Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Junaidi mendefinisikan pengertian tasawuf adalah membersihkan hati dari apa saja
yang mengganggu perasaan makhluk, berjuang menanggalkan pengaruh budi yang asal
insting kita, memadamkan sifat-sifat kelemahan kita sebagai manusia, menjauhi segala
seruan hawa nafsu, mendekati sifat-sifat kerohanisn, bergantung pada ilmu-ilmu hakikat,
memakai barang yang penting dan terlebih kekal, menaburkan nasihat kepada semua
orang, memgang teguh dengan janji dengan Allah dalam hal hakikat, dan mengikuti
contoh Rasulullah dalam hal syariat. Dalam tasawuf dikenal yang namanya tasawuf
irfani yang artinya orang yang bermakrifat kepada Allah. Adapun salah satu tokoh dalam
tasawuf irfani yaitu Abu Manshur Al-Halajj. Abu Mansur Al-Halajj mempunyai ajaran
tasawuf yaitu hulul, haqiqah muhamadiyah dan wahdat asy-syuhud, ketiga ajarannya
menggambarkan tentang bagimana ia menempatkan dirinya dengan Tuhan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perjalanan atau biografi Abu Manshur Al-Halajj?
2. Bagaimana bentuk ajaran tasawuf Abu Manshur Al-Halajj?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Abu Manshur Al-Halajj


Nama lengkap al-Halajj adalah Abu Bakar Al-Mugis al-Husain ibn Mansur ibn
Muhammad al-Baidawi. Ia lahir pada tahun 244 H/858 M, di desa Thur wilayah
Baida, Persia. Ia menghabiskan masa kecilnya di kota Wasit Bagdad. Ketika usianya
menginjak 16 tahun ia mulai belajar tasawuf kepada guru-guru sufi secara serius.
Diantara gurunya tercatat nama Abdullah at-Tustari, seorang sufi yang menulis tafsir
tasawufnya dinisbahkan kepada namanya, at-Tustari. Dua tahun kemudian ia pergi ke
kota ilmu, Basrah. Di kota tersebut ia belajar tasawuf kepada Amr al-Makki. Tahun
berikutnya 878 M ia pergi ke Bagdad dan sempat belajar tasawuf di bawah bimbingan
Junaid al-Bagdadi. Seperti kebanyakan sufi yang sezaman dengannya, banyak
bepergian dari satu kota ke kota lain, dari satu Negara ke Negara yang lain dalam
rangka talab al-ilm dan riyadah jasadiyyah, demikian juga al-Halajj bepergian dari
satu kota ke kota yang lain dari satu wilayah ke wilayah yang lainnya. Kota-kota yang
pernah ia kunjungi antara lain: Khurazan, Ahwaz, Turkistan, India, Hijaz, Makkah
dan Madinah al-Munawwarah. Sebagai seorang sufi yang hidup wara dan zuhud,
banyak orang yang tertarik dan kagum serta menjadi pengikutnya. Salah seorang
sahabat muridnya adalah kepala rumah tangga istana bernama Nasr al-Qusyairi. Al-
Halajj dan al-Qusyairi sering melontarkan keritik terhadap penyelewengan-
penyelewengan yang terjadi di kerajaan serta kesewenang-wenangan khalifah dalam
menjalankan roda pemerintahannya. Kritik yang konstruktif menjadi bumerang bagi
al-Halajj, karena khalifah menanggapinya dengan kekrasan. Pemikiran al-Halajj,
yakni hulul dan ucapan satahatnya ana al-Haq dijadikan alasan oleh khalifah untuk
mengkafirkan al-Halajj sehingga ia dipenjarakan selama delapan tahun, disiksa dan
akhirnya di bunuh dengan cara disalib. Tanggal 24 Zul-Qadah 309 H/24 Maret 922
M, al-Halajj dihukum gantung, sebelum digantung ia dicambuk seribu kali, tetapi ia
tidak pernah mengaduh apalagi mengeluh kesakitan, malah ia minta izin shalat dua
rakaat, setelah shalat lalu ia menghembuskan nafasnya yang terakhir di tiang
gantungan.
B. Ajaran Tasawuf Abu Manshur Al-Halajj
1. Hulul
Hulul merupakan salah satu ajaran tasawuf al-Halajj yang paling terkenal, al-
Halajj pernah mengaku bersatu dengan Tuhan (hulul). Kata al-hulul, berdasarkan
pengertian bahasa, berarti menempati suatu tempat. Adapun menurut istilah ilmu
tasawuf, al-hulul berarti paham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-
tubuh manusia tetentu untuk mengambil tempat di dalamnya setelah sifat-sifat
kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan. Menurut al-halajj, Allah
mempunyai dua sifat dasar, yakni lahut (sifat ketuhanan) dan nasut (sifat
kemanusiaan). Demikian juga manusia di samping memiliki sifat nasut juga sifat
lahut di dalam dirinya. Karena di dalam diri Tuhan ada sifat kemanusiaan dan di
dalam diri manusia ada sifat ketuhanan, keduanya mungkin bersatu dalam bentuk
hulul, yaitu pada saat seorang sufi telah menghilangkan sifat-sifat nasutnya
melalui fana, yang tinggal hanyalah sifat lahut di dalam dirinya. Pada saat itulah,
Tuhan mengambil tempat (hulul) di dalam diri seorang sufi tersebut. Terjadilah
persatuan antara roh Tuhan dan roh manusia dalam tubuh manusia. Al-Halajj
berpendapat bahwa dalam diri manusia sebenarnya ada sifat-sifat ketuhanan. Ia
menakwilkan: Artinya: Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada Para
Malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia
enggan dan takabur dan adalah ia Termasuk golongan orang-orang yang kafir.
