Anda di halaman 1dari 16

Pengertian Demokrasi

Demokrasi adalah sistem pemerintahan di mana seluruh rakyatnya turut serta memerintah
dengan perantaraan wakilnya. Demokrasi juga diartikan sebagai gagasan atau pandangan
hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi
semua warga negara.
Konsep demokrasi lahir dari Yunani kuno yang dipraktikkan dalam hidup bernegara antara
Abad ke-4 Sebelum Masehi sampai dengan Abad ke-6 SM. Demokrasi memiliki beberapa
prinsip, seperti persamaan hak, kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi, kebebasan
berserikat, dan kebebasan beragama.
Pelaksanaan demokrasi di Indonesia masih dihadapkan pada berbagai
tantangan dan hambatan, seperti politik uang, korupsi, dan
ketidakadilan. Oleh karena itu, pendidikan demokrasi dan partisipasi
masyarakat dalam demokrasi sangat penting untuk memperkuat
demokrasi di Indonesia.

Sejarah Demokrasi di Indonesia


Sejarah demokrasi di Indonesia mengalami dinamika yang cukup kompleks dan menjalani
perkembangan yang sangat dinamis.
Berikut adalah beberapa fase perkembangan demokrasi di Indonesia:
1. Demokrasi Parlementer (1945-1959)
Pada fase ini, Indonesia resmi menjadi negara yang merdeka dan
menerapkan sistem demokrasi parlementer. Sistem ini berlangsung
hingga tahun 1959.
2. Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Pada masa ini, sistem demokrasi berubah menjadi sistem demokrasi
terpimpin. Sistem ini berlangsung hingga tahun 1965.
3. Demokrasi Pancasila pada Era Orde Baru (1966-1998)
Pada masa ini, sistem demokrasi berubah menjadi sistem demokrasi
Pancasila. Sistem ini berlangsung hingga tahun 1998.
4. Demokrasi Pasca Reformasi (1998-sekarang)
Setelah jatuhnya Presiden Soeharto pada Mei 1998, Indonesia
mengalami proses reformasi politik yang membuka peluang bagi
perkembangan demokrasi. Pada masa ini, Indonesia menerapkan
sistem demokrasi yang lebih terbuka dan partisipatif.
Perkembangan demokrasi di Indonesia juga dipengaruhi oleh sejarah dan politik
perkembangan demokrasi di Indonesia, mulai dari pengertian dan konsepsi demokrasi menurut
para tokoh dan founding fathers Kemerdekaan Indonesia, terutama Mohammad Hatta, dan
Soetan Sjahrir. Selain itu, gotong royong dan rasa kekeluargaan menjadi pangkal dari
demokrasi Pancasila

Fungsi dan Peran Demokrasi di Indonesia


Berikut adalah fungsi dan peran demokrasi di Indonesia secara singkat:
 Mewujudkan kedaulatan rakyat
 Menjamin hak asasi manusia
 Mendorong akuntabilitas pemerintah
 Melindungi keanekaragaman dan pluralisme
 Mendorong pembangunan ekonomi dan sosial
 Menjaga stabilitas politik
 Mendorong partisipasi masyarakat
 Menjaga keseimbangan kekuasaan
Fungsi dan peran demokrasi di Indonesia sangat penting dalam menjalankan sistem
pemerintahan yang adil, partisipatif, dan berkeadilan. Perkembangan demokrasi di Indonesia
mengalami dinamika yang cukup kompleks dan menjalani perkembangan yang sangat dinamis.
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk terus berpartisipasi aktif dalam menjaga dan
memperkuat demokrasi di Indonesia.

Pengertian Demokrasi, Sejarah, dan Pelaksanaan di Indonesia


Demokrasi adalah menempatkan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.
Berikut sejarah dan pelaksanaan demokrasi di Indonesia.

Demokrasi adalah kata yang sering kali digaungkan. Namun, apa yang dimaksud dengan
demokrasi? Ada banyak pandangan dalam menafsirkannya. Mari simak pembahasan berikut.

Pengertian Demokrasi

Berdasarkan KBBI, demokrasi adalah bentuk atau sistem pemerintahan yang seluruh rakyatnya
turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya; pemerintahan rakyat. Kemudian,
demokrasi juga diartikan KBBI sebagai gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan
persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara.

Pengertian demokrasi menurut para ahli pun sangat beragam. Abraham Lincoln
mendefinisikan demokrasi sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Lalu, Sidney Hook mendefinisikan demokrasi sebagai bentuk pemerintahan di mana keputusan-
keputusan pemerintahan yang penting, baik secara langsung atau tidak langsung, didasarkan
pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.

Joseph Schumpeter kemudian mengartikannya sebagai prosedur kelembagaan untuk mencapai


keputusan politik yang di dalamnya para individu-individu memperoleh kekuasaan untuk
membuat keputusan melalui perjuangan kompetitif dalam rangka memperoleh suara rakyat.

Pengertian demokrasi menurut C. F. Strong adalah suatu sistem pemerintahan di mana mayoritas
anggota dewasa dari masyarakat politik ikut serta atas dasar sistem perwakilan yang menjamin
bahwa pemerintah akhirnya mempertanggungjawabkan tindakan-tindakan kepada mayoritas itu.

Koentjoro Poerbopranoto dalam Sistem Pemerintahan Demokrasi menjelaskan bahwa demokrasi


adalah sistem yang mendorong rakyat untuk ikut berpartisipasi secara aktif dalam pemerintahan
negara.

Selanjutnya, Harris Soche dalam Supremasi Hukum dan Prinsip Demokrasi di


Indonesia menerangkan bahwa demokrasi adalah bentuk pemerintahan rakyat, dan karenanya
kekuasaan pemerintah melekat pada diri rakyat, diri orang banyak; dan merupakan hak bagi
rakyat atau orang banyak untuk mengatur, mempertahankan, dan melindungi dirinya dari
paksaan dan perkosaan orang lain atau badan yang diserahi untuk memerintah.
Hakikat Demokrasi

Pada dasarnya, hakikat demokrasi adalah menempatkan rakyat sebagai pemegang kuasa. Lebih
lanjut, Dwi Sulisworo dkk. dalam Bahan Ajar Demokrasi menerangkan bahwa hakikat
demokrasi meliputi tiga hal.

1. Pemerintahan dari rakyat

Mengandung pengertian yang berhubungan dengan pemerintahan yang sah di mata rakyat
atau legitimate government. Pemerintahan yang sah ini adalah pemerintahan yang mendapat
pengakuan dan dukungan rakyat. Legitimasi atau pengakuan ini penting bagi sebuah
pemerintahan agar pemerintah dapat menjalankan birokrasi dan program-programnya.

