Abraham Lincoln
Demokrasi adalah sebuah hal yang didasari oleh rakyat. Abraham Lincoln
menjelaskan bahwa demokrasi adalah sebuah pemerintahan yang berasal dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
C.F. Strong
Demokrasi adlh sistem pemerintahan di mana mayoritas rakyat berusia dewasa
turut serta dalam politik atas dasar sistem perwakilan, yang kemudian menjamin
pemerintahan mempertanggungjawabkan setiap tindakan dan keputusannya.
Haris Soche
Demokrasi sebagai bentuk pemerintahan rakyat, karenanya dalam kekuasaan
pemerintahan terdapat porsi bagi rakyat atau orang banyak untuk mengatur,
mempertahankan dan melindungi dirinya dari paksaan orang lain atau badan yang
bertanggung jawab memerintah.
Montesquieu
Kekuasaan negara harus dibagi dan dilaksanakan oleh tiga lembaga atau institusi
yang berbeda dan terpisah satu sama lainnya, yaitu pertama, legislatif yang
merupakan pemegang kekuasaan untuk membuat undang-undang,
kedua, eksekutif yang memiliki kekuasaan dalam melaksanakan undang-undang,
dan ketiga adalah yudikatif, yang memegang kekuasaan untuk mengadili
pelaksanaan undang-undang. Dan masing-masing institusi tersebut berdiri
secara independen tanpa dipengaruhi oleh institusi lainnya.
Affan
Demokrasi sendiri terbagi menjadi dua definisi yang pertama jika diartikan secara
normatif, adalah demokrasi yang secara ideal ingin diwujudkan oleh negara,
sementara secara empiris adalah demokrasi adalah perwujudannya dunia politik
Aristoteles
sebuah kebebasan setiap warga negara. Kebebasan tersebut digunakan untuk saling
berbagi kekuasaan. Menurut Aristoteles, demokrasi adalah suatu kebebasan,
prinsip demokrasi adalah kebebasan. Hal itu karena hanya melalui kebebasanlah,
setiap warga negara dapat saling berbagi sebuah kekuasaan di dalam negaranya
sendiri.
2. SEJARAH DEMOKRASI
Periode Pasca Orde Baru / Reformasi (1998 – sekarang) Periode pasca Orde Baru
ini disebut Era Reformasi. Dalam periode ini tuntutan-tuntutan rakyat mengenai
pelaksanaan demokrasi dan HAM harus lebih konsekuen. Tuntutan ini berawal dari
lengsernya Presiden Soeharto yang telah menjabat selama tiga puluh tahun lamanya
dengan Demokrasi Pancasilanya. Dalam periode ini cita-cita dari demokrasi yang mapan
dan menjunjung tinggi HAM menjadi tantangan utama, sehingga dalam periode ini banyak
terjadinya perombakan baik secara aturan, fungsi dan institusi. Wacana demokrasi pada
pasca Orde Baru atau Era Reformasi erat kaitanya dengan pemberdayaan masyarakat
madani (civil society) dan penegakan HAM secara sungguh-sungguh serta mengembalikan
kedaulatan sesungguhnya kepada rakyat.
Hingga saat ini, demokrasi masih menjadi nilai penting dalam kehidupan
bermasyarakat dan berpolitik di Indonesia. Nilai-nilai demokrasi pun juga ditanamkan
melalui pendidikan di sekolah. Seperti yang dilaporkan oleh Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (2021), Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan,
Anindito Aditomo menyatakan bahwa demokrasi ditanamkan di sekolah dengan
menyediakan suasana yang terbuka dan mendukung siswa untuk berani berpikir mandiri
dan berpendapat. Hal itu pun dapat diterapkan di semua mata pelajaran yang diajarkan di
sekolah.
Kata "demokrasi" pertama muncul pada mazhab politik dan filsafat Yunani kuno di
negara-kota Athena. Dipimpin oleh Cleisthenes, warga Athena mendirikan negara yang
umum dianggap sebagai negara demokrasi pertama pada tahun 507-508 SM. Cleisthenes
disebut sebagai "bapak demokrasi Athena.
Demokrasi Athena berbentuk demokrasi langsung dan memiliki dua ciri utama: pemilihan
acak warga biasa untuk mengisi jabatan administratif dan yudisial di pemerintahan, dan
majelis legislatif yang terdiri dari semua warga Athena. Semua warga negara yang
memenuhi ketentuan boleh berbicara dan memberi suara di majelis, sehingga tercipta
hukum di negara-kota tersebut. Akan tetapi, kewarganegaraan Athena tidak
mencakup wanita, budak, orang asing (μέτοικοι metoikoi), non-pemilik tanah, dan pria di
bawah usia 20 tahun.
Dari sekitar 200.000 sampai 400.000 penduduk Athena, 30.000 sampai 60.000 di
antaranya merupakan warga negara. Pengecualian sebagian besar penduduk dari
kewarganegaraan sangat berkaitan dengan pemahaman tentang kewarganegaraan pada
masa itu. Nyaris sepanjang zaman kuno, manfaat kewarganegaraan selalu terikat dengan
kewajiban ikut serta dalam perang.
Demokrasi Athena tidak hanya bersifat langsung dalam artian keputusan dibuat
oleh majelis, tetapi juga sangat langsung dalam artian rakyat, melalui majelis, boule, dan
pengadilan, mengendalikan seluruh proses politik dan sebagian besar warga negara terus
terlibat dalam urusan publik. Meski hak-hak individu tidak dijamin oleh konstitusi Athena
dalam arti modern (bangsa Yunani kuno tidak punya kata untuk menyebut "hak",
penduduk Athena menikmati kebebasan tidak dengan menentang pemerintah, tetapi
dengan tinggal di sebuah kota yang tidak dikuasai kekuatan lain dan menahan diri untuk
tidak tunduk pada perintah orang lain.
Pemungutan suara kisaran pertama dilakukan
di Sparta pada 700 SM. Apella merupakan majelis rakyat yang diadakan sekali sebulan. Di
Apella, penduduk Sparta memilih pemimpin dan melakukan pemungutan suara dengan
cara pemungutan suara kisaran dan berteriak. Setiap warga negara pria berusia 30 tahun
boleh ikut serta. Aristoteles menyebut hal ini "kekanak-kanakan", berbeda dengan
pemakaian kotak suara batu layaknya warga Athena. Tetapi Sparta memakai cara ini
karena kesederhanaannya dan mencegah pemungutan bias, pembelian suara, atau
kecurangan yang mendominasi pemilihan-pemilihan demokratis pertama.
Meski Republik Romawi berkontribusi banyak terhadap berbagai aspek demokrasi,
hanya sebagian kecil orang Romawi yang memiliki hak suara dalam pemilihan wakil
rakyat. Suara kaum berkuasa ditambah-tambahi melalui sistem gerrymandering, sehingga
kebanyakan pejabat tinggi, termasuk anggota Senat, berasal dari keluarga-keluarga kaya
dan ningrat. Namun banyak pengecualian yang terjadi. Republik Romawi juga merupakan
pemerintahan pertama di dunia Barat yang negara-bangsanya berbentuk Republik, meski
demokrasinya tidak menonjol. Bangsa Romawi menciptakan konsep klasik dan karya-
karya dari zaman Yunani kuno terus dilindungi. Selain itu, model pemerintahan Romawi
menginspirasi para pemikir politik pada abad-abad selanjutnya, dan negara-negara
demokrasi perwakilan modern cenderung meniru model Romawi, bukan Yunani, karena
Romawi adalah negara yang kekuasaan agungnya dipegang rakyat dan perwakilan terpilih
yang telah memilih atau mencalonkan seorang pemimpin. Demokrasi perwakilan adalah
bentuk demokrasi yang rakyatnya memilih perwakilan yang kemudian memberi suara
terhadap sejumlah inisiatif kebijakan, berbeda dengan demokrasi langsung yang rakyatnya
memberi suara terhadap inisiatif kebijakan secara langsung.
Macam-Macam Demokrasi
Berikut beberapa macam demokrasi yang digunakan oleh negara-negara di dunia, yaitu:
1. Demokrasi Langsung
Demokrasi langsung adalah demokrasi yang setiap warganya ikut serta secara
langsung untuk menentukan kebijakan-kebijakan umum negara. Jadi, pada demokrasi ini,
rakyat memiliki kekuasaan secara langsung tanpa adanya perantara berupa perwakilan atau
parlemen.
2. Demokrasi Tidak Langsung
Demokrasi tidak langsung adalah demokrasi yang dilaksanakan melalui perwakilan
rakyat di dalam parlemen. Bentuk demokrasi ini menjadi bentuk yang paling umum
digunakan oleh negara-negara di dunia. Hal ini karena suatu negara memiliki penduduk
yang besar, wilayah luas, dan berbagai permasalahan.
“Demokrasi langsung warga masyarakat ikut serta, sedangkan demokrasi tidak
langsung melalui perantara perwakilan rakyat.”
3. Demokrasi Parlementer
Demokrasi parlementer adalah demokrasi yang memberikan banyak kekuatan
terhadap legislatif. Jadi, pihak eksekutif hanya mendapatkan kekuasaan dari legislatif,
yaitu parlemen, Adjarian. Pada demokrasi parlemen, kepala negara juga memiliki arti
yang berbeda dengan kepala pemerintahan.
4. Demokrasi Presidensial
Demokrasi presidensial adalah demokrasi yang kepala negaranya menjabat juga
sebagai kepala pemerintahan. Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan
dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Presiden dan cabang
eksekutif pemerintah tidak bertanggung jawab terhadap legislatif, tetapi tidak bisa
membubarkan legislatif.
5. Demokrasi Pancasila
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang bersumber dari nilai-nilai sosial
budaya bangsa Indonesia dan berasaskan musyawarah mufakat. Jadi pada demokrasi
Pancasila, lebih memprioritaskan kepentingan seluruh warga negara daripada kepentingan
pribadi atau golongan sesuai Pancasila.
“Demokrasi Pancasila berlandaskan nilai-nilai Pancasila yang menjadi
pandangan hidup bagi bangsa Indonesia.”
6. Demokrasi Liberal
Demokrasi liberal adalah demokrasi yang memberikan kebebesan terhadap
individu. Demokrasi ini juga mengutamakan pemberian perlindungan hak-hak individu
dari kuasa pemerintah sesuai hukum konstitusional.
Maka dari itu, dalam demokrasi ini setiap mengambil keputusan akan diambil
melalui keputusan mayoritas. Nah, itu tadi Ada macam-macam demokrasi yang digunakan
negara-negara di dunia, salah satunya demokrasi Pancasila yang digunakan negara
Indonesia.
Materi 4. Demokrasi di Indonesia
Demokrasi di Indonesia adalah suatu proses sejarah dan politik perkembangan demokrasi di
Indonesia, mulai dari pengertian dan konsepsi demokrasi menurut para tokoh dan founding fathers
Kemerdekaan Indonesia, terutama Soekarno, Mohammad Hatta, dan Soetan Sjahrir. Selain itu juga
proses ini menggambarkan perkembangan demokrasi di Indonesia, dimulai saat Kemerdekaan
Indonesia, berdirinya Republik Indonesia Serikat, kemunculan fase kediktatoran Soekarno dalam
Orde Lama dan Soeharto dalam Orde Baru, hingga proses konsolidasi demokrasi pasca Reformasi
1998 hingga saat ini.
DEMOKRASI PARLEMENTER
Era demokrasi parlementer di Indonesia, juga sering kali disebut sebagai era demokrasi
konstitusional.[25] Munculnya sistem parlementer di Indonesia karena jatuhnya kabinet Presidensial
Pertama pada 14 November 1945 yang disebabkan oleh keluarnya Maklumat Wakil Presiden No.
