PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN
Demokrasi di Indonesia
04
Syari’ah dan Hukum Ilmu Hukum Ikhwan Aulia Fatahillah, SH., MH.
Abstract Kompetensi
Pada pokok bahasan saat ini, akan Mahasiswa diharapkan mampu
mendeskripsikan berkenaan dengan mendeskripsikan berkenaan dengan
pengertian demokrasi, azas demokrasi pengertian demokrasi, azas demokrasi
atau kedaulatan rakyat, bentuk-bentuk atau kedaulatan rakyat, bentuk-bentuk
demokrasi, implementasi demokrasi,
perkembangan demokrasi hingga demokrasi, implementasi demokrasi dan
melahirkan pemilihan umum dan lain sebagainya.
demokrasi sebagai unsur negara
hukum
Pendahuluan
Pembentukan negara terjadi dalam suatu negara yang memiliki berbagai suku
bangsa dan ras. Dimana setiap negara mepunyai tujuan dan ideologi negara, tujuan inilah
yang akan menjadi pedoman bagi negara untuk menetapkan ke arah mana negara itu
ditujukan, dan menentukan bentuk negara dan bentuk pemerintahannya. Ada beberapa
bentuk negara, yaitu: unitarisme, federasi, dan konfederasi. Sedangkan bentuk
pemerintahan, yaitu: monarki, oligarki, aristokrasi dan demokrasi. Demokrasi sendiri lahir
pada zaman Yunani Kuno dan Romawi Kuno, saat itu bentuk pemerintahan masih monarki
absolut dimana raja berkuasa mutlak dan rakyat tidak memiliki hak dalam penyelenggaraan
negara.
Dalam Hukum Tata Negara pengertian kedaulatan itu bisa relatif, artinya bahwa
kedaulatan itu tidak hanya dikenal pada negara-negara yang mempunyai kekuasaan penuh
ke luar dan ke dalam tapi juga bisa dikenakan pada negara-negara yang terikat dalam suatu
perjanjian yang berbentuk traktat atau dalam bentuk konfedersi, dan yang paling akhir jika
kedaulatan itu hanya diartikan sebagai kekuasaan untuk mengurus rumah tangga sendiri
yang disebut otonomi.
Pengertian Demokrasi
Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani, demos dan kratos. Demos yang berarti
rakyat atau penduduk setempat, dan cratein atau kratos yang berarti pemerintahan. Secara
etimologis (bahasa) demokrasi adalah pemerintahan rakyat banyak.
a. para pejabat yang dipilih, pemegang kendali terhadap segala keputusan pemerintah
mengenai kebijakan secara konstitusional berada ditangan para pejabat yang dipilih
Ajaran kedaulatan ini lahir dari JJ. Rousseau sebagai kelanjutan dari filsafatnya yang
bersumber kepada perasaan. Berbeda dengan ahli-ahli filsafat pada zamannya yang lebih
mementingkan ilmu pengetahuan berdasarkan hyper-intellektualisme dengan penemuan-
penemuan baru, maka Rousseau berpendapat bahwa kebudayaan itu dengan penemuan-
penemuannya yang baru dan dengan usahanya untuk mencari penghalusan dalam
kehidupan sehari-hari, pada hakekatnya akan membawa akibat bagi umat manusia ke arah
kemerosotan dan keruntuhan dalam hidupnya. Kemajuan-kemajuan dalam teknik, seperti
berdirinya industri-industri hanya mempertajam adanya kemewahan disatu pihak dan
kemiskinan dilain pihak. Hal ini disebabkan karena manusia telah hidup menyimpang dari
Ajaran kedaulatan rakyat berpangkal tolak pada hasil penemuannya bahwa tanpa
tata tertib dan kekuasaan, manusia akan hidup tidak aman dan tentram. Tanpa tata tertib
manusia merupakan binatang yang buas ”homo homini lupus”, dan kehidupan itu berubah
menjadi perang antar sesama umat manusia ”bellum omnium contra omnes”. Itulah
sebabnya manusia-manusia bersepakat untuk mendirikan negara, dan untuk itu mereka
mengadakan perjanjian masyarakat. Jalan yang ditempuh bermacam-macam. Menurut
pendapat pertama, maka kekuasaan dari rakyat karena perjanjian masyarakat itu habis,
sebab kekuasaan itu berpindah kepada penguasa yang kini mempunyai kekuasaan mutlak.