1. Pemerintahan oleh rakyat

Suatu pemerintahan harus dijalankan atas nama rakyat, bukan atas dorongan sendiri.
Pengawasannya pun dilakukan oleh rakyat. Proses pengawasannya dapat dilakukan secara
langsung atau tidak langsung (melalui lembaga pengawas).

1. Pemerintahan untuk rakyat

Kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah dijalankan untuk kepentingan rakyat.
Kemudian, pemerintah harus menjamin adanya kebebasan seluas-luasnya kepada rakyat dalam
menyampaikan aspirasinya. Penyampaian ini dapat dilakukan secara langsung atau melalui
media.

Sejarah Demokrasi

Jika ditinjau dari sejarahnya, demokrasi berkembang pertama kali di masa Yunani Kuno, sekitar
500 SM. Demokrasi sendiri berasal dari bahasa Yunani, yakni demos yang berarti ‘rakyat’
dan kratos yang berarti ‘kekuasaan’. Jika diartikan secara harfiah, masyarakat Yunani Kuno
menganggap demokrasi sebagai kekuasaan rakyat.

Roy C. Macridis dalam Contemporary Political Ideologies menerangkan bahwa pada 431 SM,
Pericles, mendefinisikan demokrasi atas empat kriteria. Pertama, pemerintahan oleh rakyat
dengan partisipasi yang penuh dan langsung oleh rakyat. Kedua, kesamaan di mata hukum.
Ketiga, pluralisme, penghargaan akan semua bakat, minat, keinginan, dan pandangan. Keempat,
penghargaan atas suatu pemisahan dan wilayah pribadi untuk memenuhi dan mengekspresikan
kepribadian individu.

1. Habibi menerangkan bahwa di masa Yunani Kuno, demokrasi langsung diselenggarakan dengan
efektif. Alasannya tidak lain karena wilayah yang terbatas dengan jumlah penduduk yang sedikit
dan ketentuan yang spesifik. Di masa itu, hanya warga resmi yang dapat terlibat dalam politik.
Rakyat jelata, budak belian, dan pedagang asing tidak punya hak untuk terlibat.

Memasuki abad pertengahan, gagasan demokrasi Yunani Kuno ini tidak lagi digunakan.
Masyarakat abad pertengahan menggunakan struktur sosial yang feodal. Kemudian, kehidupan
sosial dan spiritual pun dikuasai oleh Paus dan doktrin gereja. Dalam abad pertengahan, tepatnya
pada 1215, lahirlah Magna Carta sebagai pembatasan kekuasaan raja dan hak asasi manusia.

Di era Renaisans, negara modern mulai bermunculan. Eropa pun mulai mengalami perubahan.
Praktik demokrasi mulai muncul di Florence, Italia. Di Florence, hak kebebasan individu dijamin
dan para warga diberikan hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan.

Kemudian, sekitar tahun 1500--1650, mulai banyak negara yang mengalami reformasi, seperti
Jerman, Swiss, dan lainnya. Selepas periode ini, orang-orang Eropa mulai memerdekakan diri
dari doktrin gereja dan mulai menggunakan akal.
Di masa ini, sekitar 1650--1800, mulai muncul kesadaran bahwa ada hak-hak politik yang tidak
boleh diselewengkan oleh raja. Di masa itu, raja memiliki kekuasaan yang tidak terbatas.
Beranjak dari masa ini, perlawanan akan kedudukan raja pun bermunculan. Sistem dengan
konsep pemisahan kekuasaan pun mulai dicetuskan; trias politica.

Manfaat Demokrasi

Sahya Anggara dalam Sistem Politik Indonesia menerangkan bahwa ada 5 manfaat demokrasi
bagi rakyat. Lima manfaat yang dimaksud adalah sebagai berikut.

1. Kesetaraan sebagai warga negara. Demokrasi memperlakukan semua orang sama dan
sederajat. Prinsip kesetaraan ini menuntut perlakuan yang sama terhadap pandangan, pendapat,
atau pilihan setiap warga negara.
2. Memenuhi kebutuhan umum. Suatu kebijakan dapat mencerminkan keinginan rakyatnya.
Semakin besar suara rakyat, semakin besar pula kebijakan itu mewakili keinginan rakyat.
3. Pluralisme dan kompromi. Demokrasi mengisyaratkan kebhinekaan dan kemajemukan dalam
masyarakat, serta kesamaan kedudukan di antara warga negara. Jika ada perbedaan, diatasi
dengan diskusi, persuasi, dan kompromi; bukan dengan paksaan atau kekuasaan.
4. Menjamin hak-hak dasar. Demokrasi menjamin kebebasan dasar, seperti hak sipil, politis,
berserikat, berbicara, dan lainnya. Hak-hak tersebut memungkinkan individu untuk terus
berkembang dan memungkinkan terwujudnya keputusan-keputusan kolektif yang lebih baik.
5. Pembaruan kehidupan sosial. Demokrasi memungkinkan terjadinya pembaruan.
Penghapusan kebijakan-kebijakan yang telah usang dan pergantian pemangku kebijakan
dilakukan dengan cara yang santun dan damai. Demokrasi membuat proses regenerasi
kepemimpinan dilaksanakan tanpa pergolakan.

Demokrasi di Indonesia

Indonesia merupakan negara demokrasi. Sehubungan dengan perkembangannya, Dwi Sulisworo


dkk. membagi demokrasi Indonesia ke dalam empat masa.

Masa pertama, demokrasi konstitusional (1945--1950). Di masa ini, peranan parlemen dan
partai sangatlah menonjol.

Masa kedua, demokrasi terpimpin (1959--1965). Mulainya masa ini ditandai dengan
dikeluarkannya Dekrit Presiden. Dalam praktiknya, masa ini berakhir dengan peristiwa G30S
pada 30 September 1965.

Masa ketiga, demokrasi Pancasila (1965--1998). Secara garis besar, masa ini menggunakan
landasan demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem presidensial.

