Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menatap prespektif keilmuan hadits, sungguh pun ajaran hadits telah ikut
mendorong kemajuan umat Islam. Sebab hadits Nabi, sebagaimana Al-Quran
telah memerintahkan orang-orang beriman menuntut pengetahuan. Dengan
demikaian prespektif keilmuan hadits, justru menyebabkan kemajuan umat Islam.
Bahkan suatu kenyataan yang tidak boleh luput dari perhatian, adalah sebabsebab dimana Al-Quran diturunkan. Bertolak dari kenyataan ini, Prof. A.
MuktiAli menyebutkan sebagai metode pemahaman terhadap suatu kepercayaan,
ajaran atau kejadian dengan melihatnya sebagai suatu kenyataan yang mempunyai
kesatuan mutlak dengan waktu, tempat, kebudayaan, golongan, dan lingkungan
dimana kepercayaan, ajaran dan kejadian itu muncul. Dalam dunia pengetahuan
tentang agama Islam, sebenarnya benih metode sosio-historis telah ada
pengikutsertaan pengetahuan asbab al nuul (sebab-sebab wahyu diturunkan) untuk
m,emahami Quran, dan asbab al wurud (sebab-sebab hadits diucapkan) untuk
memahami al-Sunnah.
B. Tujuan Masalah
Adapun tujuan pembahasan materi ini adalah:
1. Mengetahui apa itu Ilmu Hadist.
2. Mengetahui, bagaimana sejarah perkembangan Ilmu Hadist.
3. Dan apa-apa saja cabang-cabang dari ilmu hadist itu sendiri.
C. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Imu Hadist?
2. Bagaimana sejarah perkembangan Ilmu Hadist?
3. Apa saja cabang-cabang Ilmu Hadist?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Hadits


Ulumul Hadits adalah istilah ilmu hadits di dalam tradisi Ulama
Hadits (arabnya : Ulum al-Hadits). Dari segi bahasa ilmu hadist
terdiri dari dua kata yakni ilmu dan hadist, secara sederhana ilmu
artinya pengetahuan, knowledger, dan science, sedangkan hadist
secara etimologis, hadist memiliki makna jadid, qorib, dan
khabar.1
Ilmu hadist (Ulum Al;Hadits),secara kebahasaan berarti ilmuilmu tentang hadis.Kata ulum adalah bentuk jamak dari ilm
(ilmu).
Secara etimologis, seperti yang diungkapkan oleh As-Suyuthi,
ilmu hadist adalah :
Ilmu

pengetahuan

yang

membicarakan

cara-cara

persambungan hadis sampai kepada Rasul SAW.Dari segi hal


Ikhwal para rawinya,yang menyangkut ke dhabitan dan
keadilannya dan dari bersambung dan terputusnya sanad,dan
sebagainya.
Dalam hubungannya dengan pengetahuan tentang hadis,ada
ulama yang menggunakan bentuk ulum al hadist,seperti Ibnu
Salah (w. 642 H/1246 M) dalam kitabnya Ulum Al-Hadits, dan
ada juga yang menggunakan bentuk ilm al-hadist, seperti
Jalaluddin As-Suyuthi dalam mukadimah kitab hadisnya, Tadrib
Ar-Rawi. Penggunaan bentuk jamak disebabkan ilmu tersebut
bersangkut-paut dengan hadis Nabi SAW. Yang banyak macam
dan cabangnya. Hakim An-Naisaburi (321 H/933 M-405 H/1014
M)

misalnya,

dalam

kitabnya

Marifah

Ulum

Al-Hadist

mengemukakan 25 macam ilmu hadis. Muahammad bin Nasir Al1http://abdullatif16.pengertian-sejarah-dan-cabang-cabang. Dikutip pada
tanggal 28/02/2016 jam 22:59 pm.

