Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

PERBEDAAN ISTILAH
HADITS DIRAYAH, RIWAYAH, HADITS NABAWI, QUDSI, HADITS,
KHABAR, ATSAR BESERTA CONTOH

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Tugas Mata Kuliah


Studi Manajemen Pendidikan Perspektif Hadits

Kelompok
ERIK HADI PUTRA (10222019)
DILA

Dosen Pembimbing
Dr. Nurlizam, M.Ag.

PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) BUKITTINGGI
TAHUN 2022 M /1443 H
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai sumber ajaran Islam, Hadits berbeda dengan Al Qur’an. Al Qur’an
periwayatannya tidak pernah dipermasalahkan oleh umat Islam. Seluruh ayatnya
terhimpun dalam mushaf dan tidak pernah mengalami perubahan, baik pada zaman Nabi
saw maupun sesudahnya. Karenanya, penelitian terhadap Al Qur’an hanya berfokus pada
kandungan dan aplikasinya. Sedangkan untuk Hadits yang dikaji tidak hanya kandungan
dan aplikasinya, tetapi juga periwayatannya.
Hal ini disebabkan karena Al Qur’an itu memang langsung ditulis oleh para
sahabat Nabi saw yang dipercaya, sedangkan Hadits nanti sekitar 90 tahun meninggalnya
Nabi saw, baru ada usaha untuk menulisnya, membukukannya dan
mengkodifikasikannya secara sistematis.
Hadits merupakan induk dari sekian banyak disiplin ilmu agama. Ilmu ini
pernah menjadi mahkota dari ilmu-ilmu keislaman. Badruddin al-Zakarsyi (1344-1391
M) mengklasifikasikan ilmu-ilmu keislaman menjadi tiga bagian: Pertama, ilmu yang
telah “matang tetapi belum terbakar” (nadhaja wa lam yahtariq) seperti nahwu (tata
bahasa) dan ushul fiqh); Kedua, ilmu yang “belum matang dan belum pula terbakar”
seperti sastra dan tafsir; Ketiga, ilmu yang telah “matang dan terbakar pula”, yaitu
fikih dan hadits.

Pada masa Rasulullah masih hidup, zaman khulafaur rasyidin dan sebagian besar
zaman Umayyah sehingga akhir abad pertama hijrah, hadits-hadits nabi tersebar melalui
mulut kemulut (lisan). Ketika itu umat Islam belum mempunyai inisiatif untuk
menghimpun hadits-hadits nabi yang bertebaran. Mereka merasa cukup dengan
menyimpan dalam hafalan yang terkenal kuat. Dan memang diakui oleh sejarah bahwa
kekuatan hafalan para sahabat dan para tabi’in benar-benar sulit tandingannya. Hadits
nabi tersebar ke berbagai wilayah yang luas dibawa oleh para sahabat dan tabi‟in ke
seluruh penjuru dunia. Para sahabat pun mulai berkurang jumlahnya karena meninggal
dunia. Sementara itu, usaha pemalsuan terhadap hadits-hadits nabi makin bertambah
banyak, baik yang dibuat oleh orang-orang zindik dan musuh-musuh Islam maupun yang
datang dari orang Islam sendiri.
Al-Qur’an dan Hadits adalah sumber hukum utama bagi umat muslim di seluruh
dunia. Pengkajian terhadap teks Al-Qur’an dan hadits sejak masa klasik hingga
kontemporer memberi keluasan dalam pengkajian lebih lanjut. Karya-karya tafsir dan
kitab Hadits telah banyak ditulis dan dibukukan oleh ulama-ulama klasik yang menjadi
kitab rujukan dalam setiap pengkajian Al-Qur’an dan Hadits oleh generasi setelahnya.
BAB 1I
PEMBAHASAN

