Anda di halaman 1dari 8

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kebutuhan umat Islam kepada sunnah atau di sebut hadis, seperti kebutuhan manusia
pada air. Tanpa air manusia akan binasa; sebagai tanpa sunnah (hadis) kita tidak akan
memiliki syari’at. Perkembangan Islam yang berhadapan langsung dengan budaya yang
tentu tidak sama dengan kondisi sosial saat Islam tumbuh di Jazir Arab, hal ini mendorong
berbagai usaha dalam mengadaptasi piranti-piranti ke Islam yang dalam ini memahami hadis
sesuai situasi dan kondisi sehingga pemahaman hadis merupakan proses merasionalkan teks
yang tujuanaya bergerak pada satu tujuan yakni ajaran yang dapat di aplikasikan dalam
kehidupan umat, atau dengan kata lain agar hadis Nabi dapat berinteraksi kapan saja dan di
mana saja.

Berbagai persoalan yang muncul dalam kehidupan Nabi SAW, yakni terungkap dalam
hadis. Sepeninggalan Nabi Muhammad SAW. Hadis tidak bertambah jumlahnya, sementara
problem yang di hadapi umat Islam terus berkembangan sesuai dengan perkembangan
zaman. Itulah sebabnya, dalam menghadapi hadis di perlukan metode pemahaman yang
tepat melalui pendekatan komprehensif, baik secara tekstual (ma’qul al-nas) maupun
kontekstual (mafhum al-nas) dengan berbagai macam hal.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pemahaman hadis pada masa klasik ?
2. Bagaimana pemahamin pada masa kontenporer ?

C. TUJUAN PENULIS
1. Mengetahui pemahaman hadis pada masa klasik
2. Mengetahui pemahaman hadis pada masa kontenporer
2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pemahaman Hadis Pada Masa Klasik (Abad VII-XII M)

Periodesasi yang dimaksudkan dalam sejarah perkembangan syarah hadis disini berbeda
dengan periode sejarah hadis yang disebut ‘Ashr al-Syuruh. Masa pensyarahan yang
dimaksud dalam periodesasi tersebut adalah masa pembukuan syarah-syarah hadis. ‘Ashr
al-Syuruh terjadi disebabkan ada dua fakta yang melatar belakanginya.
Pertama, pada masa ini ulama sudah tidak disibukkan lagi dengan urusan hadis itu
sendiri, karena mereka telah merasa puas dengan hasil kodifikasi. Sehingga masa ini sering
disebut sebagai munculnya syarah hadis sebagai ilmu hadis yang tegas berdiri sendiri.
Kedua, tradisi syarah lahir disebabkan adanya fakta tentang kemunduran umat islam,
mereka disibukkan dengan tradisi memperlebar keilmuan yang sudah ada, namun tidak
menghasilkan temuan baru seperti periode-periode sebelumnya.

a. Masa Nabi
Embrio syarah hadis telah ada sejak zaman Rasulullah SAW. hidup, sumber hadis pada
masa awal islam adalah Nabi Muhammad, segala perkataan, perbuatan, persetujuan dan
sifatnya merupakan sunnah yan harus diteladani dan diamalkan oleh seluruh umatnya. Hal
inilah yang menyebabkan para sahabat antusias berada disamping Nabi Muhammad SAW.
Pada periode Rasulullah SAW. Syarah hadis tidak secara tegas dan mandiri berdiri
sendiri diluar matan hadis Nabi Muhammad SAW, sebab penjelasan Nabi terhadap satu
hadis lainnya telah berdiri mandiri menjadi matan hadis atau dituliskan menjadi matan
hadis yang itu sendiri.