Hazimi, ahli hadis klasik, mengatakan bahwa jumlah ilmu hadis


mencapai

lebih

dari

100

macam

yang

masing-masing

mempunyai objek kajian khusus sehingga bisa dianggap sebagai


suatu ilmu tersendiri.
Menurut Prof Dr T.M Hasbi Asidiq, Ilmu Hadist ialah : ilmu yang berkaitan
dengan hadist. Definisi ini dikemukakan mengingat ilmu yang berhubungan
dengan hadist sangat banyak macamnya. Hal ini disebabkan karena ulama yang
membahas masalah ini juga banyak, karenanya dijumpai sejumlah istilah yang
berkaitan dengan ilmu hadist.2
Adapun pengertiannya sebagai berikut:
a. Jadid, lawan qadim: yang baru (jamaknya hidast, hudatsa, dan
huduts);
b. Qorib: yang dekat, yang belum lama terjadi;
c. Khabar: warta, yakni: sesuatu yang dipercakapkan

dan

dipindahkan dari seseorang yang lain (Hasbi Asshiddiqy, 1980 :


20)
Adapun pengertian hadist secara terminologis menurut Ahli
Hadist:

Segala ucapan, segala perbuatan dan segala keadaan atau


perilaku Nabi Saw. (Mahmud Thahan, 1978 : 155).
Dengan

demikian

Ulumul

Hadits

adalah

ilmu-ilmu

yang

membahas atau berkaitan dengan hadits Nabi SAW. Para ulama


ahli hadist banyak yang memberikan definisi ilmu hadist, di
antaranya Ibnu Hajar Al-Asqalani:











2 Ikbal Zakaria. Ilmu Hadist. Dikutip pada tanggal 28/02/2016 jam
22.42 pm.

Kaidah-kaidah yang mengetahui keadaan perawi dan yang


diriwayatkan.
Dari definisi di atas dapat dijelaskan bahwa ilmu hadist adalah
ilmu yang membicarakan tentang keadaan atau sifat para perawi
dan yang diriwayatkan.
Ilmu hadits yakni ilmu yang berpautan dengan hadits. Apabila
dilihat kepada garis besarnya, Ilmu Hadits terbagi menjadi dua
macam. Pertama, Ilmu Hadits Riwayat (riwayah). Kedua, Ilmu
Hadits Dirayat (dirayah).
1. Ilmu Hadits Riwayah
Menurut bahasa riwayah dari akar rawa, yarwi, riwayatan yang
berarti an-naql = memindahkan dan penukilan, adz-dzikr =
penyebutan, dan
dikatakan

al-fath =

periwayatan

pemintalan. Seolah-olah dapat

adalah

memindahkan

berita

atau

menyebutkan berita dari orang-orang tertentu kepada orang lain


dengan dipertimbangkan/dipintal kebenarannya.
Kata riwayah artinya periwayatan atau cerita. Ilmu hadist
riwayah, secara bahasa, berarti ilmu hadist yang berupa
periwayatan.
Para ulama berbeda-beda dalam mengidentifikasikan ilmu hadis
riwayah, namun yang paling terkenal diantara definisi-definisi
tersebut adalah definisi Ibnu Al-Akhfani,yaitu :

Ilmu hadis riwayah adalah ilmu yang membahas ucapanucapan dan perbuatan-perbuatan nabi Saw, periwayatannya,
pencatatannya, dan penelitian lafaz-lafaznya.
Namun menurut Itr, definisi ini mendapat sanggahan dari
beberapa

ulama

hadis

lainnya

karena

definisi

ini

tidak

komprehensif,tidak menyebut kan ketetapan dan sifat-sifat nabi


SAW .Definisi ini juga tidak mengindahkan pendapat yang
menyatakan bahwa hadis itu mencakup segala apa yang
4

dinisbatkan kepada sahabat atau tabiin sehingga pemgertiam


hadis yamg lebih teapat menurut Itr adalah :

Ilmu yang membahas ucapan,perbuatan,ketetapan,dan sifatsifat nabis SAW,periwayatannya,penelitian lafaz-lafaznya.


Objek kajian ilmu Hadits Riwayah adalah Hadits Nabi saw dari
segi periwayatan dan pemeliharaannya. Hal tersebut mencakup:
a) Cara periwayatan Hadits, baik dari segi cara penerimaan
dan demikian juga dari cara penyampaiannya dari seorang
perawi ke perawi lain;
b) Cara
pemeliharaan

Hadits,

yaitu

dalam

bentuk

penghafalan, penulisan, dan pembukuannya.