X/1945 pada 16 Oktober 1945 dan diikuti kemudian oleh Maklumat Pemerintah pada 3 November
1945 yang berisi tentang seruan untuk mendirikan partai-partai politik di Indonesia
Keberlanjutan dari Maklumat Pemerintah itu adalah adanya pengumuman dari
Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) tentang perubahan
pertanggungjawaban Menteri kepada Parlemen, dalam hal ini adalah Komite Nasional
Indonesia Pusat (KNIP). Usulan dari BPKNIP itu kemudian disetujui oleh Presiden
Soekarno pada 14 November 1945. Dengan demikian, maka secara otomatis sistem
pemerintahan di Indonesia saat itu bukan lagi presidensial, tetapi menjadi parlementer.[28]
Sistem pemerintahan parlementer yang pertama di Indonesia dimulai pada 14
November 1945 sampai 12 Maret 1946 dibawah kepemimpinan Perdana Menteri Pertama
Indonesia, Soetan Sjahrir atau disebut juga sebagai Kabinet Sjahrir I.[29] Langkah
mengubah sistem pemerintahan Indonesia dari presidensil ke parlementer dianggap
sebagai suatu langkah politik ideologi Sjahrir yang menganut sosial-demokrat dan
mendukung sistem demokrasi Barat yang parlemennya kuat.[20]
Demokrasi parlementer di Indonesia semakin kuat dengan memiliki landasan
konstitusional, yaitu Undang-Undang Dasar Sementara 1949 dan 1950. Dalam Undang-
Undang Dasar Sementara 1950 itu menetapkan bahwa lembaga eksekutif, yang terdiri dari
presiden sebagai kepala negara konstitusional dan menteri-menteri memiliki
tanggungjawab politik dibawah seorang perdana menteri sebagai kepala pemerintahan
sehari-hari. Kabinet pemerintahan itu kemudian dibentuk atas dasar koalisi partai-partai di
parlemen, namun sering kali koalisi antar partai itu mengalami keretakan dan
menggoyahkan kabinet pemerintahan. Akhirnya karena seringnya koalisi partai tidak
pernah utuh sampai selesai, banyak kabinet pemerintahan pada masa demokrasi
parlementer jatuh bangun dengan cepat, ditambah partai yang menjadi oposisi sering kali
menunjukkan sikap kritik destruktif dengan mengangkat sisi negatif partai penguasa, hal
ini menunjukkan bahwa partai politik di Indonesia saat itu belum dewasa.[25]
Menurut Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia, Miriam Budiardjo dalam
bukunya Dasar-Dasar Ilmu Politik, demokrasi parlementer di Indonesia dirasa kurang
cocok, karena persatuan dan kesatuan diantara elemen kekuatan politik bangsa dan negara
menjadi kendor dan sulit untuk dikendalikan. Selain itu demokrasi parlementer di
Indonesia menurut Miriam telah melahirkan dominasi partai politik dan lembaga legistalif
yang justru mendorong politik nasional menjadi tidak tidak stabil.[25]
Ketidakstabilan dalam politik nasional Indonesia pada masa demokrasi
parlementer disebabkan karena kebanyakan kabinet pemerintahan hanya bertahan selama
delapan bulan, hal ini bukan hanya berdampak pada bidang politik, tetapi juga
menghambat pertumbuhan ekonomi nasional pada saat itu. Ekonomi menjadi terhambat
karena pemerintah tidak sempat melaksanakan program kerjanya dan ketidaktabilan
politik yang terjadi di pusat juga melebar hingga pemberontakan-pemberontakan yang ada
di daerah, seperti Darul Islam, Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia, dan
sebagainya.[30]
Selain ketidakstabilan politik, ekonomi, dan keamanan negara, demokrasi
parlementer juga membuat seorang Soekarno marah. Selama masa demokrasi parlementer,
Presiden Soekarno hanya sebagai seroang kepala negara yang tugasnya tak lebih sebagai
“tukang stempel” atau “rubberstamp”. Selain itu, pihak militer juga menuntut
diikutsertakan dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kebangsaan karena merasa
bahwa militer lahir dari semangat revolusi kemerdekaan yang berhak untuk terlibat dalam
politik.[13][30]
Puncak dari ketidakstabilan politik pada era demokrasi parlementer adalah
gagalnya anggota Konstituante dalam membentuk suatu undang-undang dasar yang baru
bagi Indonesia. Kegagalan Konstituante itu disebabkan karena para anggota Konstituante
yang terdiri dari partai-partai politik dalam parlemen tidak pernah bekerjasama untuk
mencapai konsensus membentuk undang-undang dasar yang baru. Kegagalan Konstituante
itu yang kemudian akhirnya mendorong Presiden Soekarno mengemukakan apa yang
disebut sebagai “Konsepsi Presiden” pada 21 Februari 1957, dalam konsepsi itu Soekarno
mengatakan bahwa demokrasi parlemeter adalah demokrasi Barat dan harus diganti.
Akhirnya puncak dari kekisruhan politik saat itu berakhir saat, Presiden Soekarno
mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menyatakan bahwa konstitusi Indonesia
kembali pada Undang-Undang Dasar 1945 yang sekaligus menyudahi kabinet parlementer
terakhir yang dipimpin oleh Ali Sastroamidjojo atau yang disebut sebagai Kabinet Ali II
dan seluruh sistem demokrasi parlementer di Indonesia.
DEMOKRASI TERPIMPIN
Setelah berakhirnya era demokrasi parlementer, Indonesia mulai memasuki fase
demokrasi lainnya, yaitu demokrasi terpimpin. Demokrasi terpimpin dimulai saat Presiden
Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Tetapi sebelum dekrit presiden
diumumkan, demokrasi parlementer atau demokrasi konstitusional masih bertahan dengan
adanya pembentukan sebuah kabinet transisi yang dipimpin oleh Ir. Djuanda atau yang
disebut sebagai Kabinet Djuanda. Kabinet Djuanda ini berisi orang-orang yang bukan dari
koalisi dominan partai di palemenen, maka sering kali Kabinet Djuanda disebut juga
sebagai Kabinet Ekstra Parlemen. Kabinet ini terhitung mulai bekerja sejak 9 April 1957
sampai 10 Juli 1959.[32]
Jauh sebelum demokrasi terpimpin terbentuk, Soekarno sebenarnya telah
mengemukakan keinginannya untuk mengubah sistem demokrasi di Indonesia pada 27
Januari 1957 di Bandung. Gagasan Soekarno itu yang diawali dengan mengungkapkan
keinginannya untuk kembali bisa mencampuri urusan pemerintahan meskipun
Konstituante belum selesai membentuk undang-undang dasar yang baru. Kelanjutan dari
pendapatnya itu, kemudian Soekarno mengumpulkan para pemimpin partai politik untuk
membentuk sebuah lembaga yang disebut sebagai Dewan Nasional.[33]
Puncak dari ide-ide dan konsepsi demokrasi yang diimpikan Soekarno itu adalah pada
21 Februari 1957 yang dikenal dengan nama Konsepsi Presiden. Konsepsi Soekarno itu
dikemukakan dihadapan para menteri kabinet pemerintahan, pemimpin partai politik, dan
perwira angkatan bersenjata. Isi daripada konsepsi itu antara lain:[34]
1. Sistem demokrasi parlementer tidak cocok, harus diganti dengan demokrasi terpimpin.
2. Untuk melaksanakan demokrasi terpimpin harus dibentuk Kabinet Gotong Royong yang
diawali dengan adanya “Kabinet Kaki Empat”.
3. Pembentukan Dewan Nasional yang beranggotakan golongan fungsional sebagai
penasehat Presiden.
Bila disimpulkan, Konsepsi Presiden yang dikemukakan oleh Soekarno intinya adalah; 1)
mengganti sistem pemeritnahan dari parlementer ke presidensial, 2) berusaha merangkul
semua kekuatan politik yang ada, terutama empat partai pemenang pemilu 1955, PNI,
Masyumi, NU, dan PKI, dan juga merangkul pihak militer dalam pembentukan Dewan
Nasional.
Konsepsi itu sebenarnya banyak dikritik oleh para pemimpin partai, seperti
Muhammad Natsir dari Masyumi dan Imron Rosjadi dari NU, dan juga sebagian kecil
anggota PNI (yang nantinya akan menjadi PNI Osa-Usep). Puncaknya adalah pada 2
Maret 1957, lima partai yang terdiri dari Masyumi, NU, PSII, Partai Katholik, dan PRI
mengeluarkan pernyataan menolak konsepsi Soekarno. Sementara PKI satu-satunya yang
mendukung penuh konsepsi Soekarno itu dan sebagian besar anggota PNI (yang nantinya
akan menjadi PNI Ali-Soerachman).[35]
Meskipun mendapat tekanan dari partai-partai sayap kanan, Soekarno tetap
menjalankan konsepsinya dengan mengandalkan kekuatan partai-partai sayap kiri, yaitu
PKI dan PNI. Pada 14 Maret 1957, keluar undang-undang tentang keadaan darurat dan
juga dibentuk sebuah kabinet transisi dibawah kepemimpinan Ir. Juanda. Puncaknya
adalah saat Soekarno kemudian mencetuskan konsepsinya itu dalam bentuk Dekrit
Presiden pada 5 Juli 1959 yang mengawali era demokrasi terpimpin di Indonesia. Isi
daripada Dekrit Presiden itu antara lain:[36]
1. Menetapkan pembubaran Konstituante
2. Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia, terhitung mulai hari tanggal penetapan dekrit ini dan
tidak berlakunya lagi Undang-Undang Dasar Sementara.
3. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara yang terdiri atas anggota-
anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditambah dengan utusan dari daerah-daerah dan
golongan-golongan serta membentuk Dewan Pertimbangan Agung Sementara akan
diselenggarakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Meskipun Konsepsi Presiden itu bertujuan untuk menyatukan semua kekuatan politik yang
ada dan menciptakan stabilitas politik nasional, tetapi pada praktiknya, Presiden Soekarno
kemudian berusaha menciptakan sebuh sistem kediktatoran yang diatasnamakan
demokrasi terpimpin. Pada periode ini pula kepemimpinan Dwitunggal bubar, Mohammad
Hatta memilih untuk berada diluar pemerintahan dan menjadi tokoh yang mengkritik
Soekarno dengan tulisan-tulisan dan menganggap Soekarno telah berubah menjadi seorang
diktator sejak 1956.[37]
Menurut Miriam Budiardjo, ciri-ciri dari era demokrasi terpimpin adalah dominasi
presiden yang menguat, berkembangnya pengaruh komunisme, dan masuknya militer
sebagai unsur sosial-politik. Dekrit Presiden 5 Juli pada dasarnya membuka peluang bagi
stabilitas politik nasional, karena dapat mempertahankan kedudukan pemerintah
setidaknya selama lima tahun, namun Dekrit Presiden 5 Juli 1959 itu berubah saat
dikeluarkannya Ketetapan MPRS No. III/1963 yang mengangkat Soekarno sebagai
presiden seumur hidup. Ketetapan MPR itu sekaligus melangkahi batasan kedudukan
seorang presiden dan menjadikan Soekarno sebagai seorang diktator. Hal ini menjadi salah
satu bentuk penyelewengan konstitusi dan demokrasi pada era demokrasi terpimpin.[38]
Penyalahgunaan lainnya yang dilakukan oleh Soekarno selama era demokrasi
terpimpin adalah pada 1960, Soekarno membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
yang tak lain adalah lembaga legislatif, padahal Undang-Undang Dasar 1945 tidak
memberikan kewenangan itu kepada seroang presiden. Bahkan kemudian, setelah
membubarkan DPR, Presiden Soekarno membentuk lembaga legislatif, yang seharusnya
anggota legislatif dipilih oleh rakyat, bukan presiden. Badan legislatif yang dibentuk
Soekarno itu kemudian disebut sebagai Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-
GR). Praktis, karena DPR-GR adalah bentukan presiden, maka fungsi kontrol dari
lembaga legislatif terhadap eksekutif dihilangkan. Selain itu, jabatan Ketua DPR-GR
dijadikan menteri oleh Presiden Soekarno, itu artinya legislatif berada dibawah eksekutif,
hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden No. 14/1960.
