Anda di halaman 1dari 7

ZAHRA NOOR ARIFAH

2061201114

MANAJEMEN MALAM

Ringkasan Paket 3 ( DEMOKRASI: ANTARA TEORI DAN PRAKTIK)

Pengantar: Dalam rangkaian sejarah dunia, memerdekakan manusia adalah alasan utama
kenapa istilah “modern” lahir. Semangat renaissance mengamanatkan bahwa manusia harus
diberi kesempatan lebih baik untuk melindungi dirinya.

Demokrasi adalah prinsip perlindungan hak manusia sebagai warga negara. Di Indonesia,
demokrasi adalah bentuk yang disepakati. Indonesia cukup panjang, namun kebutuhan untuk
terus belajar tentangnya tidak boleh berhenti. Namun, dalam perjalanan sejarah, demokrasi
sebagai praktik politik dan kenegaraan telah mengalami proliferasi makna.

Pada masa Revolusi Perancis, Rousseau memaknai demokrasi sebagai kepentingan dan
kebaikan orang banyak lebih baik dari mementingkan diri sendiri dan golongan.Sedang pada
masa modern dewasa ini, Bobbio mendiskusikan demokrasi dengan siapa yang berwenang
untuk mengambil keputusan-keputusan kolektif, serta penggunaan prosedur yang digunakan.
Lebih lanjut, Bobbio memberikan “rambu-rambu” dalam memaknai demokrasi dengan
indikator-indikator minimal yang harus ada dalam demokrasi, yakni; (i), tanpa adanya
pembedaan ras, agama, jenis kelamin, ekonomi, semua berhak menyatakan pen- dapat,
memberikan suara. Baro- meternya adalah kawasan Asia Timur, yang diteliti pada awal 2000.
Prosentase keempat mendeskripsikan makna-makna yang kompleks (miscellaneous).

Konsep demokrasi adalah salah satu gagasan yang paling populer, tetapi cukup susah
dijernihkan dalam pemahaman. definitif yang sama, namun pada tataran aplikatif, konsep ini
akan dikembalikan kepada tafsir dan kebutuhan kontekstual.

Demokrasi universal adalah istilah untuk mencari rangkuman prinsip-prinsip demokrasi


yang berupa nilai sekaligus semua bentuk transformasinya. Misalnya saja, Yunani yang
dikenal sebagai benih per- adaban Barat dan dianggap sebagai promotor pertama konsep
demokrasi itu, bukan berarti menguasai prinsip-prinsip demokrasi universal. Konsep negara,
warga negara, masyarakat, kesetaraan, kebebasan, hukum atau penghoramatan atas hak-hak
warga yang ada saat itu sangat mungkin berbeda dengan asosiasi makna yang berkembang
sekarang. Konsep demokrasi pertama tidak berarti otomatis menjadi konsep demokrasi
universal. Misalnya saja, alasan yang dikemukakan Aristoteles dalam bukunya Politics bahwa
demokrasi adalah cara yang buruk dalam mengelola negara pada dasarnya merupakan alasan
lokal. Mungkin di suatu masyarakat tertentu yang tidak memiliki relevansi dengan prinsip-
prinsip demokrasi, maka pemberlakuan demokrasi juga menjadi tidak relevan. Sebagaimana
diterangkan di atas, prinsip demokrasi universal tidak disepakati dan tidak diputuskan dalam
aturan yang mengikat. Demokrasi yang di zaman sebelumnya telah ditemukan itu dipugar
lagi dalam semangat kelahiran kembali, renaissance. Demokrasi adalah salah satu konsep
yang ikut terdampak. Muatan pokok Magna Carta adalah penciptaan prinsip pengelolaan
kekuasaan yang menjadikan keinginan rakyat hanya sebagai satu-satunya otoritas.46
Monumentasi ini kemudian dilanjutkan dengan simbol-simbol pemantaban demokrasi yang
lain seperti Deklarasi Independensi dan Konstitusi di Amerika pada 1776 yang digagas
sebagai kesepakatan antara Presiden AS Thomas Jefferson dengan rakyatnya untuk merdeka
dari Inggris dan dari segala bentuk penjajahan lainnya. Kalimat Jefferson yang melegenda
pada saat itu adalah, “hidup, bebas dan mencapai kebahagiaan.”.

