
Pembagian Kekuasaan
Pembagian kekuasaannya tetap, yakni legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Sistem Pemerintahan
Menurut UUD 1945Indonesiamenganut sistem pemerintahan presidensiil. Hal ini
dapat dilihat pada ketentuan pasal 4 ayat (1) dan pasal 17 ayat (1), (2), dan (3).
Lembaga-lembaga Negara menurut UUD 1945 (sebelum amandemen) Periode
Orde Lama (1959-1966) adalah :
Page 22 of 29

a. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)


b. Presiden
c. Dewan Pertimbanagan Agung (DPA)
d. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
e. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
f. Mahkamah Agung (MA)

5. Periode Orde Baru (1966-1999)


Pembagian Kekuasaan
Pembagian kekuasaannya tetap, yakni legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Sistem Pemerintahan
Menurut UUD 1945Indonesiamenganut sistem pemerintahan presidensiil. Hal ini
dapat dilihat pada ketentuan pasal 4 ayat (1) dan pasal 17 ayat (1), (2), dan (3).
Lembaga-lembaga Negara menurut UUD 1945 (sebelum amandemen) Periode
Orde Baru (1966-1999) adalah :
a. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
b. Presiden
c. Dewan Pertimbanagan Agung (DPA)
d. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
e. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
f. Mahkamah Agung (MA)

6. UUD 1945 Periode 19 Oktober 1999 Sekarang (Sesudah Amandemen)


Pembagian Kekuasaan

Page 23 of 29

1. Badan legislatif, terdapat DPR dan DPD yang bertugas membentuk


Undang-undang,
2. Badan eksekutif terdapat Presiden dan Wakil Presiden yang dipilih oleh
rakyat yang bertugas melaksanakan undang-undang,
3. Badan yudikatif, terdapat Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan
Komisi Yudisial; di bidang pengawasan keuangan ada BPK yang
bertugas mengawasi pelaksanaan Undang-undang, memeriksa dan
mengadilinya

Sistem pemerintahan
Sistem pemerintahan pada dasarnya masih menganut sistem presidensial. Hal ini
terbukti dengan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Presiden
juga berada diluar pengawasan langsung DPR dan tidak bertanggung jawab terhadap
parlemen.
Lembaga-lembaga negara menurut UUD 1945 sesudah amandemen adalah :
a. Presiden
b. Majelis Permusyawaratan Rakyat
c. Dewan Perwakilan Rakyat
d. Dewan Perwakilan Daerah
e. Badan Pemeriksa Keuangan
f. Mahkamah Agung
g. Mahkamah Konstitusi
h. Komisi Yudisial
Tugas Lembaga Negara menurut UUD 1945 sesudah amandemen adalah :

Page 24 of 29

1. MPR, Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi


negara lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK, menghilangkan
kewenangannya menetapkan GBHN, menghilangkan kewenangannya mengangkat
Presiden (karena presiden dipilih secara langsung melalui pemilu), tetap
berwenang menetapkan dan mengubah UUD, susunan keanggotaanya berubah,
yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan angota Dewan
Perwakilan Daerah yang dipilih secara langsung melalui pemilu.
2. DPR, Posisi dan kewenangannya diperkuat, mempunyai kekuasan membentuk
UU (sebelumnya ada di tangan presiden, sedangkan DPR hanya memberikan
persetujuan saja) sementara pemerintah berhak mengajukan RUU, Proses dan
mekanisme membentuk UU antara DPR dan Pemerintah, Mempertegas fungsi
DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan sebagai
mekanisme kontrol antar lembaga negara.
3. DPD, Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan
kepentingan

daerah

dalam

badan

perwakilan

tingkat

nasional

setelah

ditiadakannya utusan daerah dan utusan golongan yang diangkat sebagai anggota
MPR, keberadaanya dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan negara Republik
Indonesia, dipilih secara langsung oleh masyarakat di daerah melalui pemilu,
mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang berkaitan
dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang berkait
dengan kepentingan daerah.
4. BPK, Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD,
berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan
daerah (APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan
ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum, berkedudukan di ibukota negara dan
memiliki perwakilan di setiap provinsi, mengintegrasi peran BPKP sebagai
instansi pengawas internal departemen yang bersangkutan ke dalam BPK.
5. Presiden, Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan memperbaiki tata cara
pemilihan dan pemberhentian presiden dalam masa jabatannya serta memperkuat
sistem pemerintahan presidensial, Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan
kepada DPR, Membatasi masa jabatan presiden maksimum menjadi dua periode
saja, Kewenangan pengangkatan duta dan menerima duta harus memperhatikan
pertimbangan DPR, kewenangan pemberian grasi, amnesti dan abolisi harus
memperhatikan pertimbangan DPR, memperbaiki syarat dan mekanisme
Page 25 of 29

