Anda di halaman 1dari 9

Ragam dan Aliran Hermeneutika Umum

Khofifa Ayu Ningrum & Devi Setia Wati


Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu
e-mail: khofifaayuningrum@gmail.com & devisetia81026@gmail.cm

ABSTRAK
Pada jurnal ini akan di paparkan tentang ragam dan juga aliran yang terdapat pada
Hermeuneutika umum, yang dimana pasti banyak terdapat ragam-ragam dan juga
aliran yang lahir dari tokoh-tokoh yang berkecimpung pada Hermeneutika umum
tersebut, antara lain ada 3 aliran yang jelas dan juga terkenal pada Hermeneutika,
yaitu Aliran Objektivis, Aliran Subjektiv, dan yang terakhir ialah Aliran
Objektivis cum Subjektif. Itulah 3 aliran yang akan dijelaskan dan juga
menjelaskan tentang Aliran atau bisa disebut juga Metode pada Hermeneutika
tersebut, tidak lupa juga tetap membahas tentang pengertian tentang ap aitu
Hermenutika. Penulisan ini menggunakan metode penulisan dengan mengambil
bahan-bahan tentang pembelajaran ini terdapat pada buku-buku yang ada di
perpustakaan dan juga mengguanakan bukun online atau e-book, atau disebut
dengan library reseach, setelah itu mengutip dari buku-buku dan kemudian
menulisnya Kembali pada jurnal ini, dan mendapatkan hasil yang telah dikerjakan
sebaik mungkin.

Kata kunci: Ragam, Aliran dan Hermeunetika

A. PENDAHULUAN

Al-Qur’an ialah kitab suci yang diturunkan Allah melalui perantara malaikat Jibril
dan diberikan/ diturunkan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad
sehingga terkumpulnya 30 juz, dan juga Al-Qur’an sebagai mukjizat paling besar
bagi Nabi Muhammad dan juga sebagai mukjizat yang tidak aka nada habisnya
dan bertahan hingga berakhirnya kehidupan di dunia ini. Tujuan diturunkannya

1
Al-Qur’an kepada nabi Muhammad ialah sebagai petunjuk hidup bagi ummat
yang ada pada zaman Nabi Muhammad tersebut dan hingga umat sekarang dan
umat yang akan datang, apabila tidak diikuti petunjuk yang telah Allah berikan
kepada kita maka kita tidak akan terarah. Jadi dengan adanya Al-Qur’an ini harus
di tafsirkan agar kitab isa memahami maksud dan tujuan yang Allah maksudkan
untuk kehidupan kita baik di dunia maupun di akhirat, karena Bahasa Al-Qur’an
ialah kalammullah atau kalam Allah yang dimana kita tidak bisa sembarang
menafsirkan ayat-ayat yang ada di dalam Al-Qur’an tersebut. Dengan adanya
Hermeneutika kita dapat mempelajari ilmu yang dimana merupakan disiplin ilmu
yang digunakan untuk mempratinjau ayat-ayat Al-Qur’an agar kita dapat
menjalankan kehidupan kita dengan teratur dan terarah.

B. METODOLOGI

Metode yang digunakan dalam tulisan ini menggunakan metode pustaka


(Library Research). Penelitian kepustakaan ialah penelitian yang semua datanya
berasal dari bahan-bahan tertulis berupa buku, naskah, dokumen, dan lain-lain. 1
Perlu diingat literatur-literatur tadi harus yang memiliki hubungan dengan
masalah terakait. Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu mendeskripsikan sumber-
sumber yang telah diperoleh mengenai studi kasus yang menjadi pembahasan,
diambil dari kepustakaan dan kemudian dianalasis dengan menggunakan langkah
kerja menjelaskan tentang Hermeneutika dan juga menjelaskan tentang Aliran-
aliran yang ada di Hermeneutika dan juga Ragam pada Hermeneutika ini.

C. PEMBAHASAN
1. Pengertian Hermeneutika

Secara etimologis hermeneutika berasal dari kata hermeneuein.


Hermeneuein berarti menginterpretasikan, menafsirkan. Kita sudah sering
mendengar dan menggunakan kata ‘menginterpretasi’ atau ‘interpretasi’. Kata
itu dipakai hampir disemua ruang lingkup hidup. Seperti: kegiatan kritikus
sastra yang menyelidiki suatu karya literature dinamai menginterpretasi.
1
Prof. Dr. H. Nashruddin Baidan dan Dr. Hj. Erwati Aziz, M.Ag. Metodologi Khusus
Penelitian Tafsir. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2019), h. 27-28.

2
Penerjemah yang mengalihbahasakan dari Bahasa yang satu ke bahasa yang
lain dipanggil interpreator. Aktor-aktris yang melakonkan peran dalam suatu
adegan juga disebut interpreator.