Selain lembaga legislatif, lembaga yudikatif juga mendapatkan intervensi dari Presiden
Soekarno, salah satunya adalah presiden memiliki kewenangan untuk ikut campur tangan dalam
badan yudikatif yaitu Mahkamah Agung. Intervensi Presiden Soekarno terhadap lambaga yudikatif
itu semakin diperkuat dengan Undang-Undang No.19/1964, itu artinya presiden sah apabila
mencampuri putusan apapun yang dibuat oleh lembaga yudikatif.[39]
Selain dalam hal pemerintahan, kecenderungan pada komunisme juga terjadi pada era
demokrasi terpimpin, salah satunya adalah Presiden Soekarno membentuk sebuah lembaga ekstra
konstitusional, yaitu Front Nasional. Menurut Miriam Budiardjo, pembentukan Front Nasional
adalah bagian dari strategi Komunis Internasional (Komintern) untuk membentuk sebuah negara
yang berdasarkan poda “demokrasi rakyat”. Jadi Front Nasional yang dibentuk oleh Presiden
Soekarno itu kemudian menjadi lahan berpolitik bagi Partai Komunis Indonesia (PKI) dan tak bisa
diutak-atik karena posisinya yang berada diluar konstitusi tetapi dilindungi oleh presiden.[39]
Demokrasi terpimpin yang digagas oleh Presiden Soekarno semakin menunjukkan penyelewengan
dan justru menjauhi konsep dan nilai demokrasi itu sendiri, bukan hanya karena intervensi penuh
pada lembaga legislatif dan yudikatif, tetapi juga pembredelan terhadap partai politik yang
dianggap melawan Presiden Soekarno, seperti Masjumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI)
dibubarkan dan Soetan Sjahrir kemudian dibuang ke Swiss sampai wafat pada 1966, begitupula
dengan pers dan lembaga seni yang bertentangan dengan Presiden Soekarno ataupun yang
berkonflik dengan PKI, seperti Harian Pandji Masjarakat dan para aktivis kebudayaan yang
tergabung dalam Manikebu juga dibredel. Selain itu pula Presiden Soekarno lebih mengutamakan
kepada kebijakan politik luar negeri yang disebut sebagai “Politik Mercusuar”, hal ini berimbas
pada terabaikannya sektor ekonomi nasional yang menyebabkan inflasi besar dan kemiskinan.[39]
Era demokrasi terpimpin berakhir dengan peristiwa sejarah yang paling kelam bagi
Bangsa Indonesia, yaitu Peristiwa Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia atau
G30S/PKI. Jumlah korban dalam peristiwa itu bukan hanya 6 jenderal dan 1 perwira Angkatan
Darat Indonesia saja, tetapi juga (diduga) jutaan orang komunis yang sebenarnya tak tahu menahu
tentang G30S/PKI ikut terbantai hampir diseluruh wilayah Indonesia. G30S/PKI selain mengakhiri
era demokrasi terpimpin, sekaligus juga mengawali suatu fase kediktatoran baru, kediktatoran
militer Orde Baru yang dipimpin oleh Jenderal Soeharto atau yang disebut sebagai era demokrasi
Pancasila.
DEMOKRASI PANCASILA
Era demokrasi Pancasila diawali dengan suatu peristiwa sejarah yang sangat kelam bagi
Indonesia, yaitu Gerakan 30 September (G30S) atau yang sering juga disebut dengan G30S/PKI.
Pemberontakan G30S terjadi pada antara 30 September dan juga 1 Oktober 1965, Soekarno lebih
suka menyebutnya Gestok (Gerakan Satu Oktober) semenatara Soeharto lebih suka menyebutnya
Gestapu (Gerakan September Tigapuluh). Peristiwa ini menelan korban kurang lebih tiga juta
orang - menurut Sarwo Edhie Wibowo, sekaligus menempatkan Indonesia sebagai negara dengan
kasus genosida terbesar keempat di dunia setelah Jerman Nazi, Kamboja Demokratik, dan
Rwanda.[41] Namun, terlepas dari peristiwa kemanusiaan yang mengikutinya, G30S juga membawa
satu angin perubahan sosial, politik, dan ekonomi di Indonesia.
Sistem demokrasi terpimpin yang justru dijadikan landasan untuk berdirinya sebuah
pemerintahan diktator oleh Soekarno setelah keluarnya Dekret Presiden 5 Juli 1959 ternyata tidak
bertahan lama. Di bawah kepemimpinan tunggal Presiden Soekarno, yang berdasarkan pada
konsep Nasakom (Nasionalis, Agamis, dan Komunis) dengan tujuan menyatukan seluruh elemen
kekuatan sosial-politik di Indonesia ternyata tidak berhasil, karena kecenderungan Soekarno pada
kelompok komunis dan membredel kelompok-kelompok kanan, justru menimbulkan suatu potensi
konflik politik baru yang membuat politik di Indonesia menjadi tidak stabil. Di tambah lagi dengan
krisis ekonomi dan konflik politik antara Partai Komunis Indonesia dengan Tentara Nasional
Indonesia Angkatan Darat membuat rezim Orde Lama itu akhirnya tumbang dan Indonesia
digantikan oleh sebuah rezim baru yang disebut sebagai Orde Baru dibawah kepemimpinan
Jenderal Soeharto.[42]
Setelah mengambil alih kekuasaan dari Presiden Soekarno berdasarkan Surat Perintah Sebelas
Maret (Supersemar), Soeharto kemudian menjadi suksesor Soekarno sebagai Presiden Republik
Indonesia yang kedua dan secara resmi periode Orde Baru atau era demokrasi Pancasila dimulai.
Menurut Haniah Hanafie dan Suryani, dalam menjalankan pemerintahan, Presiden Soeharto
mendasarinya pada kerangka organisasi yang disebut sebagai "Jalur ABG" (singkatan dari ABRI,
Birokrasi, dan Golkar). Melalui jalur ABG itu negara menentukan kebijakan-kebijakan politiknya,
hal ini menjadikan Indonesia - seperti yang disebut oleh Karl D. Jackson sebagai Bureaucratic
Policy atau "Masyarakat Politik Birokratis",[43] yang artinya bahwa setiap keputusan diambil oleh
pihak junta militer melalui struktur dan sistem birokrasi.[44]
Sebenarnya, pertama kali ketika Orde Baru terbentuk, mereka didukung oleh hampir
seluruh rakyat Indonesia (kecuali kelompok sayap kiri, yang hampir habis dibantai saat G30S).
Banyak orang dari berbagai kalangan seperti mahasiswa, tokoh agama, intelektual, cendekiawan,
dan sebagainya menaruh harapan bahwa Orde Baru dapat mengembalikan demokrasi Indonesia
kepada jalur yang benar, sebuah demokrasi yang bersendikan pada Pancasila. Oleh karena itu,
menurut Miriam Budiardjo, pada masa Orde Baru, Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat menjadi landasan formal yang berlaku di Indonesia,
sehingga periode ini disebut juga dengan demokrasi Pancasila
Langkah awal Orde Baru dalam proses rekonstruksi sistem demokrasi di Indonesia, seperti
yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa Orde Baru bertujuan untuk meluruskan kembali cita-cita
demokrasi Indonesia yang melenceng menjadi kediktatoran dibawah kekuasaan Presiden Soekarno
selama masa demokrasi terpimpin (Orde Lama). Salah satu yang dilakukan untuk menghapuskan
kediktatoran Orde Lama adalah membatalkan Ketetapan MPRS No. III/1963 yang berisi tentang
pengangkatan Soekarno sebagai presiden seumur hidup, dan jabatan presiden kemudian direvisi
kembali menjadi jabatan yang elektif (dipilih secara berkala) selama satu periodenya adalah lima
tahun. Kemudian keluarnya Ketetapan MPRS No.XIX/1966 yang isinya adalah untuk menentukan
tinjauan kembali terhadap produk-produk legislatif pada masa Orde Lama, dan atas dasar
Ketetapan MPRS itu, Undang-Undang No.19/1964 diganti dengan Undang-Undang No.14/1970
yang isisnya mengmabalikan independensi lembaga yudikatif. Lembaga legislatif yaitu Dewan
Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) juga dikembalikan hak dan fungsi kontrolnya
terhadap lembaga eksekutif dan Ketua DPR-GR tidak lagi menjadi seorang menteri dibawah
Presiden, tetapi memiliki kedudukan yang sejajar dengan Presiden, selain itu hak Presiden untuk
mengintervensi Parlemen dicabut. Kebebasan pers dan seni juga dikembalikan, para tokoh partai-
partai politik yang dahulu pada masa demokrasi terpimpin ditangkap dan diasingkan dibebaskan,
[45]
salah satunya Soetan Syahrir, tetapi Sjahrir lebih dahulu meninggal sebelum sempat kembali ke
Indonesia.[46]
Dibidang ekonomi, Orde Baru juga berusaha untuk mengembalikan sektor ekonomi
nasional yang terabaikan selama Orde Lama, salah satunya adalah membuka kran investasi asing
sebesar-besarnya untuk melakukan pembangunan nasional yang berkesinambungan. Salah satunya
adalah Freeport-McMoRan yang menanamkan uangnya di Indonesia pada 1967 untuk
mengeksplorasi sumber daya emas di Papua (saat itu Irian Jaya).[47]
Masa demokrasi Pancasila menunjukkan keberhasilan dalam politik, hal ini dibuktikan
dengan keberhasilan menyelenggarakan pemilihan umum (pemilu) secara teratur, yaitu 1971,
1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Adanya pemilu yang teratur memang merupakan tekad awal
Orde Baru untuk membangun kembali demokrasi Indonesia, dan ini telah diatur dalam Undang-
Undang tentang Pemilihan Umum tahun 1969, tepatnya satu tahun setelah Jenderal Soeharto
dilantik menjadi Presiden Kedua Republik Indonesia pada 1968 atau dua tahun setelah dilantik
sebagai Pejabat Presiden pada 1967 dan tiga tahun setelah mendapatkan Surat Perintah Sebelas
Maret. Hal ini sesuai dengan slogan Orde Baru yaitu; menjalankan Undang-Undang Dasar 1945
dan Pancasila secara murni dan konsekuen.[48]
Setelah politik dan ekonomi nasional kembali stabil, lambat laun ternyata telah tercipta
sebuah pemusatan kekuasaan kepada Presiden Soeharto. Dominasi Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia semakin terasa jelas, birokrasi menjadi semakin rumit dan mengekang kebebasan
masyarakat, dan juga Golongan Karya berubah menjadi sebuah organisasi politik yang dominan
dalam politik Indonesia. Pemerintahan Presiden Soeharto secara terang-terangan berubah menjadi
sebuah rezim yang otoriter namun kali ini bukan otoritarianisme sayap kiri seperti pada era
Soekarno, tetapi lebih kepada kediktatoran junta militer, karena militer bisa dimana saja,
menduduki jabatan-jabatan publik yang strategis, yang seharusnya dalam demokrasi tidak boleh
ada intevensi militer di dalamnya.
Publik mulai menyadari bahwa nilai-nilai demokrasi tidak ada dalam penyelenggaraan
pemilu yang diadakan oleh Orde Baru. Misalkan adanya kebijakan fusi partai yang menjadikan
semua kelompok nasionalis dilebur menjadi Partai Demokrasi Indonesia dan seluruh golongan
Islamis digabung dalam Partai Persatuan Pembangunan, sementara Golongan Karya tetap menjadi
satu organisasi politik non-partai pada saat itu. Kedudukan Golkar yang non-partai ternyata
dijadikan kelebihan bagi Orde Baru, karena hanya Golkar saja yang boleh memiliki pengurus
hingga ke tingkat desa dan kelurahan, selain itu pemerintah juga menerapkan kebijakan
monoloyalitas bagi pegawai negeri untuk mewajibkan mereka memilih Golkar dalam setiap
pemilu, hal ini menunjukkan apa yang disebut oleh Miriam Budiardjo sebagai ketidakadilan dalam
sistem politik pada masa demokrasi Pancasila.[49]
Puncak dari anomali dimasa demokrasi Pancasila adalah merebaknya korupsi, kolusi, dan
nepotisme (disingkat KKN) dan pembangunan ekonomi tidak dirasakan oleh rakyat yang
kemudian menimbulkan masalah kemiskinan seperti di akhir-akhir masa demokrasi terpimpin.
Akibatnya adalah kelompok-kelompok yang anti terhadap Presiden Soeharto semakin menguat,
terutama kelompok intelektual seperti mahasiswa dan pemuda. Kelompok mahasiswa dari
berbagai universitas di seluruh Indonesia dan juga organisasi-organisasi mahasiswa yang
tergabung dalam Kelompok Cipayung melakukan aksi demonstrasi menuntut agar Soeharto
mundur dari jabatan sebagai Presiden Indonesia. Akhirnya karena terus menerus diterpa
gelombang demonstrasi yang menunutnya untuk mundur dan kehilangan kepercayaan dari orang-
orang terdekatnya, Presiden Soeharto akhirnya menyatakan mundur pada 21 Mei 1998 atau yang
dikenal sebagai Reformasi 1998 yang sekaligus menandai akhir dari era demokrasi Pancasila.