Ilmu hadist riwayah bertujuan untuk memelihara hadis Nabi
SAW, dari kesalahan dalam proses periwayatan ataupun dalam
penulisan ataupun pembukuannya.lebih lanjut,ilmu ini juga
bertujuan agar umat islam menjadikan Nabi SAW, sebagai suri
teladan melalui pemahaman terhadap riwayat yang berasal
darinya

dan

mengamalkannya.Sesuai

dengan

firman

Allah

SWT,QS Al Ahzab ayat 21 :

Artinya: Sesungguh nya telah ada pada diri Rrasulullah itu suri

teladan

yang

baik

bagimu,

(yaitu)

bagi

orang

yang

mengharapkan rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia


banyak menyebut Allah.
2. Ilmu Hadist Dirayah
Ilmu Hadist Dirayah, dari segi bahasa kata berasal dari kata
dara, yadri, daryan, dirayatan/dirayah = pengetahuan, jadi yang
dibahas nanti dari segi pengetahuannya yakni pengetahuan
tentang hadist atau pengantar ilmu hadits.
Ibn al-Akfani memberikan Ilmu Hadits Dirayah sebagai berikut:
dan Ilmu Hadits yang khusus tentang Dirayah adalah ilmu yang
bertujuan untuk mengetahui hakikat riwayat, syarat-syarat,
macam-macam, dan hukum-hukumnya, keadaan para perawi,
syarat-syarat mereka, jenis yang diriwayatkan, dan segala
sesuatu yang berhubungan dengannya.
Istilah ilmu hadis Dirayah,menurut As-Suyuthi,muncul setelah
masa Al-Khatib Al-Baghdadi,yaitu pada masa Al-Akhfani,Ilmu ini
dikenal juga dengan sebutan ilmu ushul al-hadist,ulum alhadist,musththalah al-hadist,dan qawaid al-tahdist.
Definisi yang paling baik ,seperti yang diungkapkan oleh
Izzuddin bin Jamaah,yaitu :

Ilmu yang membahas pedoman-pedoman yang dengannya dapat


diketahui keadaan sanad dan matan.
1) Syarat-syarat riwayat, yaitu penerimaan para perawi terhadap
apa yang diriwayatkannya dengan menggunakan cara-cara
tertentu dalam penerimaan riwayat (cara-cara tahammul alHadits), seperti:
o Sama (perawi mendengarkan langsung bacaan Hadis dari
seorang guru),
6

o Qiraah (murid membacakan catatan Hadis dari gurunya di


hadapan guru tersebut),
o Ijazah (memberi izin kepada seseorang untuk meriwayatkan
suatu

Hadis

dari

seorang

ulama

tanpa

dibacakan

sebelumnya kepada seorang untuk diriwayatkan),


o Kitabah (menuliskan Hadis untuk seseorang),
o Munawalah, (menyerahkan suatu hadis yang tertulis kepada
seseorang untuk diriwayatkan),
o Ilam (memberitahu seseorang bahwa Hadis-Hadis tertentu
adalah koleksinya),
o Washiyyat (mewasiatkan kepada seseorang koleksi hadis
yang dikoleksinya), dan
o Wajadah (mendapatkan koleksi tertentu tentang Hadis dari
seorang guru).

2) Objek kajian atau pokok bahasan Ilmu Hadis Dirayah ini,


berdasarkan definisi di atas, adalah sanad dan matan Hadits.
Pembahasan tentang sanad meliputi:
a. Segi persambungan sanad (ittishal al-sanad), yaitu bahwa
suatu rangkaian sanad Hadis haruslah bersambung mulai dari
Sahabat sampai pada Periwayat terakhir yang menuliskan atau
membukukan

Hadis

tersebut;

oleh

karenanya,

tidak

dibenarkan suatu rangkaian sanad tersebut yang terputus,


tersembunyi, tidak diketahui identitasnya atau tersamar:
b. Segi kepercayaan sanad (tsiqat al-sanad), yatu setiap perawi
yang terdapat di dalam sanad suatu Hadis harus memiliki sifat
adil dan dhabith (kuat dan cermat hafalan atau dokumentasi
Hadisnya );
c. Segi keselamatan dan kejanggalan (syadz);
d. Keselamatan dan cacat (illat); dan
e. Tinggi dan rendahnya martabat suatu sanad.
Pembahasan mengenai matan adalah meliputi segi ke-shahihan

atau

ke

dhaifan-nya.

