Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

“KATEGORISASI HADIST BERDASARKAN KONDISI IDENTITAS


PERIWAYATNYA DALAM SANAD DAN RELEVANSINYA TERHADAP
PENGGUNAAN HADIST NABI”

Dosen Pengampu : Ibu Sulhah Nurullaily, S.H.i.,M.E.I

DISUSUN OLEH :
Fatimah Hannah (22108030027)
Mas’ud Arif Hardiyanta (22108030028)
Febri Maulana (22108030029)

MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2022
Kata Pengantar

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah yang telah memberikan rahmat


hidayah-Nya serta kesehatan kepada kita semua sehingga penyusunan makalah
yang berjudul Konsep Dasar Kategorisasi Hadis Berdasarkan Data Periwayatnya
dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Makalah ini disusun berdasarkan materi-
materi yang ada. Tugas ini bertujuan agar menambah pengetahuan dan wawasan
mahasiswa dalam bidang ilmu hadis.
Dalam penyusunan tugas makalah ini, tidak sedikit hambatan yang
dihadapi. Namun kelancaran dalam penyusunan makalah tugas mata kuliah ini
tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingannya sehingga kendala-kendala
yang dihadapi dapat teratasi. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih
kepada ibu dosen pengampu mata kuliah Ulum Al-Hadist, ibu Shulhah Nurullaily,
S.H.I, M.E.I yang telah memberikan pengarahan.
Tak lepas dari kekurangan, kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Saran dan kritik yang bersifat membangun diharapkan demi karya
yang lebih baik dimasa mendatang. Besar harapan kami semoga makalah tugas
mata kuliah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami dan pembaca pada
umumnya

Yogyakarta, 10 November 2022

Kelompok 10
Daftar isi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadis merupakan salah satu pokok syariat yang menjadi sumber bagi
ajaran Islam. Melihat kedudukan yang penting tersebut, maka setiap umat
Islam harus mempelajari dan mendalami ilmu-ilmunya, baik dari segi riwayah
yakni ilmu yang mempelajari tentang periwayatan yang secara teliti dan
berhati-hati dari segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi, baik itu berupa
perkataan (qaul), perbuatan (fi’li), dan persetujuan (taqrir), serta segala
sesuatu yang disandarkan kepada selain Nabi, yakni sahabat dan tabi”in.
Maupun dari segi dirayah, yakni ilmu yang membahas tentang hakikat
periwayatan, macam-macamnya, syarat-syaratnya hukum-hukum, keadaan
perawi dan hal lain yang berkaitan dengannya. Kedua ilmu tersebut saling
berkaitan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Kata ilmu hadis merupakan serapan dari bahasa arab yang terdiri dari dua
kata, ‘ilm dan hadis. Maka ilmu hadis adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji
apa yang disandarkan kepada Rasulullah SAW baik berupa perkataan,
perbuatan, ketetapan maupun lainnya. Secara terminologis, ilmu yang
membahasa cara-cara persambungan hadis hingga rasulullah, dari segi ihwal
perawinya yang menyangkut kedhobitannya dan keadilannya, dan dari
tersambung atau teputusnya sanad. Ilmu hadis terbagi menjadi dua bagian :
1. Ilmu Hadis Riwayat
adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana bersambungnya
hadits-hadits yang ada dengan Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-,
dari sisi kondisi para perawinya, sisi hafalan dan keadilannya (bisa
dipercaya), dan dari sisi bagaimana sanadnya, bersambung atau terputus
dan lain sebagainya
2. Ilmu Hadis Dirayat
adalah ilmu yang membahas tentang makna kontekstual dari
redaksi hadits dan tentang maksud yang terkandung di dalamnya
disesuaikan dengan kaidah bahasa Arab dan rambu-rambu syari’at dan
disesuaikan dengan kondisi Nabi SAW.
Lalu kemudian dari ilmu hadis Riwayah dan Dirayah, pada
perkembangan selanjutnya, muncullah cabang-cabang ilmu hadis lainnya
seperti ilmu Rijal al-Hadis, al-Jarh wa al-Ta’dil, Tarikh ar Ruwah, I’llal
al Hadis, al-Nasikh wa al-Mansukh, Asbab Wurud al Hadis, Mukhtalif al-
Hadis.
Dari cabang ilmu hadis yang telah disebutkan terdapat salah satunya ilmu
rijalil hadis, yang dimaksud dengan ilmu itu ialah ilmu yang membahas
tentang para perawi hadis, baik dari sahabat, tabi’in maupun dari angkatan
sesudahnya. Kitab- kitab yang disusun dalam ilmu ini banyak ragamnya, dan
pada makalah ini kami akan membahasa beberapa dari pembahasan yang
dituliskan dalam kitab kitab ilmu rijlail hads tersebut.
B. Rumusan Masalah
1) Apa yang dimaksud
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu Hadist
Kata ilmu hadis merupakan kata serapan dari bahasa arab ilmu al-hadis
ayang terdiri dari dua kata yaitu ilmu dan al-hadis. Maka ilmu hadis berarti
ilmu pengetahuan yang mengkaji atau membahas tentang segala yang
disandarkan kepada Nabi saw. Baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan
maupun lainnya.
Secara terminologis ilmu hadis adalah ilmu pengetahuan yamg
membahas tentang cara-cara persambungan hadis sampai pada rasul saw. Dari
segi hal ihwal para prawinya yang menyangkut kedhobitan dan keadilannya,
dan dari bersambung dan terputusnya sand, dan sebagainya.
Secara garis besar ilmu-ilmu hadits dapat dibagi menjadi dua, yaitu
ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits diroyah, dengan penejelasan sebagai
berikut :
1) Ilmu Hadis Riwayah
Kata riwayah artinya periwayatan atau cerita. Maka ilmu hadis
riwayah artinya ilmu berupa periwayatan. Secara terminologis, Ilmu hadis
riwayah ialah ilmu yang mencakup perkataan dan perbuatan nabi,
periwayatannya, pemeliharaannya, dan penulisan atu pembukuan lafad-
afadnya. Ilmu hadis riwayah ini berkisar pada bagaimana cara-cara
penukilan hadis yang dilakukan oleh para ahli hadis, bagaimana cara
menyampaikan kepada orang lain dan membukukan hadis dalam suatu
kitab.Dengan definisi tersebut dapat dikatakan ilmu hadis riwayah ialah
pengetauan tentang hadis itu sendiri. Obyek ilmu riwayah adalah pribadi
nabi, yakni perkataan, perbuatan, taqrir dan sifatnya dan membicarakan
bagaimana cara menerima, menyampaikan kepada porang lain,
memindahkan dan mentadwinkan hadis
2) Ilmu Hadis Dirayah
Ilmu hadis diroyah juga dikenal dengan sebutan Mustholah alhadis,
ilmu ushul al-hadis, dan qowa’id at-tahdis. Ilmu hadis diroyah ialah suatu
ilmu untuk mengetahu keadaan sanad dan matan, diterima atau diterima,
dan yang bersangkut dengan itu. Obyek ilmu Hadis Diroyah ialah sanad
dan matan dari sudut diterima atau ditolaknya suatu hadis. Obyek ilmu
Hadis Diroyah ialah sanad dan matan dari sudut diterima atau ditolaknya
suatu hadis.