(Al-Baqarah: 34) Pada ayat di atas, Allah memberi perintah kepada Malaikat
untuk sujud kepada Adam. Karena yang berhak untuk diberi sujud hanya Allah,
Al-Halajj memahami bahwa dalam diri Adam sebenarnya ada unsur ketuhanan. Ia
berpendapat demikian karena sebelum menjadikan makhluk, Tuhan melihat dzat-
Nya sendiri dan ia pun cinta kepada dzat-Nya sendiri, cinta yang tak dapat
disifatkan, dan cinta inilah yang menjadi sebab wujud dan sebab dari yang
banyak. Ia mengeluarkan sesuatu dari tiada dalam bentuk copy diri-Nya yang
mempunyai segala sifat dan nama. Bentuk copy ini adalah Adam. Pada diri
Adamlah, Allah muncul. Teori di atas tampak dalam syairnya: Mahasuci Dzat
yang sifat kemanusiannya membuka rahasia ketuhanan-Nya yang gemilang
Kemudian kelihatan bagi makhluk-Nya dengan nyata. Dalam bentuk manusia
yang makan dan minum Melalui syair di atas, tampaknya al-Halajj
memperlihatkan bahwa Tuhan mempunyai dua sifat dasar, yaitu lahut dan nasut.
Jika nasut Allah mengandung tabiat seperti manusia yang terdiri dari roh dan
jasad, lahut tidak dapat bersatu dengan manusia, kecuali dengan cara menempati
tubuh setelah sifat-sifat kemanusiaannya hilang, seperti yang terjadi pada diri Isa.
Oleh karena itu, al-Halajj mengatakan dalam syairnya: Jiwamu disatukan dengan
jiwaku sebagaimana anggur disatukan dengan air suci Dan jika ada sesuatu yang
menyentuh engkau, Ia menyentuh aku pula, Dan ketika ia dalam tiap hal engkau
adalah aku Aku adalah ia yang kucintai dan ia yang kucintai adalah aku, Kami
adalah dua jiwa yang bertempat dalam satu tubuh. Jika engkau lihat aku, engkau
lihat ia Dan jika engkau lihat ia, engkau lihat kami Berdasarkan syair di atas,
dapat dipahami bahwa persatuan antara Tuhan dan manusia dapat terjadi dengan
mengambil bentuk hulul. Agar bersatu, manusia harus terlebih dahulu
menghilangkan sifat-sifat kemanusiannya. Setelah sifat-sifat kemanusianaya
hilang dan hanya tinggal sifat ketuhanan yang ada dalam dirinya, di situlah Tuhna
dapat mengambil tempat dalam dirinya, dan ketika itu roh Tuhan dan roh manusia
bersatu dalam tubuh manusia. Menurut al-Halajj, pada hulul terkandung kefanaan
total kehendak manusia dalam kehendak Ilahi, sehingga setiap kehendaknya
adalah kehendak Tuhan, demikian juga tindakannya. Namun di lain waktu, al-
Halajj mengatakan: Barang siapa mengira bahwa ketuhanan berpadu jadi satu
dengan kemanusiaan ataupun kemanusiaan berpadu dengan ketuhanan, maka
kafirlah ia. Sebab, Allah mandiri dalam dzat maupun sifat-Nya dari dzat dan sifat
makhluk. Ia tidak sekali-kali menyerupai makhluknya dan mereka pun tidak
sekali-kali menyerupai-Nya. Menurut al- Halajj bahwa dalam diri manusia
terdapat lahut dan nasut, demikian juga dalam diri Tuhan ada lahut dan nasut. Jika
manusia berusaha mensucikan hati sesuci-sucinya maka akan terjadi lahut
manusia naik ke atas dan nasut Tuhan turun ke bawah sehingga terjadi apa yang
disebut ittihaad. Ittihaad artinya bersatunya nasut Tuhan dengan lahut manusia
dalam diri manusia. Ucapan al-Halajj yang menggambarkan paham hulul antara
lain adalah sebagai berikut: Ruh-Mu melebur dalam ruhku seperti batu ambar
yang bercampur dengan minyak kasturi, Orang-orang yang menyentuhmu,
mereka juga menyentuhku, Jika engkau adalah aku tanpa pemisahan Di dalam
diri-Mu, ada sebuah ide yang menarik pada-Mu, jiwa-jiwa dan sebuah sanggahan
telah dibuktikan oleh diri-Mu sendiri, Aku, Aku memiliki sebuah hati dengan
mata terbuka lebar dan semuanya ada dalam kendali tangan-Mu Ruh-Mu
mengusut dalam ruhku seperti bercampurnya anggur dengan air murni Demikian
pula ketika sebuah benda menyentuhmu, ia menyentuhku, Demikianlah, Engkau
adalah aku dalam segala keadaan. Dalam paham hulul, diri al-Halajj tidak hancur.