ERA REFORMASI
Proses Reformasi politik di Indonesia pasca jatuhnya Presiden Soeharto pada Mei 1998
telah membuka peluang bagi tumbuhnya nilai-nilai demokrasi demi mewujudkan suatu
pemerintahan yang baik. Proses Reformasi itu terbagi dalam dua fase, yaitu:
Transisi Demokrasi
Sebenarnya fase transisi ini adalah fase yang paling singkat, namun paling
menentukan, karena ketidakberhasilan suatu negara dalam proses demokratisasi-nya
tergantung pada proses transisi demokrasi. Menurut Richard Gunther, transisi itu adalah:
"Begins with the breakdown of the former authoritarian regime and ends with the
establishment of a relatively stable configuration of political institutions within a
democratic regime"[51]
yang artinya adalah:
"Dimulai dengan hancurnya bekas rezim otoriter dan diakhiri dengan pembentukan
konfigurasi institusi politik yang relatif stabil dalam sebuah rezim demokratis"
Proses transisi demokrasi atau proses demokratisasi di Indonesia dimulai ketika terjadinya
perpindahan kekuasaan dari Presiden Soeharto kepada Wakil Presiden B. J. Habibie pada
21 Mei 1998. Disebut "transisi" karena pada fase inilah Indonesia mengalami peralihan
atau transisi sistem politik dari otoritarian menuju demokrasi, transisi dari supremasi
militer kepada supremasi sipil, transisi dari sentralisasi ke desentralisasi, dan seterusnya,
yang maknanya adalah Indonesia telah beranjak meninggalkan sistem diktator dan sedang
menuju perubahan sebagai negara yang demokratis.
Tumbangnya Orde Baru telah membuka peluang terjadinya reformasi politik dan
proses demokratisasi di Indonesia. Pengalaman pada masa Orde Baru juga telah membuat
Indonesia menyadari bahwa demokrasi penting bagi tumbuhnya kesejahteraan rakyat, oleh
karenanya seluruh rakyat Indonesia pasca-1998 menaruh harapan bahwa proses
demokratisasi dibawah kepemimpinan Presiden Habibie dan Kabinet Reformasi
Pembangunan dapat berjalan dengan baik dan tidak terjadi lagi mengalami anomali
transisi demokrasi seperti dari Orde Lama ke Orde Baru.[52]
Presiden Habibie memikul tanggungjawab besar untuk memulai langkah-langkah
demokratisasi dan meletakan fondasi-fondasi utama bagi sistem demokrasi di Indonesia,
seperti mempersiapkan pemilihan umum (pemilu) yang demokratis dan membuat
peraturan-peraturan, termasuk juga membebaskan para tahanan politik Orde Baru. Di era
transisi demokrasi ini terbentuk beberapa undang-undang baru, misalkan seperti Undang-
Undang tentang Partai Politik, Undang-Undang Pemilu, dan juga Undang-Undang tentang
Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai Lembaga Tertinggi Negara juga
mengalami perubahan.[52]
Konsolidasi Demokrasi
Setelah proses transisi demokrasi berhasil, maka selanjutnya adalah konsolidasi
atau pemantapan sistem demokrasi. Menurut Kacung Marijan, konsolidasi demokrasi
menjadi penting karena sering kali beberapa negara yang berusaha melakukan proses
demokratisasi justru gagal ditengah jalan karena proses transisinya yang tidak selesai atau
gagal dalam proses konsolidasi sebuah sistem yang demokratis, sehingga negara itu
kembali kepada sistem otoriter dan diperintah kembali oleh seorang diktator.[53]
Konsep utama dari proses konsolidasi demokrasi menurut Andreas Schedler adalah
manakala ada suatu negara yang menghadapi stabilitas rezim, itu artinya bahwa
konsolidasi ditentukan oleh seberapa stabilnya rezim, dalam hal ini adalah bagaimana
konsolidasi demorkrasi menjadi berhasil bila stabilitas rezim yang demokratis itu juga
dapat terjaga. Menurut Guillermo O'Donnell, bila konsolidasi rezim itu sudah tercapai,
maka sudah kemungkinan besar stabilitas rezim juga akan dapat berkelangsungan.[53]
Dalam kasus proses konsolidasi demokrasi di Indonesia pasca-Reformasi, rezim
baru dalam hal ini Presiden Habibie dan kelompok Reformis lainnya terutama para elit
politik yang tergabung dalam Kelompok Ciganjur (Amien Rais, Megawati Soekarnoputri,
dan Gus Dur) perlu mencapai sebuah konsensus atau kesepakatan bersama, Presiden
Habibie sebagai suksesor atau pengganti Soeharto kemudian bertindak mewakili rezim
lama, dan juga unsur-unsur yang meliputinya, seperti Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia, Birokrat, dan Golongan Karya untuk dapat berdamai dengan unsur-unsur
kekuatan politik baru hasil reformasi, seperti mahasiswa dan tokoh-tokoh politik yang
menjadi oposan atau lawan dari unsur kekuatan politik lama. Bila proses konsolidasi tidak
melibatkan unsur-unsur kekuatan politik lama, terutama dari kalangan militer, maka yang
mungkin terjadi adalah militer akan melakukan kudeta terhadap pemerintahan reformis
dan berusaha kembali mendirikan sebuah sistem junta militer, seperti yang dilakukan oleh
para perwira loyalis Franco di Spanyol yang dikenal dengan Gerakan F-23.[54]
Namun beruntung bagi Indonesia - tidak seperti yang terjadi di Spanyol - karena
pihak militer yang saat itu dipimpin oleh Panglima Wiranto menerima proses reformasi
dan demokratisasi di Indonesia, hampir seluruh loyalis Presiden Soeharto yang duduk di
posisi-posisi penting setuju untuk melakukan konsolidasi demokrasi dengan kelompok
reformis, salah satu hasilnya adalah dihapusnya Dwifungsi ABRI (tentara sebagai alat
pertahanan sekaligus sosial-politik) dan dipecahnya Kepolisian Republik Indonesia dari
ABRI, dan ABRI sendiri kemudian berganti nama menjadi Tentara Nasional Indonesia
(TNI).[52]
Tantangan Demokrasi
Proses konsolidasi demokrasi di Indonesia juga didukung dengan pertumbuhan
ekonomi yang membaik pasca reformasi setidaknya dalam ekonomi makro, seperti
pertumbuhan investasi, kerjasama perdagangan luar negeri, dan sebagainya. Tetapi yang
menjadi tantangan adalah kebangkitan ekonomi makro di Indonesia ternyata tidak sejalan
dengan pertumbuhan ekonomi mikro, perekonomian rakyat dari kalangan menengah ke
bawah belum cukup terasa. Selain itu menurut Fuad Bawazier, perekonomian Indonesia
sebagian besar masih ditopang oleh hutang luar negeri, ditambah lagi dengan tingkat
kemiskinan yang tinggi, dan sebagainya.[55]
Bila demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, dan demokrasi Pancasila selalu
menemui tantangan politik, salah satunya kemunculan rezim diktator. Maka pada era
reformasi ini, sektor ekonomi yang menjadi tantangan bagi proses konsolidasi demokrasi
di Indonesia,[56] sekaligus menentukan kemanakah arah demokrasi Indonesia pasca-
Reformasi,
Sistem Demokrasi di Indonesia Dinilai Sudah Berjalan Baik
SISTEM demokrasi yang berjalan di Indonesia saat ini dinilai berjalan dengan baik. Hal
itu tercermin dari hasil survei nasional 'Kinerja Satu Tahun Jokowi-Ma'ruf Amin dan Ciobvid-19
di Indonesia' yang dilakukan lembaga survei Indo Barometer pada 10–17 Oktober 2020.
Dari survei yang dilakukan dengan metode multistage random sampling dengan 1.200
responden dan margin of error sebesar ± 2,83% dengan tingkat kepercayaan 95% tersebut
menunjukkan 56.4% publik merasakan puas dengan jalannya demokrasi di Indonesia saat ini.
Sedangkan yang merasa tidak puas sebesar 37,3% dan yang tidak tidak tahu/tidak jawab 6.3%.
Ada lima alasan publik puas terhadap sistem demokrasi di Indonesia saat ini. Pertama, kebebasn
memiliki pemimpin (35.9%), melahirkan pemimpin sesuai keinginan masyarakat (16.0%), sesuai
dengan hati nurani (8%), sistem demokrasi terlaksana dengan aman (5.8%), serta adanya
perubahan yang lebih baik (5.3%). Sedangkan alasan ketidakpuasan publik atas demokrasi yang
berjalan saat ini adalah kebijakan pemimpin hanya untuk golongan tertentu (30.6%), demokrasi
berjalan belum sepenuhnya (16.1%), pelaksanaan demokrasi kurang sehat (15.2%), keadaan
ekonomi yang belum berubah (9.8%), dan banyak yang korupsi (9.4%). Hasil survei juga
menunjukkan 77,9% publik setuju bahwa demokrasi walaupun tidak sempurna adalah sistem
pemerintahan terbaik untuk Indonesia saat ini dibandingkan sistem lainnya. Sistem demokrasi
dinilai menjadi sistem pemerintahan terbaik untuk Indonesia karena dengan sistem ini rakyat bebas
mengeluarkan pendapat, bebas memilih pemimpin, sesuai dengan hati nurani sistem demokrasi
bersifat terbuka, serta bebas memilih wakil rakyat. Hanya 11,1% respoden yang menyatakan tidak
setuju sistem demokrasi diterapkan di Indonesia. Terdapay lima alasan publik tidak setuju bahwa
demokrasi adalah sistem pemerintahan terbaik saat ini yaitu kurang berpihak ke rakyat kecil,
politik kurang sehat,demokrasi berjalan belum sepenuhnya, pelaksanaan demokrasi belum
maksimal, dan hanya menguntungkan golongan tertentu.
Kehidupan Demokrasi Indonesia 2021 Mengalami Kemajuan
Dalam peringkat global, indeks demokrasi Indonesia bertengger di posisi 52, naik 12 tingkat
dari 2020. Sejak 2006, indeks demokrasi Indonesia bergerak di kisaran 6,30–7,03.
Indonesia mencatat kemajuan dalam kehidupan demokrasi di sepanjang 2021. Kemajuan itu
ditunjukkan oleh kenaikan Indeks Demokrasi Indonesia dari 6,30 pada 2020 menjadi 6,71 pada
2021. Peningkatan itu membawa Indonesia kini bertengger pada peringkat 52 dunia, terkerek
setinggi 12 anak tangga dibanding posisi ke-64 pada 2020.
Perihal kenaikan indeks demokrasi itu diumumkan pada Rabu, 9 Februari 2021 oleh The
Economist Intelligence Unit (EIU), sebuah lembaga observer dan analis politik-ekonomi global
yang berbasis di London. EIU itu adalah bagian dari grup media terkemuka The Economist, dan
dia telah melakukan pemeringkatan indeks demokrasi itu sejak 2006.
Dari 167 negara yang diobservasi, EIU mengelompokkan ke dalam empat kategori. Ada
23 negara dengan indeks demokrasi tertinggi yang dikategorikan sebagai negara demokrasi penuh
(full democracies), 52 negara tergolong demokrasi yang tak sempurna (flawed democracies), 31
negara hybrid regimes (rezim hibrida), dan 57 negara lainnya masuk kelompok negara otoritarian
(authoritation regimes).
Indonesia berada di kelompok dua, yang di dalamnya ada Prancis (peringkat 22), Amerika
Serikat (26), Belgia (36), Malaysia (39), India (46), Singapura (66), Thailand (72), dan banyak
lainnya. Sedangkan negara yang masuk kampiun demokrasi, antara lain, adalah Norwegia, Swedia,
Selandia Baru, Belanda, dan banyak lainnya. Meksiko di peringkat 86 dan Turki di posisi 103
termasuk rezim hibrida.
Negara yang tergolong rezim otoritarian, menurut observasi EIU, antara lain, Republik
Rusia di peringkat 124, Vietnam (131), dan Tiongkok (148). Toh, yang terburuk dari kaca mata
demokrasi adalah Korea Utara, Myanmar, dan Afganistan, yang masing-masing di peringkat 165,
166, dan 167.
Penilaian indeks demokrasi ini berdasarkan pada hasil observasi atas lima indikator
demokrasi, yakni proses pemilihan umum dan pluralisme, kebebasan sipil, berfungsinya
pemerintahan dan partisipasi politik, serta budaya politik. Kelima indikator itu lantas diuraikan
dalam 60 kuisioner yang dijawab oleh tim ahli. Survei-survei domestik yang terkait atas ke-60 isu
itu akan memandu tim ahli memberikan jawaban atas semua pertanyaan itu. Masing-masing
jawaban punya standar nilai dan bobot sendiri.
Khusus bagi Indonesia, kenaikan signifikan pada 2021 ada pada indikator ‘fungsi
pemerintahan’ yang skornya naik dari 7,17 ke 7,86. Indikator ‘partisipasi politik’ naik dari 6,11 ke
7,22 dan ‘kebebasan sipil’ meningkat dari 5,59 ke 6,18. Yang jeblok adalah ‘budaya politik’
dengan skornya turun dari 5,63 ke 4,38. Sedangkan untuk isu ‘pemilu dan pluralisme’, skor stabil
di angka 7,92.