A. Hadits
Hadits adalah satu dari 4 sumber hukum Islam yang disepakati para ulama.
Hadits menjadi rujukan bagi umat muslim untuk menjelaskan hukum-hukum yang
terdapat dalam Al Quran. Secara terminologis, hadits dimaknai sebagai ucapan dan
segala perbuatan yang dilakukan Nabi Muhammad SAW. Sedangkan secara bahasa,
hadits berarti perkataan, percakapan, berbicara. Definisi hadits dikategorikan menjadi
tiga, yaitu perkataan nabi (qauliyah), perbuatan nabi (fi'liyah), dan segala keadaan nabi
(ahwaliyah). Sebagian ulama seperti at-Thiby berpendapat bahwa hadits melengkapi
sabda, perbuatan, dan taqrir nabi. Hadits juga melengkapi perkataan, perbuatan, dan
taqrir para sabahat dan Tabi'in.

B. Istilah Hadits
1. Hadits Dirayah
Ilmu Hadits Dirayah, dari aspek etimologi kata dirayah berasal dari kata dara,
yadri, daryan, dirayatan/dirayah yang berarti pengetahuan. Dengan demikian, yang
dibahas dalam ilmu ini adalah dari segi pengetahuannya yakni pengetahuan tentang
hadits atau pengantar ilmu hadits. Secara terminologi, Ilmu Hadits Dirayah adalah:

Ilmu yang mempelajari tentang hakikat periwayatan, syarat-syaratnya, macam-


macamnya, dan hukum-hukumnya; keadaan para periwayat, syarat-syarat mereka,
macam-macam periwayatan, dan hal-hal yang berkaitan dengannya.
Untuk memperjelas definisi di atas perlu dikemukakan secara terperinci:
1. Maksud hakikat periwayatan pada definisi di atas memindahkan berita dalam hadits
atau sesamanya dan menyandarkannya kepada orang yang membawa berita atau
yang menyampaikan berita tersebut atau kepada yang lainnya.
2. Syarat-syarat periwayatan maksudnya kondisi periwayat ketika menerima
(tahammul) periwayatan hadits, apakah menggunakan metode al-sama’, al-qira’ah,
al-ijazah, dan lain-lain.
3. Macam-macamnya yakni macam-macam periwayatan apakah bertemu langsung
(sanad muttasil) atau terputus (inqitha’).
4. Hukum-hukumnya, diterima (maqbul) atau ditolak (mardud).
5. Keadaan para periwayat, seorang periwayat ketika menerima (tahammul) dan
menyampaikan (ada’) hadits, adil atau tidak, di mana tempat lahir dan wafatnya.
Sedang kondisi apa yang diriwayatkan maksudnya hal-hal yang berkaitan dengan
persyaratan periwayatan ketika tahammul (menerima hadits) dan ada’
(menyampaikan periwayatan), persambungan sanad atau tidaknya, dan lain-lain.
Demikian juga berita yang diriwayatkan itu apakah rasional atau tidak, bertentangan
dengan al-Qur’an atau tidak, dan seterusnya.
6. Macam-macam periwayatan, artinya hadits macam-macam bentuk pembukuannya
apakah musnad, mu’jam, ajza’, dan lain-lain.
7. Hal-hal yang berkaitan dengannya, mengetahui istilah-istilah ahli hadits.1

