Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara


sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas
negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.

Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga
kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan
dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam
peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis
lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling
mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.

Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga


pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan
kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang
menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat
(DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan
legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau
oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang
diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum
legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.

Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil


penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan
umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh
warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela
mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak
untuk memilih (mempunyai hak pilih).

Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan
memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam
arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen

1
secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi
sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah
sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem
demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini
adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu
tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai
tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa
hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah
teruji mampu membangun negara. Banyak negara demokrasi hanya memberikan
hak pilih kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18
tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas
narapidana).

B.  Rumusan Masalah


1. Apa Pengertian Demokrasi ?
2. Apa Saja Teori Teori Demokrasi ?
3. Bagaimana Sejarah Dan Perkembangan Demokrasi ?

4. Bagaimana Penerapan Demokrasi Dalam Kehidupan Sehari Hari ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Apa Itu Demokrasi
2. Untuk Mengetahui Teori Teori Demokrasi
3. Untuk Mengetahui Sejarah Dan Perkembangan Demokrasi
4. Untuk Mengetahui Penerapan Demokrasi Dalam Kehidupan Sehari Hari

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Demokrasi
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu demos yang berarti rakyat dan
kratos yang artinya pemerintahan. Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme
sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat
(kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara
tersebut.

1. Menurut Internasional Commision of Jurits


Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan oleh rakyar dimana kekuasaan
tertinggi ditangan rakyat dan di jalankan langsung oleh mereka atau oleh wakil-
wakil yang mereka pilih dibawah sistem pemilihan yang bebas. Jadi, yang di
utamakan dalam pemerintahan demokrasi adalah rakyat.
2. Menurut Lincoln
Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat
(government of the people, by the people, and for the people).
3. Menurut C,F Strong
Suatu sistem pemerintahan di mana mayoritas anggota dewasa dari
masyarakat politik ikut serta atas dasar sistem perwakilan yang menjamin bahwa
pemerintahan akhirnya mempertanggungjawabkan tindakan-tindakan kepada
mayoritas itu.

B. Teori Teori Demokrasi


Ada beberapa teori-teori demokrasi yaitu :
1. Teori Demokrasi Klasik
Demokrasi, dalam pengertian klasik, pertama kali muncul pada abad ke-5
SM tepatnya di Yunani. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi dilakukan secara
langsung, dalam artian rakyat berkumpul pada suatu tempat tertentu dalam rangka
membahas pelbagai permasalahan kenegaraan.

3
Bentuk negara demokrasi klasik lahir dari pemikiran aliran yang dikenal
berpandangan a tree partite classification of state yang membedakan bentuk
negara atas tiga bentuk ideal yang dikenal sebagai bentuk negara kalsik-
tradisional. Para penganut aliran ini adalah Plato, Aristoteles, Polybius dan
Thomas Aquino.
Plato dalam ajarannya menyatakan bahwa dalam bentuk demokrasi,
kekuasaan berada di tangan rakyat sehingga kepentingan umum (kepentingan
rakyat) lebih diutamakan. Secara prinsipil, rakyat diberi kebebasan dan
kemerdekaan. Akan tetapi kemudian rakyat kehilangan kendali, rakyat hanya
ingin memerintah dirinya sendiri dan tidak mau lagi diatur sehingga
mengakibatkan keadaan menjadi kacau, yang disebut Anarki. Aristoteles sendiri
mendefiniskan demokrasi sebagai penyimpangan kepentingan orang-orang
sebagai wakil rakyat terhadap kepentingan umum. Menurut Polybius, demokrasi
dibentuk oleh perwalian kekuasaan dari rakyat. Pada prinsipnya konsep demokrasi
yang dikemukakan oleh Polybius mirip dengan konsep ajaran Plato. Sedangkan
Thomas Aquino memahami demokrasi sebagai bentuk pemerintahan oleh seluruh
rakyat dimana kepentingannya ditujukan untuk diri sendiri.
Prinsip dasar demokrasi klasik adalah penduduk harus menikmati
persamaan politik agar mereka bebas mengatur atau memimpin dan dipimpin
secara bergiliran.
2. Teori Civic Virtue
Pericles adalah negarawan Athena yang berjasa mengembangkan
demokrasi. Prinsip-prinsip pokok demokrasi yang dikembangkannya adalah:
a. Kesetaraan warga negara
b. Kemerdekaan
c. Penghormatan terhadap hukum dan keadilan
d. Kebajikan bersama
Prinsip kebajikan bersama menuntut setiap warga negara untuk
mengabdikan diri sepenuhnya untuk negara, menempatkan kepentingan republik
dan kepentingan bersama diatas kepentingan diri dan keluarga.
Di masa Pericles dimulai penerapan demokrasi langsung (direct
democrazy). Model demokrasi ini bisa diterapkan karena jumlah penduduk negara