Kata Yunani hermeneuein memuat tiga arti, yakni: ‘mengatakan’ atau


‘mengungkapkan dengan lantang’, ‘merisitir’ ‘menjelaskan’ atau
‘menerangkan situasi’; ‘menerjemahkan’ atau ‘mengalihbahasakan ke
Bahasa asing’. Makna yang terkandung dalam arti yang ketiga itulah
hermeneutika yang dimengerti saat ini. Hermeneutika menuntun orang pada
pemahaman. Dalam arti luas, hermeneutika adalah sebuah disiplin dengan
bukan hanya interpretasi makna tekstual, tetapi juga makna realitas. Maka
hermeneutika boleh juga dilihat sebagai filsafat atau teori interpretasi.

Palmer dalam bukunya yang berjudul Hermeneutics Interpretation Theory


In Schleirmacher, Dilthey, Heidegger, and Gadamer menyatakan bahwa kata
hermeneutika berasal dari istilah Yunani dari kata kerja hermeneuein, yang
berarti “menafsirkan”, dan kata benda hermeneia, yang berarti “interpretasi”.
Dalam penggunaannya, hermeneutika mempunyai tiga makna dasar berbentuk
verb (kata kerja) yaitu : (1) mengungkapkan kata-kata, misalnya, “to say”; (2)
menjelaskan, seperti menjelaskan sebuah situasi; (3) menerjemahkan, seperti
di dalam transliterasi bahasa asing. Dari ketiga makna tersebut bisa diwakilkan
dalam satu bentuk kata kerja inggris “to interpret,” namun masing-masing
ketiga makna tersebut membentuk sebuah makna.2 independen dan signifikan
bagi interpretasi. Artinya, interpretasi dapat mengacu pada tiga persoalan yang
berbeda pengucapan lisan, penjelasan yang masuk akal, dan transliterasi dari
bahasa lain. Bleicher secara umum mendefinisikan hermeneutika sebagai suatu
teori atau filsafat interpretasi makna. Teori hermeneutika ini, memusatkan
kajiannya kepada teori umum tentang interpretasi sebagai metode untuk
melakukan pembacaan kembali (rereading), berpikir kembali (rethinking) atas
apa yang sesungguhnya dirasakan atau dipikirkan oleh pengarang. Secara
umum, hermeneutika merupakan penafsiran terhadap teks. Braaten

2
E. Sumaryono, Hermeneutika; Sebuah Metode Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 1999, hlm. 23.

3
sebagaimana dikutip oleh Farid Esack mendefinisikan hermeneutika sebagai
ilmu yang mencoba menggambarkan bagaimana sebuah kata atau satu
kejadian dalam waktu dan budaya lampau dapat dimengerti dan menjadi
bermakna secara eksistensial dalam situasi kita sekarang.3

Dari semua definisi yang ada dapat diambil kesimpulan bahwa


hermeneutika merupakan proses mengubah dari ketidaktahuan menjadi
dimengerti dan bermakna. Mengubah dari sesuatu yang abstrak menjadi suatu
ungkapan yang jelas dalam bahasa yang dapat dipahami manusia, atau cara
menafsirkan teks untuk mengungkap makna yang tidak tampak secara literal
dalam teks tersebut.

Hermeneutika pada awalnya muncul sebagai teori interpreatasi untuk


menerjemahkan literatur-literatur otoritatif. Literatur otoritatif ini erat
perkembangan selanjutnya, fokus kajian hermeneutik tidak hanya teks
keagamaan saja, namun juga teks-teks sastra klasik juga menjadi bahan kajian
dari hermeneutika. Dalam perjalanan sejarahnya, hermeneutika ini lebih
dikaitkan dengan problem penafsiran teks keagamaan. Karena teks
keagamaanlah yang mempunyai watak otoritatif. Adanya jarak ruang-waktu
dan perbedaan bahasa, menyebabkan makna sebuah teks dapat diperdebatkan
atau tetap tersembunyi. Untuk membuat makna teks tersebut menjadi jelas,
maka perlu adanya penjelasan interpretator. Sebagai cara untuk memperoleh
pemahaman yang benar, hermeneutika awalnya digunakan dalam tiga jenis
kapasitas: pertama, membantu diskusi mengenai bahasa teks (yakni kosa kata
dan tata bahasa), kemudian pada akhirnya memunculkan filologi; kedua,
memfasilitasi eksegesis literatur suci; dan ketiga, menuntun yurisdiksi.

3
Farid Esack, Al-Qur’an, Liberalisme, Pluralisme: Membebaskan Yang Tertindas, terj. Watung A.
Budiman, Bandung: Mizan, 2000, hlm. 83.