Ialah yang berdaulat. Pendapat kedua beranggapan bahwa manusia sejak dilahirkan telah
membawa hak. Untuk menjamin hak-hak itu maka mereka mengadakan perjanjian
masyarakat. Jadi tugas itu adalah untuk melindungi hak-hak rakyat. Jika penguasa tidak
menjalankan tugasnya sebagaimana mestinya, ini berarti bahwa pihak penguasa telah
melanggar perjanjian dan rakyat dapat mengambil tindakan seperlunya terhadap
pelanggaran itu. Dalam pengertian pertama dan kedua di atas, penguasa adalah berdaulat
dan kedaulatan itu adanya berdasarkan perjanjian rakyat.
Berbeda halnya dengan apa yang diuraikan di muka adalah konstruksi Rousseau.
Menurut pendapatnya rakyat tidak menyerahkan kekuasaan kepada pihak penguasa karena
pada perjanjian masyarakat, individu-individu itu menyerahakan haknya kepada rakyat
sendiri sebagai suatu keseluruhan. Penguasa menjalankan kekuasaannya karena haknya
sendiri melainkan sebagai mandataris rakyat. Sewaktu-waktu rakyat bisa merubah atau
menarik kembali mandat itu.
Selanjutnya dalam teori Rousseau rakyat yang berdaulat itu hanya merupakan suatu
fiksi saja karena rakyat dapat mewakilkan kekuasaannya dengan berbagai macam cara.
Yaitu mewakilkan kepada seorang saja atau beberapa orang. Kepada suatu korps pemilih,
bahkan dapat juga turun-temurun. Kedaulatan sebenarnya tidak terletak lagi kepada rakyat
tapi pada seseorang atau beberapa orang, pada korps pemilih atau pada raja yang secara
nyata-nyata menjalankan kekuasaannya itu. Jadi kedaulatan rakyat menurut Rousseau pun
2020 Pendidikan Kewarganegaraan-
5 Demokrasi di Indonesia Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Ikhwan Aulia Fatahillah, SH., MH.
merupakan pengertian yang semu dan abstrak. Oleh karena pengertian itu tidak dapat
dilihat dengan nyata dalam bentuk yang kongkrit.
Ajaran Rousseau mempertahankan bahwa kedaulatan itu tidak lepas dari rakyat
dalam praktek tidak benar dengan adanya kekuasan yang diwakilkan itu. Dalam ajarannya
yang penting adalah kedaulatan itu dinyatakan dalam bentuk pernyataan kehendak,
sehingga kedaulatan rakyat itu diwujudkan dalam pernyataan rakyat untuk menyampaikan
kehendaknya. Penyampaian kehendak dilakukan dengan dua cara, yaitu:
Apa sebab Rousseau menyamakan ketiga hal tersebut di atas, yaitu karena suara-
suara minoritas menurut pendapatnya adalah suara tidak membawakan kehendak atau
kepentingan umum dan suara yang sedikit itu olehnya dianggap menyimpang dari
kepentingan umum. Dalam praktek sering kali terlihat hal-hal yang sebaliknya. Suara
terbanyak yang menjadi suatu keputusan belum tentu membawakan kepentingan umum,
karena yang didukung oleh suara terbanyak itu tidak lagi mempersoalkan kebenaran yang
hendak dikejar akan tetapi mempersoalkan menang atau kalah.
Disinilah letak penyelewengan dari sistem mayoritas yang tidak mengejar lagi akan
kebenaran melainkan kemenangan. Untuk memmperoleh kemenangan orang berusaha
mendapatkan dukungan suara sebanyak-banyaknya dengan jalan apapun juga asal tujuan
tercapai. Bahkan dalam keadaan demikian itu suara minoritas menurut Rousseau adalah
suara yang menyimpang dari kepentingan umum, kemungkinan besar membawakan suara
Ajaran Rousseau ini berpangkal pada individu yang dilahirkan sebagai makhluk yang
mempunyai pembawaan-pembawaan yang baik. Karena itu suara terbanyak yang
dikembalikan kepada pembawaan manusia yang baik adalah cermin kehendak rakyat yang
tidak sesat. Suara-suara minoritas adalah kehendak individu yang menyimpang dari
kepentingan umum. Akibat dari ajaran Rousseau itu orang memperoleh pengertian tentang
demokrasi yang mutlak.
