Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PENGERTIAN
,URGENSI, SEJARAH PERKEMBANGAN KRITIK HADIS

Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadis

Dosen pengampu Dr.Ruhama Wazna, MA

Disusun oleh :

Kelompok 9

Hayatul Husna : 202333041


Siti Syara Ifa : 202333042

PROGRAM STUDI ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
LHOSEUMAWE
2023\2024
PENGERTIAN DAN URGENSI KRITIK HADIS

Secara bahasa kata kritik itu diterjemahkan dengan menghakimi, membandingkan dan
menimbang. Dalam bahasa indonesia kata “ kritik” dapat diartikan sebagai sifat tidak dapat
dipercaya, tajam dalam menganalisasi dan ada uraian pertimbangan baik buruk pertimbangan
suatu karya, atau usaha untuk membedakan antara benar dan salah. Dalam Bahasa arab istilah
kritik dikenal dengan naqd dan bersinonim dengan kata tamyiz yang berarti penelitiaan,
analisis, pengecekan, dan pembedaan.1

Kritik hadis dikalangan Ahli Hadis dikenal dengan sebutan “naqd al hadis”. Kata “an-
naqd” dari sisi bahasa adalah berarti mengkritik, menyatakan dan memisahkan antara yang
baik dari yang buruk. Sedangkan makna kritik dalam konteks ilmu hadis adalah cenderung
kepada maksud kegiatan penelitian hadis.

Sementara pengertian kritik hadis ( naqd al-hadis) secara terminologi adalah


sebagaimana diungkapkan oleh Muhammad Musthafa Azami berikut “Naqd Al-Hadis adalah
upaya membedakan antara hadis-hadis shahih dari hadis-hadis dhaif dan menentukan
kedudukan para periwayat hadis tentang kredibilitasi maupun kecacatannya”. Berdasarkan
pengertian diatas, dapat dipahami bahwa makna kritik hadis adalah suatu kegiatan penelitian
hadis untuk menemukan kekeliruan yang terdapat pada hadis Rasulullah SAW. Sehingga
dapat ditentukan mana hadis yang dapat diterima dan mana yang tidak diterima, dan
bagaimana kualitas hadis yang bersangkutan.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan kritik hadis merupakan suatu yang mesti
dilakukan atau suatu kajian yang sangat urgen dalam ilmu hadis yaitu :

1.Hadis sebagai sumber ajaran islam

Hadis menduduki peran yang sangat signifikan sebagai sumber ajaran Islam kedua
setelah Alquran, baik secara secara struktural ataupun fungsional. Secara structural hadis
sebagai dasar hukum kedua setelah Al-quran, sedangkan secara fungsional hadis sebagai
penjelas (bayan) terhadap ayat-ayat Alquran yang bersifat umum. Di samping itu, keberadaan
hadis tidak mendapat jaminan dari Allah secara eksplisit sebagaimana Alquran. Baik dari
wurud

1 Hasyim Abbas , 2004 Jurnal Ilmu Hadis


dan dilalahnya, Atas dasar inilah pentingnya melakukan kritik hadis atau penelitian terhadap
hadis.2

2. Hadis tidak seluruhnya tertulis pada zaman nabi


Adanya larangan kebolehan menulis hadis menyebabkan tidak tertulisnya seluruh
hadis pada masa Nabi. Disamping itu juga ada beberapa sahabat yang menulis atas inisiatif
sendiri. Di samping itu, hadis yang tersebar lebih banyak diriwayatkan secara hapalan dari
pada tulisan, sehingga menyebabkan penulisan hadis secara tertulis belum mencakup seluruh
hadis. Tidak semua hadis yang dicatat para sahabat dengan inisiatif sendiri telah dilakukan
pemeriksaan di hadapan Nabi saw atas alasan inilah pentingnya kritik hadis yang bertujuan
untuk memilah hadis sahih dan daif.

3.Interval waktu penulisan hadis

Setelah Nabi wafat Adanya perbedaan pendapat tentang larangan dan kebolehan
menulis hadis pada awal-awal Islam, berimplikasi proses penghimpunan dan pembukuan
hadis. Perbedaan itu juga mengakibatkan sebagian periwayat hadis tidak mencatat hadis, hanya
menggunakan hapalan semata, sebagian lain ada yang mencatat yang kemudian setelah hapal
dihapus, dan ada yang melakukan pencatatan yang bersifat pribadi Niat penghimpunan dan
penulisan hadis ini telah ada sejak masa khalifah 'Umar ibn al-Khaththâb. Akan tetapi niat
tersebut dibatalkan karena adanya kekhawatiran akan mengabaikan Alquran. Barulah pada
masa pemerintahan 'Abd al-'Aziz ibn Marwân ketika menjabat sebagai gubernur Mesir niat itu
terealisasi yang kemudian resmi dilakukan oleh putranya 'Umar ibn 'Abd al- 'Azîz.