b. Masa Sahabat dan Tabi’in


Sahabat dan Tabi’in adalah Waratsat al Anbiya’ pasca Nabi wafat. Setiap permasalahan
baru yang belum dijelasakan pada masa Nabi hidup, menjadi tugas mereka untuk
menemukan solusi dan hujjah hukumnya baik dari Alquran maupun Hadis. Pada masa ini
syarah hadis belum dapat dikatakan sebagai keilmuan yang mandiri, sebab penjelasan
mereka terhadap hadis Nabi di sebut athar. Sedangkan dari aspek penyandaran, hadis
3

mereka disebut hadis mauquf. Selain itu hasil ijtihad merekadiyakini masih bersandar
terhadap hadis Nabi.1

c. Masa Atba’ al -Tabiin


Pada masa ini tradisi sayarah juga msih bersifat lisan, karena pada masa inilah kegiatan
pembukuan hadis dimulai, dalam sejarah hadis masa ini disebut ‘asr al Tadwin . atas
perintah khalifah ‘Umar Ibn ‘Abdul ‘Aziz (W. 101 H./720 M.), pembukuan hadis
dilakukan secara resmi dan massal. Dikatakan resmi karena kegiatan penghimpunan
tersebut atas kebijakan kepala negara, disebut massal karena perintah kepala negara
ditujukan kepada para gubernur dan ulama ahli hadis pada zaman itu.2

B. Pemahaman Hadis Pada Masa Kontenporer


1. Metode Pemahaman Hadis Nabi menurut Muhammad al-Gazali
a) Metode Pemahaman Hadis menurut Muhammad al-Gazali Melalui bukunya yang
berjudul, as-Sunnah an-Nabawiyah baina Ahli alFiqhi wa Ahli al-Hadis, dapat
disimpulkan bahwa Muhammad al-Gazali menetapkan empat kriteria dalam
memahami Hadis Nabi, yaitu:
1) Perbandingan hadis dengan Alquran
2) Perbandingan hadis dengan hadis lain
3) Perbandingan hadis dengan fakta sejarah
4) Perbandingan hadis dengan kebenaran ilmiah.

b) Penerapan Pemahaman Hadis menurut Muhammad al-Gazali


1) Perbandingan hadis dengan Alquran Penerapan pemahaman hadis dengan metode
ini dilakukan Muhammad al-Gazali secara konsisten, sehingga banyak hadis yang
sahih seperti dalam kitab Sahih al-Bukhari dan Muslim yang dianggap daif.
Beliau lebih mengutamakan hadis yang sanadnya daif, bila kandungan maknanya
sejalan dengan prinsip ajaran Alquran daripada hadis yang sanadnya sahih tetapi

1
A. Hasan, Sejarah dan., 341
2
Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, (Jakarta: PT. Bulan Bintang,
2007), 16.
4

kandungan maknanya tidak sejalan dengan inti ajaran Alquran dalam persoalan
kemaslahatan dan mua`malah duniawiyah3
Salah satu contohnya adalah hadis ‘Aisyah. Muhammad al-Gazali berpendapat bahwa
dosa yang dilakukan oleh orang hidup tidak mungkin dibebankan kepada orang mati.
Pemahaman tentang larangan menangsi mayat saat meninggal dengan alasan bahwa hal
tersebut hanya akan mendatangkan siksa bagi si mayat, menurutnya, pemahaman seperti
itu jelas-jelas salah, karena bertentangan dengan firman Allah:

ُ ‫ض ُّل َعلَ ْي َه ۗا َواَل تَ ِز ُر َوا ِز َرةٌ ِّو ْز َر اُ ْخ ٰر ۗى َو َما ُكنَّا ُم َع ِّذبِيْنَ َح ٰتّى نَ ْب َع َث َر‬
‫س ْواًل‬ ِ َ‫ض َّل فَاِنَّ َما ي‬ ْ ‫َم ِن ا ْهت َٰدى فَاِنَّ َما يَ ْهتَ ِد‬
ِ ‫ي لِنَ ْف‬
َ ْ‫س ٖ ۚه َو َمن‬ 

“Barangsiapa berbuat sesuai dengan petunjuk (Allah), maka sesungguhnya itu untuk
(keselamatan) dirinya sendiri; dan barang siapa tersesat maka sesungguhnya (kerugian) itu
bagi dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, tetapi
Kami tidak akan menyiksa sebelum Kami mengutus seorang rasul.”