Masa keempat, demokrasi pascareformasi (1998--saat ini). Cenderung mengalami banyak


perubahan. Partai politik baru bermunculan, pemilihan umum pun dilaksanakan secara langsung
dan rutin.
KPU

Untuk tugas dan kewenangan KPU, lihat Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia.
Untuk tujuan sendi pokok pancasila, lihat Demokrasi Pancasila.
Seorang wanita memasukkan surat suara pada putaran kedua pemilu presiden Prancis tahun
2007.
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang keputusan-keputusan penting, baik secara langsung
atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari
masyarakat dewasa[1].
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana semua warga negaranya memiliki hak yang sama
untuk pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga
negara ikut serta—baik secara langsung atau melalui perwakilan—dalam perumusan,
pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi mencakup
kondisi sosial, ekonomi, adat dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan
politik secara bebas dan setara. Demokrasi juga merupakan seperangkat gagasan dan prinsip
tentang kebebasan beserta praktik dan prosedurnya. Demokrasi mengandung makna penghargaan
terhadap harkat dan martabat manusia.[2] Landasan demokrasi mencakup kebebasan
berkumpul, kebebasan berserikat dan kebebasan berbicara, inklusivitas dan kebebasan
politik, kewarganegaraan, persetujuan dari yang terperintah, hak suara, kebebasan dari perampasan
pemerintah yang tidak beralasan atas hak untuk hidup, kebebasan, dan kaum minoritas.
Kata ini berasal dari bahasa Yunani Kuno δημοκρατία (dēmokratía) "kekuasaan rakyat",[3] yang
terbentuk dari δῆμος (dêmos) "rakyat" dan κράτος (kratos) "kekuatan" atau "kekuasaan" pada Abad
ke-5 SM untuk menyebut sistem politik negara-kota Yunani, salah satunya Athena Klasik; kata ini
merupakan antonim dari wikt:ἀριστοκρατία (aristocratie) "kekuasaan elit". Secara teoretis, kedua
definisi tersebut saling bertentangan, namun kenyataannya sudah tidak jelas lagi. [4] Sistem politik
Athena Klasik, misalnya, memberikan kewarganegaraan demokratis kepada pria elit yang bebas
dan tidak menyertakan budak dan wanita dalam partisipasi politik. Di semua pemerintahan
demokrasi sepanjang sejarah modern, kewarganegaraan demokratis tetap ditempati kaum elit
sampai semua penduduk dewasa di sebagian besar negara demokrasi modern benar-benar bebas
setelah perjuangan gerakan hak suara di mulai pada abad ke-19 hingga sekarang. Kata demokrasi
(democracy) sendiri sudah ada sejak Abad ke-16 se-jaman dengan sultan banten Abdul Mahasin
Muhammad Zainal Abidin, Democracy berasal dari bahasa Prancis Pertengahan dan bahasa Latin
Pertengahan lama. Tahun Masehi di mulai dari 570 Masehi. Konsep demokrasi lahir dari Yunani
kuno yang dipraktikkan dalam hidup bernegara antara Abad ke-4 Sebelum Masehi sampai
dengan Abad ke-6 SM. Demokrasi yang dipraktikkan pada waktu itu adalah demokrasi langsung,
artinya hak rakyat untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh
seluruh rakyat atau warga negara.[5]
Suatu pemerintahan demokratis berbeda dengan bentuk pemerintahan yang kekuasaannya
dipegang satu orang, seperti monarki. Yang berasal dari filosofi Yunani ini[6] sekarang tampak ambigu
karena beberapa pemerintahan kontemporer mencampur aduk elemen-elemen demokrasi, oligarki,
dan monarki. Karl Popper mendefinisikan demokrasi sebagai sesuatu yang berbeda
dengan kediktatoran atau tirani, sehingga berfokus pada kesempatan bagi masyarakat untuk
mengendalikan para pemimpinnya yang tidak jujur atau tidak dapat dipercaya dan memberhentikan
mereka tanpa perlu melakukan revolusi.[7]
Ada beberapa jenis demokrasi, tetapi hanya ada dua bentuk dasar. Keduanya menjelaskan cara
seluruh rakyat menjalankan keinginannya. Bentuk demokrasi yang pertama adalah demokrasi
langsung, yaitu semua warga negara berperan langsung dan aktif dalam pengambilan keputusan
pemerintahan. Di kebanyakan negara demokrasi modern, seluruh rakyat masih merupakan satu
kekuasaan berdaulat namun kekuasaan politiknya dijalankan secara tidak langsung melalui
perwakilan; yang disebut demokrasi tidak langsung[8][9].

Pengertian menurut para ahli


Abraham Lincoln
Demokrasi adalah sebuah hal yang didasari oleh rakyat. Abraham Lincoln menjelaskan
bahwa demokrasi adalah sebuah pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan
untuk rakyat.
C.F. Strong
Demokrasi adlh sistem pemerintahan di mana mayoritas rakyat berusia dewasa turut serta
dalam politik atas dasar sistem perwakilan, yang kemudian menjamin pemerintahan
mempertanggungjawabkan setiap tindakan dan keputusannya.
Haris Soche
Demokrasi sebagai bentuk pemerintahan rakyat, karenanya dalam kekuasaan
pemerintahan terdapat porsi bagi rakyat atau orang banyak untuk mengatur,
mempertahankan dan melindungi dirinya dari paksaan orang lain atau badan yang
bertanggung jawab memerintah.
Montesquieu
Kekuasaan negara harus dibagi dan dilaksanakan oleh tiga lembaga atau institusi yang
berbeda dan terpisah satu sama lainnya, yaitu pertama, legislatif yang merupakan
pemegang kekuasaan untuk membuat undang-undang, kedua, eksekutif yang memiliki
kekuasaan dalam melaksanakan undang-undang, dan ketiga adalah yudikatif, yang
memegang kekuasaan untuk mengadili pelaksanaan undang-undang. Dan masing-
masing institusi tersebut berdiri secara independen tanpa dipengaruhi oleh institusi lainnya.
Affan
Demokrasi sendiri terbagi menjadi dua definisi yang pertama jika diartikan secara normatif,
adalah demokrasi yang secara ideal ingin diwujudkan oleh negara, sementara secara
empiris adalah demokrasi adalah perwujudannya dunia politik
Aristoteles
sebuah kebebasan setiap warga negara. Kebebasan tersebut digunakan untuk saling
berbagi kekuasaan. Menurut Aristoteles, demokrasi adalah suatu kebebasan, prinsip
demokrasi adalah kebebasan. Hal itu karena hanya melalui kebebasanlah, setiap warga
negara dapat saling berbagi sebuah kekuasaan di dalam negaranya sendiri[10].