Pernyataan seperti ini bukan menunjukkan bahwa penulisan hadis tidak pernah terjadi
sebelumnya, akan tetapi penulisan itu telah ada sejak zaman sahabat dan tabi'in yang hanya
bersifat pribadi, tidak seperti zaman 'Umar ibn 'Abdal-'Aziz yang secara resmi. Salah seorang
ulama hadis yang telah berhasil melaksanakan perintah itu adalah Muhammad ibn Muslim
ibn Syihab az-Zuhrî, seorang ulama terkenal dari negeri Syam dan Hijaz. Dengan demikian
Jarak interval waktu penghimpunan hadis dan kewafatan Nabi saw. cukup lama. Oleh sebab
itulah untuk menghindarkan dari penggunaan dalil hadis yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan validitasnya, maka diperlukan suatu kritik hadis.

2. Said Agil Husain AL- Munawwar, 2004


4. Timbulnya pemalsuan hadis
Para ulama berbeda pendapat tentang latar belakang awal mula lahirnya hadis palsu.
Menurut Ahmad Amîn - sebagaimana yang dikutip oleh Said Agil Husin al-Munawwar -
menyatakan bahwa Ia telah lahir sejak masa Nabi. Hal ini dibuktikan dengan adanya ancaman
dari Nabi terhadap orang yang mendustakan atas nama dirinya. Akan tetapi pendapat tersebut
tidak mempunyai fakta historis dan hanya merupakan dugaan dari makna implisit sebuah
hadis.
Pendapat lain mengatakan bahwa pemalsuan hadis terjadi pada masa kekhalifahan 'Alî
ibn Abû Thâlib, yaitu ketika terjadi pertentangan antara khalifah dengan gubernur Syam,
Mu'âwiyah ibn Abû Sufyân. Pertentangan itu terjadi setelah adanya tahkîm sehingga mereka
saling mengalahkan, salah satu senjata yang mereka gunakan adalah membuat hadis palsu
sebagai upaya untuk menjustifikasi terhadap paham mereka masingmasing. Hal itu disebabkan
oleh adanya pertentangan politik dan teologis, serta adanya musuh-musuh Islam yang berusaha
untuk merusak ajaran Islam dengan membuat hadis palsu.
Adapun faktor faktor yang melatar belakangi pembuatan hadis palsu : membela
kepentingan politik , membela aliran teologi, membela mazhab fiqh, memikat hati orang
mendengarkan kisah yang dikemukakan, memperoleh pujian dari penguasa dan lain-lain.
Untuk memisahkan antara hadis sahih atau palsu, para ulama telah bersusah payah membuat
kaedah-kaedah hadis yang dapat diterima dan dijadikan hujjah.

5.banyaknya kitab hadis dengan metode penyusunan yang beragam


Jumlah kitab hadis yang telah disusun oleh oleh para ulama periwayat hadis cukup
banyak, sangat sulit dipastikan jumlahnya sebab mukharrij alhadîts tidak terhitung
jumlahnya. Hal itu disebabkan bahwa yang ditekankan dalam kodifikasi hadis bukan metode
penyusunannya, tetapi upaya penghimpunan hadis-hadis yang masih tersebar di kalangan
ulama hadis.
Upaya kodifikasi itu telah menghasilkan berbagai macam kitab hadis dengan metode
sendiri- sendiri, baik dalam penyusunan sistematikanya dan topik yang dikemukakan oleh
hadis yang dihimpunnya, maupun kriteria kualitas hadisnya masing-masing, atas dasar inilah
sehingga sangat wajar para ulama mengklasifikasikan kitab-kitab ke dalam bentuk peringkat-
peringkat. Dengan keragaman kriteria terhadap hadis-hadis yang dihimpun dalam kitab-kitab
tersebut, Maka kualitas hadis pun akan sangat beragam.
6. Terjadinya periwayatan secara makna
Dalam sejarah perkembangan hadis, periwayatan hadis pada zaman Nabi saw.
umumnya berlangsung secara lisan atau hapalan. Hadis Nabi yang dimungkinkan diriwayatkan
secara lafal adalah hadis yang dalam bentuk perkataan, sedangkan dalam bentuk yang
lain hanya dimungkinkan diriwayatkan secara makna Keberadaan hadis dengan periwayatan
secara makna menimbulkan pro dan kontra. Misalnya 'Umar ibn al-Khaththâb yang melarang
periwayatan secara makna. Pendapat ini Juga didukung oleh Zayd ibn Arqâm dan 'Abd Allâh
ibn 'Umar ibn al-Khaththab. Akan tetapi, sebagian ulama ada yang membolehkan periwayatan
secara makna dengan beberapa syarat tertentu yang cukup ketat, misalnya periwayat yang
bersangkutan harus mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang bahasa, hadis
bersangkutan tidak dalam masalah ta'abbudî, dan periwayatan secara makna dilakukan karena
sangat terpaksa. Kebolehan itu menunjukan bahwa periwayatan hadis secara makna telah ada
dan sudah banyak.