Tokoh-tokoh pemikiran politik yang penting seperti Rousseau, Locke, Voltaire, dan
Montesquieu adalah perumus teori demo- krasi modern yang dipakai oleh bangsa-bangsa di
dunia sampai sekarang.

Prinsip Demokrasi Universal

1. dari segala bentuk penindasan personal, kelembagaan maupun institusional menjadikan ide
kebebasan dalam demokrasi menjadi segala-galanya. Kebebasan manusia sebagai individu
mandiri yang berhak melakukan apa pun adalah tujuan dari prinsip liberatif.

2. Prinsip Pembatasan Kekuasaan. Pemerintah adalah pemangku kekuasaan. untuk


memerintah dan mengelola kekuasaan. Di dalam prosesnya, kekuasaan selalu tergoda untuk
menyeleweng.

3. Aturan yang biasanya dipakai dalam demokrasi sistem representasi adalah kekuasaan suara
terbanyak. Mayoritas adalah yang berhak mengendalikan keseluruhan keputusan bernegara
dan berbangsa.

Kedua, penindasan yang sebelumnya terjadi bisa diantisipasi dengan jaminan hukum melalui
kesepakatan demokratis. Yakni, kesepakatan yang lahir dari pilihan rakyat.

Berdasar isi materi, prinsip demokrasi universal

1. Kehidupan warga negara yang melindungi hak-hak kebebasan.

2. Kesetaraan di depan hukum bagi semua warga negara.

3. Kepastian konstitusional yang mengatur wewenang. Jaminan dalam pengelolaan


kekuasaan oleh pemerintah.

Demokrasi konstitusional, liberal, dan deliberatif

Toleransi dalam situasi keragaman. Kebebasan dalam berkepercayaan dan beragama.


Budiarjo mendefinisikan demokrasi langsung dengan ben- tuk pemerintahan di mana hak
untuk membuat keputusan- keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga
negara yang bertindak berdasar prosedur mayoritas. Demokrasi langsung ini pada awalnya
terdapat di negara-kota Yunani Kuno (abad ke-6 sampai abad ke-3 S.M). Karakteristik
langsung dalam demokrasi Yunani ini bisa berjalan efektif dikarenakan wilayah yang terbatas
dan sederhana, serta penduduknya sedikit (tidak lebih dari 300.000 jumlah penduduk). Bukti
konkritnya adalah adanya Piagam Magna Charta (Piagam Besar) pada 1215M.51 Magna
Charta merupakan semi kontrak antara beberapa bangsawan dan Raja John dari Inggris yang
berupa jaminan hak sebagai imbalan penyetoran upeti dalam kegiatan perang. Ini merupakan
representasi perkembangan gagasan demokrasi yang muncul di Eropa. Setelah abad
pertengahan, demokrasi perwakilan ini mengalami proliferasi yang sedemikian rupa.
Budiarjo menambahkan bahwa para pemikir yang berijtihad di antaranya adalah John Locke
(1632-1704) dan Montesquieu (1689-1755). Demokrasi konstitusional ini sebagai kelanjutan
dari demok- rasi perwakilan, sebagai suatu pembatasan kekuasaan lewat konstitusi.
Kekuasaan negara yang terbagi ke dalam Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif diatur
sedemikian rupa dalam rangka terjadinya sistem checks and balances. merupakan suatu
dokumen yang mencerminkan pembagian kekuasaan (baik eksekutif, legislatif maupun
yudikatif. Ide bahwa pemerintah dilarang campur tangan terhadap warganya di bidang sosial
dan ekonomi (laissez faire), lambat laun juga mengubah eksistensi pemerintah untuk ikut
bertanggung jawab terhadap dimensi sosial dan politik warganya. Pada penerapannya, dalam
periode ini banyak negara modern yang mengatur dimensi pajak, upah minimum, pensiun,
pendidikan umum, kesehatan dan aspek vital lainnya. Pada tataran ini, International
Commission of Jurists memberikan persyaratan dasar bagi terselenggaranya pemerintahan
yang demokratis di bawah Rule of Law, yakni; pertama, perlindungan konstitusional. Kedua,
badan kehakiman yang independen. Sedangkan meliorisme menekankan pada keberlanjutan
(sustainability) yang tak pernah henti tentang suatu kemajuan (progress). Dan prinsip
egalitarianisme yang menekankan pada kesetaraan hak dan kewajiban individu sebagai warga
negara Habermas, yang mensintesakan dengan konsep demokrasi.