4
kota masih terbatas, kurang dari 300.000 jiwa, wilayah nya kecil, struktur
sosialnya masih sederhana dan mereka terlibat langsung dalam proses kenegaraan.
3. Teori Social Contract
Teori kontrak sosial berkembang dan dipengaruhi oleh pemikiran Zaman
Pencerahan (Enlightenment) yang ditandai dengan rasionalisme, realisme, dan
humanisme, yang menempatkan manusia sebagai pusat gerak dunia. Pemikiran
bahwa manusia adalah sumber kewenangan secara jelas menunjukkan
kepercayaan terhadap manusia untuk mengelola dan mengatasi kehidupan politik
dan bernegara. Dalam perspektif kesejarahan, Zaman Pencerahan ini adalah
koreksi atau reaksi atas zaman sebelumnya, yaitu Zaman Pertengahan. Walau
demikian, pemikiran-pemikiran yang muncul di Zaman Pencerahan tidaklah
semuanya baru. Seperti telah disinggung di atas, teori kontrak sosial yang
berkembang pada Zaman Pencerahan ternyata secara samar-samar telah
diisyaratkan oleh pemikir-pemikir zaman-zaman sebelumnya seperti Kongfucu
dan Aquinas. Yang jelas adalah bahwa pada Zaman Pencerahan ini unsur-unsur
pemikiran liberal kemanusiaan dijadikan dasar utama alur pemikiran.
Hobbes, Locke dan Rousseau sama-sama berangkat dari, dan membahas
tentang kontrak sosial dalam analisis-analisis politik mereka. Mereka sama-sama
mendasarkan analisis-analisis mereka pada anggapan dasar bahwa manusialah
sumber kewenangan. Akan tetapi tentang bagaimana, siapa mengambil
kewenangan itu dari sumbernya, dan pengoperasian kewenangan selanjutnya,
mereka berbeda satu dari yang lain. Perbedaan-perbedaan itu mendasar satu
dengan yang lain, baik di dalam konsep maupun di dalam praksinya.
Dalam membangun teori kontrak sosial, hobbes, Locke dan Rousseau
memulai dengan konsep kodrat manusia, kemudian konsep-konsep kondisi
alamiah, hak alamiah dan hukum alamiah.
Hobbes menyatakan bahwa secara kodrati manusia itu sama satu dengan
lainnya. Masing-masing mempunyai hasrat atau nafsu (appetite) dan keengganan
(aversions), yang menggerakkan tindakan mereka. Appetites manusia adalah
hasrat atau nafsu akan kekuasaan, akan kekayaan, akan pengetahuan, dan akan
kehormatan. Sedangkan aversions manusia adalah keengganan untuk hidup
sengsara dan mati. Hobbes menegaskan pula bahwa hasrat manusia itu tidaklah