Hampir setiap negara mencantumkan azas demokrasi atau kedaulatan rakyat dalam
Undang-undang Dasarnya, walaupun azas ini hanya merupakan mythos saja karena dalam
praktek akhirnya orang yang satu dibedakan dengan orang lainnya. Sehingga dalam
kenyataannnya yang berdaulat di negara itu adalah segolongan kecil manusia dalam
masyarakat. Golongan ini karena kelebihannya merupakan golongan yang memerintah ”The
Rulling Class” atau juga ”Elite”.
Bentuk-Bentuk Demokrasi
a. Dilihat dari sudut pandang dan titik tekan perhatiannya, dapat dibedakan menjadi:
Demokrasi formal,
Yaitu demokrasi yang menjujung tinggi persamaan dalam bidang poltik tanpa
disertai upaya untuk mengurangi atau menghilangkan kesenjangan dalam bidang
ekonomi (kesempatan ekonomi dan politik bagi semua orang adalah sama).
Demokrasi material,
Demokrasi gabungan,
Yaitu demokrasi sintesis dari demokrasi formal dan demokrasi material.
Demokrasi ini berupaya mengambil hal-hal baik dan membuang hal-hal buruk dari
demokrasi formal dan demokrasi material.
b. Dilihat dari sudut pandang cara penyaluran kehendak rakyat, dapat dibedakan
menjadi:
Demokrasi langsung,
Yaitu rakyat secara langsung mengemukakan kehendaknya di dalam rapat
yang dihadiri oleh seluruh rakyat.
c. Dilihat dari sudut pandang tugas-tugas dan hubungan antara alat-alat perlengkapan
negara, dapat dibedakan menjadi:
Demokrasi dengan sistem parlementer,
Yaitu dalam demokrasi ini terdapat hubungan erat antara badan legislatif dan
badan eksekutif. Hanya badan legislatif saja yang dipilih rakyat, sedangkan badan
eksekutif yang biasa disebut kabinet dipimpin oleh seorang perdana menteri yang
dibentuk berdasarkan dukungan suara terbanyak dalam dewan perwakilan rakyat
atau parlemen.
- Referendum obligator,
Dalam referendum ini kebijakan atau undang-undang oleh pemerintah atau
dibuat oleh dewan perwakilan rakyat baru dapat dijalankan, setelah disetujui
oleh rakyat dengan suara terbanyak.
- Referendum fakultatif,
Undang-undang yang dibuat oleh dewan perwakilan rakyat baru dimintakan
persetujuan rakyat, apabila dalam jangka waktu tertentu setelah undang-
undang diumumkan, sejumlah rakyat memintanya.
- Tidak semua rakyat Yunani adalah bebas, karena itu tidak semua rakyat
Yunani mempunyai hak suara dalam ecclesia (musyawarah). Budak belian
tidak mempuyai hak suara, oleh karena mereka tidak dianggap sebagai
manusia yang dapat melakukan tindakan hukum atau mereka itu bukan
merupakan subjek hukum, sebaliknya mereka dianggap sebagai objek-objek
hukum yang disamakan dengan benda-benda yang diperdagangkan.
Mereka itu adalah manusia-manusia hidup tapi tidak diperlakukan sebagai
manusia biasa yang mempunyai hak suara.
- Demokrasi di Yunani dilaksanakan melalui ecclesia tapi dalam
kenyataannya tidak semua Warga Polis dapat ikut serta, bahkan sebagain
besar akan menyerahkan hak suaranya kepada orang-orang yang pandai
berbicara, yang pandai berdiskusi atau menyerahkan kepada pemimpin-
pemimpin yang lebih pandai memainkan lidahnya yang disebut rethorika.