1) Model Liberal, mengacu pada konsep liberal dari Locke. Dalam model ini terdapat jarak
yang lebar antara negara di satu sisi dan warga negara di sisi lain. 2) Model Republik, yang
menekankan adanya hubungan saling ketergantungan (interdependency) antara pemerin- tah
dan warganya.

Proses pengujian ini melibatkan semua pihak yang terkait langsung dengan isu tersebut, tanpa
ada intervensi dan tekanan dari pihak manapun. Komunikasi dalam public sphere inilah yang
kemudian diterjemahkan Habermas model demokrasi deliberatif. Senada dengan hal itu,
Melo dan Baiocchi mendefinisikan demokrasi deliberatif sebagai model yang
mengembangkan versi demokrasi substantive berdasar justifikasi publik melalui proses
musyawarah (deliberatif). Hardiman menambahkan, demokrasi deliberatif dapat dimaknai
sebagai peran aktif masyarakat yang membangun opini mereka secara publik, memberikan
kontrol dan. pengendalian arah pemerintahan secara tidak langsung dalam media hukum.

Sejarah Perkembangan Demokrasi di Indonesia

Indonesia adalah negara merdeka. Sistem pemerintahan yang dianut Indonesia sejak merdeka
adalah demokrasi. Demokrasi yang dianut Indonesia adalah demokrasi Pancasila. Pencarian
model kekuasaan bagaimana seharusnya kekuasaan dikelola secara tepat terjadi secara
intensif di sepanjang sejarah Indonesia sejak Proklamasi. Pertikaian antar elit dan antar partai
yang semakin meruncing di awal kemerdekaan jelas menunjukkan bahwa Indonesia saat itu
memang telah merdeka, namun belum siap dalam bernegara.62 Pergantian kontingensi
kabinet yang relatif cepat dengan berbagai macam komposisi elit adalah indikasi kegelisahan
luar biasa bagi para perumus dasar negara Indonesia untuk menentukan sistem mana yang
lebih pas. Ikhtiar demokrasi pertama terjadi sejak 1950-1957. Pada saat itu Indonesia masih
berada dalam situasi yang membingungkan. Demokrasi Parle- menter atau Demokrasi Liberal
yang pertama kali dicoba di Indonesia menemukan hambatan-hambatan teknis. Pembangunan
tidak berjalan, banyak aset yang terbengkalai, rakyat merasa tidak punya . Pada 1950,
demokrasi parlementer dicangkok dari Belanda oleh politikus Jakarta karena model
demokrasi ini dianggap paling baik. Kabinet bertanggung jawab kepada parlemen (DPR)
yang jumlahnya 232 orang.65 Di masa demokrasi parlementer ini, pergantian kabinet terjadi
paling banyak, mulai dari Kabinet Natsir (1950-1951), Kabinet Sukiman (1951-1952),
Kabinet Wilopo (1952-1953), Kabinet Alisastroamidjojo I (1953-1955), Kabinet
Burhanuddin Harahap (1955-1956) hingga kembali Ali Sastroamidjojo II (1956-1957).
Demokrasi Terpimpin dimulai pada 1957 hingga 1965. Demokrasi parlementer dianggap
tidak cocok dengan situasi kebangsaan yang belum memadai. Kekuasaan memang berasal
dari rakyat, akan tetapi kekuasaan rakyat harus diarahkan oleh pemimpin yang lebih
mengerti. Apa gunanya kekuasaan diberikan kepada pemiliknya yang tidak mengerti.