Di sisi lain, untuk mengetahui kandungan hadis tertentu diperlukan terlebih dahulu
pengetahuan susunan redaksi (tekstual) dari hadis yang bersangkutan, khususnya hadis yang
berkaitan dengan qawli. Akibat dari periwayat secara makna tidak hanya menyebabkan
perbedaan redaksi semata, tetapi menyebabkan perbedaan kata- kata. Karena suatu kata
tertentu dapat saja berbeda ketika hadis yang dibukukan dalam kitab dengan ketika hadis
diwurud-kan pada zaman Nabi saw.3 Dengan demikian adanya periwayatan secara makna
menjadi alasan atau faktor pentingnya penelitian hadis atau kritik hadis. Akan tetapi M.
Quraish Shihab menolak studi filologi sebagai upaya untuk mengetahui kesahihan hadis. Hal
itu disebabkan, hadis kebanyakan diriwayatkan secara makna. Sehingga kata yang digunakan
Nabi ketika menyampaikan hadis boleh jadi tidak digunakan pada waktu itu dan digunakan
pada masa sesudahnya.

METODE KRITIK SANAD HADIS

Pada masa-masa awal Islam, kaum muslimin (shahahat) tidak selalu mempertanyakan
sanad hadis. Kondisi ini dikarenakan adanya sikap saling mempercayai dan tidak adanya
kedustaan di antara mereka. Karena itu tidak heran jika, terkadang mereka mengisnadkan hadis
yang diriwayatkan. Tetapi pasca terbunuhnya Khalifah Usman dan disusul dengan munculnya
kelompok-kelompok politik serta pendustaan yang mengatasnamakan Rasulullah, maka para
shahabatpun bersikap ketat dalam meng-isnad-kan hadis dari para perawi. Mereka
mengharuskan adanya sanad dalam setiap periwayatan dan melaksanakannya secara sempurna.
Tindakan shahabat yang berhati-hati dalam periwayatan hadis, diikuti oleh generasi
sesudahnya , tabi’in dan tabi’ tabi’in. Mereka senantiasa menuntut dan mengharuskan adanya
sanad hadis. Pada masa mereka lah penelitian terhadap sanad hadis mulai dilakukan.4

3
Syuhudi Ismail, 1989
4 al sunnah Qabla al-Tadwin, (Beirut: Dar al Fikr, 2001 hal 147.
1. Kriteria Keshahihan Sanad
Ketika hadis telah menyebar dan pemalsuan yang ninisbatkan kepada nabi semakin
banyak,para ulama menganggap telah menjadi kewajiban mereka untuk melakukan penelitian
dan penilaian terhadap hadis. Diantara kaedah yang mereka rumuskan yaitu syarat dan
kriteriayang harus dipenuhi oleh sebuah sanad hadis.

2. Dampak persyaratan keshahihan sanad pada pengklasifikasian Hadis


Para ulama telah membuat klasifikasi hadis, yang bertujuan untuk menjaga orisinalitas
penisbahan suatu hadis, juga untuk lebih memudahkan dalam proses identifikasi. Ulama Hadis
menamakan semua unsur dari kaedah ini sebagai shahih al-isnad,sedangkan yang kurang atau
tidak memenuhi Sebagian maupun seluruh unsur dari kaedah tersebut, disebut hadis hasan dan
hadis dha’if.

