Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehadiran hermeneutik tidak terlepas dari pertumbuhan dan kemajuan


pemikiran tentang bahasa dalam wacana filsafat dan keilmuan lainnya. Pada awalnya,
hermeneutik banyak dipakai oleh mereka yang berhubungan erat dengan kitab suci
injil dalam menafsirkan kehendak Tuhan kepada manusia. Ilmu ini dikenal dengan
tafsir kitab suci, ia berkembang pesat dalam berbagai disiplin keilmuan yang luas.
Kajian yang sama juga dilakukan pada teks-teks klasik Yunani dan Romawi. Bentuk
hermeneutik dalam kajian di atas mulai berkambang pada abad 17 dan 18.
Kajian terhadap hermeneutik sebagai sebuah bidang keilmuan mulai marak
pada abad 20, dimana kajian hermeneutik semakin berkembang. Ia tidak hanya
mencakup bidang kajian kitab suci (teks keagamaan) dan teks-teks klasik belaka,
melainkan berkambang jauh pada ilmu-ilmu lain seperti sejarah, hukum, filsafat,
kesusastraan, dan lain-lain sebagainya yang tercakup dalam ilmu pengetahuan tentang
kemanusiaan. Hermeneutik adalah teori tentang bekerjanya pemahaman dalam
menafsirkan teks. Hermeneutik mencakup dalam dua fokus perhatian yang berbeda
dan saling berinteraksi yaitu; pertama, peristiwa pemahaman terhadap teks. Kedua,
persoalan yang lebih mengarah menganai pemahaman interpretasi itu.
Sebenarnya hermeneutika sebagai metode baca teks telah dikenal luas dalam
pelbagai bidang keilmuan Islam tradisional, terutama dalam tradisi Fiqh dan tafsir al-
qur’an. Sementara itu, hermeneutika modern dalam pemikiran Islam pada dasarnya
dapat disebut lompatan besar dalam perumusan metodologi pemikiran Islam pada
umumnya dan metode penafsiran al-Qur’an khususnya. Oleh karena itu, kajian
hermeneutika dalam kajian Islam juga perlu dipelajari untuk menambah khazanah
keilmuan dan dapat memberikan pengetahuan baru terhadap bagaimana memahami
teks serta penafsiran terhadap teks yang akan diteliti.
B. Rumusan Masalah

1. Apakah Pendekatan Hermeneutik ?


2. Apa saja Ruang Lingkup Pendekatan Hermeneutik ?
3. Apa saja Macam-macam Pendekatan Hermeneutik ?
4. Bagaimana Hubungan Pendekatan Hermeneutik dan Bahasa ?
5. Bagaimana Pendekatan Hermeneuitik dalam Pendidian Islam?

C. Tujuan Penulisan Masalah

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui apa saja
pendekatan Hermeneuitik dalam kajian islam. Dan memenuhi salah satu tugas mata
kuliah yaitu Pendekatan dalam Pengkajian Islam.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendekatan Hermeneutik

Secara etimologis, kata hermeneutik berasal dari bahasa yunani hermeneuein yang
berarti ‘’menafsiekan’’. Maka, kata benda hermeneia secara harfiah dapat diartikan
sebagai ‘’penafsiran’’ atau interprestasi. Istilah Yunani ini mengingatkan kita pada tokoh
mitologis yang bernama Hermes, yaitu seorang utusan yang mempunyai tugas
nenyampaikan pesan Jupiter kepada manusia. Hermes digambarkan sebagai seorang yang
mempunyai kaki bersayap, dan lebih banyak dikenal dengan sebutan Mercurius dalam
bahasa latin. Tugas Hermes adalah mengerjakan menerjemahkan pesan-pesan dari dewa di
Gunung Olympus kedalam bahasa yang dapat dimengerti oleh umat manusia.
Hermaneutik diartikan sebagai proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan
menjadi mengetri. Batasan ini selalu dianggap benar, baik hermeneutik dalam pandangan
klasik maupun pandangan modern.1
Hermeneutika dapat digunakan dalam dua bentuk; pertama, pengetahuan tentang
makna yang terkandung dalam suatu kata, kalimat, teks, dan lain-lain; kedua, menemukan
instruksi-instruksi yang terkandung dalam bentuk-bentuk simbolik. Dengan kata lain studi
hermeneutik mencoba menganalisis dan menjelaskan teori penafsiran teks (nazariat ta’wil
al-nusus) dengan mengajukan pendekatan-pendekatan keilmuan lain yang dengan
sendirinya menguji proses pemahaman, mekanisme penafsiran dan penjelasan (teks).
Jadi dapat disimpulkan bahwa hermanautik adalah suatu pendekatan yang digunakan
untuk menafsirkan teks, atau konsep, lambang, simbol karya seni dan lain-lain yang belum
dimengerti oleh manusia untuk mendapatkan makna yang hakiki.