Latar belakang utama kelahiran demokrasi terpimpin adalah karena tidak bekerjanya ikhtiar
demokrasi yang sebelumnya telah dilakukan. Pemilu 1955 adalah pemilu pertama yang
dianggap cukup baik dalam sejarah demokrasi Indonesia. Meski dianggap tidak
konstitusional, dekrit ini cukup melegakan. Digambarkan saat itu, bahwa ketika terjadi
kebuntuan soal pembentukan konstitusi baru, banyak faksi politik terutama yang berhaluan
“Islam kaku” ingin memasukkan muatan Piagam Jakarta sebagai bagian dari konstitusi.
Konsep keterpimpinan dalam demokrasi Indonesia saat itu mendapat pemahaman baru.
Pemahaman baru ini juga lahir dari. Konsep demokrasi terpimpin ini kemudian mendapat
imbuhan sifat kelengkapan yang baru menjadi USDEK. Hanya dengan ini Indonesia bisa
berbenah, berjalan secara terarah dengan capaian yang jelas. Pada masa sesudahnya,
demokrasi dijalankan sebagai bagian dari fase sejarah politik Orde Baru. Orde Baru adalah
istilah yang dibuat untuk menciptakan monumentasi diferensial terhadap sejarah sebelumnya
yang dianggap gagal, Orde Lama. Demokrasi di masa Orde Baru terkenal dengan Demokrasi
Pancasila. Disintegrasi sosial, ekonomi yang memburuk dan politik yang tidak stabil di masa
Orla mengharuskan Orba menemukan strategi politik demi mengatasi anomali tersebut.
Prinsip-prinsip kebebasan bahkan sama sekali tidak terjadi. Di masa Orba, tangan-tangan
tidak terlihat penguasa menjadi teror laten yang mencekam. Setelah 1998, demokrasi di
Indonesia berjalan dengan karakter yang menekankan kebebasan di atas tekanan yang lain.

Prinsip Dan Parameter Demokrasi

Demokrasi adalah istilah abstrak untuk menunjuk situasi tertentu yang diinginkan.
Sebagaimana keterangan yang telah lalu, asas utama demokrasi adalah ketiadaan penindasan.
Bahwa manusia adalah mahluk yang berdaulat atas dirinya sendiri.

Kesepakatan pertama adalah penemuan terhadap negara. Negara adalah wadah besar di
mana segala perbedaan diorganisir menjadi kekuatan bersama melalui penyamaan unsur dan
penyamaan harapan. memilih teknik yang tepat untuk mencapainya. Di sisi definitif,
demokrasi tidak satu. Namun demikian, keragaman ini bisa dimampatkan dalam prinsip-
prinsip yang sama yang mampu merangkum semua keragaman tersebut dalam satu atau dua
dalil inti.
Kedua, Henri B. Mayo berpendapat bahwa dasar demokrasi adalah (1) damai dan terbuka
dalam menyelesaikan konflik, (2) perubahan masyarakat terjadi secara damai, (3) pergantian
pemimpin diselenggarakan secara teratur dan damai, (4) kekerasan ditekan seminimum
mungkin, (5) tidak alergi terhadap keanekaragaman, (6) keadilan dalam arti sesungguhnya
bisa terwujud, (7) bermanfaat bagi kemajuan pengetahuan, (8) kebe- basan dan (9)
menghasilkan nilai belajar dari kelemahan-kelemahan dari satuan atau hubungan ketujuh
prinsip sebelumnya.75.