2. Riwayah
Muhammad Abu Zahwu dalam kitabnya Al-Haditsu wal Muhadditsun,
memberikan definisi Ilmu Ushulur Riwayah atau Ilmu Riwayatul Hadits adalah ilmu
yang membahas tentang hakikat periwayatan, syarat-syaratnya, macam-macamnya,
hukum-hukumnya, dan keadaan perawi-perawinya dan syarat-syaratnya, macam-macam
yang diriwayatkan dan hal-hal yang berhubungan dengan itu (Anwar, 1981). Adapun
obyek Ilmu Hadits Dirayah ialah meneliti kelakuan para rawi dan keadaan marwinya
(sanad dan matannya). Dari aspek sanadnya, diteliti tentang ke'adilan dan kecacatannya,
bagaimana mereka menerima dan menyampaikan haditsnya serta sanadnya bersambung
atau tidak. Sedang dari aspek matannya diteliti tentang kejanggalan atau tidaknya,
sehubungan dengan adanya nash-nash lain yang berkaitan dengannya. 2
Dalam penjelasannya, beliau mengatakan bahwa yang dimaksud dengan: 1)
hakikat periwayatan adalah menyampaikan berita dan menyandarkannya kepada orang
yang menjadi sumber berita itu. 2) Syarat-syarat periwayatan adalah syarat-syarat perawi
1
Rita Eka Izzaty, Budi Astuti, and Nur Cholimah, Studi Hadits, Angewandte Chemie International Edition, 6(11),
951–952., 1967.
2
“View of PENGANTAR ILMU HADIS DAN CABANG-CABANG ILMU HADIS,” accessed September 12, 2022,
https://mushafjournal.com/index.php/mj/article/view/45/53.
di dalam menerima hal-hal yang diriwayatkan oleh gurunya, apakah dengan jalan
mendengar langsung atau dengan jalan ijazah, atau 277 lainnya. 3) Macam-macam
periwayatan, apakah sanadnya itu bersambung-sambung atau putus dan sebagainya. 4)
Hukum-hukumnya, artinya diterima atau ditolaknya apa yang diriwayatkannya itu. 5)
Keadaan perawi dan syarat-syaratnya, yaitu adil tidaknya dan syarat-syarat menjadi
perawi baik tatkala menerima hadits maupun menyampaikan hadits. 6) Macam-macam
yang diriwayatkan, ialah apakah yang diriwayatkannya itu berupa hadits Nabi, atsar atau
yang lain. 7) Hal-hal yang berhubungan dengan itu, ialah istilah-istilah yang dipakai oleh
ahli-ahli hadits.3

3. Hadits Nabawi
Hadis (baru) dalam arti bahasa lawan qadim (lama). Sedang menurut istilah
pengertian hadis ialah apa saja yang disandarkan kepada Nabi saw. Baik berupa
perkataan, perbuatan persetujuan atau sifat.
 Yang berupa perkataan, seperti perkataan Nabi saw: `Sesungguhnya sahnya amal itu
disertai dengan niat. Dan setiap orang bergantung pada niatnya….`
 Yang berupa perbuatan ialah seperti ajaranya pada sahabat mengenai bagaimana
caranya mengerjakan shalat, kemudian ia mengatakan : `Shalatlah seperti kamu
melihat aku melakukan shalat`. juga mengenai bagaimana ia melakukan ibadah haji,
dalam hal ini Nabi saw. Berkata : `Ambilah dari padaku manasik hajimu`.
 Sedang yang berupa persetujuan ialah :  seperti ia menyetujui suatu perkara yang
dilakukan salah seorang sahabat, baik perkataan ataupun perbuatan, dilakukan
dihadapannya atau tidak, tetapi beritanya sampai kepadanya. Misalnya : mengenai
makanan baiwak yang dihidangkan kepadanya, dan persetujuannya
 Dan yang berupa sifat adalah riwayat seperti : `bahwa Nabi saw. Itu selalu bermuka
cerah, berperangai halus dan lembut, tidak keras dan tidak pula kasar, tidak suka
berteriak keras, tidak pula bernicara kotor dan tidak juga suka mencela.`4

4. Qudsi

Lafadzh qudsi dinisbahkan sebagai kata quds, nisbah ini mengesankan rasa hormat,


karena materi kata itu menunjukkan kebersihan dan kesucian dalam arti bahasa. Maka kata taqdis
berarti menyucikan Allah. Taqdis sama dengan tathiir, dan taqddasa sama
dengan tatahhara (suci, bersih ) Allah berfirman dengan kata-kata malaikat-Nya : `……pada hal
kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan diri kami karena
Engkau.` (al-Baqarah : 30 ) yakni membersihkan diri untuk-Mu.