Sejarah
Artikel utama: Sejarah demokrasi
Sejarah singkat Sepanjang masa kemerdekaannya, bangsa Indonesia telah
mencoba menerapkan bermacam-macam demokrasi. Hingga tahun 1959,
dijalankan suatu praktik demokrasi yang cenderung pada sistem Demokrasi
Liberal, sebagaimana berlaku di negara-negara Barat yang bersifat
individualistik. Pada tahun 1959-1966 diterapkan Demokrasi Terpimpin,
yang dalam praktiknya cenderung otoriter. Mulai tahun 1966 hingga
berakhirnya masa Orde Baru pada tahun 1998 diterapkan Demokrasi
Pancasila. Model ini pun tidak mendorong tumbuhnya partisipasi rakyat.
Sesudah bergulirnya reformasi pada tahun 1998, kebebasan berbicara dan
menyatakan pendapat, kebebasan memilih, kebebasan berpolitik dan lain-
lain semakin bebas.
Periode Demokrasi Parlementer (1945-1965) Periode ini merupakan awal
perkembangan demokrasi di Indonesia. Namun sayangnya demokrasi pada
periode ini tidak mempunyai modal cukup untuk menjadi mapan dalam
implementasinya, entah dalam teori, konsep dan praktiknya. Demokrasi
pada periode ini hanya menjadi pemersatu dan alat koalisi antar suku dan
agama yang beragam di Indonesia untuk dapat menjadi bangsa. Namun
demokrasi parlementer ini ternyata kurang begitu cocok diterapkan di
Indonesia karena dalam prosesnya timbul banyak perpecahan politik dan
partai-partai politik yang mendominasi terpecah belah. Sehingga Demokrasi
Parlementer ini digantikan menjadi Demokrasi Terpimpin (Guided
Democracy).
Periode Demokrasi Terpimpin / Orde Lama (1959-1965) Ciri-ciri demokrasi
ini adalah dominasi politik presiden dan berkembangnya pengaruh komunis
dan peranan tentara (ABRI) dalam panggung politik nasional.3 Dominasi
kekuasaan politik presiden pada saat itu terbukti melahirkan tindakan dan
kebijakan yang menyimpang dari ketentuan Undang-Undang Dasar 1945.
Misalnya, pada tahun 1960 Presiden Soekarno membubarkan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) padahal dalam hal ini presiden tidak memiliki
wewenang. Namun sejak pada tahun 1959 diberlakukannya dekrit
presiden, setelah itu banyak penyimpangan konstitusi oleh presiden atas
dasar dominasi kekuatan politik presiden. Akhir dari sistem demokrasi
terpimpin Soekarno yang berakibat pada perseteruan politik ideologis
antara PKI dan TNI adalah peristiwa berdarah yang dikenal denga Gerakan
30 September 1965 (G 30 S PKI)
Periode Demokrasi Pancasila / Orde Baru (1965-1998) Periode ini
merupakan masa pemerintahan Presiden Soeharto yang disebut masa
Orde Baru. Sebutan Orde Baru merupakan kritik terhadap periode
sebelumnya, Orde Lama. Demokrasi Pancasila pada periode ini secara
garis besar menawarkan tiga komponen demokrasi. Pertama, menegakkan
kembali asas-asas negara hukum dan kepastian hukum. Kedua,
mengutamakan kehidupan yang layak bagi semua warga negara. Ketiga,
pengankuan dan perlindungan HAM, peradilan yang bebas dan tidak
memihak. Namun ternyata tawaran-tawaran Demokrasi Pancasila hanya
retorika politik belaka, sehingga terjadi ketidakdemokratisan pernguasa
Orde Baru yang ditandai oleh :

1. Dominannya peranan militer (ABRI);


2. Birokratisasi dan sentralisasi pengambilan keputusan politik;
3. Pengebirian peran dan fungsi partai politik;
4. Campur tangan pemerintah dalam berbagai urusan partai politik
dan publik;
5. Politik masa mengambang;
6. Monolitisasi ideologi negara;
7. Inkorporasi (peleburan) lembaga non-pemerintah.
Periode Pasca Orde Baru / Reformasi (1998 – sekarang) Periode pasca
Orde Baru ini disebut Era Reformasi. Dalam periode ini tuntutan-tuntutan
rakyat mengenai pelaksanaan demokrasi dan HAM harus lebih konsekuen.
Tuntutan ini berawal dari lengsernya Presiden Soeharto yang telah
menjabat selama tiga puluh tahun lamanya dengan Demokrasi
Pancasilanya. Dalam periode ini cita-cita dari demokrasi yang mapan dan
menjunjung tinggi HAM menjadi tantangan utama, sehingga dalam periode
ini banyak terjadinya perombakan baik secara aturan, fungsi dan institusi.
Wacana demokrasi pada pasca Orde Baru atau Era Reformasi erat
kaitanya dengan pemberdayaan masyarakat madani (civil society) dan
penegakan HAM secara sungguh-sungguh serta mengembalikan
kedaulatan sesungguhnya kepada rakyat.
Hingga saat ini, demokrasi masih menjadi nilai penting dalam kehidupan
bermasyarakat dan berpolitik di Indonesia. Nilai-nilai demokrasi pun juga
ditanamkan melalui pendidikan di sekolah. Seperti yang dilaporkan oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2021), Kepala Badan Penelitian
dan Pengembangan dan Perbukuan, Anindito Aditomo menyatakan bahwa
demokrasi ditanamkan di sekolah dengan menyediakan suasana yang
terbuka dan mendukung siswa untuk berani berpikir mandiri dan
berpendapat. Hal itu pun dapat diterapkan di semua mata pelajaran yang
diajarkan di sekolah[11].