Akhirnya pemimpin-pemimpin inilah yang mengambil keputusan tentang
nasib rakyat yang sebagian besar tidak bisa ikut berbicara.
Jadi demokrasi langsung dalam arti yang murni di Yunani maupun di Romawi Kuno tidak
ada.
Seringkali orang memakai sebagai contoh Negara Swiss yang masih melakukan
demokrasi langsung pada zaman modern ini. Pengawasan langsung oleh rakyat terhadap
tugas legilatif adalah buktinya. Pengawasan ini dilakukan dalam dua bentuk, yaitu
referendum obligator dan referendum fakultatif. Referendum obligator menentukan suatu
undang-undang berlaku karena rakyat telah menyetujuinya. Jadi berlakunya suatu undang-
undang tergantung kepada persetujuan rakyat. Undang-undang ini lazimnya sangat penting
bagi rakyat karena itu harus mendapat persetujuan lebih dahulu misalnya Undang-undang
Dasar. Referendum fakultatif itu dilakukan jika sesudah undang-undang itu diumumkan
dalam jangka waktu tertentu diperlukan persetujuan rakyat. Persetujuan dari rakyat tidak
diharuskan karena sifat undang-undang itu tidak sepenting yang pertama.
Karena luasnya wilayah daerah dan banyaknya penduduk yang hidup di dalamnya,
maka demokrasi secara langsung tidak mungkin dilaksanakan lagi. Yang ada hanya
demokrasi yang diwakilkan (representative democracy) atau demokrasi tidak langsung
(indirect democracy).
Pada sistem yang kedua kekuasaan eksekutif pada prinsipnya tidak tergantung pada
perwakilan rakyat. Dasar kekuasaan dari eksekutif terletak pada pilihan rakyat, dan presiden
sebagai kepala eksekutif menunjuk pembantu-pembantunya yang tidak bertanggung jawab
kepada wakil-wakil rakyat melainkan kepada presiden. Karena itu eksekutif ini tidak bisa
dijatuhkan oleh badan perwakilan rakyat dengan suara terbanyak sekalipun.
Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa dalam pengertian murninya rakyat secara
keseluruhan ikut menentukan jalannya pemerintahan, dan yang demikian itu disebut
demokrasi langsung (direct democracy). Pada umumnya orang beranggapan bahwa zaman
Yunani Kuno Dan Romawi Kuno terdapat demokrasi langsung tetapi kenyataannya tidak.
Karena dalam City State atau Polis terdapat perbedaan tentang siapa yang disebut warga
kota yang juga membawa perbedaan pada haknya, maka yang terjadi disana sebenarnya
suatu demokrasi yang terbatas.
Kalau diperhatikan pada masyarakat hukum adat yang jumlah penduduknya sedikit
dan wilayahnya juga tidak begitu luas, maka demokrasi langsung dapat dipraktekkan juga.
Tetapi jika dilihat dari sudut siapa yang memerintah dan siapa yang diperintah, maka dalam
corak pemerintahan yang bagaimanapun juga selalu terdapat sekelompok manusia yang
memerintah yang jumlahnya sedikit, dan sebaliknya jumlah yang diperintah lebih banyak.
Baik di Yunani, Swiss, dan masyarakat hukum adat dewasa ini selalu ada beberapa
orang yang mengatur urusan bersama, pada hakekatnya bertindak sebagai pihak yang
memerintah dan rakyat sebagian besar yang diperintah. Karenanya adalah berlawanan
dengan kodrat alam bahwa yang jumlahnya besar yang memerintah sedang yang jumlahnya
sedikit harus diperintah. Sebab dalam setiap masyarakat memang selalu ada orang yang
dilahirkan untuk menjadi pemimpin yang jumlahnya sedikit, dan mereka inilah pada
hakekatnya menjadi golongan yang memerintah.
”a government deriving its power and authority from people, which power and authority are
exercised through representative chosen and responsible to them”.