5
terbatas. Untuk memenuhi hasrat atau nafsu yang tidak terbatas itu, manusia
mempunyai power. Oleh karena setiap manusia berusaha untuk memenuhi hasrat
dan keengganannya, dengan menggunakan power-nya masing-masing, maka yang
terjadi adalah benturan power antarsesama manusia, yang meningkatkan
keengganan untuk mati.
Dengan demikian Hobbes menyatakan bahwa dalam kondisi alamiah,
terdapat perjuangan untuk power dari manusia atas manusia yang lain. Dalam
kondisi alamiah seperti itu manusia menjadi tidak aman dan ancaman kematian
menjadi semakin mencekam. Karena kondisi alamiah tidak aman, maka dengan
akalnya manusia berusaha menghindari kondisi perang satu dengan lainnya itu
dengan menciptakan kondisi artifisial (buatan). Dengan penciptaan ini manusia
tidak lagi dalam kondisi alamiah, tetapi sudah memasuki kondisi sipil.
Locke memulai dengan menyatakan kodrat manusia adalah sama antara satu
dengan lainnya. Akan tetapi berbeda dari Hobbes, Locke menyatakan bahwa ciri-
ciri manusia tidaklah ingin memenuhi hasrat dengan power tanpa mengindahkan
manusia lainnya. Menurut Locke, manusia di dalam dirinya mempunyai akal yang
mengajar prinsip bahwa karena menjadi sama dan independen manusia tidak perlu
melanggar dan merusak kehidupan manusia lainnya. Oleh karena itu, kondisi
alamiah menurut Locke sangat berbeda dari kondisi alamiah menurut Hobbes.
Menurut Locke, dalam kondisi alamiah sudah terdapat pola-pola pengaturan dan
hukum alamiah yang teratur karena manusia mempunyai akal yang dapat
menentukan apa yang benar apa yang salah dalam pergaulan antara sesama.
Masalah ketidaktentraman dan ketidakamanan kemudian muncul, menurut
Locke, karena beberapa hal. Pertama, apabila semua orang dipandu oleh akal
murninya, maka tidak akan terjadi masalah. Akan tetapi, yang terjadi, beberapa
orang dipandu oleh akal yang telah dibiarkan (terbias) oleh dorongan-dorongan
kepentingan pribadi, sehingga pola-pola pengaturan dan hukum alamiah menjadi
kacau. Kedua, pihak yang dirugikan tidak selalu dapat memberi sanksi kepada
pelanggar aturan dan hukum yang ada, karena pihak yang dirugikan itu tidak
mempunyai kekuatan cukup untuk memaksakan sanksi.
Oleh karena kondisi alamiah, karena ulah beberapa orang yang biasanya
punya power, tidaklah menjamin keamanan penuh, maka seperti halnya Hobbes,

6
Locke juga menjelaskan tentang upaya untuk lepas dari kondisi yang tidak aman
penuh menuju kondisi aman secara penuh. Manusia menciptakan kondisi artifisial
(buatan) dengan cara mengadakan kontrak sosial. Masing-masing anggota
masyarakat tidak menyerahkan sepenuhnya semua hak-haknya, akan tetapi hanya
sebagian saja. Antara pihak (calon) pemegang pemerintahan dan masyarakat tidak
hanya hubungan kontraktual, akan tetapi juga hubungan saling kepercayaan
(fiduciary trust).
Seperti halnya Hobbes dan Locke, Rousseau memulai analisisnya dengan
kodrat manusia. Pada dasarnya manusia itu sama. Pada kondisi alamiah antara
manusia yang satu dengan manusia yang lain tidaklah terjadi perkelahian. Justru
pada kondisi alamiah ini manusia saling bersatu dan bekerjasama. Kenyataan itu
disebabkan oleh situasi manusia yang lemah dalam menghadapi alam yang buas.
Masing-masing menjaga diri dan berusaha menghadapi tantangan alam. Untuk itu
mereka perlu saling menolong, maka terbentuklah organisasi sosial yang
memungkinkan manusia bisa mengimbangi alam.
Walaupun pada prinsipnya manusia itu sama, tetapi alam, fisik dan moral
menciptakan ketidaksamaan. Muncul hak-hak istimewa yang dimiliki oleh
beberapa orang tertentu karena mereka ini lebih kaya, lebih dihormati, lebih
berkuasa, dan sebagainya. Organisasi sosial dipakai oleh yang punya hak-hak
istimewa tersebut untuk menambah power dan menekan yang lain. Pada
gilirannya, kecenderungan itu menjurus ke kekuasaan tunggal.
Untuk menghindar dari kondisi yang punya hak-hak istimewa menekan
orang lain yang menyebabkan ketidaktoleranan (intolerable) dan tidak stabil,
maka masyarakat mengadakan kontrak sosial, yang dibentuk oleh kehendak bebas
dari semua (the free will of all), untuk memantapkan keadilan dan pemenuhan
moralitas tertinggi. Akan tetapi kemudian Rousseau mengedepankan konsep
tentang kehendak umum (volonte generale) untuk dibedakan dari hanya kehendak
semua (omnes ut singuli). Kehendak bebas dari semua tidak harus tercipta oleh
jumlah orang yang berkehendak (the quantity of the ‘subjects’), akan tetapi harus
tercipta oleh kualitas kehendaknya (the quality of the ‘object’ sought).