1
E.Sumaryono.Hermeneutik.(Yogyakarta:Pustaka Filsafat.1999).h.26.
B. Ruang Lingkup Pendekatan Hermeneutika
1. Obyek
Obyek, yaitu teks atau konsep. Tiga hal pokok dalam Islam yang perlu pengkajian
mendalam adalah tentang Allah (Tuhan Yang Maha Esa), manusia dan alam. Ketiga hal
tersebut mempunyai hubungan yang tak terpisahkan, dan teks atau konsep tentang
eksistensi ketiga hal tersebut adalah terdapat dalam al-Qur’an sebagai sumber pokok
agama Islam.

2. Subyek
Subyek yaitu pembuat teks atau konsep. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa
al-Qur’an adalah teks atau konsep berupa wahyu Allah yang dapat dijadikan sebagai
pedoman hidup di dunia dan akhirat dan pembuat konsep atau teksnya adalah Allah
swt.

3. Pembahasan
Pembahasan terhadap teks atau konsep. Berkaitan dengan teks atau konsep dalam
tinjauan hermeneutika, Dr. W. Poespoprojo mengemukakan bahwa :
"Hermeneutika kini tidak hanya berkaitan dengan arti ganda, tetapi berhubungan
dengan seluruh kenyataan bahasa dan dengan suatu teks.Dengan demikian fungsi
simbolik dan interpretasi harus direinterpretasikan dalam konteks yang lebih pasti dari
teks’’2
Pembahasan tentang eksistensi Allah, manusia dan alam adalah bermuara pada
wahyu Allah, dan wujud dari teks atau konsep tersebut adalah al-Qur’an.

2
Edi Mulyono,Belajar Hermeneutika Dari Konfigurasi Filosofis Menuju Praksis Islamic Studies,
( Jogjakarta: IRC.2013).h.87
C. Macam-macam Pendekatan Hermeneutik
1. Hermeneutika Teoretis
Dalam pendekatan hermeneutika teoritis problem hermaneutisnya adalah metode.
Pandangan ini mempersoalkan metode apa yang sesuai untuk menafsirkan teks
sehingga mampu menghindarkan seorang penafsir kesalahpahaman, dan menemukan
makna objektif dengan metode yang valid. Menurut Schleirmacher, ada dua bagian
yang perlu diperhatikan dalam kegiatan menafsirkan teks yaitu :
a. Segala sesuatu yang membutuhkan ketetapan (makna) dalam suatu teks tertentu
hanya dapat diputuskan dengan merujuk pada lapangan kebahasaan istilah lain
untuk kebudayaan yang berlaku diantara pengarang dan publik pendengarnya.
b. Makna dari sebuah kata dari subuah batang tubuh teks ditetapkan dengan
merujuk pada koesistensinya dengan kata-kata lain disekelilingnya.

Jadi, penafsiran selalu bersifat holistik dan parsial. Seorang penafsir tidak
mungkin memahami sesuatu objek, seperti teks atau kalimat, sebagai sebuah bagian
partikultular tanpa merujuk kepada seluruh konteksnya.
2. Hermeneutika Filosofis
Hermeneutika filosofis ini merupakan proses pemahaman atau pra pemahaman
yaitu pertemuan antar pembaca dan teks. Hermeutika filosofis berpendapat dengan
tegas bahwa penafsir atau pembaca telah memiliki prasangka atau pra pemahaman atas
teks yang dihadapi sehingga tidak mungkin untuk menghasilkan makna yang obyektif
atau makna yang sesuai penggagas teks. Hermeneutika tidak bertujuan untuk
memperoleh makna yang obyektif sebagaimana teori hermeneutika melainkan pada
pengungkapan mengenai desain manusia dalam temporalitas dan historikalnya.
Implikasinya konsep mengenai apa yang terlibat dalam penafsiran yang pada akhirnya
bergeser dari reproduksi sebuah teks yang udah ada sebelumnya menjadi partisipasi
dalam komunikasi yang sedang berlangsung antara masa lalu dan masa kini.
3. Hermeneutik Kritis
Hermeneutika kritis merupakan interpretasi dengan pemahaman yang
ditentukan oleh kepentingan sosial (sosial interest) yang melibatkan kepentingan
kekuasaan (power interest) sang interpreter. Secara metodelogis, teori ini dibangun atas
klaim bahwa setiap bentuk penafsiran dipastikan terdapat bias atau unsure kepentingan
politik, ekonomi, sosial, seperti bisa strata kelas, suku, dan gender dengan kata lain,
metode ini mempunyai konsekuensi curiga dan waspada ( kritis) terhadap bentuk tafsir,
seperti jargon jargon yang dipakai dalam sains dan agama. Sehingga hermeneutika ini
bertujuan untuk mengungkap kepentingan di balik teks.3