Ketiga, John Ishiyama menyederhanakan prinsip demokrasi, terutama demokrasi bagi negara
dengan karakter keragaman yang kuat dengan empat prinsip. Bagi Ebenstein, demokrasi
adalah menghormati hakikat kemanusiaan melalui prosedur, sistem atau kepastian hukum.
Modernitas berarti membebaskan manusia dari segala ketidaknyamanan yang diakibatkan
oleh penindasan dan gangguang. Melalui penjelasan yang sama, Ebenstein sebenarnya ingin
mengatakan, bahwa meskipun demokrasi bertujuan untuk menghormati hak-hak manusia
sebagai individu, demokrasi tetap dibangun melalui pembatasan hak-hak individual sehingga
menjadi kesepakatan. Ia harus didukung oleh seperangkat pengendalian yang disepakati
secara bersama-sama sebagai kanun tertinggi. Demokrasi tidak ingin mengingkari
ketidakharmonisan, demokrasi ingin mengelola ketidakharmonisan dengan cara-cara yang
baik sebagaimana telah disepakati. Ishiyama menyebut toleransi adalah kata kunci demokrasi
bagi negara yang memiliki kerumitan dalam keragaman. Memahami setiap kesalahan yang
mungkin terjadi dalam hubungan. Demokrasi memuat prinsip menjalin komunikasi yang
baik. Komunikasi harus dilakukan dan ketika dilakukan, komunikasi harus dilakukan secara
memadai. Melalui prinsip moderasi, setiap pribadi dalam negara demokrasi tidak akan
menjadi warga negara kepala batu. Pada taraf tertentu yang bisa dimasuki celahnya,
kompromi bisa menjadi tawaran yang baik. Manusia itu tidak sekadar mahluk yang
tersistemkan. Keadaban atau peradaban adalah sifat yang melekat kepada seseorang karena
tunduk kepada komitmen bersama. Masyarakat beradab adalah masyarakat yang sempurna.