7
4. Teori trias politica
Trias politica atau teori mengenai pemisahan kekuasaan, di latar belakangi
pemikiran bahwa kekuasaan-kekuasaan pada sebuah pemerintahan yang berdaulat
tidak dapat diserahkan kepada orang yang sama dan harus dipisahkan menjadi dua
atau lebih kesatuan kuat yang bebas untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan
oleh pihak yang berkuasa. Dengan demikian diharapkan hak-hak asasi warga
negara dapat lebih terjamin.
Dalam bukunya yang berjudul L’esprit des Louis Montesquieu membagi
kekuatan negara menjadi tiga kekuasaan agar kekuasaan dalam negara tidak
terpusat pada tangan seorang raja penguasa tunggal, yaitu sebagai berikut.
a. Legislatif, yaitu kekuasaan untuk membentuk undang-undang.
b. Eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan undang-undang.
c. Yudikatif, yaitu kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang
(mengadili).
Ide pemisahan kekuasaan tersebut, menurut Montesquieu dimaksudkan
untuk memelihara kebebasan politik, yang tidak akan terwujud kecuali bila
terdapat keamanan masyarakat dalam negeri. Montesquieu menekankan bahwa
satu orang atau lembaga akan cenderung untuk mendominasi kekuasaan dan
merusak keamanan masyarakat tersebut bila kekuasaan terpusat padanya. Oleh
karenanya, dia berpendapat bahwa agar pemusatan kekuasaan tidak terjadi,
haruslah ada pemisahan kekuasaan yang akan mencegah adanya dominasi satu
kekuasaan terhadap kekuasaan lainnya.
Teori inilah yang sekarang dianut oleh Negara Indonesia namun, dengan
landasan yang berbeda dari negara lainnya. Landasan demokrasi di Indonesia,
yaitu :
a. Pembukaan UUD 1945
1) Alinea pertama
Kemerdekaan ialah hak segala bangsa.
2) Alinea kedua
Mengantarkan rakyat Indonesia kepintu gerbang kemerdekaan Indonesia yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
3) Alinea ketiga

8
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorong oleh keinginan
luhur supaya berkehidupan dan kebangsaaan yang bebas.
4) Alinea keempat
Melindungi segenap bangsa.

b. Batang Tubuh UUD 1945


1) Pasal 1 ayat 2
Kedaulatan adalah ditangan rakyat.
2) Pasal 2
Majelis Permusyawaratan Rakyat.
3) Pasal 6
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
4) Pasal 24 dan Pasal 25
Peradilan yang merdeka.
5) Pasal 27 ayat 1
Persamaan kedudukan di dalam hukum.
6) Pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul.
c. Lain-lain
a. Ketetapan MPR RI No. XVII/MPR/1998 tentang hak asasi
b. UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM

C. Sejarah Dan Perkembangan Demokrasi


Isitilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena
kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal
dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun,
arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah
berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem
“demokrasi” di banyak negara.
Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat,
dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai
pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat,

9
oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci
tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat
ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan
dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica)
dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk
diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah
(eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat
yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali
menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya
kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk
gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak
akan membawa kebaikan untuk rakyat.
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi suatu negara agar dikatakan
sebagai negara demokratis, yaitu :
- Perlindungan secara konstitusional atas hak- hak warga Negara
- Peradilan yang bebas dan tidak memihak
- Pemilu yang bebas
- Kebebasan mengajukan pendapat
- Kebebasan untuk berorganisasi dan beroposisisi
Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable),
tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap
lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya
secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut

D. Penerapan Demokrasi Dalam Kehidupan Sehari Hari

1. Di Lingkungan Keluarga

Penerapan demokrasi di lingkungan keluarga dapat diwujudkan dalam


bentuk sebagai berikut:
a. Kesediaan untuk menerima kehadiran sanak saudara;