Budaya politik memang selalu menjadi isu rumit di Indonesia. Ia merujuk perilaku
masyarakat dalam kehidupan bernegara, yang di dalamnya ada unsur hukum, norma, dan terkait
pula penyelenggaraan negara dalam keseharian. Unsur kepatuhan warga pada hukum dan norma,
dan kepercayaan kepada aparatur negara menentukan nilai budaya politik. EIU memberikan nilai
yang relatif rendah pada unsur itu.
Toh, pada sisi lain, EIU yang merupakan lembaga kajian yang berwibawa dari London itu
menilai ada perbaikan dalam hal fungsi pemerintahan dan partisipasi politik. Dalam laporan
tahunan 2021, EIU mencatat setidaknya ada dua hal yang menaikkan kualitas demokrasi di
Indonesia.
Pertama, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) November 2021, yang dalam posisinya
sebagai badan penyeimbang bagi kekuasaan eksekutif dan legislatif, menyatakan UU nomor 11
tahun 2020 tentang Cipta Kerja itu inkonstitusional, dan pemerintah diminta merevisinya.
Pemerintah pun mematuhinya.
Kedua, keputusan Presiden Joko Widodo yang mengakomodasi berbagai kelompok
politik, termasuk partai politik yang lebih kecil, eksprajurit militer, dan tokoh agama, terlibat
dalam Kabinet Indonesia Maju. Hal itu dianggap berhasil membangun kompromi antara kekuatan
politik.
Indeks demokrasi itu, sebagaimana sejumlah indeks yang lain, seperti indeks
pembangunan manusia (IPM), indeks daya saing, indeks persepsi korupsi, indeks terorisme, dan
sejumlah lainnya, diperlukan oleh masyarakat internasional untuk mengetahui kondisi sebuah
negara. Banyak lembaga yang telah melakukan pengukuran indeks-indeks tersebut, namun pada
akhir hanya indeks dari lembaga yang kredibel dan akuntabel yang digunakan sebagai acuan.
EIU merupakan salah satu lembaga yang kredibel. Ia dianggap sebagai lembaga yang
kompeten untuk memberikan penilaian atas kondisi sosial, politik, dan ekonomi pada sebuah
negara. EIU tumbuh di lingkungan media ekonomi besar, The Economist, dan telah berkiprah sejak
1946 seusai Perang Dunia II. Kajian-kajiannya menjadi rujukan global.
Dalam pemeringkatan indeks demokrasi itu ada skor 0–10. Sebuah negara masuk dalam kelompok
full democracies bila skornya sama atau di atas 8. Yang memiliki skor antara 6 sampai 8 tergolong
pada kelompok flawed democracies, demokrasi yang tidak sempurna. Sebutan rezim hibrida
disematkan ke negara dengan indeks demokrasi 4--6. Yang di bawah 4 disebut negara otoritarian.
Indonesia sendiri sejak 2006 selalu ada di peringkat menengah-bawah dalam klaster
negara flawed democracies. Skornya bergerak di antara 6,30 yang terendah (2020) hingga yang
tertinggi 7,03 (2015). Indikator budaya politik dan kebebasan sipil masih menjadi unsur yang
tertinggal di Indonesia. Toh, dengan segala kekurangannya, indeks demokrasi di Indonesia
dianggap masih lebih baik dibandingkan negara tetangga, seperti Thailand, Singapura, atau
Filipina.
Materi 5. Asas & Prinsip Demokrasi di Indonesia
Prinsip-Prinsip Demokrasi
Prinsip budaya demokrasi
a. Kebebasan : Adalah kekuasaan untk membuat pilihan terhadap beragam pilihan
atau melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi kepentingan bersama atas kehendak
sendiri, tanpa tekanan dar pihak manapun.
b. Persamaan : Setiap negara terdiri atas berbagai suku, ras, dan agama. Namun
dalam negara demokrasi perbedaan tersebut tidak perlu ditonjolkan bahkan harus
ditekan agar tidak menimbulkan konflik.
c. Solidaritas : Rasa solidaritas harus ada di dalam negara demokrasi. Karena dengan
adanya sifat solidaritas ini, walaupun ada perbedaan pandangan bahkan
kepentingan tiap-tiap masyarakat maka akan senantiasa selalu terikat karena
adanya tujuan bersama.
d. Toleransi : Adalah sikap atau sifat toleran. Bersikap toleran artinya bersifat
menenggang (menghargai, memberikan, membolehkan) pendirian (pendapat,
pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang bertentangan
atau berbeda dengan pendirian sendiri.
e. Menghormati kejujuran : Kejujuran berarti kesediaan ataketerbukaan untuk
menyatakan suatu kebenaran. Kejujuran menjadi hal yang sangat penting bagi
semua pihak.
f. Menghormati penalaran : Peanalaran adalah penjelasan mengapa seseorang
memiliki pandangan tertentu, membela tindakan tertentu, dan menuntut hal serupa
dari orang lain. Penalaran ini sangat diperlukan bagi terbangunnya solidaritas
antarwarga masyarakat demokratis.
g. Keadaban adalah ketinggian tingkat kecerdasan lahir batin atau kebaikan budi
pekerti. Seseorang yang berperilaku beradab berarti memberikan penghormatan
terhadap pihak lain yang dapat tercermin melalui tindakan, bahasa tubuh, dan cara
berbicara.
Prinsip – prinsip demokrasi yag bersifat universal
a. Keterlibatan warga negara dalam pembuatan keputusan politik.
b. Tingkat persamaan (kesetaraan) tertentu antara warga negara.
c. Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai oleh para
warga negara.
d. Pengormatan terhadap supremasi hukum.
Adapun prinsip demokrasi yang didasarkan pada konsep di atas (rule of law) antara lain
sebagai berikut :
a. Tidak adanya kekuasaan yang sewenang-wenang.
b. Kedudukan yang sama dalam hukum.
c. Terjaminnya hak asasi manusia oleh undang-undang.
Disisi lain ada juga ahli yang berpendapat tentang pelaksanaan demokrasi di
Indonesia yaitu Menurut Azyumardi Azra (2000: 130-141) Perkembangan
demokrasi di Indonesia dari segi waktu dapat dibagi dalam empat periode, yaitu:
1. Periode 1945-1959 Demokrasi Parlementer.
Demokrasi pada masa ini dikenal dengan sebutan demokrasi parlementer.
Sistem parlementer ini mulai berlaku sebulan setelah kemerdekaan
diproklamasikan. Sistem ini kemudian diperkuat dalam Undang-Undang Dasar
1949 (Konstitusi RIS) dan Undang- Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950.
Meskipun sistem ini dapat berjalan dengan memuaskan di beberapa negara Asia
lain, sistem ini ternyata kurang cocok diterapkan di Indonesia. Hal ini
ditunjukkan dengan melemahnya persatuan bangsa. Dalam UUDS 1950, badan
eksekutif terdiri dari Presiden sebagai kepala negara konstitusional
(constitutional head) dan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan.
2. Periode 1959-1965 (Orde Lama)Demokrasi Terpimpin.
Demokrasi pada masa ini dikenal dengan sebutan demokrasi terpimpin.
Dalam demokrasi terpimpin ditandai oleh tindakan yang menyimpang dari atau
menyeleweng terhadap ketentuan Undang-Undang Dasar. Dan didalam
demokrasi terpimpin terdapat ciri-ciri yaitu adanya dominasi dari Presiden,
terbatasnya peranan partai politik, berkembangnya pengaruh komunis dan
meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial politik. Dekrit Presiden 5 Juli
dapat dipandang sebagai
suatu usaha untuk mencari jalan keluar dari kemacetan politik melalui
pembentukan kepemimpinan yang kuat.
Misalnya berdasarkan ketetapan MPRS No. III/1963 yang mengangkat Ir.
Soekarno sebagai Presiden seumur hidup. Selain itu, terjadi penyelewengan
dibidang perundang-undangan dimana pelbagai tindakan pemerintah
dilaksanakan melalui Penetapan Presiden (Penpres) yang memakai Dekrit 5 Juli
sebagai sumber hukum, dan sebagainya.
3. Periode 1965-1998 (Orde Baru) Demokrasi Pancasila.
Demokrasi pada masa ini dinamakan demokrasi pancasila. Demokrasi
Pancasila dalam rezim Orde Baru hanya sebagai retorika dan gagasan belum
sampai pada tataran praksis atau penerapan. Karena dalam praktik kenegaraan
dan pemerintahan,rezim ini sangat tidak memberikan ruang bagi kehidupan
berdemokrasi. Menurut M. Rusli Karim, rezim Orde Baru ditandai oleh;
dominannya peranan ABRI, birokratisasi dan sentralisasi pengambilan keputusan
politik, pembatasan peran dan fungsi partai politik, campur tangan pemerintah
dalam persoalan partai politik dan publik, masa mengambang, monolitisasi
ideologi negara, dan inkorporasi lembaga nonpemerintah
4. Periode 1998-sekarang (Reformasi).
Orde reformasi ditandai dengan turunnya Presiden Soeharto pada tanggal 21
Mei 1998. Jabatan presiden kemudian diisi oleh wakil presiden, Prof. DR. Ir.
Ing.
B.J. Habibie. Turunnya presiden Soeharto disebabkan karena tidak adanya lagi
kepercayaan dari rakyat terhadap pemerintahan Orde Baru. Bergulirnya
reformasi yang mengiringi keruntuhan rezim tersebut menandakan tahap awal
bagi transisi demokrasi Indonesia. Transisi demokrasi merupakan fase krusial
yang kritis karena dalam fase ini akan ditentukan ke mana arah demokrasi akan
dibangun.
Materi 7. CONTOH DEMOKRASI DI INDONESIA
PRETES
1. NEGARA INDONESIA MENGANUT SISTEM DEMOKRASI APA ?
2. APA SAJA CONTOH PELAKSANAAN DEMOKRASI DI INDONESIA ?
MATERI
Seperti yang kita tahu, Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi
Pancasila.
Demokrasi sendiri merupakan sistem pemerintahan dari rakyat, untuk rakyat, dan
oleh rakyat.
Dalam sistem demokrasi, di mana setiap orang dapat mengambil bagian dalam
keputusan yang akan mempengaruhi kehidupannya dalam bernegara.
Demokrasi juga bersumber pada nilai-nilai sosial budaya bangsa serta berasaskan
musyawarah mufakat seluruh masyarakat atau warga Negara seperti yang
tercantum pada kelima sila Pancasila.
A. Lingkungan Keluarga
1. Saling menyayangi antara kakak beradik.
2. Menghormati orang tua tanpa pamrih.
3. Berbagi kewajiban di rumah, seperti membantu orang tua membersihkan rumah.
4. Menghargai keputusan yang sudah disepakati keluarga.
5. Menjaga komunikasi antar anggota keluarga dengan baik.
B. Lingkungan Sekolah
1. Melakukan pemilihan pengurus kelas dengan baik.
2. Melakukan pemilihan pengurus OSIS dengan tertib dan adil.
3. Memutuskan jadwal piket kelas yang dilakukan dengan musyawarah.
4. Melakukan upacara bendera, di mana tanggung jawab penyelenggara upacara dilakukan
bergantian.
5. Tidak membeda-bedakan teman dan guru.
C. Lingkungan Masyarakat
1. Bersatu menjaga perdamaian.
2. Memilih pengurus RT, RW, hingga Kepala Desa dengan musyawarah dengan adil dan
jujur.
3. Mengikuti kegiatan yang sudah ditetapkan desa.
4. Tidak melakukan diskriminasi antar warga.
5. Menyampaikan pendapat dengan baik.
D. Lingkungan Bangsa dan Negara
1. Ikut serta dalam pemilu.
2. Berani menyampaikan pendapat dengan baik.
3. Tidak bertindak berdasarkan SARA.
4. Menjauhi permusuhan yang bisa meruntuhkan keutuhan NKRI.
5. Memahami dan menaati hukum sesuai Undang-Undang dengan baik.
Hak dan kewajiban anak di sekolah.
https://youtu.be/O1JSiG4AhpI
POSTES
1. BERIKAN CONTOH SIKAP DEMOKRASI DI LINGKUNGAN SEKOLAH !
2. TULISKAN APA SAJA HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DISEKOLAH ?
Materi 8. PENGERTIAN PEMILU ( PEMILIHAN UMUM )
4. Rahasia
Dalam menentukan pilihannya, pemilih dijamin kerahasiaan. Pemilih
memberikan suara pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain
kepada siapa pun;
5. Jujur
Semua pihak yang terkait dengan pemilu harus bertindak dan bersikap jujur
sesuai peraturan yang berlaku;
6. Adil
Dalam penyelenggaraan pemilu, baik pemilih dan peserta mendapatkan
perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan dari pihak mana pun
Kemudian, pada Pasal 3 UU yang sama dikatakan, penyelenggaraan pemilu
harus memenuhi 11 prinsip yang meliputi: Mandiri; Jujur; Adil; Berkepastian
hukum; Tertib; Terbuka; Proporsional; Profesional; Akuntabel; Efektif; dan
Efisien.