Zaman kuno
Lihat pula: Demokrasi Athena
Cleisthenes, "bapak demokrasi
Athena"
Kata "demokrasi" pertama muncul pada mazhab politik dan filsafat Yunani
kuno di negara-kota Athena.[12][13] Dipimpin oleh Cleisthenes, warga Athena
mendirikan negara yang umum dianggap sebagai negara demokrasi
pertama pada tahun 507-508 SM. Cleisthenes disebut sebagai
"bapak demokrasi Athena."[14]
Demokrasi Athena berbentuk demokrasi langsung dan memiliki dua ciri
utama: pemilihan acak warga biasa untuk mengisi jabatan administratif dan
yudisial di pemerintahan,[15] dan majelis legislatif yang terdiri dari semua
warga Athena.[16] Semua warga negara yang memenuhi ketentuan boleh
berbicara dan memberi suara di majelis, sehingga tercipta hukum di
negara-kota tersebut. Akan tetapi, kewarganegaraan Athena tidak
mencakup wanita, budak, orang asing (μέτοικοι metoikoi), non-pemilik
tanah, dan pria di bawah usia 20 tahun.[butuh rujukan]
Dari sekitar 200.000 sampai 400.000 penduduk Athena, 30.000 sampai
60.000 di antaranya merupakan warga negara.[butuh rujukan] Pengecualian
sebagian besar penduduk dari kewarganegaraan sangat berkaitan dengan
pemahaman tentang kewarganegaraan pada masa itu. Nyaris sepanjang
zaman kuno, manfaat kewarganegaraan selalu terikat dengan kewajiban
ikut serta dalam perang.[butuh rujukan]
Demokrasi Athena tidak hanya bersifat langsung dalam artian keputusan
dibuat oleh majelis, tetapi juga sangat langsung dalam artian rakyat, melalui
majelis, boule, dan pengadilan, mengendalikan seluruh proses politik dan
sebagian besar warga negara terus terlibat dalam urusan publik.[17] Meski
hak-hak individu tidak dijamin oleh konstitusi Athena dalam arti modern
(bangsa Yunani kuno tidak punya kata untuk menyebut "hak"[18]), penduduk
Athena menikmati kebebasan tidak dengan menentang pemerintah, tetapi
dengan tinggal di sebuah kota yang tidak dikuasai kekuatan lain dan
menahan diri untuk tidak tunduk pada perintah orang lain.[19]
Pemungutan suara kisaran pertama dilakukan
di Sparta pada 700 SM. Apella merupakan majelis rakyat yang diadakan
sekali sebulan. Di Apella, penduduk Sparta memilih pemimpin dan
melakukan pemungutan suara dengan cara pemungutan suara kisaran dan
berteriak. Setiap warga negara pria berusia 30 tahun boleh ikut
serta. Aristoteles menyebut hal ini "kekanak-kanakan", berbeda dengan
pemakaian kotak suara batu layaknya warga Athena. Tetapi Sparta
memakai cara ini karena kesederhanaannya dan mencegah pemungutan
bias, pembelian suara, atau kecurangan yang mendominasi pemilihan-
pemilihan demokratis pertama.[20][21]
Meski Republik Romawi berkontribusi banyak terhadap berbagai aspek
demokrasi, hanya sebagian kecil orang Romawi yang memiliki hak suara
dalam pemilihan wakil rakyat. Suara kaum berkuasa ditambah-tambahi
melalui sistem gerrymandering, sehingga kebanyakan pejabat tinggi,
termasuk anggota Senat, berasal dari keluarga-keluarga kaya dan ningrat.
Namun banyak pengecualian yang terjadi.[butuh rujukan] Republik Romawi juga
[22]

merupakan pemerintahan pertama di dunia Barat yang negara-bangsanya


berbentuk Republik, meski demokrasinya tidak menonjol. Bangsa Romawi
menciptakan konsep klasik dan karya-karya dari zaman Yunani kuno terus
dilindungi.[23] Selain itu, model pemerintahan Romawi menginspirasi para
pemikir politik pada abad-abad selanjutnya,[24] dan negara-negara
demokrasi perwakilan modern cenderung meniru model Romawi, bukan
Yunani, karena Romawi adalah negara yang kekuasaan agungnya
dipegang rakyat dan perwakilan terpilih yang telah memilih atau
mencalonkan seorang pemimpin.[25] Demokrasi perwakilan adalah bentuk
demokrasi yang rakyatnya memilih perwakilan yang kemudian memberi
suara terhadap sejumlah inisiatif kebijakan, berbeda dengan demokrasi
langsung yang rakyatnya memberi suara terhadap inisiatif kebijakan secara
langsung.[26]

Abad Pertengahan
Selama Abad Pertengahan, muncul berbagai sistem yang memiliki
pemilihan umum atau pertemuan meski hanya melibatkan sebagian kecil
penduduk. Sistem-sistem tersebut meliputi:

 pemilihan Gopala oleh kasta atas di Bengal, Anak Benua India,


 Persemakmuran Polandia-Lituania (10% dari populasi total),
 Althing di Islandia,
 Løgting di Kepulauan Faeroe,
 beberapa negara-kota Italia abad pertengahan seperti Venesia,
 sistem tuatha di Irlandia abad pertengahan awal, Veche di Republik
Novgorod dan Pskov di Rusia abad pertengahan,
 Things di Skandinavia,
 The States di Tirol dan Swiss,
 kota pedagang otonomi Sakai di Jepang abad ke-16, dan
 masyarakat Igbo di Volta-Nigeria.
Banyak wilayah di Eropa abad pertengahan dipimpin oleh pendeta atau
tuan tanah.
Kouroukan Fouga membelah Kekaisaran Mali menjadi klan-klan (keluarga)
berkuasa yang diwakili di majelis umum bernama Gbara. Sayangnya,
piagam tersebut membuat Mali lebih mirip monarki konstitusional alih-alih
republik demokratis. Negara yang sistemnya lebih mendekati ddemokrasi
modern adalah republik-republik Cossack di Ukraina pada abad ke-16–
17: Cossack Hetmanate dan Zaporizhian Sich. Jabatan tertinggi di
sana, Hetman, dipilih oleh perwakilan distrik-distrik negara tersebut.

Magna Carta, 1215, Inggris


Parlemen Inggris sudah membatasi kekuasaan raja melalui Magna Carta,
yang secara rinci melindungi hak-hak khusus subjek-subjek Raja, baik yang
sudah bebas atau masih terkekang, dan mendukung apa yang kelak
menjadi habeas corpus Inggris, yaitu perlindungan kebebasan individu dari
penahanan tak berdasar dengan hak membela diri. Parlemen pertama yang
dipilih rakyat adalah Parlemen de Montfort di Inggris pada tahun 1265.
Sayangnya, hanya sekelompok kecil rakyat yang memiliki hak suara;
Parlemen dipilih oleh sekian persen penduduk Inggris (kurang dari 3% pada
tahun 1780[27]) dan kekuasaan menyusun parlemen berada di tangan
monarki (biasanya saat ia membutuhkan dana).
Kekuasaan Parlemen bertambah secara bertahap pada abad-abad
berikutnya. Setelah Revolusi Agung 1688, Undang-Undang Hak Asasi
Inggris tahun 1689 yang mengatur hak-hak tertentu dan menambah
pengaruh Parlemen diberlakukan.[27] Penyebarannya perlahan ditingkatkan
dan kekuasaan parlemen terus bertambah sampai monark hanya bersifat
pelengkap.[28] Seiring meningkatnya penyebaran pengaruh, sistem
pemerintahan di seluruh Inggris diseragamkan dengan
penghapusan borough usang (borough yang jumlah pemilihnya sangat
sedikit) melalui Undang-Undang Reformasi 1832.
Di Amerika Utara, pemerintahan perwakilan terbentuk di Jamestown,
Virginia, dengan dipilihnya Majelis Burgesses (pendahulu Majelis Umum
Virginia) pada tahun 1619. Kaum Puritan Inggris yang bermigrasi sejak
1620 mendirikan koloni-koloni di New England yang pemerintahan
daerahnya bersifat demokratis dan mendorong perkembangan demokrasi
di Amerika Serikat.[29] Walaupun majelis-majelis daerah memiliki sedikit
kekuasaan turunan, otoritas mutlaknya dipegang oleh Raja dan Parlemen
Inggris.