Hal

tersebut

dapat

dilihat

dari

kesejalananya dengan makna dan tujuan yang terkandung di


dalam al-quran, atau selamatnya:
a) Dari kejanggalan redaksi (rakakat al-faz);
b) Dari cacat atau kejanggalan dari maknanya (fasad almana), karena bertentangan dengan akal dan panca indera,
atau dengan kandungan dan makna al-quran, atau dengan
fakta sejarah; dan
c) Dari kata-kata asing (gharib), yaitu kata-kata yang tidak bisa
dipahami berdasarkan maknanya yang umum dikenal.
Pokok pembahasan naqd as-sanad adalah sebagai berikut :
1) Ittishal as-sanad (persambungan sanad),dalam hal ini tidak
dibenarkan

adanya

terputus,tersembunyi,tidak

rangkaian

sanad

yang

diketahui

identitasnya

atau

samar.
2) Tsiqat as-sanad,yakni sifat adil,cermat dan kuat serta
terpercaya yang harus dimiliki seorang periwayat.
3) Syadz,yakni kejanggalan yang terdapat atau bersumber dari
sanad.
4) Iilat,yakni cacat yang tersembun yi pada suatu hadis yang
kelihatannya baik atau sempurna.
Kajian terhadap masalah yang menyangkut matan disebut
naqd al-matn (kritik matan) atau kritik intern.disebut demikian
karena yang di bahas nya adalah materi hadis itu sendiri,yakni
perkataan,perbuatan atau ketetapan rasulullah Saw.

Pokok pembahasannya meliputi :


1. Kejanggalan-kejanggalan dari segi redaksi.
2. Fsad al-mana.yakni terdapat kejanggalan atau cacat pada
makna hadis karena bertentangan dengan indra dan akal.

3. Kata-kata gharib,yakni kata-kata yang tidak bisa di pahami


berdasarkan makna yang umum dikenal.
Tujuan dan faedah ilmu hadis dirayah adalah :
1. Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hadis dan ilmu
hadis dari masa ke masa sejak masa Rasulullah SAW samapai
sekarang ini.
2. Mengetahui tokoh-tokoh dan usaha yang dilakukan dalam
mengumpulkan,meriwayatkan,memelihara hadis.
3. Mengetahui kaidah-kaidah yang dipergunakan para ulama
dalam mengklasifikasikan hadis lebih lanjut.
Dengan mengetahui ilmu hadis dirayah kita bisa mengetahui
dan menetapkan maqbul (diterima dan mardad (ditolak) nya
suatu hadis.Karena dalam perkembangannya,hadis Nabi SAW
telah dikacaukan dengan munculnya hadis-hadis palsu yang
tidak hanya dilakukan oleh musuh-musuh islam,tetapi juga oleh
umat

islam

sendiri

dengan

motif

pribadi,kelompok,atau

golongan.Oleh karena itu ilmu hadis dirayah ini memiliki arti


penting dalam usaha pemeliharaan hadis Nabi SAW.Dengan ilmu
hadis dirayah kita dapat meneliti hadis mana yang dapat
dipercaya berasal dari Rsulullah SAW yang sahih (sah) dan
maudhu (palsu).
B. Sejarah Perkembangan Ilmu Hadits
Dalam tataran praktiknya,ilmu hadist sudah ada sejak periode
awal islam atau sejak periode Rasulullah SAW paling tidak dalam
arti dasar-dasarnya,Ilmu ini muncul bersamaan dengan mulainya
periwayatan hadis yang disertai dengan tingginya perhatian
sahabat

dalam

menerima

riwayat

yang

sampai

kepada

mereka.Berawal dengan cara yang sangat sederhana,ilmu ini


berkembang sedemikian rupa seiring dengan berkembangnya
masalah

yang

dihadapi.Pada

akhirnya,ilmu

ini

melahirkan

berbagai cabang ilmu dengan metodologi pembahasan yang


cukup rumit.