Sementara, tujuan penyelenggaraan pemilu termaktub dalam Pasal 4 yaitu:
1. Memperkuat sistem ketatanegaraan yang demokratis
2. Mewujudkan pemilu yang adil dan berintegritas
3. Menjamin konsistensi pengaturan sistem pemilu
4. Memberikan kepastian hukum dan mencegah duplikasi dalam pengaturan
pemilu
5. Mewujudkan pemilu yang efektif dan efisien.
Adapun pakar ilmu politik Arbi Sanit pernah mengungkapkan, pemilu pada
dasarnya memiliki 4 fungsi yakni membentuk legitimasi penguasa dan pemerintah,
membentuk perwakilan politik rakyat, sirkulasi elite penguasa, dan pendidikan
politik.
Oleh karenanya, disimpulkan oleh Arbi Sanit bahwa pemilu bertujuan untuk:
1. Memungkinkan terjadinya peralihan pemerintahan secara aman dan tertib
2. Melaksanakan kedaulatan rakyat
3. Melaksanakan hak-hak asasi warga negara.
Penyelenggaraan pemilu Di Indonesia, pemilu diselenggarakan oleh Komisi
Pemilihan Umum (KPU). Mengacu UU Nomor 7 Tahun 2017, KPU adalah
lembaga penyelenggara pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
Peserta pemilu merupakan partai politik untuk pemilu anggota DPR,
anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, perseorangan untuk
pemilu anggota DPD, dan pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau
gabungan partai politik untuk pemilu presiden dan wakil presiden. Sementara,
pemilih dalam pemilu merupakan Warga Negara Indonesia yang sudah genap
berumur 17 tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin.
Alasan dan fungsi pemilu Pemilu sebagai wujud demokrasi dan salah satu
aspek yang penting untuk dilaksanakan secara demokratis. Semua demokrasi
modern melaksanakan pemilihan. Namun tidak semua pemilihan adalah
demokratis. Karena pemilihan secara demokratis bukan sekedar lambang,
melainkan pemilihan yang harus kompetitif, berkala, inklusif (luas), dan definitif
untuk menentukan pemerintah.
Terdapat dua alasan mengapa pemilu menjadi variabel penting suatu negara, yakni:
1. Pemilu merupakan suatu mekanisme transfer kekuasaan politik secara
damai. Legitimasi kekuasaan seseorang atau partai politik tertentu tidak diperoleh
dengan cara kekerasan. Namun kemenangan terjadi karena suara mayoritas rakyat
didapat melalui pemilu yang fair.
2. Demokrasi memberikan ruang kebebasan bagi individu. Pemilu dalam
konteks ini, artinya konflik yang terjadi selama proses pemilu diselesaikan melalui
lembaga-lembaga demokrasi.
Pemilu memiliki empat fungsi utama, yaitu:
1. Pembentukan legitimasi penguasa dan pemerintah
2. Pembentukan perwakilan politik rakyat
3. Sirkulasi elite penguasa
4. Pendidikan politik
Materi 9. PENGERTIAN, FUNGSI, TUJUAN dan STRUKTUR OSIS
sumber:
https://www.sman3-palembang.sch.id/index.php/web/artikel/detail/42/OSIS-
PENGERTIAN-FUNGSI-TUJUAN-dan-STRUKTUR-OSIS
Materi 10. Kampanye
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
● Siswa dapat menyebutkan dengan jelas tugas yang dilakukan di sekolah melalui
modul ajar yang diberikan
● Siswa dapat mengetahui dengan tepat cara melaksanakan kampanye melalui
kerjasama kelompok
I. Kampanye Adalah Bentuk Komunikasi
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, kampanye adalah aktivitas yang cukup umum
terjadi di Indonesia. Bukan hanya melihat orang berkampanye, kita bahkan sesekali ikut
kampanye untuk mendukung salah satu calon, baik itu calon walikota, gubernur, atau
presiden. Biasanya, saat kampanye orang-orang akan mengenakan berbagai atribut yang
berhubungan dengan calon yang kita dukung.
Mulai dari kaos-kaos kampanye yang sering dibagikan secara cuma-cuma oleh partai, topi,
sampai syal. Semuanya digunakan, guna menunjukkan dukungan kita pada seseorang.
Namun, terlepas sudah atau belumnya kamu ikut berkampanye, apakah kamu tahu
pengertian dari kampanye itu sendiri?
Pada dasarnya, kampanye adalah komunikasi antara satu atau beberapa orang tertentu
dengan tujuan untuk memengaruhi banyak orang. Selama kampanye politik misalnya,
calon pemimpin biasanya akan menyampaikan orasi, janji, dan hasil pemikirannya di
depan banyak orang. Tujuannya hanya satu, untuk memperkuat dukungan dan agar ada
semakin banyak masa yang mendukungnya untuk mencapai posisi tertentu.
Kampanye biasanya memang hanya dilakukan satu orang dan biasanya kegiatan ini hanya
dilakukan orang yang mencalonkan diri. Tujuannya agar semakin banyak orang mengenal
percaya, dan mendukungnya. Namun, di balik seorang calon, ada lebih banyak orang lain
yang bekerja di balik layar untuk memenangkan calon pemimpin tersebut.
Tidak jarang para anggota partai juga menggaet rakyat untuk membantu kampanye di
wilayah tempat dia tinggal agar orang-orang di wilayah itu, ikut mendukung calon
pemimpin yang diusung oleh partai tersebut.
II. Jenis-Jenis Kampanye
Kampanye selama ini hanya diidentikkan dengan politik saja. Iya sih, dibandingkan
dengan kelompok lain, orang-orang dari kaum partai politik memang yang paling sering
melakukan kegiatan kampanye ini.
Namun sebenarnya, kampanye bukan hanya bisa dilakukan oleh orang yang berasal dari
elite politik. Semua orang bisa melakukan hal yang sama, karena toh pada dasarnya
kampanye adalah kegiatan berkomunikasi untuk memengaruhi lebih banyak orang demi
mendapatkan tujuan atau posisi tertentu.
Jenis kampanye juga bukan hanya kampanye politik aja. Buat kamu yang belum tahu,
kampanye sebenarnya juga macam-macam dan terbagi menjadi beberapa jenis. Jadi
sebenarnya ada berapa jenis sih kampanye itu? Yuk kita cari tahu sama-sama!
A. Kampanye Berdasarkan Tujuannya
Setiap keputusan, atau kegiatan yang dilakukan pasti memiliki tujuan tersendiri. Begitu
juga dengan kampanye. Berdasarkan tujuannya, kampanye sendiri terbagi menjadi empat
jenis yaitu kampanye sosial, kampanye bisik, kampanye promosi, dan terakhir adalah
kampanye politik. Untuk lebih jelasnya, berikut pengertian dari kampanye-kampanye
dibawah ini
Kampanye Sosial
Kampanye sosial adalah kampanye yang tujuannya untuk menyebarkan pesan-pesan sosial
yang sifatnya tidak menguntungkan atau non komersil. Orang yang melakukan kampanye
sosial tidak mendapatkan keuntungan apapun dari kampanye yang dilakukannya, dan
mereka pun tidak menginginkan apapun dari kampanye tersebut.
ampanye sosial biasanya muncul dari keresahan pribadi dan bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat akan berbagai masalah sosial yang sedang terjadi
saat ini.
Misalnya, kampanye soal sampah terutama sampah plastik yang banyak dilakukan saat ini.
Kampanye soal sampah plastik ini bertujuan untuk mengurangi sampah plastik yang ada
saat ini agar Bumi bisa menjadi tempat yang lebih baik tanpa adanya sampah di sekeliling
kita.
Orang yang melakukan kampanye ini, tidak mendapatkan keuntungan apapun. Sebaliknya,
tidak jarang dia mengeluarkan banyak modal agar kampanye seperti ini bisa berjalan dan
kesadaran masyarakat bisa semakin tinggi.
Kampanye Bisik
Bisik dalam bahasa Indonesia sendiri berarti berbicara dengan suara pelan, sehingga hanya
orang-orang tertentu saja yang bisa mendengarnya, sedangkan kampanye adalah kegiatan
berkomunikasi yang dilakukan seseorang atau sebuah kelompok untuk menghimpun
dukungan dari lebih banyak orang.
ika dua definisi ini disatukan, maka kampanye bisik adalah sebuah aksi yang dilakukan
secara serentak untuk melawan sesuatu. Agar aksi ini tidak terendus, informasi dan ajakan
beraksi dilakukan dengan menyiarkan kabar angin.
Kampanye Promosi
Kalau kampanye sosial sifatnya non komersil dan orang yang melakukannya tidak
mendapatkan keuntungan apapun, kampanye promosi justru sebaliknya.
Kampanye promosi adalah kegiatan yang dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan
penjualan. Biasanya kampanye promosi dilakukan perusahaan produk untuk mendongkrak
penjualan. Aksi ini jelas dilakukan untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya.
Semakin banyak untungnya, maka akan semakin baik.
Kampanye Politik
Nah kalau kampanye yang satu ini sudah kita bahas sejak tadi. Pada dasarnya, kampanye
politik adalah kampanye yang dilakukan kepada banyak orang atau masyarakat luas untuk
memberitahukan berbagai informasi seputar calon pemimpin yang diusung oleh sebuah
partai.
Informasinya sendiri biasanya terdiri dari pesan, buah pikiran, dan program yang akan
dibuat oleh calon pemimpin jika berhasil maju ke bangku kekuasaan. Kampanye politik
dilakukan oleh politikus dan partai selama masa pergantian kepemimpinan di
pemerintahan.
Kampanye dilakukan untuk menjaring pendukung sebanyak mungkin. Semakin banyak
pendukung, maka suara yang akan didapat selama pemilihan umum juga akan semakin
banyak. Sayangnya, tidak jarang kampanye politik ini dilakukan dengan cara yang kotor
dan tidak jujur.
B. Kampanye Berdasarkan Orientasinya
Selain kampanye berdasarkan jenisnya, kampanye juga dibedakan berdasarkan
orientasinya. Untuk yang ini, kampanye dibagi menjadi tiga jenis yakni product oriented
campaign, candidate-oriented campaign, ideological or cause oriented campaign. Berikut
penjelasan lengkapnya!
Product Oriented Campaign
Product Oriented Campaign adalah kegiatan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan
untuk tujuan komersial. Sesuai dengan namanya, kampanye ini berorientasi pada produk
yang dibuat oleh perusahaan tersebut.
Tujuan dari kampanye ini sendiri bermacam-macam. Selain untuk mendongkrak penjualan
sebuah produk, kampanye ini juga dilakukan sebuah perusahaan guna untuk membangun
sebuah image.
Lagi-lagi dengan image perusahaan yang baik, tanggapan masyarakat kepada sebuah
produk juga akan baik, sehingga diharapkan dapat meningkatkan penjualan produk
tersebut kedepannya.
Candidate-Oriented Campaign
Kalau kampanye yang pertama, orientasinya pada produk, maka Candidate-Oriented
Campaign berorientasi pada seseorang. Kampanye jenis ini biasanya dilakukan untuk
kepentingan politik dan bertujuan untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat luas.
Ideological or Cause Oriented Campaign
Jenis kampanye yang ini bisa dibilang unik karena tidak berorientasi pada seseorang
maupun produk. Jika dibandingkan dengan dua kampanye sebelumnya, kampanye ini
tidak bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Baik itu keuntungan secara politik,
ataupun uang.
Ideological or Cause Oriented Campaign adalah kampanye yang memiliki tujuan yang
jelas untuk mengubah sebuah aturan di masyarakat yang sudah berakar sejak lama.
Kampanye ini melibatkan semua kalangan dan dilakukan oleh lembaga sosial tanpa
berharap keuntungan apapun.
C. Kampanye Berdasarkan Medianya
Seperti yang kamu tahu, seseorang atau atau perusahaan atau sebuah organisasi kelompok
yang sedang berkampanye akan melakukan banyak hal untuk mencapai tujuan mereka.
Salah satu caranya adalah dengan muncul di banyak media. Berikut jenis kampanye
berdasarkan media yang digunakan!