2. Perbandingan hadis dengan hadis lain


Yang dimaksud dengan metode ini ialah, melakukan komparasi antara hadis yang satu
dengan hadis yang lain yang setema. Sebelum melakukan istimbat hukum, perlu dilakukan
uji coba dengan hadis-hadis lain yang berkaitan. Hal ini dimaksudkan guna mendeteksi
bahwa hadis yang dijadikan argument tersebut benar-benar tidak bertentangan dengan
hadis mutawatir atau hadis yang lebih kuat. Karena, kalau itu terjadi maka yang dipakai
adalah hadis yang lebih kuat derajatnya.

3. Perbandingan hadis dengan fakta sejarah


Hadis dan sejarah memiliki hubungan sinergis yang saling menguatkan satu sama lain.
Adanya kecocokan antara hadis dengan fakta sejarah akan menjadikan hadis memiliki
sandaran validitas yang kokoh, sebaliknya apabila terjadi penyimpangan antar keduanya,
salah satu diantara keduanya akan diragukan kebenarannya.4

3
Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi, h. 84.
4
Suryadi, Metode Kontemporer, h. 85
5

Salah satu contoh fakta sejarah dalam hal ini ialah, berkaitan dengan salat tahiyat masjid
saat imam berkhutbah. Beliau berpendapat bahwa dalam hal ini pendapat yang benar ialah
pendapat Hanafiyah dan Malikiyah, bahkan imam Malik melihat bahwa salatnya tidak sah,
bukan cuma sekedar makruh apalagi Sunnah. Al-Gazali mempertanyakan, di mana riwayat
tentang anjuran tahiyat masjid di antara lima ratus khutbah Jumat selama sepuluh tahun.
Contoh lainnya adalah hadis tentang salat wanita di rumah dan dikamarnya jauh lebih
utama dibandingkan salat di masjid Nabawi bersama Rasulullah saw., menurut al-Gazali
hal ini bertentangan dengan fakta bahwa Nabi sendiri ternyata membiarkan para wanita
salat berjemaah di mesjid bersama beliau saw., apalagi dalam hal ini, ada larangan tentang
mencegah para wanita untuk ikut serta salat di mesjid.5

4. Metode Pemahaman Hadis Nabi menurut Yusuf al-Qardawi


a. Metode Pemahaman Hadis menurut Yusuf al-Qardawi
Dalam memahami hadis, Yusuf al-Qardawi dalam bukunya yang berjudul, Kaifa
Nata`amal Ma`a as-Sunnah an-Nabawiyah, menggunakan delapan kriteria, yaitu:
1) Memahami Sunnah sesuai petunjuk Alquran
2) Menghimpun hadis-hadis yang setema
3) Kompromi atau tarjih terhadap hadis-hadis yang kontradiktif
4) Memahami hadis sesuai dengan latar belakang, situasi dan kondisi serta tujuannya
5) Membedakan antara sarana yang berubah-ubah dantujuan yang tetap
6) Membedakan antara ungkapan hakiki dan majaz
7) Membedakan yang gaib dan yang nyata
8) Memastikan makna kata-kata dalam hadis

b. Penerapan Pemahaman Hadis menurut Yusuf al-Qardawi


Berikut akan dijelaskan lebih rinci tentang bagaimana aplikasi metode
pemahaman hadis versi al-Qardawi sebagaimana yang telah disebutkan di atas.
1) Memahami Sunnah sesuai petunjuk Al-quran
Menurut al-Qardawi, untuk memahami sebuah hadis dengan benar, terhindar
dari penyelewengan atau takwil yang buruk,maka haruslah sesuai dengan

5
Ibid., h. 63.
6

bimbingan Alquran. Karena terdapat hubungan yang signifikan antara hadis


dengan Alquran. Hadis berfungsi sebagai penjelas terhadap Alquran. Karenanya,
tidak mungkin ada hadis sahih yang bertentangan dengan ayat-ayat Alquran yang
bersifat muhkam. Jika itu terjadi, boleh jadi:
a. hadisnya tidak sahih
b. pemahamannya yang kurang tepat
c. pertentangan itu hanya bersifat dugaan tidak hakiki.

Beberapa contoh yang dikemukakan Yusuf al-Qardawi dalam hal ini, di


antaranya hadis tentang anjuran mengikut sertakan kaum wanita dalam
bermusyawarah walau pun hanya sebatas formalitas.