D. Hubungan Pendekatan Hermeneutik dan Bahasa


Pada dasarnya hermeneutik berhubungan dengan bahasa. Kita bepikir melalui bahasa,
kita berbicara dan menulis dengan bahasa, dan yang membuat interprestasi adalah bahasa,
bahkan seni pun menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Bahasa menjadi pusat
pembicaraan filosifis. H.G. Gademer menulis sebagai berikut bahasa merupakan modus
operasi dari cara kita berada di dunia dan merupakan wujud yang seakan-akan merangkul
konstitusi tentang dunia.
Hermeneutik adalah cara baru untuk bergaul dengan bahasa. Bila dikaitkan dengan
bahasa, maka bahasa juga membatasi dirinya sendiri. Kita menyadari hal ini, namun
semua sebuah pikiran kita harus diungkapkan dengan bahasa yang sesuai aturan
tatabahasanya yang berlaku. Bahasa adalah medium yang tanpa batas, yang membawa
segala sesuatu di dalamnya, tidak hanya kebudayaan yang telah disampaikan kepada kita
melalui bahasa, melainkan segala sesuatu tanpa ada terkecualiannya. Bahasa adalah
perantara yang nyata bagi hubungan umat manusia. Tradisi dan kebudayaan kita, segala
warisan nenek moyang kita sebagai suatu bangsa, semuanya terungkap di dalam bahasa,
baik yang terukir pada batu prasasti maupun yang ditulis pada daun lontar.4
Dapat disimpulkan bahwa hubungan antara Pendekatan Hermenutik dengan bahasa
yaitu hermenutik adalah cara untuk bergaul dengan bahasa. Jadi kaitannya dengan bahasa
yaitu hermenuitik harus bisa bergaul dan berkomunikasi dengan baik dengan bahasa
supaya didalamnya tercipta transpormasi terutama dalam membedah teks karya sastra.