Setelah perkembangan muncullah cabang cabang hadis lainnya,


seperti Rijal al-Hadis, al-Jarh wa al-Ta’dil, Tarikh ar Ruwah, I’llal al
Hadis, al-Nasikh wa al-Mansukh, Asbab Wurud al Hadis, Mukhtalif al-
Hadis.

Ilmu Rijalul Hadist


Ilmu rijalul hadits merupakan salah satu cabang besar ilmu yang tumbuh
dari hadits riwayah dan dirayah. Ilmu ini dapat membantu kita untuk mengetahui
keadaan para perawi yang menerima hadits dari Rasulullah saw. Rijalul Hadits
adalah ilmu yang membahas tentang hal ihwal dan sejarah para perawi
darikalangan sahabat, tabi'in, dan tabi'ut tabi'in. Para ulama muhadditsin
mendefenisikan ilmu rijalul hadits adalah ilmu yang membahas tentang para
perawi dan biografi nya dari kalangan sahabat, tabi'in dan tabi'in tabi'in.
Ilmu rijalul hadits muncul bersamaan dengan kebutuhan para ulama akan
periwayatan hadits. Oleh karena itu, para ulama merasa berkepentingan
menelusuri jati diri pembawa hadits dan guru-guru yang menyampaikan hadits.
Objek pembahasan ilmu rijalul hadits adalah semua tokoh yang terlibat dalam
persoalanhadits, baik itu periwayat dalam sanad dan kritikus periwayat. Jadi, jelas
bahwa ilmu ini tidakhanya membicarakan tentang prosesi kritik atau proses
periwayatan tetai juga membahas tentang tokoh-tokohnya. Berikut beberapa hal
yang dibahasa dalam ilmu rijalul hadist.
1. Muhmal
Menurut bahasa: Merupakan isim maf’ul dari kata ‫االهمال‬, yang berarti
‫( الترك‬mencampakkan). Jadi, si rawi meninggalkan namanya tapa menyebut
perbedaan dengan yang lainnya.
Menurut istilah: Rawi meriwayatkan hadits dari dua orang yang serupa
namanya, atau bahkan serupa nara bapak-bapaknya, atau yang semacam itu;
tetapi tidak membedakan secara khusus satu sama lain.
Ihmal dapat merusak hadis jika salah seorang tsiqah, sedangkan yang
lainnya da’if. Dalam hal ini tidak diketahui siapa yang meriwayatkan.
Mungkin salah satu dari keduanya da’if sehingga haditsnya jadi dla’lf. Lain
lagi jika keduanya itu tsiqah, ihmal tidak membuat rusaknya hadits yang
shahih.
2. Asma’ Man Isytahara Bi Kunahum
Pembahasan in dimaksudkan untuk mempelajari nama-nama yang populer
dengan nama panggilan (kunyah)nya, sehingga kita mengetahui nama
sebenarnya masing-masing mereka yang tidak populer.
Manfaat dari pengetahuan pembahasan ini agar tidak ada dugaan
bahwa sosok satu orang itu dikira dua orang, terutama jika sewaktu-waktu
disebutkan nara yang tidak populer dari orang tersebut, lalu di waktu lainnya
disebutkan kunyahnya yang populer. Orang yang tidek mengetahui hal ini
akan muncul kesaitialan, lalu mengira bahwa hal itu adalah dua orang yang
berbeda, padahal sebenarnya satu orang.
Ada beberapa pembagian pemilik kunyah seperti, nama dan
kunyahnya sama, yang dikenal kunyah dan tidak diketahui apakah memiliki
nama asli atau tidak, memiliki laqob dan kunyah, memiliki dua kunyah, atau
lebih, diperselihkan kunyahnya, dikenal kunyahnya tapi namanya
diperselihkan, dikenal nama dan kunyahnya, kunyahnya populer dan namanya
dikenal, namanya terkenal dan kunyahnya dikenal.
3. Asma’ Man Dzukiro bi Asma’ wa aw-Shof al-Mukhtalifah
Yaitu rawi yang diberi sifat berupa beberapa nama, laqab maupun kunyah
yang berbeda-beda, baik ditujukahs pada satu orang atau sekelompok orang.
Contohnya : Muhammad bin Saib al-Kalbi, sebagian menyebutnya dengan Abu
Nadir, sebagian lagi dengan Hammad bin Saib, lainnya dengan Abu Said
Manfaatnya :
a. Menghilangkan kerancuan terhadap nama seseorang, dan menghilangkan
dugaan bahwa hal itu terdiri dari beberapa orang.
b. Untuk mengungkap adanya tadlis as-syuyukh.
4. Musytabih
Menurut bahasa: Merupakan isim fa'il dari kata at-tasyabuh yang berarti
at-tamatsilu. Yang dimaksudkan dengan mutasyabih disini adalah al-multabisu
(menyerupai). Mutasyabih juga dipakai terhadap al-Quran, yaitu yang
maknanya serupa.