Islam dan Demokrasi Dalam Konteks Indonesia

Pada 2011, provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat mengeluarkan Peraturan Gubernur yang
melarang jamaah Ahmadiyah untuk melakukan aktivitas dalam sosialisasi paham
keagamaannya. (v) Ahmadiyah memiliki surga sendiri yang letaknya di Qadian dan Rabwah
dan sertifikat kavling surga tersebut dijual kepada jamaahnya dengan harga yang sangat
mahal. (vi) Tidak boleh bermakmum dengan imam yang bukan Ahmadiyah. Data di atas
adalah sebagian contoh kecil permasalahan yang muncul di Indonesia. Berkaitan dengan nilai
dan prinsip, Islam mengajarkan nilai keadilan (al ‘adalah) dan persamaan (al-musawah).
Prinsip- prinsip ini tentunya tidak bertabrakan dengan prinsip dan nilai demokrasi secara
umum. Mengacu pada hal di atas, sebenarnya tidak ada permasalahan yang mendasar antara
konsep Islam dan demokrasi. Jabiri ikut mempertegas bahwa al-Qur’an tidak memberikan
petunjuk secara eksplisit bagi umat muslim untuk mendirikan suatu negara, kerajaan atau
imperium. Namun, banyak juga para pemikir yang berargumentasi bahwa konsep demokrasi
itu kontra produktif dengan nilai-nilai Islam. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana
mengurai benang merah antara Islam, Demokrasi dan Indonesia? Indonesia yang memiliki
penduduk mayoritas muslim sangat layak diangkat ke permukaan dalam rangka ikhtiar
mencari nilai-nilai positif yang berguna bagi perbaikan ke depan. Selain dominasi muslim
Indonesia, faktor berikutnya yang dijadikan pertimbangan adalah realitas kemajemukan
Indonesia. Pancasila yang merupakan ideologi tengah ini mempertegas bahwasannya
Indonesia bukanlah negara agama, bukan pula negara sekuler. Dalam konteks ini, siapapun
pemimpin di Indonesia, harus menerapkan ideologi yang sudah disepakati bersama, yakni
Pancasila. Terdapat nilai-nilai demokrasi dalam rumusan Pancasila, yakni sila keempat yang
menekankan adanya permusyawaratan dan perwakilan. Dasar itu adalah mufakat, dasar
permusyawaratan. Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara
untuk satu golongan walaupun golongan kaya. Kedua prinsip ini melampaui demokrasi
liberal yang tidak dikendalikan oleh otoritas apa pun sebagaimana otoritas kebijaksanaan dan
hanya dijalankan melalui cara representasi atau keterwakilan. Ia juga melampaui demokrasi
terpimpin yang tidak mengakomodir cara-cara perwakilan. Penekanan pada musyawarah
mufakat tersebut merupakan corak khas dari demokrasi Pancasila yang membedakan dengan
jenis-jenis demokrasi lainnya. Indonesia punya nilai kultural yang melekat dalam cara pikir
dan kehidupan masyarakatnya yang cenderung dihormati. Kebebasan dalam arti
sesungguhnya akan menggulung dan menghilangkan identitas kebangsaan yang terberikan.
Demokrasi terpimpin hanya ramah terhadap masa lalu kebangsaan yang adaptif terhadap nilai
dan tradisi. Demokrasi terpimpin tidak mampu menyediakan harapan kebahagiaan yang
merdeka, terbuka bagi perubahan di masa depan. Demokrasi Pancasila adalah pilihan terbaik
dari yang ada. Demokrasi Pancasila tidak menghilangkan nilai kebangsaan yang tertancap
mendalam. Lalu, bagaimana pendapat umat muslim yang kuantitasnya mendominasi di
Indonesia. Kedua, semangat demokrasi yang mengagungkan kesetaraan hak warga negara di
berbagai bidang, juga “mendapat restu” dari konsep Islam. Secara sederhana, buku ini
berkepentingan untuk mengingat- kan kembali, bahwasannya demokrasi Indonesia/demokrasi
Pancasila adalah demokrasi yang membawa corak kepribadian bangsa Indonesia yang
bercirikan adanya rasa tanggung jawab kepada Tuhan YME, menjunjung nilai-nilai
kemanusiaan, menjamin dan mempersatukan bangsa, serta demokrasi yang berfungsi untuk
mewujudkan keadilan sosial. Ini semua tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang
menganut prinsip keadilan (al-‘adalah) dan prinsip persamaan (al-musawah). Berbagai bentuk
pelanggaran HAM berat mewarnai Indonesia, sebut misalnya teror-teror yang
mengatasnamakan agama (Islam) mencederai warga negara lain yang non-muslim.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah dasar negara kita Pancasila belum final,
atau apakah para pelaku tersebut tidak tuntas dalam memahami. konsep Islam, atau justru
euphoria demokrasi yang memberikan ruang terbuka bagi setiap individu dalam berekspresi
yang kemudian menjadi permasalahan utama berbagai bentuk pelanggaran HAM di
Indonesia. Pertanyaan-pertanyaan inilah yang harus tuntas terjawab oleh kita. Eskalasi
berbagai bentuk pelanggaran HAM di Indonesia yang mengatasnamakan agama di atas
sebagai bukti bahwasannya aktualisasi nilai-nilai demokrasi Pancasila belum paripurna.
Masih ada sebagian masyarakat yang berharap besar terhadap tegaknya hukum Islam di
Indonesia. Di era yang semakin terbuka akibat ekses globalisasi dewasa ini, serta euphoria
demokrasi yang semakin mengakar di berbagai negara, membuat harapan masyarakat yang
konvensional tersebut bisa menjadi kenyataan. Ini juga sekaligus sebagai seruan, bagaimana
masyarakat Indonesia mampu mengaktualisasikan nilai dan prinsip demokrasi yang lahir dari
Barat tersebut, kemudian di kontekstualisasikan dengan nilai-nilai lokal yang seirama dengan
prinsip dan nilai agama (Islam). Harapannya akan muncul masyarakat Indonesia yang
demokratis, agamis, dan emansipatoris.

Anda mungkin juga menyukai