3
Ibid.
4
“Perbedaan Antara Quran Dengan Hadis Qudsi Dan Hadis Nabawi - STID DI AL-HIKMAH JAKARTA,” accessed
September 13, 2022, https://alhikmah.ac.id/perbedaan-antara-quran-dengan-hadis-qudsi-dan-hadis-nabawi/.
Secara Istilah, Hadis Qudsi ialah hadis yang oleh Nabi saw, disandarkan kepada Allah.
Maksudnya Nabi meriwayatkannya bahwa itu adalah kalam Allah. Maka rasul menjadi perawi
kalam Allah ini dari lafal Nabi sendiri.5

Cara Periwayatan Hadits Qudsi :


Bila seseorang meriwayatkan hadis qudsi maka dia meriwayatkannya dari Rasulullah
SAW dengan disandarkan kepada Allah, dengan mengatakan :
1. `Rasulullah SAW mengatakan mengenai apa yang diriwayatkannya dari Tuhannya`, atau
ia mengatakan:  …..”

Contoh : `Dari Abu Hurairah Ra. Dari Rasulullah SAW mengenai apa yang
diriwayatkannya dari Tuhannya Azza Wa Jalla, tangan Allah itu penuh, tidak dikurangi
oleh nafakah, baik di waktu siang atau malam hari….`

2. `Rasulullah SAW mengatakan : Allah Ta`ala telah berfirman atau berfirman Allah
Ta`ala.` Contoh: `Dari Abu Hurairah Ra, bahwa Rasulullah SAW berkata : ` Allah ta`ala
berfriman : Aku menurut sangkaan hamba-Ku terhadap-Ku. Aku bersamanya bila ia
menyebut-Ku.bila menyebut-KU didalam dirinya, maka Aku pun menyebutnya didalam
diri-Ku. Dan bila ia menyebut-KU dikalangan orang banyak, maka Aku pun
menyebutnya didalam kalangan orang banyak lebih dari itu….`

5. Hadits
6. Khabar
Khabar (‫ )الخبر‬secara bahasa berarti An-Naba’ (‫ )النبأ‬yang berarti kabar atau berita.
Adapun secara istilah khabar ini semakna dengan hadits sehingga memiliki definisi yang
sama dengan hadits.
Namun, menurut pendapat yang lain menyatakan bahwa khabar ini lebih umum
dari pada hadits. Sehingga definisi khabar adalah segala sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan juga kepada selain beliau. Syaikh
Utsaimin mengatakan :
 
‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم وَِإلَى َغي ِْر ِه‬ ِ ‫ْال َخبَ ُر َما ُأ‬
َ ‫ضيْفُ ِإلَى النَّبِ ِّي‬
 
Khabar adalah segala sesuatu yang disandarkan pada Nabi shallallaahu ‘alaihi
wasallam dan juga disandarkan kepada selainnya. 6

5
Ibid.
6
“MEMAHAMI ILMU HADIS - Asep Herdi - Google Buku,” accessed September 12, 2022,
https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=imYyDwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA35&dq=Hadits++Dirayah,+
+Riwayah,+hadits++Nabawi,+qudsi,++hadits,+Khabar,+
7. Atsar
Atsar (‫ )األثر‬secara bahasa berarti Baqiyyatu Asy-Syaii’ (‫ )بقية الشيء‬yang berarti sisa
dari sesuatu, atau jejak. Adapun secara istilah, atsar adalah :
‫ص َحابِي َأوْ التَّابِ ِعي‬ ِ ‫َما ُأ‬
َّ ‫ضيْفُ ِإلَى ال‬
 Segala sesuatu yang disandarkan pada sahabat atau tabi’in.
 
Adakalanya atsar juga didefinisikan dengan segala sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam. Namun biasanya penyebutannya
disandarkan dengan redaksi “dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam” sehingga
penyebutannya seperti ini :
َ ‫َوفِي اَأْلثَ ِر َع ِن النَّبِ ِّي‬
‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
Dalam sebuah atsar dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam . . .7

BAB 1II

+Atsar+&ots=iTfeVQ77ho&sig=xVy4VrUHYyCCSYNTa_P22rL2d8s&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false.
7
Ibid.
KESIMPULAN

Berdasarkan beberapa pembahasan di atas, maka dapat penulis simpulkan


sebagai berikut:

Anda mungkin juga menyukai