10
b. Menghargai pendapat anggota keluarga lainya;
c. Senantiasa musyawarah untuk pembagian kerja;
d. Terbuka terhadap suatu masalah yang dihadapi bersama;
e. Pembagian tugas rumah.
f. Pemilihan ketua rekreasi.
g. Pemilihan ketua panitia arisan keluarga.
h. Pemilihan Ketua hajatan, dan lain-lain.
2. Di Lingkungan Masyarakat
Penerapan Budaya demokrasi di lingkungan masyarakat dapat diwujudkan
dalam bentuk sebagai berikut:
a. Bersedia mengakui kesalahan yang telah dibuatnya;
b. Kesediaan hidup bersama dengan warga masyarakat tanpa diskriminasi;
c. Menghormati pendapat orang lain yang berbeda dengannya;
d. Menyelesaikan masalah dengan mengutamakan kompromi;
e. Tidak terasa benar atau menang sendiri dalam berbicara dengan warga lain.
f. Pemilihan ketua RW.
g. Pemilihan ketua RT.
h. Pemilihan ketua karang taruna.
i. Pemilihan kepala desa.
3. Di Lingkungan Sekolah
Penerapan Budaya demokrasi di lingkungan sekolah dapat diwujudkan
dalam bentuk sebagai berikut:
a. Bersedia bergaul dengan teman sekolah tanpa membeda-bedakan;
b. Menerima teman-teman yang berbeda latar belakang budaya, ras dan agama;
c. Menghargai pendapat teman meskipun pendapat itu berbeda dengan kita;
d. Mengutamakan musyawarah, membuat kesepakatan untuk menyelesaikan
masalah;
e. Sikap anti kekerasan.
f. Pemilihan ketua kelas.
g. Pembentukan regu piket.
h. Pemilihan kelompok diskusi, dan lain-lain.
i. Pemilihan ketua OSIS

11
4. Di Lingkungan Kehidupan Bernegara
Penerapan Budaya demokrasi di lingkungan kehidupan bernegara dapat
diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:
a. Besedia menerima kesalahan atau kekalahan secara dewasa dan ikhlas;
b.Kesediaan para pemimpin untuk senantiasa mendengar dan menghargai
pendapat warganya;
c. Memiliki kejujuran dan integritas;
d. Memiliki rasa malu dan bertanggung jawab kepada publik;
e. Menghargai hak-hak kaum minoritas;
f. Menghargai perbedaan yang ada pada rakyat;
g.Mengutamakan musyawarah untuk kesepakatan berrsama untuk menyelesaikan
masalah-masalah kenegaraan.
h. Pemilihan Umum (Pemilu).
i. Pemilihan Walikota atau Bupati.
j. Pemilihan Gubernur.
k. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

12
BAB III

PENUTUPAN

A. Kesimpulan

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu


negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara)
atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.

Ada beberapa bentuk teori-teori demokrasi, yaitu :

1. Teori demokrasi klasik dengan prinsip dasar penduduk harus menikmati


persamaan politik agar mereka bebas mengatur atau memimpin dan dipimpin
secara bergiliran.

2. Teori civic virtue dengan prinsip dasar kesetaraan warga negara, kemerdekaan,
penghormatan terhadap hukum dan keadilan, dan kebajikan bersama.

3. Teori sosial contract terdiri dari konsep kodrat manusia, konsep kondisi
alamiah, hak alamiah dan hukum alamiah.

4. Teori trias politica yang tebagi atas tiga kekuasaan, yaitu legislatif, eksekutif,
dan yudikatif.

Penerapan demokrasi tidak hanya ada dalam lingkungan berbangsa dan


bernegara, melainjan juga ada dalam lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat.

B. Saran

1. Kritik dan saran yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
perbaikan dan kesempurnaan Makalah kami

2. Bagi para pembaca dan rekan-rekan yang lainnya, jika ingin menambah
wawasan dan ingin mengetahui lebih jauh, maka kami mengharapkan dengan
rendah hati agar lebih membaca buku-buku lainnya yang berkaitan dengan judul
“DEMOKRASI : Teori dan Praktek”

14
3. Jadikanlah Makalah ini sebagai sarana yang dapat mendorong para mahasiswa/i
berfikir aktif dan kreatif.

15
DAFTAR PUSTAKA

“http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi“
“http://dondsor.blogster.com/demokrasi_dan_Konstitusi.html“
Abdulkarim, Aim, Drs, M.Pd. 2004 “Kewarganegaraan untuk SMP Kelas II Jilid 2”.
Bandung: Grafindo Media Pratama.
Wijianti, S.Pd. dan Aminah Y., Siti, S.Pd. 2005 “ Kewarganegaraan (Citizenship)”.
Jakarta: Piranti Darma Kalokatama.
Dahlan, Saronji, Drs. Dan H. Asy’ari, S.Pd, M.Pd. 2004 “Kewarganegaraan Untuk
SMP Kelas VIII Jilid 2”. Jakarta: Erlangga.

16

Anda mungkin juga menyukai