Menurut istilah; Kesamaan nama para perawi, baik lafadz maupun
tulisannya; namun nama-nama bapaknya berbeda dalam hal lafadznya, bukan
tulisannya; atau sebaliknya.
Contohnya :
a. Muhammad bin 'Uqail, dengan dlammah pada huruf 'ain. Dan Muhammad
bin ‘Aqil, dengan fathah pada huruf 'ainnya. Nama rawinya sama, tetapi
nama bapaknya berbeda.
b. Syuraih bin Nu'man dan Suraih bin Nu'man. Nama rawinya
bertiedia tetapi nama ba palnya sama
5. Mu’talif dan Mukhtalif
Pengertian
a. Menurut bahasa: Mu-talif merupakan isim fa'il dari kata al-i'tilaf
yang berarti berkumpul dan berjumpa, lawan dari berpisah.
Sedangkan mukhtalif merupakan isim fail dari kata al-ikhtilaf,
yaitu lawan dari sepakat.
b. Menurut istilah: Kesamaan nama, laqab, kunyah atau pun nasab
dari sisi tulisannya, tetapi lafadznya berbeda
Contohnya :
a. ‫ سلم‬dan ‫سلّم‬. Yang pertama huruf lamnya ringan, sedangkan yang kedua
huruf lamnya tasydid.
b. ‫ مسور‬dan ‫ مسوّر‬Yang pertama huruf mim-nya dikasrah, sin-nuà disukun
dan wawu-nya ringan; sedangkan yang kedua huruf mim-nya didlammah,
sin-nya difathah, dan wawu-nya ditasydid.
c. ‫ بزز‬dan ‫ب ّزر‬. Yang pertama huruf akhirnya zai, sedangkan yang kedua
huruf akhirnya ra.
d. ‫ ثور‬dan ‫توّز‬. Yang pertama dengan huruf isa dan ra, sedangkan yang
kedua dengan huruf ta dan zai
6. Muttafiq dan Muftariq
Pengertian
a. Menurut bahasa: al-Muttafiq merupakan isim fa'il dari kata al- ittifaq.
Sedangkan al-muftariq juga merupakan isim fa'il dari kata al-iftiraq, yang
menjadi lawan kata al-ittifaq.
b. Menurut istilah: Kesamaan nama para perawi dengan nama bapak-
bapak mereka, bahkan lebih dari itu, baik tulisan maupun lafadznya,
padahal orangnya berbeda. Dari situ kemudian terjadi kesamaan nama-
nama mereka dengan kunyah (julukan)nya, atau terjadi kesamaan nama-
nama mereka dengan nasabnya, atau yang sejenis itu.
Contohnya :
a. Khalil bin Ahmad: ada enam orang yang namanya sama; yang
terpenting dari mereka adalah syekh Sibawaih.
b. Ahmad bin Ja'far bin Hamdan: ada empat orang pada masa
yang sama.
Urgensi dan Manfaat
Pengetahuan mengenai perkara ini amat penting. Para ulama,
bahkan dari kalangan senior, kadangkala tergelincir disebabkan
ketidaktahuan mereka terhadap perkara ini, Manfaatnya antara lain :
a. Supaya tidak ada dugaan kesamaan dalam satu nama, padahal
orangnya banyak. Ini berlawanan dengan al-muhmal, yang
dikhawatirkan adanya dugaan satu orang dianggap sebagai dua
orang.
b. Supaya bisa membedakan orang perorang yang sama namanya.
Kadangkala salah seorang tsiqah sementara yang lainnya dla’if,
akibatnya yang shahih bisa didla’ifkan, atau sebaliknya
7. Al- alqob
Alqab jamak dari kata laqab. Laqab merupakan sifat yang
menunjukkan keutamaan atau kelemahan, atau yang menunjukkan pujian
atau celaan. Maksud dari pembahasannya adalah mencari dan mengkaji
mengenai laqab para ahli hadits dan para perawi untuk mengenalnya dan
menghafalnya
Manfaat Mempelarinya
a. Menghilangkan dugaan terhadap berbagai laqab yang sama dan
mengetahui bahwa adakalanya seseorang itu disebut dengan namanya, di
waktu lain disebut laqabnya, sehingga disangka dua orang, padahal satu
orang.
b. Untuk mengetahui penyebab dilekatkannya laqab terhadap perawi,
sehingga dapat diketahui maksud yang sebenarnya dari laqab yang
seringkali maknanya banyak berbeda dengan penampakannya.
Pembagiannya :
a Tidak boleh dikenalkan dengannya: Yaitu jika dia (yang mendapatkan
laqab) tidak menyukainya.
b. Boleh dikenalkan dengannya: Yaitu jika dia (yang mendapatkan laqab)
tidak membencinya
Contohnya :
a. Ad-Dlal: Ini laqab bagi Muawiyah bin Abdul Karim ad-Dial, diberi
laqab ini karena dia pernah tersesat di jalan kota Makkah.
b. Sha’iqah: Laqab bagi Muhammad bin Ibrahim al-Hafidh. Bukhari
meriwayatkan haditsnya. Diberi laqab ini arena kuat hafalan dan
ingatannya