Pada periode Rasulullah SAW,kritik atau penelitian terhadap


suatu riwayat hadis yang menjadi cikal bakal ilmu hadis terutama
ilmu hadis dirayah dilakukan dengan cara yang sederhana
sekali.Apabila

seorang

sahabat

ragu-ragu

menerima

suatu

riwayat dari sahabat lainnya,ia segera menemui Rasulullah


SAW,atau

sahabat

lain

yang

dapat

di

percaya

untuk

mengonfirmasikannya.Setelah itu barulah dia menerima dan


mengamalkan hadis tersebut.
Pada periode sahabat, penelitian hadist yang menyangkut
sanad

ataupun

matan

hadis

semakin

menampakan

wujudnya.Abu Bakar ash-Shidiq (573-634 H) khalifah pertama


dari keempat khalifah besar,misalnya tidak mau menerima suatu
hadis

yang

disampaikan

oleh

seseorang

kecuali

yang

bersangkutan mampu mendatangkan saksi untuk memastikan


kebenaran riwayat yang disampaikannya.
Demikian pula, Umar bin Al-Khatab (581-644 H) bahkan Umar
mengancam akan memberi sanksi terhadap siapa saja yang
meriwayatkan hadis jika tidak mendatangkan saksi.Ia tidak mau
menerima suatu hadis yang disampaikan oleh seseorang,kecuali
orang yang menyampaikannya bersedia diambil sumpah atas
kebenaran

riwayat

tersebut.Meskipun

demikian,ia

tidak

menuntut persyaratan tersebut terhadap sahabat-sahabat yang


paling dipercaya kejujuran dan kebenarannya,seperti Abu Bakar
As-Sidiq.
Semua

yang

dilakukan

mereka

bertujuan

memelihara

kemurnian hadis-hadis rasulullah SAW. Diantara sahabat yang


terkenal yang tidak segan-segan membicarakan kepribadian
sahabat lain dalam kedudukannya sebagai periwayat hadis
adalah Anas bin Malik,Abdullah bin Abbas,dan Ubaida bin ashtshmit.

10

Kitab

Ulumul

hadis

bersifat

umum,dalam

perkembangan

selanjutnya muncul pula kitab ulumul hadis yang bersifat


khusus,yakni kitab yang membahas satu cabang ilmu hadis
tertentu dengan pembahasan yang lebih luas dan mendalam.
Pada mulanya, Ilmu Hadits memang merupakan beberapa ilmu
yang masing-masing berdiri sendiri, yang berbicara tentang
Hadits Nabi SAW dan para perawinya, seperti Ilmu Hadits alShahih, Ilmu al-Mursal, Ilmu al-Asma wa al-Kuna, dan lain-lain.
Penulisan Ilmu-Ilmu Hadits secara parsial dilakukan, khususnya
oleh para ulama abad ke-3 H. Umpamanya, Yahya ibnu Main
(234 H/848 M) menulis Tarikh al-Rijal, Muhammad ibn Saad (230
H/844 M) menulis Al-Ilal dan Al-Kuna, Muslim (261 H/875 M)
menulis kitab al- Asma wa al-Kuna, Kitab al- Thabaqat dan kitab
al- Ilal dan lain-lain.
Ilmu-ilmu yang terpisah dan bersifat parsial tersebut disebut
dengan Ulumul Hadits, karena masing-masing membicarakan
tentang

hadits

dan

perawinya.

Akan

tetapi,

pada

masa

berikutnya, ilmu-ilmu yang terpisah itu mulai digabungkan dan


dijadikan satu, serta selanjutnya, dipandang sebagai satu disiplin
ilmu yang berdiri sendiri.
Terhadap ilmu yang sudah digabungkan dan menjadi satu
kesatuan tersebut tetap dipergunakan nama Ulumul Hadits,
sebagaimana halnya sebelum disatukan. Jadi penggunaan lafaz
jama Ulumul Hadits, setelah keadaannya menjadi satu, adalah
mengandung makna mufrad atau tunggal, yaitu Ulumul Hadits,
karena telah terjadi perubahan makna lafaz tersebut dari
maknanya yang pertama beberapa ilmu yang terpisah- menjadi
nama dari suatu disiplin ilmu yang khusus, yang nama lainnya
adalah Mushthalah Hadits. Para ulama yang menggunakan nama
Ulum al-hadits, diataranya adalah Imam al-Hakim al-Naisaburi