4
2. Aliran Hermeneutika

Dilihat dari segi pemaknaan terhadap objek penafsiran, aliran-aliran


hemeneutika terbagi menjadi tiga:

 Aliran Objektivitas
 Aliran Subjektif
 Aliran Objektif cum Subjektivis

Berikut penjelasan dari ketiga aliran tersebut:

a. Aliran Objektivitas

Aliran objektivitas ialah aliran yang lebih menekankan pada pencairan


makna asal dari objek penafsiran (teks). Dalam proses pemahaman dan
penafsiran, penafsiran hanya berusaha memaparkan kembali Apa yang
dimaksud oleh pengarang. Toko hermeneutika yang tergolong dalam aliran
objektivitas ialah F. Schleiermacher, W. Dilthey.4

b. Aliran Subjektiv

Aliran yang menekankan pada peran pembaca/ penafsiran dalam


pemaknaan terhadap teks.

1. Seorang penafsir seringkali tidak bisa lagi mempunyai akses


terhadap pengarang teks(author) sehingga upaya menangkap
makna yang orisinil merupakan hal yang utopsi.
2. Makna teks itu selalu berubah dari satu waktu ke waktu yang lain
dan dari satu pembaca ke pembahasan yang lain.
3. Makna teks bisa ditangkap dengan menganalisa aspek-aspek
bahasa dan simbol yang terdapat dalam teks yang ditafsirkan.

Tokoh pada aliran tersebut ialah Jacwues Derrida.

4
Metode Ilmiah dan Problem Modernitas, Yogyakarta: Kanisius, 2003, hlm. 43.

5
c. Aliran Objektivis cum Subjektivis

Aliran yang berada di tengah-tengah antara dua aliran sebelumnya.


Aliran ini menguak kembali makna orisinal/ historis di satu sisi dan
mengembangkan makna teks di mana teks ditafsirkan. Dengan kata lain aliran
ini memberikan keseimbangan antara pencairan makna asal teks dengan peran
pembaca dalam penafsiran. Tokoh dalam aliran tersebut ialah J.E. Gracia, HG
Godamer. 5

Pertama, pandangan kuasi objektif tradisional, itu suatu pandangan


bahwa ajaran-ajaran Alquran harus dipahami, ditafsirkan dan
diaplikasikan pada masa sekarang, sebagaimana yang dipahami di
tafsirkan dan diaplikasikan pada situasi tertentu, gimana laporan
dijadikan kepada nabi Muhammad SAW dan disampaikan kepada
generasi muslim awal. Menurut sahiran, bagi kelompok ini esensi pesan
Tuhan adalah yang tertera secara tersurat dan pesan itulah yang harus
diaplikasikan di manapun dan kapan pun. Diantara yang tergolong
kelompok ini menurutnya seperti Ikhwanul Muslimin dan kaum Salafi6

Kedua pandangan kuasi objektivitas modernisme, yang


memandang makna asal literal sebagai pijakan awal untuk memahami
makna dibalik pesan literal yang merupakan pesan utama Alquran.
Menurut sahiran, contoh dari kelompok ini antara lain fazlul Rohman,
Nasr Hamid Abu Zayd dan Muhammadu al-Thalibi.

Dan yang terakhir adalah pandangan subjektivis yang menegaskan


bahwa setiap penafsiran sepenuhnya merupakan subjektivitas penafsir,
sehingga kebenaran interpretatif itu bersifat relatif. Atas dasar ini, Maka
menurut kelompok ini setiap generasi mempunyai hak untuk
5
F. Budi Hardiman, Melampaui Positivisme…, hlm. 44.Jurnal Al-Musthafa STIT Al-
AziziyahLombok Barat 76 Vol. 1 No. 2 Bulan Januari (2022) ISSN: 2798-1800

6
Cholis Akbar, ed., “Hermeneutika dan Infiltrasi Kristen”, http://www.hidayatullah.com diakses
tanggal 1 Oktober 2016.

6
menafsirkan Alquran Sesuai dengan perkembangan ilmu dan
perkembangan pada saat laporan itu ditafsirkan yang termasuk
kelompok ini memenuhi sahiron adalah Muhammad Syahrur.

3. Metode-Metode Hermeneutika

Telah kita pelajari sebelumnya bahwa sejak awal permulaan


berdirinya sinagoge sampai gereja, bahkan sampai saat ini terdapat berbagai
metode untuk melakukan penyelidikan/penafsiran Alkitab. Metode
penafsiran dari kelompok-kelompok tertentu mengikuti aliran tertentu.
Diantara aliran-aliran yang timbul dan berkembang tersebut, akhirnya dapat
digolongkan sebagai berikut:

a. Metode Alegoris

Berangkat dari suatu asumsi bahwa di balik arti kata harafiah yang
sudah biasa dan jelas itu terdapat arti sesungguhnya (kedua) yang lebih
dalam yang perlu ditemukan oleh orang Kristen yang lebih dewasa. Dalam
menafsirkan prikop Alkitab mereka membandingkan masing-masing
fakta/informasi yang sudah jelas untuk membuka kebenaran rohani
tersembunyi di balik pengertian literalnya.