Era modern
Abad ke-18 dan 19
Bangsa pertama dalam sejarah modern yang
mengadopsi konstitusi demokrasi adalah Republik Korsika pada
tahun 1755. Konstitusi Korsika didasarkan pada prinsip-
prinsip Pencerahan dan sudah mengizinkan hak suara wanita, hak yang
baru diberikan di negara demokrasi lain pada abad ke-20. Pada tahun
1789, Prancis pasca-Revolusi mengadopsi Deklarasi Hak Asasi Manusia
dan Warga Negara dan Konvensi Nasional dipilih oleh semua warga
negara pria pada tahun 1792.[30]

Penetapan hak suara pria


universal di Prancis tahun 1848 adalah peristiwa penting dalam sejarah
demokrasi.
Hak suara pria universal ditetapkan di Prancis pada bulan Maret 1848
setelah Revolusi Prancis 1848.[31] Tahun 1848, serangkaian revolusi pecah
di Eropa setelah para pemimpin negara dihadapkan dengan tuntutan
konstitusi liberal dan pemerintahan yang lebih demokratis dari rakyatnya.[32]
Walaupun tidak disebut demokrasi oleh para bapak pendiri Amerika Serikat,
mereka memiliki keinginan yang sama untuk menguji prinsip kebebasan
dan kesetaraan alami di negara ini.[33] Konstitusi Amerika Serikat yang
diadopsi tahun 1788 menetapkan pemerintahan terpilih dan menjamin hak-
hak dan kebebasan sipil.
Pada zaman kolonial sebelum 1776, dan beberapa saat setelahnya, hanya
pemilik properti pria dewasa berkulit putih yang boleh memberi suara,
budak Afrika, sebagia besar penduduk berkulit hitam bebas dan wanita
tidak boleh memilih. Di garis depan Amerika Serikat, demokrasi menjadi
gaya hidup dengan munculnya kesetaraan sosial, ekonomi, dan politik.
[34]
Akan tetapi, perbudakan adalah institusi sosial dan ekonomi, terutama di
11 negara bagian di Amerika Serikat Selatan. Sejumlah organisasi didirikan
untuk mendukung perpindahan warga kulit hitam dari Amerika Serikat ke
tempat yang menjamin kebebasan dan kesetaraan yang lebih besar.
Pada Sensus Amerika Serikat 1860, populasi budak di Amerika Serikat
bertambah menjadi empat juta jiwa,[35] dan pada Rekonstruksi pasca-Perang
Saudara (akhir 1860-an), budak-budak yang baru bebas menjadi warga
negara dengan hak suara (pria saja).
Penyertaan penuh warga negara belum sempurna dilakukan
sampai Gerakan Hak-Hak Sipil Afrika-Amerika (1955–1968) disahkan oleh
Kongres Amerika Serikat melalui Undang-Undang Hak Suara 1965.[36][37]
Abad ke-20 dan 21

Ju
mlah negara pada 1800–2003 yang memiliki skor 8 atau lebih pada
skala Polity IV, cara yang sering dipakai untuk mengukur demokrasi.
Transisi abad ke-20 ke demokrasi liberal muncul dalam serangkaian
"gelombang demokrasi" yang diakibatkan oleh perang,
revolusi, dekolonisasi, religious and economic circumstances[pranala nonaktif
permanen]
. Perang Dunia I dan pembubaran Kesultanan
Utsmaniyah dan Austria-Hungaria berakhir dengan terbentuknya beberapa
negara-bangsa baru di Eropa, kebanyakan di antaranya tidak terlalu
demokratis.
Pada tahun 1920-an, demokrasi tumbuh subur tetapi terhambat Depresi
Besar. Amerika Latin dan Asia langsung berubah ke sistem kekuasaan
mutlak atau kediktatoran. Fasisme dan kediktatoran terbentuk di Jerman
Nazi, Italia, Spanyol, dan Portugal, serta rezim-rezim non-demokratis
di Baltik, Balkan, Brasil, Kuba, Cina, dan Jepang.[38]
Perang Dunia II mulai memutarbalikkan tren ini di Eropa Barat.
Demokratisasi Jerman dudukan Amerika Serikat, Britania, dan
Prancis (diragukan[39]), Austria, Italia, dan Jepang dudukan menjadi model
teori perubahan rezim selanjutnya.
Akan tetapi, sebagian besar Eropa Timur, termasuk Jerman dudukan
Soviet masuk dalam blok-Soviet yang non-demokratis. Perang Dunia diikuti
oleh dekolonisasi dan banyak negara merdeka baru memiliki konstitusi
demokratis. India tampil sebagai negara demokrasi terbesar di dunia
sampai sekarang.[40]
Pada tahun 1960, banyak negara yang menggunakan sistem demokrasi,
meski sebagian besar penduduk dunia tinggal di negara yang
melaksanakan pemilihan umum terkontrol dan bentuk-bentuk
pembohongan lainnya (terutama di negara komunis dan bekas koloninya).
Gelombang demokratisasi yang muncul setelah itu membawa keuntungan
demokrasi liberal sejati yang besar bagi banyak
negara. Spanyol, Portugal (1974), dan sejumlah kediktatoran militer di
Amerika Selatan kembali dikuasai rakyat sipil pada akhir 1970-an dan awal
1980-an (Argentina tahun 1983, Bolivia, Uruguay tahun 1984, Brasil tahun
1985, dan Chili awal 1990-an). Peristiwa ini diikuti oleh banyak bangsa
di Asia Timur dan Selatan pada pertengahan sampai akhir 1980-an.
Malaise ekonomi tahun 1980-an, disertai ketidakpuasan atas penindasan
Soviet, menjadi faktor runtuhnya Uni Soviet yang menjadi tanda
berakhirnya Perang Dingin dan demokratisasi dan liberalisasi bekas
negara-negara blok Timur. Kebanyakan negara demokrasi baru yang
sukses secara geografis dan budaya terletak dekat dengan Eropa Barat.
Mereka sekarang menjadi anggota atau calon anggota Uni Eropa.
Sejumlah peneliti menganggap Rusia saat ini bukanlah demokrasi sejati
dan lebih mirip kediktatoran.[41]
Indeks Demokrasi yang disusun The Economist pada Desember 2019.
Warna hijau mewakili negara-negara yang lebih demokratis. Warna
merah gelap mewakili negara-negara otoriter.
Tren liberal ini menyebar ke beberapa negara di Afrika pada tahun 1990-an,
termasuk Afrika Selatan. Contoh terbaru liberalisasi adalah Revolusi
Indonesia 1998, Revolusi Bulldozer di Yugoslavia, Revolusi
Mawar di Georgia, Revolusi Oranye di Ukraina, Revolusi
Cedar di Lebanon, Revolusi Tulip di Kyrgyzstan, dan Revolusi
Yasmin di Tunisia.
Menurut Freedom House, pada tahun 2007 terdapat 123 negara demokrasi
elektoral (naik dari 40 pada tahun 1972).[42] Menurut World Forum on
Democracy, jumlah negara demokrasi elektoral mencapai 120 dari 192
negara di dunia dan mencakup 58,2 penduduk dunia. Pada saat yang
sama, negara-negara demokrasi liberal (yang dianggap Freedom House
sebagai negara yang bebas dan menghormati hukum dan HAM) berjumlah
85 dan mencakup 38 persen penduduk dunia.[43]
Pada tahun 2010, Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan 15 September
sebagai Hari Demokrasi Internasional.[44]