3. Langkah Penelitian Hadis


Penelitian terhadap keshahihan sanad ditujukan kepada dua aspek, yaitu kualitas perawi dan
kebersambungan sanad. Untuk mengetahui nilai dari kedua aspek di atas, maka sebagai
langkah pertama penelitian sanad adalah mengumpulkan seluruh sanad hadis tersebut dan
kemudian melakukan I’tibar sanad dengan membuat skema seluruh jalur sanad. Langkah
kedua berupa meneliti perawi dan metode periwayatan yang mereka gunakan. Pada tahap ini,
seluruh informasi tentang hal ihwal perawi harus dikumpulkan, baik berupa biografi kehidupan
ataupun penilaian ulama terhadap dirinya. Setelah data diperoleh, selanjutnya melakukan
analisis terhadap kualitas perawi, aspek ke’adilan dan kedhabitannya. Langkah ketiga adalah
penelitian terhadap kebersambungan sanad. Pada tahapan ini sebenarnya dilakukan sejalan
dengan langkah kedua dan menggunakan sumber data yang sama. Hanya saja setelah
medapatkan informasi tentang biografi perawi, kapan ia lahir dan wafat, serta daftar guru dan
utendigunakan masing oleh masing-masing perawi sebagai cara untuk mengetahui metode
periwayatan mereka. Langkah keempat membuat kesimpulan hasil penelitian sanad sesuai
dengan hasil temuan di lapangan. Dalam rumusannya harus dijelaskan bagaimana kualitas
sanad tersebut, apakah shahih,hasan ataukah dhaif. Juga harus dijelaskan alas an
penilaiannya,terutama jika sanad tersebut tidak berkualitas shahih.

KRITIK MATAN HADIS


Kritik matan merupakan suatu Upaya untuk memeriksa dan meneliti teks-teks hadis,
kemudian dipisahkan antara yang autentik dan tidak, antara yang shahih dan dhaif.5
Lebih luas, Muhammad Tahir al-Jawabi mengatakan bahwa dalam kritik matan
terdapat dua cakupan. Pertama ktitik sebagai Upaya menentukan benar dan tidaknya matan
hadis. Kedua kritik matan sebagai Upaya memperoleh pemahaman yang benar terkait
kandungan matan hadis. Kedua unsur tersebut, tidak bisa dipisahkan dalam studi matan,
karena untuk mengungkapkan autentisitas matan hadis, juga harus mengungkapkan kandungan
dari matan suatu hadis tersebut demikian pula sebaliknya.6

Sejarah kritik matan

a. Pra kodifikasi

1) Membandingkan matan hadis dengan Al-Quran yang berkaitan

Siti Aisyah Ummu al Mukminin pernah menolak hadis dari Abu Hurairah tentang “orang
mati tersebut disiksa karena telah ditangisi oleh keluarganya,” Menurut Siti Aisyah dis
tersebut tidak sesuai dengan Al Quran yakni “seseorang itu tidak wajib menanggung dosa
orang lain”.7

2) Membandingkan matan hadis tertulis dengan yang di lafal.

Siti Aisyah pernah menolak hadis dari Abu Hurairah yakni “orang mati tersebut disiksa
karena telah ditangisi oleh keluarganya. Kemudian Siti Aisyah menjelaskan asbabu al wurud
dari hadis tersebut. Pada saat itu Rasulullah kebetulan melintasi keluarga (yahudi) yang
menangisi keluarganya. Kemudian Rasulullah mengatakan “mereka menangisi orang yang
baru saja meninggal, sementara mayat tersebut disiksa di alam kuburnya”.8
Cerita di atas menunjukkan adanya pembandingan penulisan matan hadis Abu Hurairah
dengan pelafalan hadis Siti Aisyah.

5
tasbih , “Analisis Historis Sebagai Intrumen kritik matan hadis”, jurnal Al Ulum, Vol. 11, no. 1 Juni(2011).156
6
Suryadi, “Rekonstruksi Kritik Sanad dan matan dalam Studi Hadis”, jurnal esensia, Vol. 16, No. 2, Oktober (2005),
101.
7
Muh.Zuhri,Telaah Matan.,43.
8
Muh.Zuhri,Telaah Matan.

3) Perbandingan periwayatan pada waktu berlaianan.

Metode ini pernah dilakukan siti aisyah saat menyuruh Urwah Ibn Zubair untuk menanyakan
hadis kepada Abdullah Ibnu Al Asr yang sedang menunaikan ibadah Haji. Abdullah
menyampaikan hadis yang ditanyakannya pada tahun berikutnya, Abdullah naik haji lagi.
Urwah disuruh lagi oleh Aisyah untuk menanyakan hadis yang sama kepada Abdullah.
Ternyata, lafaz hadis yang disampaikan olrh Abdullah sama persis dengan lafaz hadis yang
telah disampaikannya tahun lalu. Aisyah berkata demi Allah Abdullah telah hafal hadis
Rasulullah tersebut.9
4) Melakukan rujuk silang antar periwayat.
Pola ini disebut muqaranah atau perbandingan periwayat sesame sahabat, artinya dalam
meriwayatkan hadis seseorang harus mempunyai kesaksian minimal 2 orang yang sama-sama
menerima hadis tersebut dari Rasulullah dan saksi tersebut membenarkannya.10

b. Pasca kodifikasi

1) Membandingkan matan hadis dengan Al Qur’an.


Masa ini kritik matan telah berkembang,selain melakukan matan dengan cara para sahabat.
Tabiin meneliti dengan cara mu’aradah. Ulama hadis dengan spesialisasi pendalaman
konsep doctrinal hadis memperbandingkannya dengan konsep kandungan sesama hadis
dan dengan Al Quran.11
2) Membandingkan Antar Matan.
Masa kodifikasi membandingkan antar matan pernah dilakukan pada Kuraib (murid Ibnu
Abbas) tentang hadis pembetulan posisi berdiri ibnu Abbas berada di samping Rasulullah
saat makmum salat di rumah Maimunah, menurut Imam Muslim ibnu Al Hajaj dalam al
Tamyiz telah diupayakan uji kebenaran isi redaksi matannya dengan melibatkan empat
orang murid Kuraib dan Sembilan murid hadis Ibnu Abbas yang satu masa belajarnya
dengan Kuraib. Dari cara murada’ah trsebut diperoleh kepastian bahwa Rasulullah
memposisikan sikap berdiri Ibnu Abbas selaku makmum Tunggal di smaping kanan
Rasulullah Saw. Dengan hasil akhir itu, matan yang melalui Yazid ibnu Ali Ziyad dari
Kuraib dinyatakan lemah (maqlub)12

9
M.Syuhudi Ismail,kaedah kesahihan sanad, (Jakarta: Bintang Bulan, 1995), 53
10
Hasyim Abbas, Kritik matan hadis Versus Muhaddisin dan Fuqaha, (yokyakarta; Kalimedia,2016),28
11
Hasyim Abbas, kritik Matan.,36.
12
Hasyim Abbas, Kritik matan Hadis..,35-36.
Pada tabel di bawah ini, memetakan beberapa urgensi kritik hadis ditinjau dari sisi perjalanan
sejarah kritik hadis.

No Periode Urgensi Kritik Hadis


1 Masa Rasulullah saw  Memberi perhatian khusus pada
masih hidup sumber agama islam.
 Mengokohkan hati sahabat dalam
mengamalkan ajaran islam.

2 Masa sahabat  penghimpunan hadis secara resmi terjadi


setelah berkembangnya pemalsuan hadis
Abad I hijriah
 kedudukan hadis sebagai salah satu sumber
ajaran islam mengharuskan sahabat untuk
bersikap hati-hati dalam menerimanya.

 terjadi tranformasi hadis secara makna

 terjadi pemalsuan hadis

3 Abad 2 hijriah  penghimpunan hadis secara resmi terjadi


setelah berkembangnya pemalsuan hadis

 terkadang kitab hadis yang hanya


menghimpun hadis maka hal ini perlu diteliti
lebih lanjut

 muncul redaksi hadis yang bertentangan


4 Abad sekarang  memelihara khazanah keilmuan islam.

 meminimalisir perbedaan pendapat dalam


Kawasan produk hukum syariat

 mendeteksi hadis dhaif dalam kitab-kitab


islam yang terkadang dijadikannyasebagai
dalil tuntunan amal ibadah

 mengembangkan metedologi penelitian hadis


kearah yang lebih baik agar umat muslim
dapat menghadapi tuduhan orientalis terhadap
orientalis hadis secara adil

 membangun sikap kehati-hatian dalam


memakai hadis yang tidak dapat
dipertanggung jawabkan sebagai landasan
ibadah sehari hari atau bahkan landasan
dalam menetapkan suatu hukum
1. Parameter Kritik Hadis

Adapun kawasan kritik hadis adalah meliputi penelitian sanad dan matan hadis, sebab kualitas
kedua hal tersebut menjadi tolak ukur sahih atau tidaknya sebuah hadis. Sanad menurut bahasa
berarti sandaran atau pegangan (al-mu’tamad). Sementara pengertian sanad menurut istilah
ilmu hadis adalah jajaran orang-orang orang-orang yang membawa hadisdari Rasul,
Sahabat, Tabiin,Ttabi’ at-tabiin, dan seterusnya sampai kepada orang yang membukukan hadis
tersebut.

Sebagian orang terkadang keliru dalam menyebutkan urutaan sanad dan rawi-nya (periwayat).
Oleh karena itu, penulis merasa penting menjelaskan perbedaan urutan sanad dan rawi pada
tabel berikut:

NO SANAD PERAWI
1. Al-Bukhari Dari Abu Hurairah
2. Abdullah bin muhammad al- Abi Shalih
Ju’fi
3. Abu ‘Amir Al-‘Aqady Abdullah bin Dinar
4. Sulaiman bin Bilal Sulaiman bin Bilal
5. Abdullah bin Dinar Abu ‘Amir Al-‘Aqady
6. Abi Shalih Abdullah bin Muhammad Al-Jufi
7. Dari Abu Hurairah Al-Bukhari

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa tingkatan periwayat hadis dengan tingkatan
sanad hadis adalah bertolak belakang. Karena orang yang menjadi sanad pertama dalam
hadis tersebut disebut sebagai periwayat terakhir. Misalnya pada riwayat hadis di atas
sebagaimana telah diuraikan pada tabel bahwa Al-Bukhari adalah sanad pertama atau
periwayat terakhir. Disamping kata sanad, ada kata lain yang maknanya berdekatan dengan
sanad, yaitu kata isnad dan musnad. Menurut Al-Thibi sebagaimana dikutip oleh Usman
Sya’roni, kata isnad mempunyai arti yang sama dengan sanad. Tetapi Usman Sya’roni
kemudian menunjukkan perbedaan diantara keduanya, yaitu isnad lebih menunjukkan
kepada proses periwayatan hadis, sedangkan sanad ialah susunan orangorang yang berurutan
meriwayatkan sebuah materi hadis Usman Sya’rani,
Sementara arti musnad ada empat, yaitu: Pertama, hadis yang disandarkan kepada
orang yang meriwayatkannya. Kedua, nama kitab yang menghimpun hadis-hadis dengan
sistem penyusunannya berdasarkan nama-nama sahabat, seperti kitab musnad Ahmad bin
Hambal. Ketiga, kumpulan hadis yang diriwayatkan dengan menyebutkan sanad-sanadnya
secara

lengkap, seperti kitab musnad al-Syihab dan musnad alfirdaus. Keempat, nama bagi hadis
marfu’ (disandarkan kepada nabi) yang sanad-nya muttasil (bersambung).

Selanjutnya, pengertian matan (al-matn) dari sisi bahasa adalah tanah yang meninggi,
ada pula yang mengartikan matan dengan kekerasan, kekuatan dan kesangatan. Dengan
demikian, pengertian matan dari sisi bahasa adalah menunjukkan nama bagi segala sesuatu
yang sifatnya keras, kuat, dan menjadi bagian inti. Sementara pengertian matan menurut istilah
adalah sebagaimana dalam kutipan Totok Jumantoro, Ajjaj AlKhattib di bawah ini: “ Lafadhz
hadis yang di dalamnya mengandung makna-makna tertentu”. Dengan demikian maka yang
dimaksud dengan matan al-hadits adalah materi/ berita/ pembicaraan yang diperoleh sanad
terakhir, baik isi pembicaraan itu tentang perbuatan Nabi Saw, maupun perbuatan sahabat yang
tidak disanggah oleh Nabi Muhammad Saw.
Selanjutnya, adapun unsur-unsur yang menjadi perhatian kritikus hadis dalam sanad
dan matan hadis dapat diketahui melalui beberapa aspek yang menjadi syarat kesahihan hadis
menurut mereka, karena tujuan utama kritik hadis adalah untuk membedakan antara hadis yang
sahih dengan yang tidak sahih. Abū ‘Amr Usmān bin Abdirrahman bin as-Salah asySyahrazuri
yang biasa disebut Ibnu As-Salah (w. 577 H/ 1245 M) telah merumuskan syarat kesahihan
hadis sebagai berikut : “Hadits Shahih ialah hadits yang bersambung sanadnya (sampai kepada
Nabi SAW),