11

(405 H/1014 M), Ibnu al-Shalah (643 H/1246 M), dan ulama
kontemporer seperti Zhafar Ahmad ibn Lathif al-Utsmani alThawani (1394 H/1974 M) dan Subhi al-Shalih. Sementara itu,
beberapa ulama yang datang setelah Ibn al-Shalah, seperti
al-Iraqi (806 H/1403 M) dan al-Suyuthi (911 H/1505 M),
menggunakan lafaz mufrad, yaitu Ilmu al-Hadits, di dalam
berbagai karya mereka.
C. Cabang-cabang Ilmu Hadits
Cabang-cabang Ilmu Hadits dikelompokkan menjadi beberapa,
sebagai berikut:
1. Ilmu Rijal al-Hadits
Ilmu untuk mengetahui para perawi hadist dalam kapasitas mereka sebagai
perawi hadist ilmu ini sangat penting kedudukannya dalam bidang ilmu hadist,
karena pada saat ini ada dua yaitu matan dan sanad. Ilmu Rijal al Hadist
memberikan pengertian kepada persoalan khusus persoalan seputar sanad.














Ilmu yang membahas para perawi hadits, baik dari sahabat, dari
tabiin, maupun dari angkatan-angkatan sesudahnya.
2. Ilmu Jarh wa at-Tadil
Ilmu yang membahas kecacatan rawi, seperti keadilan dan
kedhabitannya. Sehingga dapat ditentukan siapa diantara perawi
itu

yang

dapat

diterima

atau

ditolak

hadsit

yang

diriwayatkannya. Ilmu jarah wa tadil ini dikelompokan oleh


sebagian

ulama

kedalam

ilmu

hadist

yang

pokok

pembahasannya berpangkal kepada sanad dan matan.3

3 Ibid.

12

Ilmu yang menerangkan tentang hal cacat-cacat yang


dihadapkan

para

perawi

dan

tentang

pentadilannya

(memandang adil para perawi) dengan memakai kata-kata


yang khusus dan tentang martabat-martabat kata-kata itu.
3. Ilmu fannil mubhamat
Yang dimaksud dengan ilmu fannil mubhamat adalah,









Ilmu

untuk

mengetahui

nama

orang-orang

yang

tidak

disebutkan dalam matan atau dalam sanad.


Rawi-rawi yang tidak disebutkan namanya dalam shahih
Bukhari diterangkan dengan lengkap oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani
dalam Hidayatus Sari Muqaddamah Fathul Bari.4
4. Ilmu ilal al-hadist
Adapun yang dimaksud dengan ilmu ilal al-hadist, menurut
ulama Muhadditsin adalah,





Ilmu yang menerangkan sebab-sebab yang tersembunyi, tidak
nyata, yang dapat merusak hadits.
Misalnya mengatakan muttasil terhadap hadist mungathi,
menyebut marfu terhadap hadist yang mauquf, memasukan
hadist ke dalam hadist lain dan hal-hal lain seperti.
Abu Abdillah Al-Hakim An-Naisaburi dalam kitabnya Marifah
Ulum Al-Hadist5 menyebutkan bahwa ilmu ilal al-hadist adaalah
ilmu yang berdiri sendiri.

4Ibid.
5Ibid. Hlm. 153.

13

5. Ilmu Gharib Al-Hadist


Ilmu Gharb Al-Hadist adalah,






Ilmu yang menerangkan makna kalimat yang terdapat dalam
matan hadist yang sukar diketahui maknanya dan jarang
terpakai oleh umum.
Pada masa sesudahmasa sahabat, yaitu pada abat pertama
dan massaa tabiin sekitar tahun 150 H, bahasa arab yang tinggi
mulai tidak dipahami oleh umum, dan hanya kalangan terbatas
yang memahaminya. Untuk itu, para ahli hadist mengumpulkan
kata-kata yang tidak dipahami oleh umum dan kata-kata yang
jarang terpakai dalam pergaulan sehari-hari.
Menurut sejarah, orang yang mula-mula berusaha untuk
mengumpulkan lafazh yang gharib adlah abu ubaidah mamar
ibn al-mutsanna (w. 210 H), kemudian dikembangakan oleh abdul
hasan al-maazini (w.240 H).6
6. Ilmu Nasikh Al-Mansukh
Nasask secara etimologis
mengutip, menyalin,

berarti

(menghilangkan)

atau

sedangkan ilmu nasikh wa al-mansukh

hadist, menurut ulama hadist, adalah,













Ilmu

yang

menerangkan

hadits-hadits

yang

sudah

di

mansuhkan dan yang menashihkannya.