‫شاوروىن وخالفوىن‬

Menurut al-Qardawi, hadis di atas palsu karena jelas-jelas bertentangan dengan


konsep Al-quran surah al-Baqarah: 233, tentang anjuran bermusyawarah,

َ َ‫ض ِّم ْن ُه َما َوتَشَا ُو ٍر فَاَل ُجن‬


‫اح َعلَ ْي ِه َما‬ َ ِ‫فَاِنْ اَ َرادَا ف‬
ٍ ‫صااًل عَنْ تَ َرا‬

Beliau menambahkan, jika terdapat variasi ulama fikih pensyarah dalam


memahami sebuah hadis maka yang paling te pendapat yang dikuatkan oleh
Alquran.6

2) Kompromi atau tarjih terhadap hadis-hadis yang kontradiktif


Pada dasarnya, tidak adanas-nas syar`i yang sahih saling kontradiksi. Kebenaran tidak
akan mungkin saling bertentangan satu sama lain. Kalau pun ada, menurut al-Qardawi itu
hanya luarnya saja, pada hakkatnya tidak demikian. Hadis yang tampak bertentangan dapat
diselesaikan dengan cara menkompromikan hadis tersebut, jika tidak maka jalan lain
adalah melakukan tarjih.

3) Memahami hadis sesuai dengan latar belakang, situasi dan kondisi serta tujuannya
Memahami hadis Nabi, dapat dilakukan dengan cara memperhatikan latar belakang,
illat, atau melalui kejadian yang menyertainya. Hal ini, mengingat bahwa Nabi itu adalah
6
Ibid., h. 94.
7

sosok yang multi fungsi, bisa berperan sebagai pemberi solusi, penyelesai perkara dan
seterusnya. Dengan mengetahui hal tersebut seseorang dapat melakukan pemahaman atas
apa yang bersifat khusus dan yang umum, yang sementara dan abadi.
Sekilas, hadis terkesan ekstrim, tidak boleh merantau dan bermukim di negeri orang-
orang kafir. Dahulu memang demikian, jaminan keamanan belum ada, karena itu barang
siapa yang terbunuh di negeri orang kafir, maka Rasulullah saw., berlepas diri. Artinya,
apa pun yang terjadi, itu di luar tanggung jawab Nabi. Dari sejak awal, Nabi sudah kasih
aba-aba, jika terjadi apa-apa, resiko ditanggung masing-masing.
Lain halnya dengan sekarang, zaman sudah berubah, orang-orang butuh belajar ke luar
negeri, berobat, bekerja, masalah kedutaan, berdagang dan lain sebagainya. Dulu dilarang
karena keamanan belum terjamin, antar Islam dan kafir saling perang dan bermusuhan.Tapi
pada zaman sekarang, ilatnya sudah hilang, maka gugur pula hukum yang menyertainya.

BAB III

PENUTUP
8

A. Kesimpulan
Periodesasi yang dimaksudkan dalam sejarah perkembangan syarah hadis disini
berbeda dengan periode sejarah hadis yang disebut ‘Ashr al-Syuruh. Masa pensyarahan
yang dimaksud dalam periodesasi tersebut adalah masa pembukuan syarah-syarah hadis.
‘Ashr al-Syuruh terjadi disebabkan ada dua fakta yang melatar belakanginya. Embrio
syarah hadis telah ada sejak zaman Rasulullah SAW. hidup, sumber hadis pada masa
awal islam adalah Nabi Muhammad, segala perkataan, perbuatan, persetujuan dan
sifatnya merupakan sunnah yan harus diteladani dan diamalkan oleh seluruh umatnya.
Hal inilah yang menyebabkan para sahabat antusias berada disamping Nabi Muhammad
SAW.
Metode Pemahaman Hadis menurut Muhammad al-Gazali dalam bukunya yang
berjudul, as-Sunnah an-Nabawiyah baina Ahli al-Fiqhi wa Ahli al-Hadis, Perbandingan
hadis dengan Alquran Penerapan pemahaman hadis dengan metode ini dilakukan
Muhammad al-Gazali secara konsisten, sehingga banyak hadis yang sahih seperti dalam
kitab Sahih al-Bukhari dan Muslim yang dianggap daif.

Anda mungkin juga menyukai