1.Tokoh-tokoh Kritikus Hadis


Perjalanan sejarah perkembangan kritik hadis telah diuji oleh berbagai cobaan dari internal dan
eksternal umat Islam. Dari hasil kajian tersebut maka terlahirlah para kritikus hadis yang
populer di masanya, yang antara lain adalah sebagai berikut:

a. Kritikus Hadis Pada Masa Sahabat (abad 1 H.) Adapun para kritikus hadis yang dapat
disebutkan di masa sahabat antaranya adalah sebagai berikut : Abu Bakar as-Siddiq (w.
13 H=634 M), Umar bin Khattab (w. 234 H=644 M) Ali bin Abi Thalib (w. 40 H=661
M), Abdullah Ibn Hushain (w. 52 H), `Imran ibn Hushain (w.52 H), Abu Hurairah (59
H), Abdullah ibn Amar ibn al-`Ash (w. 65 H), Abdullah ibn `Umar (w. 83 H), Abu
Sa`id al-Khudzri (w. 79 H), dan Anas ibn Malik (w. 92 H).13

13
Umi Sumbulah Hlm 40
b. Kritikus Hadis Pada Masa Tabi’in (Abad 2 H.)

Adapun tokoh penelitian hadis pada masa tabi’in (abad II) dan pusat aktivitas mereka
adalah sebagai berikut:

1) Kufah dengan tokohnya Sufyan al-Thauri (97-161 H), Walid ibn al-Jarrah (wafat 196 H).

2) Madinah dengan tokohnya Malik ibn Anas (93-179 H).

3) Beirut dengan tokohnya al-Awza`i (88-158 H).

4) Wasith dengan tokohnya Syu`bah (83-100 H).

5) Basrah dengan tokohnya Hammad ibn Salamah (wafat 167 H), Hammad ibn Zaid (wafat
179 H), Yahya ibn ibn Sa`id al-Qaththan (wafat 198 H) dan Abd al-Rahman ibn Mahdi
(wafat 198 H).

6) Mesir dengan tokohnya al-Laits ibn Sa`d (wafat 175 H) dan al-Syafi`i (wafat 204 H).

7)Makkah dengan tokohnya Ibn `Uyainah (107-198 H).

8) Merv dengan tokohnya Abdullah ibn al-Mubarak (118- 181 H).

c. Kritikus Hadis Pada Abad Ke 3 H.

Tokoh-tokoh kritikus hadis yang telah disebutkan pada abad ke II kemudian melahirkan
tokoh-tokoh peneliti penerus mereka di abad ke III H., diantaranya adalah;

1. Baghdad dengan tokohnya Yahya ibn Ma’in (wafat 233 H), Ibn Hambal(wafat 241
H)
2. dan Zuhair ibn Harb (wafat 234 H)

3. Basrah dengan tokkohnya Ali ibn al-Madini (wafat 234 H) dan Ubaidullah bin Umar (
Wafat 235 H)

4. Wasith dengan tokohnya Abu Bakr ibn Abi Syaibah (wafat 235 H).

5. Merv dengan tokohnya Ishaq ibn Rahawaih (wafat 238 H).

Dari tokoh-tokoh kritik hadis abad ketiga ini kemudian melahirkan ilmuwan-ilmuwan hadis
seperti:
1) Malik bin Anas (97-179 H.), nama lenkapnya adalah Abu ‘Abdullah Malik bin Anas
bin Malik bin Abu ‘Amir al-Asbahiy al-Himyari al-Madaniy.

2) Asy –Syafi’I (150-204 H.), nama lengkapnya adalah Abu ‘Acdullah Muhammad bin
Idris bin al-‘Abbas bin Syafi’I bin as-Saibbin’Ubaid bin ‘Abdu Yaziz bin Hasyim bin
‘Abdul Mutolib bin ‘Abdul Manaf alMuttolib al-Qurisyiy.

3) Ahmad bin Hanbal ( 164-241H.) nama lengkapnya Abu ‘Abdullah Ahmad bin
Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin As’ad Asy- Syaibani al-Marwaziy dari Maru

4) Darimi ( 181- 255 H.) nama lengkapnya adalah Abu Muhammad ‘Abdullah bin
‘Abdur
Rohman bin Fadl bin Bahrum at- Tamimiy ad-Darimi.