Ilmu

yang

membahas

hadist-hadist

yang

yang

saling

bertentangan yang tidak mungkin bisa dikompromikan, dengan


cara menentukan sebagainya sebagai nasikh dan sebagian
lainnya

sebagai

nasikh

dan

sebagian

lainnya

sebagai

6Ash-Shiddieqy. Op. Cit. Hlm. 162.

14

mansukh. Yang terbukti datang terdahulu sebagai mansukh


dan yang terbukti datang kemudian sebagai nasikh.7
Kaidah yang berkaitan dengan naskh, antara lain berupa cara
mengetahui naskh, yakni penjelasan dari Rasulullah SAW sendiri,
keterangan sahabat dan

dari tarikh datangnya matan yang

dimaksud.
7. Ilmu Talfiq Al-Hadist
Ilmu talfiq al-hadist adalah,












Ilmu yang membahas cara mengumpulkan hadist-hadist yang
berlawanan lahirnya.8
Cara mengumpulkan dalam talfiqal-hadist ini adalah dengan
men-takhsis-kan makna hadist yang amma (umum), men-taqyidkan hadist yang mutlaq, atau melihat berapa banyak hadist itu
terjadi. Para ulama menamai ilmu hadist ini dengan mukhtalifalhadist.
8. Ilmu Tashif wa At-Tahrif
Ilmu tashif wa at-tahrif adalah,

Ilmu yang menerangkan hadits-hadits yang sudah diubah


titiknya

(yang

dinamai

Mushahaf)

dan

bentuknya

yang

dinamai Muharraf.9

7Al-khatib. Op.cit. hlm. 259.


8Ash-shiddieqy. Op. Cit. Hlm. 164.
9Ibid. Hlm. 98.

15

Diantara kitab dalam ilmu ini adalah kitab al-tashnif wa attahrif, susunan al-daruquthni (w. 385 H) dan abu ahmad al-askari
(w. 283 H).
9. Ilmu Asbab Al-Wurud Al-Hadist
Pengertian ilmu asbab al-wurud al-hadist ini adalah,












Ilmu yang menerangkan sebab-sebab nabi menuturkan
sabdanya dan masa-masanya nabi menuturkan itu.10
Ilmu ini sangat penting untuk memahami dan menafsirkan
hadist serta mengetahui hikmah-hikmah yang brkaitan dengan
wurud hadist, sabagaimana pentingnya kedudukan asbad alnuzul dalam memahami al-quran.
10. Ilmu Mushthalah Ahli Hadist
Ilmu mushthalah ahli hadist adalah,



Ilmu

yang

menerangkan

pengertian-pengertian

(istilah-

istilah) yang dipakai oleh ahli-ahli hadist.11


Ulama yang mula-mula menyusun kitab tentang ilmu ini
adalah Abu Muhammad Ar-Ramahurmuzy (w. 360 H). Kitab ini
boleh diaktakan kitab yang cukup lengkap isinya.

10Soetari. Op.cit. hlm. 212.


11Ash-Shiddieqy. Op. Cit. Hlm. 165.

16

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, kita dapat mengetahui
tentang:
1. Apa pengertian Ilmu Hadist.
2. Bagaimana sejarah perkembangan Ilmu Hadist.
3. Apa Cabang-cabang Ilmu Hadist.
Jadi Ilmu Hadist itu sendiri memberikan manfaat yang sangat
baik bagi kita semua.
B. Saran
Saran dari penulis, semoga apa yang kita bahas di dalam makalah ini, agar
dapat mengetahui, betapa pentingnya Ilmu Hadist dalam Islam, begitupun dengan
Sejarahnya Ilmu Hadist, yang mana memberikan pengetahuan bagi kita semua
orang dan kepentingan umum, terutama, kita lebih dapat mendekatkan diri kepada
Allah dan mengikuti sunnah Rasul.
Penulis juga mengharapkan kepada pembaca untuk memberikan sarannya juga
terhadap penyusunan kalimat yang telah penulis susun, agar bisa dimaklumi untuk
dapat juga sebagai pembelajaran bagi penulis dan kawan-kawan lainnya di masa
yang akan datang. Amin.

17

Anda mungkin juga menyukai