Dalam konfrensi ditetapkan pula syarat-syarat dasar dari representative government under
the rule of law sebagai berikut:
a. proteksi konstitusionil;
b. pengadilan-pengadilan yang bebas dan tidak memihak;
c. pemilihan-pemilihan yang bebas;
d. kebebasan menyatakan pendapat;
Jadi jelaslah bahwa kedaulatan rakyat menurut apa yang diajarkan Rousseau dalam
praktek belum pernah terjadi sepenuhnya. Yang ada hanya kedaulatan rakyat dengan
perwakilan dan Logemann menyebutnya sebagai mythos dari abad ke-19.
Menurut Aristoteles, Negara Hukum itu timbul dari Polis yang mempunyai wilayah
kecil, seperti kota yang berpenduduk sedikit, tidak seperti negara saat ini. Dalam Polis itu
segala urusan negara itu dilakukan dengan musyawarah (ecclesia), dimana seluruh warga
negara ikut serta dalam penyelenggaraan negara.
Yang dimaksud dengan negara hukum ialah negara yang berdiri di atas hukum yang
menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya
kebahagiaan hidup untuk warga negara dan sebagai dasar dari pada keadilan itu perlu
diajarkan rasa susila kepada setiap manusai agar menjadi warga negara yang baik.
Demikian pula dengan peraturan hukum yang sebenarnya hanya ada jika peraturan hukum
itu mencerminkan keadilan bagi pergaulan hidup antar warga negaranya. Bagi Aristoteles
yang memerintah negara bukanlah manusia sebenarnya melainkan pikiran yang adil
Dalam sejarah ketatanegaraan dikenal negara hukum dalam arti sempit sebagai
ajaran dari Emanuel Kant dan Fichte. Sejajar dengan lahirnya paham liberal yang
menentang kekuasaan absolut dari para raja. Jika pada zaman ancient regieme, kekuasaan
raja besar sekali dalam menentukan kesejahteraan rakyatnya, maka menurut paham
liberalisme negara justru harus melepaskan dirinya dari campur tangan urusan
kesejahteraan rakyat.
Sebenarnya antara tipe negara dan akibatnya terdapat hubungan korelatif atau
fungsionil. Artinya jika hendak mengetahui lebih mendalam apakah negara hukum itu, maka
orang akan menghubungkan negara hukum ini sebagai suatu tipe negara dengan pengaruh
rakyat terhadapnya dan sebaliknya. Hubungan korelatif dari aliran ini dengan bentuk negara
dan pemerintahannya adalah monarki konstitusional, yaitu bahwa kekuasaan raja dibatasi
oleh konstitusi sebagai akibat dari perjanjian yang dilakukan dengan rakyatnya yang
menentukan kedua belah pihak dalam kedudukan yang sama. Karena itu bentuk negara dan
pemerintahannya bersifat dualis.
Pada negara hukum liberal atau negara hukum dalam arti sempit, orang hanya mengenal
dua unsur yang penting, yaitu:
a. kepastian hukum;
b. persamaan;
c. demokrasi;
d. pemerinthan yang melayani umum
Jadi negara hukum formil ialah negara hukum yang mendapat pengesahan dari rakyat,
segala tindakan penguasa memerlukan bentuk hukum tertentu, harus berdasarkan undang-
undang.
Demokrasi sama dengan azas kedaulatan rakyat, dalam arti rakyat memegang kekuasaan
tertinggi dalam pemerintahan. Tapi dari berbagai bentuk yang disebut di atas dan sesuai
perkembangan dari demokrasi itu sendiri, sejatinya tidak ada demokrasi yang diterapkan
secara langsung kepada rakyat, yang ada hanyalah demokrasi yang diterapkan secara tidak
langsung atau yang kita kenal dengan demokrasi perwakilan. Dari demokrasi perwakilan
inilah yang melahirkan pemilihan umum di dalam suatu negara.
Demokrasi juga merupakan unsur pembentuk negara hukum atau dikenal dengan negara
hukum formil yang menjamin adanya demokrasi politik dan demokrasi materil yang
berhubungan dengan human right.
Asshidiqie, Jimly. 2009. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: PT.
Rajagrafindo persada.
Kusnardi Moh., Harmaily Ibrahim. 1988. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta:
Sinar Bakti.
Referensi lainnya :
http://images.google.com