pengangkatan calon presiden dan wakil presiden menjadi dipilih secara langsung
oleh rakyat melui pemilu, juga mengenai pemberhentian jabatan presiden dalam
masa jabatannya.
6. Mahkmah Agung, Lembaga negara yang melakukan kekuasaan kekuasaan
kehakiman, yaitu kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan
hukum dan keadilan [Pasal 24 ayat (1)], berwenang mengadili pada tingkat kasasi,
menguji peaturan perundang-undangan di bawah Undang-undang dan wewenang
lain yang diberikan Undang-undang.di bawahnya terdapat badan-badan peradilan
dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan
Peradilan militer dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), badanbadan lain yang yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur
dalam Undang-undang seperti : Kejaksaan, Kepolisian, Advokat/Pengacara dan
lain-lain.
7. Mahkamah Konstitusi, Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian
konstitusi (the guardian of the constitution), Mempunyai kewenangan: Menguji
UU terhadap UUD, Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara,
memutus pembubaran partai politik, memutus sengketa hasil pemilu dan
memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh
presiden dan atau wakil presiden menurut UUD, Hakim Konstitusi terdiri dari 9
orang yang diajukan masing-masing oleh Mahkamah Agung, DPR dan pemerintah
dan ditetapkan oleh Presiden, sehingga mencerminkan perwakilan dari 3 cabang
kekuasaan negara yaitu yudikatif, legislatif, dan eksekutif.

Page 26 of 29

Struktur lembaga Negara sesudah amandemen


Setelah perubahan UUD 1945, ada beberapa praktik ketatanegaraan yang
melibatkan rakyat secara langsung. Misalnya dalam hal pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden, dan pemilihan Kepala Daerah (Gubernur dan Bupati/Walikota). Hal-hal
tersebut tentu lebih mempertegas prinsip kedaulatan rakyat yang dianut negara kita.
Setelah melalui serangkaian perubahan (amandemen), terdapat lembaga-lembaga
negara baru yang dibentuk. Sebaliknya terdapat lembaga negara yang dihapus, yaitu
Dewan Pertimbangan Agung (DPA).

Page 27 of 29

KESIMPULAN
Pembagian

kekuasaan

sangat

mutlak

diperlukan

untuk

untuk

mengindari

penyelenggaraan kekuasaan yang terpusat pada satu tangan yang dapat berakibat terjadinya
pemerintahan yang otoriter dan terhambatnya peran serta rakyat. Sehingga dengan adanya
pembagian kekuasaan dalam penyelenggaraan negara terjadi kontrol dan keseimbangan
diantara lembaga pemegang kekuasaan.
Pembagian kekuasaan dalam sistem konstitusi di Indonesia telah diatur dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pembagian kekuasaan diatur sebagai
berikut :
1. Kekuasaan legislatif yaitu DPR,
Pasal 20 ayat (1), yang berbunyi Tiap undang-undang menghendaki persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat yang berarti DPR memegang kekuasaan membentuk
Undang-undang.
2. Kekuasaan eksekutif yaitu Presiden,
Pasal 4 ayat (1), yang berbunyi Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar memegang kekuasaan pemerintahan.
3. Kekuasaan yudikatif yaitu Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung.
Pasal 24 ayat (1), yang berbunyi Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah
Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang yang
berarti memegang kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Meskipun dalam Sistem Konstitusi yang berlaku di Indonesia menganut konsep
sistem pemisahan kekuasaan (separation of power) atau doktrin trias politika sebagaimana
yang dikemukakan oleh Montesquieu, namun dalam sidang-sidang BPUPKI 1945, Soepomo
misalnya menegaskan bahwa UUD 1945 tidak menganut doktrin trias politica dalam arti
paham pemisahan kekuasaan, melainkan menganut sistem pembagian kekuasaan
Pembagian kekuasaan dalam sistem konstitusi yang berlaku di Indonesia telah
mengalami perubahan, yaitu Sebelum Amandemen UUD 1945 (Periode 18 Agustus 1945
27 Desember 1949) dan Sesudah Amandemen (Periode 19 Oktober 1999 Sekarang).

Page 28 of 29

Page 29 of 29

Anda mungkin juga menyukai