Metode Alegoris tidak hanya popular di gereja-gereja purba,


karena dalam gereja modern sekarang pun masih banyak ditemukan cara
penafsiran Alkitab seperti ini. Mereka sering berpendapat bahwa yang
Allah katakana melalui penulis-penulis Alkitab bukanlah arti yang
sesungguhnya. Bahaya dari metode ini adalah tidak adanya batasan dan
aturan secarra alkitabiah untuk memeriksa kebenaran beritanya. Bahkan
tujuan dan maksud penulisan pun akhirnya diabaikan sama sekali.

b. Metode Mistis

Banyak ahli tafsir Alkitab menggolongkan metode penafsiran


mistis sama dengan metode penafsiran Alegoris, karena memang sangat
mirip. Penganut metode ini biasanya percaya bahwa ada arti rohani dibalik

7
semua arti harafiah yang kelihatan. Dan mereka memberikan bobot yang
lebih berat kepada hasil penafsiran mistis daripada arti yang sudah biasa.

Bahaya dari penafsiran ini terletak pada keragaman dan ketidak-


konsistenan hasil penafsiran mereka, sehingga tidak terkontrol banyaknya
ragam hasil penafsiran mereka yang sering kali justru memecah belah
jemaat. Hal ini juga memberikan kesulitan dalam mempertanggung
jawabkan doktrin kejelasan (clarity) Alkitab, dan justru sebaliknya mereka
membuat Alkitab dan jelas dan membuat Allah seakan-akan bermain
tebak-tebakan dengan penafsir untuk menemukan arti rohani dari setiap
ayat. Dan bahaya yang paling besar adalah penafsir menjadi otoritas
tertinggi dalam menentukan kebenaran penafsirannya.

D. PENUTUP

1. Kesimpulan

Seringkali masyarakat terbiasa dengan hal-hal yang salah, dan enggan


dikoreksi. Namun sebagai umat muslim kita berhak saling mengingatkan satu
sama lain dan tentunya tidak saling menyakiti. Pentingnya mengetahui
bagaimana cara mengamalkan isi kandungan surah al-Hujurat ayat 11-13 agar
terciptanya lingkungan yang harmonis, tentram, dan nyaman sehingga jauh
dari perselisihan. Membangun lingkungan yang baik juga butuh usaha
bersama, bukan usaha individual saja. Karena peran masyarakat tentu sangat
dibutuhkan jika ingin memiliki lingkungan sosial yang baik dan tidak toxic.
Peneliti mengangkat permasalahan di lingkungan ini untuk menjadikan
contoh terhadap masyarakat yang lain di luar Perum. Semarak Raflesia Indah,
Sukarami, Bengkulu, bahwa dengan menyibukkan diri dengan bekerja itu
tidak terlalu buruk sehingga mampu meminimalisirkan kegiatan-kegiatan
yang bisa melahirkan mudharat. Dan perlu kita ingat juga, bekerja saja tidak
cukup maka harus di imbangi dengan ibadah sehingga dunia dan akhirat pun

8
seimbang. Dengan fokus ibadah, pekerjaan, maupun sekolah/kuliah, akan
membentuk karakter masyarakat yang enggan membuang-buang waktu
dengan hal-hal yang tidak penting. Maka lahirlah lingkungan yang sehat,
terhindar dari permusuhan antar sesama.

REFERENSI

AS-Suyuti, Imam. 2014. Asbabun Nuzul. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Dapertemen Agama RI. 2010. Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang


Disempurnakan) Jilid l. Jakarta: Dapertemen Agama RI.

Khalil Al-Musawi. 1999. Resep-resep Sederhana dan Mudah Membentuk


Kepribadian Islam Sejati. Jakarta: Lentera Basritama.

Listiawati. 2017. Tafsir Ayat-ayat Pendidikan. Jakarta; Kencana

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati, 2002.

Nashruddin Baidan dan Erwati Aziz. 2019. Metodologi Khusus Penelitian


Tafsir. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Q.Shaleh dan A.A Dahlan. Latar Belakang Historis Tunnya Ayat-ayat Al-
Qur’an. Bnadung: Offset Angkasa.

Raja’ Thaha Muhammad. 2005. Hfizul Lisan dan Penuntun Akhlak, Keluarga.
Cet. 1. Semarang: Pustaka Adnan.

Anda mungkin juga menyukai