E. Pendekatan Hermeneutika dalam Pendidikan Islam.


Bagi banyak kalangan, kajian kritis keagamaan lewat pendekatan hermeneutik
untuk kalangan tertentu cenderung dihindari. Terdapat konotasi yang dilekatkan pada
hermeneutik. Ada yang melekatkan predikat relativisme atau pendangkalan akidah, ada
yang mengaitkannya dengan pengaruh kajian Biblical Studies di lingkungan Kristen yang
hendak diterapkan dalam kajian Alquran di lingkungan Islam.
Pendekatan hermeneutik sangat diperlukan dalam mengkaji studi agama. Begitu
juga dalam mengkaji agama Islam karena Islam merupakan “agama kitab”. Hal tersebut
3
Ilmam B.Saenong. Hermeneutika Pembebasan Metodologi Tafsir Al-Qur’an Menurut Hasaan
Hanafi. (Jakarta:Teraju, 2002). H. 34-43
4
Ibid.h.26.
terlihat dari dijadikannya Alquran sebagai pedoman hidup seorang muslim tidak hanya di
masa ketika Alquran itu diturunkan tapi berlanjut sampai sekarang.
Persoalannya adalah mungkinkah Hermeneutika menjadi pendekatan alternatif
dalam kajian tafsir al-Qur’an? Sementara Pencipta teksnya merupakan Zat yang tak dapat
diindera. Melalui analisis filsafat bahasa, artikel ini mencoba memberikan gambaran
umum bagaimana hermeneutika bekerja sebagai suatu pendekatan dalam pembacaan teks.
Berdasarkan analisis tersebut ditemukan bahwa hermeneutika sangat memungkinkan jika
digunakan dalam wilayah-wilayah kajian ilmiah, termasuk tafsir al-Qur’an, karena
hermeneutika bukan saja pendekatan yang telah memiliki pijakan-pijakan filosofis, tetapi
juga telah diformulasikan secara metodologis oleh para ilmuan sejak abad ke-18. 5
Hermeneutik dalam pemikran Islam diperkenalkan pertama kali oleh Hasan Hanafi
dalam karyanya yang berjudul Les methodes d’Exegese, Essai sur La Sceince des
Fordements de la Comprehension, ‘Ilm Ushul al-Fiqh (1965), sekalipun tradisi
hermeneutik telah dikenal luas diberbagai bidang ilmu-ilmu Islam tradisional, terutama
tradisi Ushul al-Fiqh dan Tafsir Al-Qur’an. Oleh Hasan Hanafi, penggunaan hermeneutik
pada awalanya hanya merupakan exsperimentasi metodologis untuk melepasakan diri dari
positivisme dalam teoritasi hukum Islam dan ushul fiqh. Sampai di situ, respon terhadap
tawaran atas hermeneutiknya hampir-hampir tidak ada.6
Satu hal yang menonjol dari hermeneutik Hanafi dalam pemikirannya secara umum
adalah muatan ideologisnya yang syarat dan maksudnya sangat praksis. Tipikal pemikiran
revolusioner semacam ini, justru sangat berbeda dengan mainstream umat Islam yang
masih terkungkung oleh lembaga-lembaga tradisisonalisme dan ortodoksi. Dalam pandang
Hasan Hanafi, hermeneutik tidak sekedar ilmu interpretasi atau teori pemahaman, tetapi
ilmu yang menjelaskan penerimaan wahyu sejak dari tingkat perkataan sampai ketingkat
kenyataan, dari lugas sampai praksis serta juga tampaknya wahyu dan pemikiran Tuhan
dan kehidupan manusia.
Namun apa yang ditawarkan hermeneutik dalam kajian-kajian agama itu dalam
penafsiran Al-Qur’an belum diterima semua pihak dalam lingkungan pemikiran Islam.
Faridh Esach mengatakan bahwa kata hermeneutik termasuk istilah baru dalam kalangan
umat Islam, meskipun prakteknya sudah dilakukan. Akan tetapi bayak pemikir Islam yang
mengkritiknya.7
5
Muhsin Mahfudz, “Hermeneutik: Pendekatan Alternatif Dalam Pembacaan Teks”, Jurnal, Vol. 17
No. 2, (Makasar: Al-Fikr, 2013), h. 1-2.
6
Sahiron Syamsudin, dkk, Hermeneutika AlQur’an Mazhab Yogya, (Yogyakarta, Islamika, 2003), h.60.
7
Ibid., h. 61.
Nasr Hamid Abu Zaid mempersoalkan hilangnya prosedur ilmiah dalam pemikiran
hermenetik Hasan Hanafi, sebab dalam menafsirkan tradisi pemikikran Islam, Hasan
Hanafi dianggap memberi porsi besar bagi penafsiran dan mengabaikan teks keagamaan
sebagai suatu enstains yang memiliki otonomi, sistem hubungan intern, dan konteks
wacana sendiri.8 Dalam studi hermeneutika dalam Alquran, Nasr Hamid Abu Zaid
mengungkapkan bahwa Alquran adalah sebuah “teks” yang mengatasi dan melampaui
“teks-teks” dalam sejarah. Alquran sebelum disebut sebagai Alquran dalam pengertian
sucinya, diperlakukan sebagai teks tanpa atribut apa pun sebagaimana teks-teks yang lain.
Ini dilakukan untuk melihat teks Alquran secara “polos” tanpa harus dimasuki bias-bias
ideologis yang selalu membayangi kajian kitab suci. 9
Selain Nasr Hamid Abu Zaid, salah satu tokoh hermeneutik yang berusaha
menjelaskan secara akademis tentang cara kerja hermeneutik adalah Khalid Abu al-Fadl.
Ada lima syarat yang diajukan Khalid sebagai katup pengaman supaya tidak ada tindakan
sewenang-wenang dalam menentukan fatwa-fatwa keagamaan, yaitu kemampuan
seseorang atau kelompok untuk mengendalikan diri (self restraint), sungguh-sunggh
(diligence), mempertimbangkan berbagai aspek yang terkait (comprehensiveness),
mendahulukan tindakan yang masuk akal (reasonableness), dan kejujuran (honesty).10
Konsep serupa itu bukanlah suatu yang aneh. Karena para tokoh hermeneutik
seperti Schlleiermarcer, Dilthey, Gadamer dan lain-lain memandang agama sebagai
interpretasi. Oleh karenanya, studi ilmiah terhadapnya mengambil bentuk interpretasi dari
interpretasi. Dalam kondisi yang demikian, sangat logis bila secara konseptual
hermeneutik mengisyaratkan bahwa tidak ada suatu teks yang tidak dapat ditafsirkan oleh
hermeneut. Disinilah bedanya dengan ilmu tafsir, dimana diajarkan bahwa tidak semua
teks (ayat), Al-Qur’an dapat dipahami maknanya secara jelas. Dalam konteks ini, ‘Abd
Allah ibn Abbas yang menyandang juru bicara Al-Qur’an menegaskan bahwa tafsir al-
Qur’an tebagi dalam empat kategori. Pertama, dapat diketahui umum melalui bahasa Arab.
Kedua, tidak ada alasan untuk mengetahuinya seperti ayat-ayat tentang halal dan haram.
Ketiga, hanya dapat dipahami oleh para Ulama. Keempat, hanya Allah yang tahu
maknanya.11