Kampanye Secara Langsung
Sesuai dengan namanya, kampanye secara langsung adalah jenis kampanye yang
dilakukan secara live dan tatap muka. Dalam kampanye ini, tokoh utama, calon, atau
kandidat akan hadir dan menemui masyarakat untuk menyampaikan program maupun
pesan-pesan untuk menarik dukungan masyarakat.
Kampanye jenis ini, lazimnya, dilakukan di stadion, lapangan, gedung atau tempat-tempat
yang bisa diakses oleh semua orang. Biasanya kandidat akan naik ke atas panggung dan
berbicara dihadapan banyak orang.
Selain dilakukan di tempat yang bisa diakses oleh banyak orang, tidak jarang para
kandidat juga melakukan blusukan alias turun ke daerah-daerah pinggiran atau terpencil
untuk menemui masyarakat. Kegiatan ini dilakukan untuk menarik dukungan dari orang-
orang yang sulit dijangkau karena lokasi mereka yang jauh dari pusat kota. Berbeda
dengan kampanye di stadion, kampanye blusukan biasanya hanya dilakukan oleh kandidat
dan beberapa orang terdekatnya.
Kampanye Elektronik
Kalau kampanye langsung, para kandidat akan menemui pendukungnya secara real, maka
kampanye elektronik dilakukan dengan memanfaatkan media elektronik.
Di masa lalu, kampanye ini hanya dilakukan melalui televisi dan radio. Seiring
berjalannya waktu, teknologi dan smartphone semakin canggih. Kini, para kandidat bukan
hanya muncul di TV atau radio, mereka juga tampil di berbagai channel YouTube dan
podcast.
Di Indonesia, kampanye dengan menggunakan media berupa YouTube maupun podcast
dilakukan untuk menarik dukungan terhadap anak muda, mengingat anak muda adalah
kalangan yang paling banyak mengakses YouTube maupun podcast.
Kampanye Cetak
Setelah kampanye langsung, dan media elektronik, kampanye juga dilakukan melalui
media cetak. Meski dianggap agak ketinggalan zaman, kampanye media cetak cukup
umum dilakukan di Indonesia.
Dulu, kampanye dilakukan dengan memasang pesan-pesan kampanye dan foto kandidat di
koran. Sekarang, partai politik menggunakan poster, selebaran, brosur, bahkan memasang
baliho bergambar kandidat dan program-programnya di pusat kota dan tempat strategis
yang dilalui oleh banyak orang. Tujuannya agar kandidat lebih dikenal oleh masyarakat
dari berbagai kalangan.
1. Partisipasi
Seorang kandidat yang memiliki komunikasi yang baik, tidak akan hanya bicara dan
membiarkan audience hanya menjadi pendengar. Alih-alih memaksa audience menjadi
pendengar, mereka juga akan membiarkan audience berpartisipasi. Partisipasi ini sendiri
biasanya membiarkan audience untuk berbicara dan didengar oleh kandidat.
Bisa dibilang, partisipasi merupakan teknik dasar dalam berkampanye, terutama jika
kampanye yang dilakukan adalah kampanye tatap muka atau secara langsung dan
melibatkan banyak masa sebagai audience atau pendengar.
Meski sekilas, teknik ini begitu sederhana, tetapi efeknya luar biasa baik dan dapat
menaikkan image kandidat. Para audiens akan merasa sangat dihargai karena mereka
bukan hanya dipaksa mendengar tetapi juga diberikan kesempatan untuk jadi pihak yang
didengar dan menyampaikan keluh kesahnya.
Para kandidat yang melakukan teknik ini dengan baik akan memberikan kesan bahwa Ia
adalah sosok pemimpin yang baik karena bersedia mendengarkan rakyat.
2. Asosiasi
Selain partisipasi, asosiasi juga menjadi teknik yang tidak kalah penting. Teknik ini adalah
teknik dimana kandidat mengaitkan sebuah peristiwa yang sering terjadi dalam
kampanyenya untuk menarik perhatian masyarakat.
Biasanya peristiwa yang terjadi adalah peristiwa besar yang merugikan banyak orang. Para
kandidat akan membagikan sudut pandang sekaligus penanganan untuk masalah tersebut.
Teknik ini bisa dibilang sangat sakti, karena selain dapat menaikkan kepercayaan
masyarakat, juga dapat menjadi senjata untuk menurunkan kepercayaan masyarakat
kepada kandidat lain yang menjadi lawannya.
3. Integratif
Integratif adalah teknik dimana kandidat akan melibatkan audience. Bukan hanya dengan
membiarkan mereka menjadi pendengar, para kandidat juga akan menggunakan kata-kata
seperti kita, kami, dan kata-kata lain yang menunjukkan adanya persamaan antara
audience dan kandidat. Selain menunjukkan persamaan, kata-kata ini bertujuan untuk
menyatukan semua pihak dalam satu visi dan misi yang sama.
4. Teknik Ganjaran
Teknik ganjaran adalah teknik dimana kandidat mempengaruhi audience dengan
memberikan hadiah atau reward. Dibandingkan dengan teknik lainnya, teknik reward ini
sebenarnya agak tricky.
Di Indonesia sendiri, teknik ini masih sering dilakukan meski secara diam-diam. Biasanya
reward-nya sendiri berupa bahan-bahan kebutuhan pokok seperti minyak sayur, beras, dan
berbagai kebutuhan lainnya. Namun teknik ini juga bisa disebut sebagai penyuapan.
5. Memberikan Empati
Teknik ini juga umum dilakukan dalam kampanye. Biasanya kandidat akan berusaha
mengerti dan menempatkan diri dalam posisi audience. Tidak hanya itu, mereka juga
biasanya akan menawarkan simpati baik itu kata-kata maupun bantuan yang dibutuhkan.
Tujuannya adalah untuk membangun image yang baik di hadapan audience-nya. Dengan
image yang baik, audience akan memilih kandidat tersebut dalam pemilihan.
6. Penataan Patung Es
Di teknik ini, kandidat akan melakukan orasi dengan menggunakan kata-kata yang enak
didengar, sehingga membuat nyaman orang-orang yang mendengarnya. Mereka juga akan
menggunakan penggambaran yang baik dan menjabarkan berbagai program baik yang
akan dia lakukan saat menjabat nanti. Hal ini untuk memupuk kepercayaan masyarakat
agar mendukungnya.
7. Koersi
Bisa dibilang, ini adalah teknik terburuk dalam melakukan kampanye. Hal ini dikarenakan
teknik ini melibatkan unsur paksaan. Kandidat akan memberikan tekanan kepada
masyarakat untuk membuat mereka mendukungnya. Hal ini membuat orang merasa sangat
tidak nyaman dan ketakutan. Bahkan, jika mereka memberikan dukungan, mereka
melakukannya karena paksaan. Melakukan kampanye sekilas terlihat mudah. Namun,
sebenarnya ini sulit dilakukan. Bagian tersulit bukan saat mengumpulkan masyarakat,
melainkan membuat mereka percaya dan akhirnya memilih seseorang.
Sumber : Marliah,Siti.2019.Kampanye: Pengertian, Jenis, dan
Teknik.https://www.gramedia.com/literasi/kampanye/, diakses pada 19 November 2022
A. Pengertian Debat
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian debat adalah
pertukaran dan pembahasan pendapat terkait suatu hal dengan saling
menyampaikan argumentasi atau alasan dengan tujuan mempertahankan pendapat
bahkan memenangkan pendapat.
Secara umum, debat dapat dipahami sebagai strategi dalam adu pendapat
atau argumen dengan tujuan pendapat yang kita bisa mematahkan pendapat lawan,
begitupun sebaliknya, pendapat kita tidak dipatahkan oleh lawan. Ada juga yang
menyebut, debat adalah aktivitas mengajukan usul dan mempertahankan usulan
tersebut.
Pengertian debat sebenarnya banyak sekali, ada banyak perspektif terkait
definisi debat. Menurut Wusu Hendrikus, debat merupakan adu argumentasi antara
individu atau kelompok dengan tujuan mencapai sebuah kemenangan satu pihak.
Pada intinya, debat bertujuan untuk mempertahankan pendapat dan alasan
seseorang agar diikuti oleh lawan debat, pengikut, dan orang lain.
Sementara, menurut J. S. Kamdhi (1995), pengertian debat yakni suatu
pembahasan atau tukar pendapat oleh setiap peserta tentang suatu pokok masalah,
dimana setiap peserta boleh memberikan alasan atau argumen untuk
mempertahankan pendapatnya.
Selanjutnya, Henry Guntur Tarigan (1984) mengungkapkan bahwa debat
adalah suatu aktivitas saling adu pendapat antar pribadi atau kelompok untuk
menentukan baik tidaknya suatu usulan tertentu dengan mempertemukan pihak
pendukung dan pihak penyangkal.
Kesimpulannya, debat merupakan pertukaran dan pembahasan usulan atau
pendapat dengan saling memberikan alasan atau argumentasi dengan tujuan
mempertahankan pendapat dari satu pihak. Oleh karena itu, Teks debat bisa juga
diartikan sebagai teks yang berisi pernyataan dan argumentasi dari pihak-pihak
yang berdebat tentang permasalahan tertentu dengan tujuan mendiskusikan,
memutuskan dan mengkaji perbedaan.
B. Fungsi Debat
Debat memiliki beberapa fungsi yang akan sangat bermanfaat untuk
kehidupan sehari-hari, debat yang perlu di garis bawahi. Berikut adalah poinnya.
1. Menumbuhkan keterampilan berbicara dalam menyampaikan pendapat dengan
baik terhadap konflik yang pro maupun yang kontra.
2. Membangun daya analitis, terkait dengan keahlian untuk menyimak dan
memahami lawan debat.
3. Menumbuhkan kemampuan dalam menyampaikan argumentasi secara logis
dengan bahasa dan gestur sikap yang santun.
4. Merangsang keterampilan dalam berpikir kritis
5. Merangsang penelitian terkait isu-isu atau topik kontroversial
6. Memahami dan mencari tahu sisi positif dan negatif terhadap isu tertentu
7. Belajar berpikir analitis dan sistematis
8. Belajar mengungkapkan hasil pemikiran pada orang lain
9. Meningkatkan rasa percaya diri
10. Meningkatkan keterampilan dalam melihat sesuatu dari perspektif yang lain
11. Menumbuhkan keterampilan menilai dan mengklarifikasi pendapat orang lain
12. Melatih berbicara secara runtut dan lancar
Fungsi debat sangat menguntungkan, keterampilan berbicara dalam debat
dapat mendukung komunikasi-komunikasi dengan orang lain di dunia nyata.
Namun, tidak semua orang bisa memiliki keterampilan debat. Debat bergantung
mentalitas masing-masing orang, dan perlu diketahui juga, tidak semua orang
menyukai berbicara, terlebih berdebat.
C. Tujuan Debat
Secara sederhana, debar merupakan adu pendapat untuk mempertahankan
pendapat masing-masing untuk menang atau sudah tidak bisa dipatahkan oleh
lawan. Berikut adalah tujuan debat secara luas:
1. Membangun sebuah kasus yang disertai dengan argumen sebagai pendukung.
Adapun kiat sukses merancang sebuah kasus dalam debat, yakni mengacu
pertanyaan dasar yang meliputi 4W + 1H
2. Memahami kasus yang tengah terjadi di dalam masyarakat
3. Melatih menemukan argumentasi berdasarkan data yang kuat dan akurat
4. Mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain agar mereka sepakat dan setuju
dengan argumen yang diusulkan.
5. Sebagai cara untuk menampilkan, meningkatkan, dan mengembangkan komunikasi
verbal
6. Berusaha meyakinkan orang lain bahwa argumen yang dimiliki merupakan
argumen yang paling tepat untuk disepakati dan disetujui
D. Ciri-Ciri Debat
Berbincang mengenai debat, banyak istilah khusus yang hanya digunakan dalam
aktivitas debat. Istilah-istilah khusus yang terdapat dalam debat seperti topik debat
atau motion, ada juga istilah tim afirmatif yang berarti kelompok tim pro dan kontra.
Selain itu, ketika debat, kedua tim debat sering mengatakan interupsi. Interupsi sama
halnya dengan menyatakan pendapat.
Bentuk debat sebenarnya hampir sama ketika kita menyaksikan debat di televisi,
ada kedua tim debat yang siap beradu argumen ditambah moderator dan atau sekaligus
juri. Berikut merupakan ciri-ciri debat yang perlu diketahui.