Negara
Artikel utama: Indeks Demokrasi
Negara-negara berikut dikategorikan sebagai demokrasi penuh oleh Indeks
Demokrasi pada tahun 2011:[45]

 Norwegia
 Islandia
 Denmark
 Swedia
 Selandia Baru
 Australia
 Swiss
 Kanada
 Finlandia
 Belanda
 Luksemburg
 Irlandia
 Austria
 Jerman
 Malta
 Republik Ceko
 Uruguay
 Amerika Serikat
 Kosta Rika
 Korea Selatan
 Belgia
 Mauritius
 Spanyol
Index Demokrasi memasukkan 53 negara di kategori berikutnya, demokrasi
tidak sempurna: Argentina, Benin, Botswana, Brasil, Bulgaria, Tanjung
Verde, Chili, Kolombia, Kroasia, Siprus, Republik Dominika, El
Salvador, Estonia, Prancis, Ghana, Yunani, Guyana, Hungaria, Indonesia, I
ndia, Israel, Italia, Jamaika, Latvia, Lesotho, Lituania, Makedonia, Malaysia,
Mali, Meksiko, Moldova, Mongolia, Montenegro, Namibia, Panama, Papua
Nugini, Paraguay, Peru, Filipina, Polandia, Portugal, Rumania, Serbia, Slow
akia, Slovenia, Afrika Selatan, Sri
Lanka, Suriname, Taiwan, Thailand, Timor-Leste, Trinidad dan
Tobago, Zambia[45]

Bentuk-bentuk demokrasi
Secara umum terdapat dua bentuk demokrasi yaitu demokrasi langsung
dan demokrasi perwakilan.

Demokrasi tidak Langsung


Demokrasi yang dilaksanakan dengan sistem perwakilan. Didalam
demokrasi ini masyarakat menyalurkan kehendak dengan memilih wakil-
wakilnya untuk duduk dalam dewan perwakilan rakyat. termasuk juga
dalam demokrasi ini, demokrasi perwakilan dengan sistem referendum,
yaitu gabungan antara demokrasi langsung dan demokrasi perwakilan,
masyarakat memilih wakil-wakilnya untuk duduk dalam perwakilan rakyat,
namun dewan itu dikontrol oleh pengaruh masyarakat dengan sistem
referendum dan inisiatif masyarakat.

Demokrasi langsung
Demokrasi langsung merupakan suatu bentuk demokrasi di mana
setiap masyarakat memberikan suara atau pendapat dalam menentukan
suatu keputusan politik. Dalam sistem ini, setiap masyarakat mewakili
dirinya sendiri dalam memilih suatu kebijakan sehingga mereka memiliki
pengaruh langsung terhadap keadaan politik jabatan yang terjadi. Sistem
demokrasi digunakan pada jaman awal terbentuknya demokrasi di mana
ketika terdapat suatu permasalahan yang harus diselesaikan, seluruh
masyarakat berkumpul untuk membahasnya. Di jaman modern sistem ini
menjadi tidak praktis karena umumnya populasi suatu negara cukup besar
dan mengumpulkan seluruh masyarakat dalam satu forum merupakan hal
yang sulit. Selain itu, sistem ini menuntut partisipasi yang tinggi dari
masyarakat sedangkan masyarakat modern cenderung tidak memiliki
waktu untuk mempelajari semua permasalahan politik tingkat negara,
wilayah, daerah hingga jenjang yang terbawah.
Demokrasi dibedakan menjadi:

1. Demokrasi yang menjunjung persamaan dalam bidang politik,


tanpa disertai upaya untuk mengurangi kesenjangan dalam bidang
ekonomi.
2. Demokrasi yang menekankan pada upaya menghilangkan
kesenjangan ekonomi, sementara bersamaan dalam bidang politik
kurang diperhatikan atau bahkan dihilangkan.
3. Demokrasi paduan dari demokrasi formal dan materil. Demokrasi
ini berupaya mengambil hal-hal baik dan membuang hal buruk dari
kedua demokrasi tersebut[46].

Jenis demokrasi berdasarkan prioritas


Jenis-jenis demokrasi berdasarkan yang dijadikan prioritas atau titik
perhatian: Melansir laman Sumber Belajar Kemdikbud, berdasarkan
penyaluran kehendak rakyat, prinsip ideologi, dan titik perhatian atau
tujuan, ada 8 macam demokrasi yang ada di masyarakat. Berikut
penjelasannya.
 Berdasarkan Penyaluran Kehendak Rakyat

1. Demokrasi yang mengikutsertakan setiap warga negaranya untuk


bermusyawarah dalam menentukan kebijakan umum negara.
2. Demokrasi yang dilaksanakan melalui sistem perwakilan.
Demokrasi jenis ini diterapkan atas pertimbangan kenyataan suatu
negara dengan jumlah penduduk yang besar, wilayah yang luas,
dan permasalahan yang semakin kompleks.

 Berdasarkan Prinsip Ideologi

1. Demokrasi Konstitusional. Demokrasi konstitusional adalah


demokrasi yang berlandaskan pada kebebasan atau
individualisme. Demokrasi ini dicirikan dengan kekuasaan
pemerintah yang terbatas dan tidak diperkenankan banyak campur
tangan dan bertindak sewenang-wenang terhadap warganya.
Dalam hal ini, kekuasaan pemerintah dibatasi oleh konstitusi.
2. Demokrasi Rakyat. Demokrasi rakyat atau demokrasi proletar
merupakan salah satu jenis demokrasi yang berhaluan Marxisme-
Komunisme. Demokrasi ini menginginkan kehidupan tanpa adanya
kelas sosial. Contohnya adalah negara Korea utara dan bekas
negara Uni Soviet.
3. Demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila merupakan demokrasi
yang berlaku di Indonesia. Demokrasi ini bersumber dari tatanan
nilai sosial dan budaya dengan berasaskan musyawarah untuk
mufakat. Demokrasi ini juga mengutamakan kepentingan yang
berimbang.