8
Ibid., h. 62
9
Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualias Alquran, diterj. Khoiron Nahdyiyyin, (Yogyakarta: LKiS, 2005),
h.10
10
Khalid Abou al-Fadl, Atas Nama Tuhan, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2004), h.19
11
Sahiron Syamsudin, dkk, Hermeneutika AlQur’an Mazhab Yogy.h.62
Dapat disimpulkan bahwa pendekatan hermeneutik dalam dalam pendidikan islam
berguna untuk menafsirkan teks, linguistik, sejarah agama, dan disiplin ilmu yang lainnya
adalah suatu kreasi, karya, dan bikinan manusia. Karena itu, ia mempunyai kelemahan
yang tidak bisa ditutupi, lebih-lebih jika ia berdiri sendiri tanpa dialog dengan lainnya.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendekatan Hermanautik adalah suatu pendekatan yang digunakan untuk
menafsirkan teks, atau konsep, lambang, simbol karya seni dan lain-lain yang belum
dimengerti oleh manusia untuk mendapatkan makna yang hakiki.
Pendekatan Hermeneutika ini dipertemukan dengan kajian Al-Qur`an, maka
persoalan dan tema pokok yang dihadapi adalah bagaimana teks Al-Qur`an hadir di tengah
masyarakat, lalu dipahami, ditafsirkan, diterjemahkan, dan didialogkan dengan dinamika
realitas historisnya.Ruang lingkup pendekatan Hermeneutika yaitu: Obyek, subyek, dan
pembahasan.
Pada dasarnya hermeneutik berhubungan dengan bahasa. Kita bepikir melalui bahasa,
kita berbicara dan menulis dengan bahasa, dan yang membuat interprestasi adalah bahasa,
bahkan seni pun menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Bahasa menjadi pusat
pembicaraan filosifis. H.G. Gademer menulis sebagai berikut bahasa merupakan modus
operasi dari cara kita berada di dunia dan merupakan wujud yang seakan-akan merangkul
konstitusi tentang dunia.
Yang ditawarkan oleh hermeneutik dalam menafsirkan teks, linguistik, sejarah
agama, dan disiplin ilmu yang lainnya adalah suatu kreasi, karya, dan bikinan manusia.
Karena itu, ia mempunyai kelemahan yang tidak bisa ditutupi, lebih-lebih jika ia berdiri
sendiri tanpa dialog dengan lainnya.

B. Penutup
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan mengenai materi yang menjadi
pembahasan dalam makalah ini. Tentunya banyak kekurangan dan kelemahan karena
terbatasnya pengetahuan atau reserensi yang penulis peroleh. Hubungannya dengan
makalah ini penulis banyak berharap kepada para pembaca yang budiman memberikan
kritik dan saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Aamiin.

Anda mungkin juga menyukai