Debat memiliki dua sudut pandang, yaitu sudut pandang pihak afirmatif dan sudut
pandang pihak negatif. Dapat dikatakan pihak afirmatif ketika orang tersebut setuju
pada topik yang didebatkan. Sementara pihak negatif adalah pihak yang tidak
menyetujui topik debat itu sendiri.
1. Terjadi adu pendapat dan argumen untuk mempertahankan argumen dan
mendapatkan kemenangan
2. Terjadi sesi tanya jawab yang bersifat menjatuhkan atau mematahkan argumen
lawan
3. Setiap debat mengutamakan antara pihak pro dan pihak kontra
4. Satu sama lain saling mempertahankan pendapat atau argumennya masing-masing
5. Cara menentukan pemenang, dapat dilakukan berdasarkan keputusan seorang juri
atau bisa juga dengan voting dari tim juri
6. Setiap terjadi perdebatan, diperlukan pihak penengah atau biasa disebut moderator.
Moderator memiliki peran untuk memimpin jalannya debat.
7. Menaati prosedur dan aturan debat, yang mana prosedur itu bertujuan untuk
melindungi sekaligus mempertahankan argumen kedua belah pihak.
Dari ciri-ciri debat yang sudah disampaikan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa ciri-ciri debat adalah terdiri dari dua pendebat, ada moderator sekaligus juri,
atau penunjukkan juri khusus apabila sebuah perlombaan debat.
E. Unsur-Unsur Debat
Tidak hanya pengertian, fungsi, tujuan, dan ciri-ciri dari debat. Debat memiliki
beberapa unsur penting, sebagai berikut:
1. Adanya Topik atau masalah yang dibahas
Debat tanpa topik atau masalah yang dibahas sama halnya makanan tanpa bumbu,
akan terasa hambar. Debat dapat terselenggara apabila ada topik atau masalah yang
diangkat dan dibahas. Istilah topik yang diusulkan biasa disebut juga dengan mosi.
2. Tim Afirmatif
Tim afirmatif atau tim pro dapat diartikan sebagai tim yang mendukung topik.
Tugas dari tim afirmatif atau tim pro adalah memberikan pendapat atau argumen
yang mendukung usulan. Peran tim afirmatif wajib karena akan melawan tim
kontra.
3. Tim Negatif atau Tim Kontra
Ada tim afirmatif atau tim pro, ada tim negatif atau tim kontra, itulah unsur-unsur yang
harus dipenuhi dalam aktivitas debat. Tugas dari tim negatif atau tim kontra sendiri
yakni menyampaikan ketidaksetujuan atau pendapat yang menolak usulan dengan
mematahkan argumen yang disampaikan tim pro.
4. Pihak netral
Pihak netral dibutuhkan dalam sebuah perdebatan guna memberikan dukungan dan
semangat kepada kedua belah pihak, baik yang pro maupun yang kontra. Seperti
namanya, pihak netral tidak diizinkan mendukung salah satu pihak.
5. Moderator
Moderator merupakan unsur yang tidak kalah penting. Moderator memiliki fungsi
untuk memimpin sebuah perdebatan agar sesuai prosedur debat dan memandu
pembahasan topik agar tidak keluar dari pembahasan.
6. Penulis atau Notulen.
Dalam sebuah aktivitas debat membutuhkan seseorang yang bertugas untuk
mencatat segala pendapat yang disampaikan oleh pihak pro, pihak kontra,
moderator, bahkan tim netral yakni notulen. Pada dasarnya, notulen bertugas untuk
menulis kesimpulan yang dari debat. Namun, notulen juga mencatat pernyataan,
kesimpulan akhir, mosi debat dan penyampaian para pihak debat.
Beberapa unsur-unsur debat di atas wajib dipenuhi dalam sebuah aktivitas debat.
Masing-masing unsur memiliki tugas dan perannya masing-masing yang sama
penting. Unsur-unsur debat tersebut akan sangat diperlukan apabila aktivitas debat
ingin menghasilkan sesuatu.
Unsur-unsur di atas, belum termasuk unsur-unsur tambahan yang sifatnya teknis.
misalnya pengatur media seperti layar presentasi, komputer atau laptop, microphone
dan masih banyak lagi unsur teknis.
F. Struktur-Struktur Debat
Selain memiliki unsur-unsur, debat juga memiliki struktur yang perlu
diperhatikan.
1. Pengenalan isu
Pengenalan isu atau biasa juga disebut dengan pengenalan topik.
Pengenalan topik yang menarik untuk dibahas adalah topik atau isu yang masih
memberikan kontroversi di masyarakat. Jika topik tidak berangkat dari sesuatu
yang masih menjadi kontroversi di masyarakat, perdebatan tidak akan menjadi
menarik dan penonton juga kurang antusias untuk menyaksikan.
2. Rangkaian argumen
Rangkaian argumen adalah saatnya kedua tim menyajikan pembuktian data
dan fakta yang bermanfaat untuk mendukung argumen dari pendebat. Ciri-ciri dari
argumen sendiri yakni, harus relevan, sistematis, jelas, logis dan disertai dengan
bukti
3. Penegasan ulang (kesimpulan)
Penegasan ulang atau yang biasa kita sebut dengan kesimpulan. Penegasan
ulang memiliki fungsi yang berada di bagian akhir, dengan tujuan membuat
pernyataan akhir yang menegaskan bahwa bantahan atau pendapat pro ataupun
kontra.
Struktur debat di atas memberikan pemahaman dan manfaat bahwa depat
sangat memerlukan pengetahuan yang luas. Pengetahuan yang luas akan
menjadikan kualitas wacana yang disampaikan menjadi berdasar dan kuat.
G. Etika Debat
Adu pendapat atau argumen di depan banyak orang memerlukan etika agar
debat tampak sebagai aktivitas intelektual. Etika perlu ditaati karena debat
berkaitan dengan banyak orang. Menjaga etika berarti menghormati seluruh orang.
Berikut empat etika penting dalam debat:
1. Bertanya Secara Serius
Etika debat yang pertama adalah bertanya secara serius. Hal itu penting
karena dapat membuat orang yang akan menjawab akan memberikan jawaban
dengan sepenuh hati dan membuat membuat penanya menjadi terpuaskan. Hal
yang tidak serius dapat menghilangkan suasana debat yang dikenal dengan situasi
yang panas.
2. Tidak Menyinggung Kekurangan Fisik
Ketika debat, menjadi hal yang biasa bahwa kedua pihak berpotensi tersulut
emosi. Mengingat pertarungan komunikasi verbal, kedua belah pihak dilarang
untuk melakukan komunikasi verbal yang dapat menyinggung perasaan dengan
membahas urusan pribadi lawan.
3. Bicara Berdasarkan Data dan Fakta
Etika debat yang ketiga adalah berbicara berdasarkan data dan fakat. Debat
mengajarkan bahwa apa yang sudah dikeluarkan mulut perlu sebuah
pertanggungjawaban. Alhasil, segala hal yang disampaikan di dalam debat harus
berdasarkan data dan fakta.
Penyampaian argumen dengan data yang mengada-ngada sangat dihindari
karena justru membuktikan pendebat berperilaku tidak baik. Disamping itu,
penggunaan data dan fakta yang valid akan menghindarkan pendebat dari lawan
untuk menyerang.
4. Patuhi Aturan Main
Etika debat yang terakhir dan tidak kalah penting yakni menaati aturan dan
prosedur dalam debat. Hal itu dikarenakan aturan debat yang satu dengan yang lain
berbeda-beda.
H. Jenis-Jenis Debat
Debat merupakan sebuah aktivitas yang fleksibel. Berikut beberapa jenis atau
model debat:
1. Debat Parlementer
Debat parlementer biasa disebut debat majelis (assembly or parliamentary
debating) merupakan debat yang bertujuan untuk mendukung undang-undang yang
akan dibentuk, dievaluasi hingga disahkan. Debat parlementer ini lebih formal dan
lebih bersifat kenegaraan, oleh karena itu aturan dan prosedur yang berlaku juga lebih
ketat.
2. Cross Examination Debating
Kedua, yakni cross examination debating atau biasa disebut debat untuk
pemeriksaan ulang. Debat ini bertujuan untuk menemukan kebenaran dalam
pemeriksaan yang pernah dilakukan dahulu. Biasanya, debat ini disertai dengan
banyak pertanyaan yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Pertanyaan yang
disampaikan, tidak lain dan tidak bukan untuk memperkuat si penanya.
3. Formal Conventional, Or Educational Debating
Debat yang ketiga ini termasuk debat formal konvensional, atau debat pendidikan.
Debat pendidikan ini bersifat mengarah pada hal baik untuk kedua belah pihak.
Secara pelaksanaannya, sifat debat jenis ini adalah kompetitif, karena bertujuan
untuk membentuk mentalitas dalam menyampaikan pendapat dan pada akhirnya ingin
mengembangkan keterampilan diantara peserta debat. Walaupun disebut debat
konvensional, debat pendidikan memiliki proses yang tetap memenuhi unsur-unsur
debat.
I. Langkah-Langkah Pelaksanaan Debat
Secara khusus, tentu saja setiap penyelenggara memiliki caranya masing-
masing.
Berikut adalah langkah-langkah dalam melakukan debat untuk pemula:
1. Mengembangkan pernyataan atau topik yang diangkat.
2. Membentuk tiga kelompok, yang terdiri dari kelompok yang pro, kelompok kontra
dan kelompok netral.
3. Setiap kelompok terdiri dari ketua dan wakil sebagai juru bicara saat debat
berlangsung.
4. Duduk saling berhadapan dengan juru bicara kelompok lawan.
5. Satu kelompok bisa terdiri lebih dari dua orang.
6. Masing-masing kelompok mengungkapkan asumsi atau argumen masing-masing,
sebelum perdebatan dimulai.
7. Saat debat berlangsung, peserta lain dapat mencatat isi argumen, pertanyaan atau
calon sanggahan.
8. Di akhir debat, tidak wajib menentukan pemenang. Notulen cukup menyampaikan
hasil beserta kesimpulan dari debat.
KUNCI JAWABAN
1. B 4. D
2. C 5. A
3. A
B. Tim Koordinator
Tim Koordinator bertugas untuk:
1. Merekrut Tim TPS, yakni sebanyak 2 orang di setiap TPS yang ada di tempat
ditugaskan.
2. Memberikan penjelasan kepada semua Tim TPS tentang tugas dan tanggung
jawab Tim TPS.
3. Meminta data wajib pilih yang ada di setiap TPS
4. Membantu/mendampingi Tim TPS dalam mendata wajib pilih di setiap TPS
5. Membantu dan/atau mendampingi Tim TPS dalam bersilaturrahim
(kunjungan rumah) ke masyarakat calon pemilih
6. Meminta perolehan Suara Calon sesaat setelah penghitungan Suara di tingkat
TPS selesai untuk selanjutnya dilaporkan kepada Ketua Tim Mitra
7. Memantau dan mengevaluasi kinerja setiap anggota Tim TPS.
8. Melaporkan hasil kerja dan perkembangan yang terjadi di setiap TPS kepada
Ketua Tim Mitra baik secara lisan maupun tertulis.
9. Mengadakan pertemuan secara berkala dengan Tim TPS dan berkoordinasi
dengan Tim Mitra.
10. Melaksanakan kegiatan-kegiatan lain yang ditugaskan oleh Tim Mitra
C. Tim TPS
Adapun yang menjadi tugas tim TPSadalah :
1. Mendata jumlah anggota keluarga masing-masing yang mempunyai hak pilih
2. Mendata jumlah wajib pilih di masing-masing TPS
3. Melakukan silaturrahim ke masing-masing wajib pilih selama 3 bulan
4. Memantau dan mengevaluasi berbagai perkembangan yang terjadi di wilayah
TPS masing-masing
5. Melaporkan berbagai perkembangan yang terjadi di wilayah TPS masing-
masing kepada Kordes baik secara lisan maupun tertulis
6. Mengadakan pertemuan berkala secara rutin sekali seminggu dengan Kordes
untuk mendiskusikan berbagai perkembangan dan kendala yang dihadapi di
wilayah TPS masing-masing dan mencari pemecahannya secara bersama-
sama
7. Menjaga elektabilitas Cabup dan Cawabup sampai menjelang hari H (Hari
Pencoblosan)
8. Menjadi saksi di TPS pada hari H (Hari Pencoblosan)
9. Mencatat dan melaporkan perolehan suara calon kepada Kordes segera setelah
penghitungan suara di TPS selesai.
SOAL PRETEST
KUNCI JAWABAN
1. A
2. C
3. D
4. B
5. D
Materi 13. PRAKTIK SEDERHANA DEMOKRASI DI SEKOLAH