 Berdasarkan Tujuan

1. Demokrasi Formal. Demokrasi formal adalah demokrasi yang


menjunjung tinggi persamaan dalam bidang politik tanpa adanya
pengurangan kesenjangan dalam bidang ekonomi. Demokrasi
formal dianut oleh negara-negara liberal.
2. Demokrasi Material. Demokrasi material adalah demokrasi yang
fokus pada upaya untuk menghilangkan perbedaan dalam bidang
ekonomi, di mana persamaan dalam bidang politik kurang
diperhatikan. Demokrasi jenis ini dianut oleh negara-negara
komunis.
3. Demokrasi Gabungan. Macam-macam demokrasi selanjutnya
adalah demokrasi gabungan yang dianut oleh negara-negara non
blok. Demokrasi gabungan berada pada jalur tengah, yakni
mengambil kebaikan dan membuang keburukan dari pelaksanaan
demokrasi formal dan material[47].

Demokrasi dan birokrasi


Hubungan birokrasi dan demokrasi sesungguhnya rapat. Istilah birokrasi
dan demokrasi kerap dipertentangkan satu sama lain. Pertentangan ini
berlaku baik pada tataran akademis maupun awam. Di satu sisi, birokrasi
publik menempati posisi penting dalam administrasi publik yang efektif.
Namun, birokrasi dianggap bersifat legalistik dan mengabaikan tuntutan
serta keinginan warga negara secara individual. Birokrasi cenderung
diasosiasikan dengan sesuatu yang bersifat hirarkis bahkan bentuk
pemerintahan yang otoritarian. Ini tetap terjadi meski birokrasi tercipta
justru untuk mengimplementasikan kebijakan yang telah dibuat, dan sering
kali secara demokratis.
Di sisi lain, lembaga pemerintahan yang demokratis diasumsikan amat
responsif pada keinginan publik. Pemerintahan demokratis berupaya
memetakan pilihan publik ke dalam kebijakan positif bagi warga negaranya.
Richard Rose dan lainnya telah mengkaji hubungan antara voting dan
pilihan kebijakan dalam negara demokrasi perwakilan yang ternyata tidak
begitu jelas seperti yang digembar-gemborkan. Bahkan, publik dapat saja
memilih tujuan-tujuan yang inkonsisten. Atau, publik punya harapan yang
kurang realistik yang memaksa pemimpin (baik di kalangan legislatif
ataupun birokrasi) membuat keputusan hanya untuk diri mereka seorang.
Potret Indonesia
Hubungan antara birokrasi dan demokrasi sekaligus paradoksal juga saling
melengkapi. Paradoksal akibat kenyataan bahwa negara demokrasi yang
efektif justru memerlukan birokrasi yang berfungsi baik. Stereotip kaku yang
ditempelkan secara negatif pada birokrasi justru diperlukan agar negara
demokratis berfungsi baik.
Konsep birokrasi dan demokrasi mungkin terkesan bertentangan. Namun,
sesungguhnya keduanya diperlukan demi terciptanya pemerintahan yang
efektif dan responsif. Keduanya menyediakan manfaat bagi masyarakat.
Responsifnya pemerintahan demokratis harus diimbangi dengan dengan
kepastian dan kenetralan yang ada di lembaga birokrasi. Begitu juga,
proses-proses demokratis diperlukan demi mengabsahkan proses
pemerintahan dan menghasilkan perundang-undangan yang benar-benar
diinginkan warganegara. Sifat komplementer birokrasi dan demokrasi ini
esensial bagi good governance.

Prinsip-prinsip demokrasi

Rakyat dapat secara bebas


menyampaikan aspirasinya dalam kebijakan politik dan sosial.
Prinsip demokrasi dan prasyarat dari berdirinya negara demokrasi telah
terakomodasi dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
[48]
Prinsip-prinsip demokrasi, dapat ditinjau dari pendapat Almadudi yang
kemudian dikenal dengan "soko guru demokrasi".[49] Menurutnya, prinsip-
prinsip demokrasi adalah:[49]

 Kedaulatan masyarakat
 Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah
 Kekuasaan mayoritas
 Hak-hak minoritas
 Jaminan hak asasi manusia
 Pemilihan yang bebas, adil dan jujur
 Persamaan di depan hukum
 Proses hukum yang wajar
 Pembatasan pemerintah secara konstitusional
 Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik
 Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama, dan mufakat.
 Memperjuangkan Kesejahteraan Masyarakat

Asas pokok demokrasi


Gagasan pokok atau gagasan dasar suatu pemerintahan demokrasi adalah
pengakuan hakikat manusia, yaitu pada dasarnya manusia mempunyai
kemampuan yang sama dalam hubungan sosial.[50] Berdasarkan gagasan
dasar tersebut terdapat dua asas pokok demokrasi, yaitu:[50]

 Pengakuan partisipasi rakyat dalam pemerintahan, misalnya pemilihan


wakil-wakil rakyat untuk lembaga perwakilan rakyat secara langsung,
umum, bebas, dan rahasia serta jujur dan adil; dan
 Pengakuan hakikat dan martabat manusia, misalnya adanya tindakan
pemerintah untuk melindungi hak-hak asasi manusia demi kepentingan
bersama.
Ciri-ciri pemerintahan demokratis Dalam perkembangannya, demokrasi
menjadi suatu tatanan yang diterima dan dipakai oleh hampir
seluruh negara di dunia. Ciri-ciri suatu pemerintahan demokrasi adalah
sebagai berikut:

 Adanya keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan


keputusan politik, baik langsung maupun tidak langsung (perwakilan).
 Adanya pengakuan, penghargaan, dan perlindungan terhadap hak-hak
asasi rakyat (warga negara).
 Adanya persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala
bidang.
 Adanya lembaga peradilan dan kekuasaan kehakiman yang
independen sebagai alat penegakan hukum
 Adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi seluruh warga negara.
 Adanya pers (media massa) yang bebas untuk menyampaikan
informasi dan mengontrol perilaku dan kebijakan pemerintah.
 Adanya pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang duduk di
lembaga perwakilan rakyat.
 Adanya pemilihan umum yang bebas, jujur, adil untuk menentukan
(memilih) pemimpin negara dan pemerintahan serta anggota lembaga
perwakilan rakyat.
 Adanya pengakuan terhadap perbedaan keragamaan (suku, agama,
golongan, dan sebagainya)

Anda mungkin juga menyukai