Ketika ia mengatakan aku adalah al-Haq bukanlah roh al-halajj yang
mengatakan demikian, tetapi ruh Tuhan yang mengambil tempat pada diri al-
Halajj. Perbedaannya dengan ittihaad Abu Yazid, dalam ittihaad yang dilihat
hanya satu wujud, sedangkan dalam paham hulul ada dua wujud, tetapi bersatu
dalam satu tubuh. Seperti yang diungkapkannya: Aku adalah rahasia yang benar,
dan bukanlah yang benar itu aku, aku hanya satu dari yang benar, maka
bedakanlah antara kami. Dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa hulul yang
terjadi pada al-halajj tidaklah real karena memberi pengertian secara jelas adanya
perbedaan antara hamba dan Tuhan. Dengan demikian, hulul yang terjadi sekadar
kesadaran psikis yang berlangsung pada kondisi fana, atau menurut ungkapannya
sekadar terlebarnya nasut dalam lahut, atau dapat dikatakan antara keduanya tetap
ada perbedaan, seperti dalam syairnya, air tidak adapat menjadi anggur meskipun
keduanya telah bercampur aduk.
2. Haqiqah Muhammadiyah
Dalam teori emanasi (pancaran, percikan, pengaliran), Tuhan diibaratkan sebagai
sumber cahaya, semisal matahari yang memancarkan cahayanya keseluruh
penjuru. Dalam teori al-Halajj, pancaran pertama dinamakan Nur Muhammad
(Hakikat Al-Muhammadiyah). Dari Nur Muhammad inilah, segala sesuatunya
termasuk manusia tercipta. Segala macam ilmu, hikmat dan nubuwat adalah
pancaran belaka dari sinarnya. Menurut al-Halajj, nur Muhammad merupakan
asal dari segala sesuatu, segala kejadian, amal perbuatan, dan ilmu pengetahuan,
dan dengan perantaranyalah, alam ini dijadikan. Al-Halajj adalah sufi yang
pertama kali mengatakan bahwa kejadian alam ini pada mulanya adalah dari
haqiqah Muhammadiyah atau Nur Muhammad.
3. Wahdat Al-Adyan
Ajaran pokok lainnya dari al-Halajj adalah wahdat Al-Adyan. Menurut paham ini,
hakikat semua agama adalah satu karena semua mempunyai tujuan yang satu,
yaitu mengakui dan menyembah Allah, Tuhan semesta alam, Tuhan semua agama.
Nama agama itu berbagai macam. Ada Islam, Kristen, Yahudi, dan lain-lain.
Semuanya hanyalah perbedaan nama, namun hakikatnya sama saja. Paham seperti
ini sebenarnya adalah konsekuensi logis dari paham hakikat Muhammadiyah
sebab nur Muhammad dikatakan sumber dari segala sesuatu, termasuk petunjuk
atau agama. Oleh karena itu, tidak bisa dikatakan berbeda antara satu dengan
lainnya.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Adapun ajaran tasawufnya Abu Manshur Al-Halajj
1. Hulul Hulul merupakan salah satu ajaran tasawuf al-Halajj yang paling
terkenal, al-Halajj pernah mengaku bersatu dengan Tuhan (hulul). Kata al-hulul,
berdasarkan pengertian bahasa, berarti menempati suatu tempat. Adapun menurut
istilah ilmu tasawuf, al-hulul berarti paham yang mengatakan bahwa Tuhan
memilih tubuh-tubuh manusia tetentu untuk mengambil tempat di dalamnya
setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan.
2. Haqiqah Muhammadiyah Segala macam ilmu, hikmat dan nubuwat adalah
pancaran belaka dari sinarnya. Menurut al-Halajj, nur Muhammad merupakan
asal dari segala sesuatu, segala kejadian, amal perbuatan, dan ilmu pengetahuan,
dan dengan perantaranyalah, alam ini dijadikan.
3. Wahdat Al-Adyan Ajaran pokok lainnya dari al-Halajj adalah wahdat Al-
Adyan. Menurut paham ini, hakikat semua agama adalah satu karena semua
mempunyai tujuan yang satu, yaitu mengakui dan menyembah Allah, Tuhan
semesta alam, Tuhan semua agama. Nama agama itu berbagai macam.

DAFTAR PUSTAKA
Alba, Cecep. 2012. Tasawuf dan Tarekat. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Bachrun RifaI dan Hasan Mudis. 2010. Filsafat Tasawuf. Bandung: CV Pustaka
Setia. M. Solihin dan Rosihon Anwar. 2011. Ilmu Tasawuf. Bandung: CV Pustaka
Setia.

Cheap Offers: http://bit.ly/gadgets_cheap

Anda mungkin juga menyukai