5) Al-Bukhori(194-256H.),nama lengkapnya, Abu ‘Abdullah Muhammad bin Isma’il bin


Ibrahim bin Mugiroh al-Ja’fi, kakeknya Majusi.

6) Muslim,( 206-261H.), nama lengkapnya adalahAbul Husain Muslim bin Al-Hajjaj


bin Muslim al-Qusyairi an- Naisaburi.

7) Abu Daud (202-275 H.), nama lengkapnya adalah Abu Daud Sulaiman bin Asy’ast
bin Syidad bin ‘Amar bin ‘Amir Assijistani

8) Ibn Majah (209-273 H.), nama lengkapnya adalah Abu ‘Abdillah Muhammad bin
Yazid

bin Majah ar-Robi’I alQozwani.

9) Abu Hatim Ar Rozi (195 H. - 227 H.), nama lengkap Abu Hatim Ar-Razi adalah
Muhammad bin Idris AlMundzir bin Dawud bin Mahran Al-Hanzhali AlHafizh.

10) At-Tirmidzi ( 209-279 H) nama lengkapnya adalah Abu ‘Isa Muhammad bin Sauroh bin
Musa bin Dohhar bin Sulami al Bugi at-Tirmidzi

11) An- Nasa’i (214-303 H) nama lengkapnya adalah Abu ‘Abdur Rohman Ahmad bin
Syu’aib bin ‘Ali bin Bakar bin Sinan an-Nasai.
d. Kritikus Hadis Pada Abad Ke 4-7 H.

Tokoh-tokoh kritikus hadis yang terdapat pada abad ke 4, 5, 6, 7 adalah sebagai berikut:

1. At-Tobroni (260-360 H), lahir di Syam, wafat di Hamamah ad-Dausi.

2. Al- Hakim ( 321-405 H), lahir di Naisabur pindah ke Iroq


3. Ibn Khuzaimah (223-313 H), lahir di Khurosan

4. Ibn Hibban ( w 354), dia orang Samarqond.

5. Ad-Daruqutni ( 306-385 H), dia orang Bagdad

6. At-Tohawi (238-321H), dia orang Mesir

7. Al- Baihaqi (w. 458 H), wafat di Naisabur, belajar hadis ke ‘Iroq dan Hijaj.

8. An-Nawawi ( 631-676 H),lahir di Nawa, beliau pensyarah hadis seperti Kitab Riyadus
solihin.

9. Al-Imam Adz-Dzahabi (673-748 H), Nama lengkap AlImam Adz-Dzahabi adalah Abu
Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Utsman bin Qaimaz bin Abdullah atTurkimani al-
Fariqi, Ad-Dimasyqi Asy-Syafi’I, Syamsuddin Abu Abdillah Adz-Dzahabi.

Adapun mengenai profil, kapasitas intelektual, guru dan murid, kelompok sosial, dan
karya- karya para tokoh kritikus hadis ini dapat ditelusuri pada kitab yang mengkaji keritikus
hadis seperti kitab tahzib al-kamal.
DAFTAR PUSTAKA

‘Asqalani, Ahmad bin Alī bin Hajar, Nuzhatun Nazar Syarh Nukhbah al-Fikr,
Semarang: Maktabah al-Munawwar, t.th

. Al-‘Azhimy, Muhammad Musthafa, Manhaj al-Naqd inda alMuhaddisin, Nasy’atun


wa tarikuhu Riyad: Maktabat alKausar, 1990.

Al-Syuyuti, Jalal al-Din, Tadrib al-Rawi ‘ala Taqrib al-Nawawi,, 2008.

Sumbulah, Umi, Kajian Kritis Ilmu Hadis , 2008.

Al-Dzikra Vol. 9 No. 1 Januari – Juni Tahun 2015.

Abbas, Hasyim. 2004 , Ahmad Arifuddin 2005, paragdima memahami hadis nabi.

Ismail M Syuhudi , 1989 kaedah keshahehan sanad hadis dan metedologi penelitian
hadis

Said Agil dan Abdul Mustaqim 2004.

Yaqub , Ali Mustafa, Kritik Hadis

Abbas ,Hasyim .Kritik Matan Hadis versus muhaddisin dan Fuqaha. Yogyakarta:
Kalimedia. 2016

Anda mungkin juga menyukai