8. al-Mansubun ila Ghayri Abiihim


Pengertian
Nasab yang populer tetapi bukan kepada bapaknya, baik dekat
seperti kepada ibunya atau kakeknya, maupun jauh seperti orang yang
memeliharanya atau yang semacamnya,lalu mengetahui nama bapaknya.
Pembagian dan Contohnya :
a. Yang dinasabkan kepadà ibunya: sepert Mu'adz, Mu'awwidz dan 'Audz
Bani 'Afra. Bapak mereka adalah al Harits; contoh lain Bilal bin
Hamamah, bapaknya adalah Rabah; Muharrad bin al-Hanafiyah, bapakya
adalah Ali bin Abi Thalib.
b. Yang dinasabkan kepada neneknya, baik yang bagian atas atau pun
bawah, seperti Ya’la bin Maniyah, Maniah adalah ibu dari bapaknya,
bapaknya sendiri adalah Umayah; Basyir bin Khashashiyah, Khashashiyah
merupakan ibu ketiga (ibunya nenek) dari kakek-kakeknya, bapaknya
sendiri adalah Ma bad.
c. Yang dinasabkan kepada kakeknya: seperti Abu Ubaidah bin Jarrah,
namanya adalah Amir bin Abdullah bin al -Jarrah; Ahmad bin Hanbal
namanya adalah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal.
d. Yang dinasabkan kepada orang lain karena penyebab tertentu: seperti
Miqdad bin Amu al -Kindi, dinyatakan bahwa dia adalah Miqdad bin al-
Aswad, sebelumnya dia berada dalam pengasuhan Aswad bin Abdu
Yaghuts, lalu mengadopsinya.

BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai