Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN OBSERVASI “PENGANTAR ILMU TEOLOGI”

“AMOS YONG”

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 4

- Ruth Sabaraty Sinaga (20. 3654)


- Sahad Muliadong Situmeang (20. 3616)
- Sanggul Rio Bekham Lumban Gaol (20. 3655)
- Sarah Erika Br Lumban Tobing (20. 3617)
- Sonda Veliani (20. 3656)
- Susi Sulastri Br. Manurung (20. 3618)
- Theopani Sigalingging (20. 3657)
- Theresya Maloni Sitorus (20. 3619)
- Vaciel Anna Mishalca Tobing (20. 3658)
- Virdo Manurung (20. 3659)
- Wando Sampetua Pasaribu (20. 3660)
- Wenry Jogi Putra Munte (20. 3620)
- Yobel Eben Ezer Lumbantoruan (20. 3661)
- Yossi Sakti Jonatal Pangaribuan (20. 3621)
- Yuni Ernada Louise Simarmata (20. 3662)
- Zonanda Ferdian S (20. 3622)
- Robby Fernando Purba (17. 3295)

KELAS : 2B
DOSEN PENGAMPU : Pdt. Mixon A. Simarmata, M. Th.

TAHUN AJARAN 2020/2021


STT HKBP PEMATANG SIANTAR
I. PENDAHULUAN

A. Biografi Amos Yong


Berdasarkan data yang telah diperoleh, maka dapat diketahui beberapa Informasi
Biografi dari seorang tokoh Teologi, yakni Amos Yong. Diketahui bahwa Amos Yong
lahir tepat pada tanggal 26 Juli 1965.1 Yong lahir dari keluarga Kristen
kewarganegaraan Malaysia yang kemudian berimigrasi menuju Amerika Serikat.
Orangtua Yong bernama Joseph dan Irene Yong. Amos Yong menikah dengan seorang
perempuan bernama Alma dan akhirnya, memiliki tiga orang anak yang bernama
Annalisa, Alyssa, dan Aizaiah. Ia memeroleh Gelar Sarjana dari Bethany College, lalu
meneruskan pendidikan Masternya di Western Evangelical Seminary dan Portland State
University dan Pendidikan terakhir yang akhirnya Ia jalani, bertempat di Universitas
Boston dalam rangka meraih gelar doktornya. Amos Yong kini merupakan seorang
profesor Teologi dalam bidang sistematika, yang mana ia mengajar di Universitas
Regent. Amos Yong menjadi seorang teolog Pentakosta yang mendalami studi Teologi
agama-agama. Dari mulai tahun 2003 hingga pada tahun 2004, Amos Yong menjadi
anggota dari pengadaan konsultasi terkait pluralitas agama yang disediakan oleh Dewan
Gereja sedunia. Pada saat ini, Amos Yong menjabat sebagai pendeta di Pentacostal
Assemble of God Church. Sebagai seorang Teolog, Yong memegang minat penelitian
di berbagai bidang termasuk Pentakosta Global, Pentakosta dan Sains, Teologi Politik,
Teologi dan Disabilitas, Teologi Agama dan Pertemuan atau Dialog antar Agama, dan
Dialog Buddha-Kristen.2
B. Pandangan Teologi Amos Yong
Menurut Yong, Teologi adalah pencarian intelektual untuk memahami Tuhan dan
mengenal hubungan antara Tuhan dengan dunia ini dimana Allah sebagai pencipta dan
pemelihara dunia ini, sementara manusia sebagai yang menerima dan mengalami
langsung betapa luar biasanya Allah mengerjakan bagiannya di dalam dunia ini. Amos
Yong mempopulerkan pendekatan pneumatologis (Pendekatan yang mengambil peran
Roh Kudus dalam kerangka Tritunggal dalam rangka membangun hubungan dan
sekaligus menjadi penghubung antara tiap-tiap pribadi manusia terhadap Penciptanya
dan sebagai pendekatan yang mengandalkan peran Roh Kudus dalam memahami agama
Kristen itu sendiri). Dalam pendekatannya, Amos menekankan bahwa Roh Kudus akan
memungkinkan orang Kristen untuk menginternalisasi “Kebaikan Tuhan” dengan
membantu kita untuk secara aktif berinteraksi sebagai tuan rumah di dunia multi-iman
(Realitas dunia yang memiliki kehidupan spiritual dan kepercayaan yang beragam-
ragam). Yong percaya bahwa kaum Pentakosta maupun umat Kharismatik belum
pernah terpikir untuk mengkombinasikan pneumatologis ke dalam ajarannya, melainkan
hanya melakukannya secara konservatif, yang mana hanya membahas tentang berbuat
dan memberi saja.
Amos Yong juga menyebutkan bahwa oleh karena Pandangan Teologi Pentakosta
yang tidak dapat membedakan secara jelas terkait apakah realitas kekuasaan yang
sedang berlangsung dan bekerja dalam konteks kehidupan politik pemerintahan berasal
1
https://id. wikipedia. org/wiki/Amos_Yong, diakses pada tanggal 14 Maret 2021, Pukul
20.17 WIB.
2
Andrew Davies dan William Kay, Teologi Amos Yong dan Wajah Baru Beasiswa
Pentakosta. Dalam Jurnal Pentakosta Global dan Kharismatik Studi Jilid XIV, Belanda,
2013, Hlm.18-19.
dari Kekuasaan Iblis atau bukan, maka karena alasan itulah, Gereja Pentakosta memiliki
kecenderungan untuk menunjukkan ketaatan penuh kepada pemerintah, yang dianggap
sebagai wakil Tuhan sebagai pelaksana pemerintahan di dunia ini. Keyakinan Teologis
ini umumnya tidak didukung oleh pemeriksaan eksegetis secara menyeluruh terhadap
teks-teks seperti Roma 13:4, 1 Tim. 1:1-4, dan lainnya. Mereka lupa bahwa ada teks
dalam Wahyu 13 yang berbicara tentang pemerintahan yang memiliki kekuatan politik
dari Setan dan bertindak secara otoritatif dan berawal pura-pura selaras dan sejalan,
namun perlahan menunjukkan keaslian dari kekejaman dan kekejian untuk menegakkan
kekuatan politiknya.
Yong pun mempromosikan metode “pneumatik” terkait peran Roh Kudus dalam
Ketritunggalannya untuk membangun hubungan dan pemahaman Kristen terhadap
agama lainnya. Awalnya, Yong berharap dapat mengkaji kontribusi sekolah Pentakosta
dan Kharismatik terhadap Teologi agama dan terus memahami cara kerja Tuhan di
dunia, agama, dan spiritual kemanusiaan. Survei tersebut dilakukan oleh Yong dalam
artikelnya yang berjudul “Discerning Spirits”.3
Yong juga menggunakan metode lainnya seperti metode Aerodinamis (Metode
teologis yang digunakan persis seperti prinsip aerodinamik yang berfungsi untuk
memeriksa seberapa efisiennya metode dan langkah yang diambil dan dikerjakan
terhadap perkiraan gesekan-gesekan yang akan muncul serta dengan masalah-masalah
lainnya yang akan terjadi) untuk meneliti terkait Teologi Keramahtamahan. 4 Teologi
Keramahtamahan dapat diartikan sebagai kesediaan hati untuk terbuka akan kehadiran
Roh Kudus supaya bekerja dalam setiap hatinya masing-masing, sehingga nantinya
setiap hati yang telah menerima akan kembali memberikan keramahtamahan hati, sikap,
dan perlakuan terhadap kehadiran setiap orang dalam kehidupannya. Bagi Amos Yong,
Roh Tuhan mewakili keramahan Tuhan, dan Gereja harus berperan melalui interaksi
yang ramah dan wajib memperluasnya ke seluruh dunia, juga termasuk terhadap dunia
dan terkhusus agama lainnya. Maka dari itu, Amos Yong memandang Yesus sebagai
teladan kebaikan, karena Ia mewakili “Kebaikan Sejati”. Jika ditinjau dari perspektif
Teologi Keramahtamahan, Yong mencoba melihat hubungan antara umat Tuhan dan
orang asing dalam narasi Alkitabiah. Menurut penelitian Alkitabiahnya, Amos Yong
memandang agama lain bukanlah sebagai suatu objek penolakan, melainkan tetangga
yang harus diberi dan menerima keramahan. Sebelum dia memperluas metode
Aerodinamisnya menuju kepada Teologi Keramahtamahan, Amos Yong percaya bahwa
Roh Kudus juga bekerja dalam kehidupan politik, dimana Roh Kudus memberi Gereja
(Bait Suci dan komunitasnya) kekuatan untuk dapat melaksanakan pekerjaan Reformasi
yang tidak terbatas pada lingkup Gereja melainkan pemerintahan untuk menciptakan
kehidupan politik yang mencerminkan kehadiran Kebaikan Sejati itu sendiri di
dalamnya. Yong terus menegaskan bahwa tujuan pekerjaan Roh Kudus tidak hanya
berhubungan dengan Kharisma dan juga Manifestasi Karunia pada Gereja, melainkan
juga dengan Manifestasi Kebenaran, Manifestasi Kedamaian, dan Manifestasi Keadilan,
seperti yang ada tertulis di dalam Yesaya 15-17.

C. Buku Karya Amos Yong


3
Amos Yong, Discerning the Spirit(s): A Pentecostal-Charismatic Contribution to Christian
Theology of Religions, Sheffield, England: Sheffield Academic Press, 2000, Hlm. 112.
4
Yong, Amos, Hospitality and the Other: Pentecost, Christian Practices, and the Neighbor,
Maryknoll, NY: Orbis Books, 2008, Hlm. 59-65.
Sampai sekarang ini, Amos Yong banyak menuangkan buah-buah pemikirannya
melalui kepenulisan karya-karya buku sebagai berikut, yakni buku Discerning the
Spirits (2000), Spirit-Word-Community (2002), Beyond the Impasse: Toward a
Pneumatological Theology of Religions (2003), The Spirit Poured Out on All Flesh
(2005), Theology and Down Syndrome (2007), Hospitality & The Other (2008), The
Spirit of Creation (2011), The Bible, Disabilty, and the Church (2011), The Cosmic
Breath (2012), The Dialogical Spirit (2014), The Future of Evangelical Theology
(2014), The Kerygmatic Spirit (2018), Learning Theology (2018), Mission After
Pentecost (2019), dan An Amos Yong Reader: The Pentecostal Spirit (2020).
II. ISI

A. Latar Belakang munculnya Paham Pentakosta


Berawal di tahun 1905, yang mana terdapat 180 Gereja dan sinagoge telah
terdaftar di Los Angeles City Directory (Data yang memuat tentang pendataan Gereja,
sinagoge, dan bangunan, serta hal lainnya di kota tersebut). Di tahun berikutnya,
jumlahnya terus bertambah menjadi total 226 Gereja dan sinagoge. Pada tahun 1907,
terjadi peningkatan dari segi jumlah menjadi total 254 dan terjadi pula momentum
Azusa Street Mission (Sebuah momen kebangunan rohani yang sangat penting untuk
Pentakosta. Momen ini ditujukan ke lokasi asal bermulanya, yaitu di Jalan Azusa.
Azusa merupakan salah satu aliran agama Kristen di dunia dengan perkembangan yang
sangat pesat. Asal mula kebangunan rohani ini dimulai dengan pelayanan sederhana ke
Jalan Azusa No. 312. William Joseph Seymour adalah seorang pendeta yang menjadi
kepala pelayanan). Misi jalan Azusa dan kebangunan rohani ini diselenggarakan antara
April 1906 dan akhir tahun 1909 menjadi subjek banyak studi dalam beberapa tahun
terakhir.
Paham yang muncul pada masa-masa perkembangan itu ialah paham Pentakosta.
Namun, tepat sebelum munculnya aliran Pentakostalisme pada tahun 1906, diketahui
telah hadir terlebih dahulu Gereja Hitam (Istilah yang digunakan untuk menggambarkan
gereja Protestan yang mulanya didominasi oleh komunitas orang kulit hitam.) yang
didominasi oleh aliran Baptis. Kemudian, ditemukan data bahwa hampir semua orang
Kristen Afrika-Amerika adalah Protestan, dan 96% diantaranya merupakan aliran
Baptis atau Methodis. Keanggotaan empat besar denominasi Protestan kulit hitam,
National Baptist Convention, Inc, Gereja Epsikopal Metodis Afrika, Zion Epsikopal
Methodis Afrika Gereja dan Gereja Epsikopal Metodis.
Dalam satu generasi, Afro-Pentakostalisme (Aliran Pentakostal di Afrika) akan
menarik lebih dari 500.000 hingga lebih penganut dalam rangka menjadi keluarga
religius terbesar diantara orang kulit hitam denominasi setelah Baptis.5 Selama periode
ini, Pentakosta hitam akan muncul sebagai keluarga religius terbaik dalam Gereja
Hitam secara keseluruhan, tidak hanya melampaui Katolik Roma kulit hitam, tetapi
kelompok Protestan lainnya termasuk Epsicopaslians (Gereja anggota persekutuan
Anglikan sedunia dengan kantor pusat di AS dan keuskupan lain di tempat lain. Ini
adalah denominasi Kristen utama yang dibagi menjadi sembilan provinsi.),
Congregationalists (Gereja-gereja Protestan yang dalam tradisi Reformasi
mempraktikkan administrasi paroki gerejawi di mana masing-masing paroki mengatur
urusannya sendiri-sendiri secara mandiri dan otonom.) dan Presbyterians (Aliran yang
mengacu pada beragam kelompok gereja yang mengikuti sampai batas tertentu ajaran

5
Amos Yong dan Estrelda Y. Alexander, Afro-Pentecostalisme; black pentecostal and
Charismatic Christianity in History and Culture, New York: NYU Press, 2011, Hlm. 23-40.
John Calvin dan John Knox dan mempraktikkan bentuk pemerintahan gereja
Presbiterian yang dipimpin oleh perwakilan penatua (presbiter)).
Pertumbuhan Afro-Pentakostalisme akan mengubah lanskap keagamaan Protestan
kulit hitam, dimana pada tahun 1940, Afro-Pentakostalisme akhirnya berkembang dan
menjadi terbagi lebih dari lima puluh denominasi dan banyak jemaat independen.
Secara geografis, itu mencakup semua wilayah Amerika Serikat dan melalui jaringan
geografisnya yang tumpuh tindih, menciptakan dibasis organisasi nasional untuk postur
publik Afro-Pentakosta di masyarakat sipil kulit hitam. Di tahun 2006, Gerakan
Pentakosta Amerika kontemporer melewati satu mil batu, dengan merayakan ulang
tahunnya yang ke-100. Di rentang waktu itu, Sektor Amerika sangat berpengaruh, tidak
hanya berhadapan dengan cabang aliran Pentakostalisme, tetapi juga diseluruh Gereja
Kristen.6 Di rentang waktu itu, ditandai dengan berawal dari pemulihan dan penekanan
pada kontribusi Afrika-Amerika yang harus mengakui peran orang Kristen kulit hitam
dalam meletakkan dasar kebangkitan pentakosta. Pada abad ke-19, gerakan Pentakostal
ini ternyata semakin berkembang hingga akhirnya menekankan pemanggilan Gereja
kembali ke dalam sikap kesalehan pribadi yang lebih dalam melalui pengalaman
pengudusan dan penyalehan hidup.

B. Sumber Masalah yang muncul dari Paham Pentakostal


Amos Yong dalam hal ini mencoba untuk menjelaskan Teologi dari aliran
Pentakostal dan permasalahan yang muncul dalam pemahamaan aliran tersebut melalui
pemikirannya tentang hubungan Allah dengan umat manusia di dunia. Paham
Pentakostal maupun juga Kharismatik merupakan salah satu paham ahli yang
meyakinkan agama-agama yang ada di dunia ini untuk berpegang pada pemikiran
alirannya, agar ia bisa mempengaruhi orang-orang untuk mengikuti pemikiran yang
telah ia buat. Karena penilaian banyak orang, berdasarkan sikap yang tadinya telah
ditimbulkan, maka Pentakosta dianggap sebagai anti-intelektual yang lebih
mementingkan mimbar daripada lapangan permasalahan kerohanian. Pentakostalisme
juga dianggap sebagai gerakan keagamaan yang berfokus pada masalah keselamatan,
karunia, dan kedatangan Yesus yang sebentar lagi. Sementara dalam pandangan publik,
Pentakosta merupakan pengkhotbah, pendeta, dan bukan sarjana maupun teolog.7
C. Penjelasan dari Konteks Pemikiran Amos Yong
Dalam Konteks pemikiran yang ia bawakan di dalam cakupan lingkungan Gereja
dan masyarakat, Yong mengambil sebuah konteks pemikiran yang dinamakan dengan
“Pneumatologi”.8 Penekanan terhadap Pneumatologi ini dikhususkan bagi kelompok
baik Pentakosta maupun Kharismatik yang berpusat kepada pengembangan Karunia
Roh Kudus. Pneumatologi yang ia bawakan ini berpusat pada tiga kriteria, yakni divine
presence, absence, dan activity yang didapat diartikan dengan pernyataan bahwa
Keilahian Roh Kudus dalam Ketritunggalannya mampu hadir dan terhubung dengan
pekerjaan Allah di dalam Gereja. Juga menurut Yong, Roh Kudus inilah yang
memungkinkan orang Kristen dalam memahami dan merasakan “Keramahan Allah”,
sehingga dengan adanya Roh Kudus, maka setiap orang dimampukan untuk berinteraksi

6
Minggus Pranoto S., Discerning The Spirit (S): Dalam Kuasa Politik: Sebuah Perspektif
Teologi Pentakostal, STT Abdiel, Ungaran, Jawa Tengah, 2019, Hlm. 87-94.
7
Andrew Davies dan William Kay, Teologi Amos Yong dan Wajah Baru… Hlm.17-19.
8
Junifrius Gultom, Pneumatologi Amos Yong dan Refleksi Missiologi: Perspektif
Pentakosta/Kharismatik Indonesia, Jakarta: STT Bethel Petamburan, 2018, Hlm. 19-21.
secara positif dalam peningkatan Kerajaan Allah di dalam dunia ini. Pneumatologi yang
lebih sering dikaitkan dengan kelompok baik Pentakosta maupun Kharismatik, yang
mana bagi Pentakosta maupun Kharismatik menganggapnya supaya menjadi fokus
utama atau sebagai Missio Dei dalam meningkatkan Kerajaan Allah, sehingga dalam
hal ini bagi mereka, Gerejanya pun dapat turut ambil peran secara aktif di dalam tujuan
pemisian pemberitaan Allah di seluruh bumi.9 Pendekatan Amos Yong terhadap
Pneumatologi ini bersifat dialogis, disebabkan oleh yang pada dasarnya kelompok baik
Pentakosta maupun Kharismatik selalu mempertahankan keadaan yang telah menjadi
kebiasaan dan selalu berlaku bagi mereka mengenai Karunia Roh Kudus.10 Yong juga
berpendapat bahwa Roh Allah dapat hadir di dalam setiap orang di dalam kepelbagaian
dan kepelbagaian tersebut menjadi satu kesatuan. Kesimpulan yang dapat diambil
mengenai Konteks Pneumatologi yang dibawakan oleh Amos Yong ini adalah bahwa
Roh Kudus mempunyai peran yang besar dalam pertumbuhan dan perkembangan di
dalam Misi Allah bagi Gereja dan masyarakat.11
D. Garis-garis besar yang dimunculkan
Terdapat kriteria pneumatologis, dimana dapat dijelaskan tentang Firman dan Roh
yang bersatu dalam bentuk Kasih. Ia menjelaskan bahwa Hati adalah pusat pemersatu
manusia pikiran, kemauan, emosi dan tubuh yang dibentuk oleh pertemuan dengan Roh.
Dalam hubungan ini, pengalaman kharismatik merupakan tanda awal dari masuknya
orang percaya ke medan kekuatan Roh. Sakramentalitas pengalaman Pentakosta-
Kharismatik kemudian dapat dibawa lebih jauh kepada alam yang disebut Santo Paulus
sebagai “buah-buah Roh”. Disposisi yang muncul dari bawah pengaruh kuat Roh
diungkapkan secara kognitif dan somatik lebih integratif daripada itu dibentuk oleh diri
sendiri atau roh lainnya. Dengan cara ini, pengalaman Kharismatik dan kehidupan
Kharismatik terus menerus membentuk imajinasi pneumatologis, dan sebaliknya.
Kemudian yang kedua, yakni Perubahan Pneumatologis dalam Teologi agama dimana
Amos Yong dalam hal ini menekankan buat para teolog agar membantu jemaat Gereja
dalam berbahasa roh dan juga agar jemaat dapat membedakan kapan dan dimana roh itu
berbicara agar tidak ada semua nya dianggap oleh jemaat adalah roh. Juga diketahui
bahwa Amos Yong juga menekankan agar para teolog Gereja mengikutsertakan
pneumatologi dalam memecahkan masalah perbedaan yang ada di ruang lingkup
Gereja. Lalu, yang ketiga ialah tentang Perubahan Pneumatologis dalam Teologi agama.
Amos Yong dalam hal ini menekankan buat para teolog agar membantu jemaat Gereja
dalam berbahasa roh dan juga agar jemaat dapat membedakan kapan dan dimana roh itu
berbicara agar tidak ada semua nya dianggap oleh jemaat adalah roh. Dan Amos Yong
juga menekankan agar para teolog Gereja mengikutsertakan pneumatologi dalam
memecahkan masalah perbedaan yang ada di ruang lingkup Gereja.
Selanjutnya, Dalam hal ini Amos Yong memberikan tanggapan terhadap orang
Kristen yang menolak kemajuan ilmu pengetahuan, sehingga orang Kristen tidak bisa
berkembang, karena tidak ada keterbukaan terhadap kemajuan jaman khusus nya dari
ajaran-ajaran agama yang berkembang. Juga yang terakhir dalam pembahasannya
9
Amos Yong dan Rosalynde F. Welch, Theology and down sydrome: Reimagining disability
in late modernity, Waco Texas: Baylor University Press, 2007, Hlm. 32-39.
10
Amos Yong, Spirit-Word-Community, Burlington, USA: Ashgate, 2002, Hlm. 47-64.
11
Wolfgang Vondey dan Martin W. Mittelstadt, The Theology of Amos Yong and the New
Face of Pentecostal Schorlarship: Passion the Spirit, Leiden: Boston, Netherlands, 2013,
Hlm. 25-29.
yakni, terkait Hermeneutis yang dibawakan oleh Amos Yong yang ternyata tidak
terlepas dari pengalaman yang dialami Yong pada saat berargumen bahwa para
penginjil lebih cenderung menyalahkan ilmu pengetahuan yang berkembang, karena
dianggap sebagai masalah yang dapat menghilangkan makna Alkitab dengan segala
ilmu pengetahuan yang berkembang. Maka dari itu, Amos Yong hadir dengan
Hermeneutik Pentakostanya (Penafsiran yang dalam prosesnya harus dilandaskan dan
ditengahi oleh Alkitab yang dipercaya diberikan oleh Roh Kudus pula) 12 yang dia
anggap sebagai solusi dalam memecahkan perbedaan tersebut dan Amos Yong
beranggapan bahwa Roh Kudus hadir untuk menolong umat nya khusus nya para
penginjil nya.
E. Penyelesaian dari Permasalahan Paham Pentakostal yang muncul
Amos Yong memiliki pemikiran bahwa Teologi ialah bagian dari suatu proses
penelusuran akademis dalam rangka pemahaman akan Allah serta dunia juga melihat
realitas kenyataan agama yang merupakan matra pengalaman empiris manusia. 13
Teologi agama merupakan upaya pendekatan iman Kristiani untuk menggambarkan
hubungan di antara Allah terhadap agama lainnya di luar Kristen. Oleh sebab itu, Yong
melakukan sebuah pendekatan “Pneumatologis” melalui karya peranan Roh Kudus
dalam bagian kesatuan Trinitas supaya relasi dan pemahaman agama Kristen dapat
terbangun bersama agama lainnya.14 Bagi Amos Yong, Roh Allah menunjukkan tentang
kebaikan Allah yang harus disebarluaskan Gereja kepada seluruh bangsa. Oleh sebab
itu, Amos Yong melalui kacamata kebaikan dari Allah tersebut melihat hubungan Allah
dengan orang asing lainnya di dalam narasi Alkitabiah. Dengan pendekatan tersebutlah
Amos Yong memberikan sebuah aliran Teologi Pentakosta dan Kharismatik bagi
agama-agama mengenai pemahaman tentang Allah yang berada di dunia dan tentang
manusia yang beragama yang memiliki sebuah spiritualitas. Sebelum dia menggunakan
pendekatan pneumatologis, ia terlebih dahulu membangun sebuah Teologi tafsir yang
trinitian yang memiliki makna sama dengan pendekatan pneumatologikal yang telah ia
lakukan melalui pemikirannya.
Pada perkembangan selanjutnya, Teologi Pentakosta mulai mempertimbangkan
kembali doktrin-doktrin yang telah ada dengan sistematis yaitu mencakup Soteriologi,
Eklesiologi, Pneumatologi, Doktrin Ketuhanan, Doktrin Penciptaan, dan dialog dengan
agama-agama.15 Maka, Yong menawarkan metode diskusi terhadap sifat Teologi
Pentakosta dan membentuk generasi baru sarjana Pentakosta yang dapat melampaui
percakapan tradisional sejarah dan alkitabiah yang telah mendominasi masa lalu yang
pada perkembangannya melalui bukunya untuk menjadi Neo-Pentacostalism.
Kemudian, Amos Yong mulai menyarankan cara-cara yang gamblang (Jelas dan mudah

12
French L. Arrington, “Feedback: Pentecostal Hermeneutic,” Pneuma. The Journal of the
Society for Pentecostal Studies, Vol. 16, No. 1, Spring: Amerika, 1994, Hlm. 104.
13
Amos Yong, Beyonds the Impasse, Grand Rapids, Michigan: Baker Academic, 2003, Hlm.
98-103.
14
Christopher J. Thomas dan Rickie D. Moore, Roh Kontribusi Pentakosta-Kharismatik
Untuk Teologi Agama Kristen Amos Yong, Dalam Jurnal “Teologi Pentakosta”, Seri
Suplemen XX, Inggris: Sheffield Academic Press, 2000, yang diakses pada tanggal 14 Maret
2021, Pukul 11.53 WIB, Hlm. 59.
Robeck Jr., Cecil M., dan Amos Yong, The Cambridge Companion to Pentecostalism, New
15

York, USA: Cambridge University Press, 2014, Hlm. 91-92


dimengerti), yang dimana Teologi Pentakosta bekerja sama dengan agenda teologis
abad ke-21 secara luas, interdispliner, dan juga secara integratif.16
F. Pandangan terhadap Penelitian Amos Yong
Pandangan orang-orang mengenai penelitian Yong dapat dijawab melalui tulisan-
tulisan Yong yang terprogram dan dengan tangkas diperdebatkan serta disusun dengan
ketat, sehingga melampaui masalah Teologis tradisional. Penelitian Yong dapat
melewati berbagai macam disiplin ilmu mulai dari Teologi hingga kepada neurobiologi
(Sebuah cabang ilmu yang memiliki hubungan dengan sebab muasal perilaku manusia),
dari interpretasi alkitabiah hingga dialog antaragama, dari hermeneutika Teologis
hingga Teologi disabilitas, dari Teologi politik hingga Teologi penciptaan, dari doktrin
Pentakosta hingga perdebatan filosofis.17 Pentakosta tidak menolak refleksi krisis
logika, tetapi menolak tunduk pada klaim dominasi ekslusif mereka. Karena, pada awal
abad ke-21, keilmuan Pentakosta masih dalam proses untuk membangkitkan kesadaran
diri sebagai media untuk terlibat dalam perjuangan melawan struktur yang menghalangi
berkembangnya manusia serta mengarahkan manusia kepada Tuhan. Pada saat yang
sama, Pentakosta membangun kesadaran ilmiah baru berdasarkan pengejaran hidup
dalam Roh.18
G. Dampak Pandangan Amos Yong pada Kehidupan Masa Kini
Dalam perkembangan yang terjadi, para teolog Pentakosta mulai
mempertimbangkan doktrin-doktrin yang ada di acara dengan lebih sistematis, dimana
para pemimpin Agama ini mulai menyarankan secara terus terang cara-cara di mana
Teologi pentakosta berkonstribusi pada aksi Teologis abad ke-21 secara luas, tidak
terbatas dan integratif. Walaupun pertumbuhan Gereja merupakan hal yang penting,
tetapi misi eklesiologi haruslah berpusat di dalam rancangan Missio Dei, yakni misi
yang Yong jelaskan supaya berfokus dalam rangka meningkatkan dan memajukan
Kerajaan Allah dibandingkan dengan pertumbuhan Gereja itu sendiri.19 Hal ini
dikarenakan Gereja bukanlah merupakan Kerajaan Allah, melainkan suatu upaya
pendekatan dari perwujudan Kerajaan Allah itu sendiri, yang oleh karenanya, maka
Misi tidak boleh semata-mata meningkatkan jumlah kuantitasnya saja, melainkan juga
harus mempertahankan faktor kualitas dari keutuhan Missio Dei dalam rangka
partisipasi Gereja kepada seluruh bangsa.20

III. KESIMPULAN

Andrew Davies dan William Kay, Teologi Amos Yong dan Wajah Baru… Hlm. 24-27.
16

17
Amos Yong, Academic Glossolalia? Pentacostal Scholarship, Multi-Diciplinarity, and the
Science-Religion Conversation, Virginia Beach: Regent University School of Divinity, 2005,
Hlm. 71-74.
Andrew Davies dan William Kay, Teologi Amos Yong dan Wajah Baru… Hlm. 27.
18

19
Ernest Williams S., Systematic Theology, Dalam Jurnal “Pneumatology Ecclesiology
Eschatology”, 1981, yang diakses pada tanggal 14 Maret 2021, Pukul 11.09 WIB, Hlm. 19-
25.
Amos Yong dan Jonathan Anderson,
20
Renewing Christian Theology: Systematics for a
Global Christianity, Waco Texas: Baylor University Press, 2014, Hlm. 76-81.
Berdasarkan pembahasan secara keseluruhan, maka dapat disimpulkan bahwa
kriteria pengalaman-pengalaman rohani yang fenomenal dari aliran Pentakosta maupun
kharismatik tersebut, perlu untuk dilihat dari sejauh mana pengalaman itu mampu
melahirkan suatu bentuk tindakan-tindakan etis yang holistik atau secara keseluruhan
terkait dengan hubungan-hubungan komunal yang terpelihara dan diperkuat.
Menimbang hal tersebut, untuk sementara Roh Kudus yang universal itu dapatlah
dikatakan memang sungguh hadir di dalam agama tersebut, namun patutlah menjadi
tantangan bagi seorang Kristen yang tertebus untuk dapat mampu menilai lebih dalam
terkait, apakah agama tersebut sesungguhnya sedang dalam lingkup penyembahan Roh
Kudus atau malah sedang berada dalam lingkup penyembahan kepada roh-roh demonik,
si pengklaim kebenaran.
Melalui pemahaman seperti ini, maka bukan tidak mungkin bagi seorang penganut
bahkan pemimpin aliran Pentakosta maupun Kharismatik, yang tadinya mengklaim
bahwa keadaannya dipenuhi dengan hadirnya Roh Kudus itu, ternyata malah bersekutu
dengan roh-roh denomik juga destruktif. Bukannya tanpa alasan, melainkan berdasar
kepada perkataan Yesus yang dituliskan dalam Alkitab bahwa, “Dari buahnyalah kamu
dapat mengenal mereka” (Mat. 7:20). Sehingga, dapat disimpulkan, jika perbuatan yang
dihasilkan tidak menampakkan petunjuk praksis seperti yang dijelaskan sebelumnya,
maka dapat dikatakanlah bahwa hal tersebut tepat untuk menjadi dasar penjelasan bukti
konkret yang tidak bersesuaian dalam rangka membicarakan peran soteriologisnya
(Keselamatan).

DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Yong, Amos,
2003 Beyonds the Impasse,
(Grand Rapids, Michigan: Baker Academic).
Yong, Amos,
2002 Spirit-Word-Community,
(Burlington, USA: Ashgate).
Yong, Amos,
2005 Academic Glossolalia? Pentacostal Scholarship, Multi-Diciplinarity,
and the Science-Religion Conversation,
(Virginia Beach: Regent University School of Divinity).
Yong, Amos,
2000 Discerning the Spirit(s): A Pentecostal-Charismatic Contribution to
Christian Theology of Religions,
(Sheffield, England: Sheffield Academic Press).
Yong, Amos dan Estrelda Y. Alexander,
2011 Afro-Pentecostalisme; black pentecostal and Charismatic Christianity
in History and Culture,
(New York: NYU Press).
Vondey, Wolfgang dan Martin W. Mittelstadt,
2013 The Theology of Amos Yong and the New Face of Pentecostal
Schorlarship: Passion the Spirit,
(Leiden: Boston, Netherlands).
Yong, Amos dan Jonathan Anderson,
2014 Renewing Christian Theology: Systematics for a Global Christianity,
(Waco Texas: Baylor University Press).
Robeck Jr., Cecil M., dan Amos Yong,
2014 The Cambridge Companion to Pentecostalism,
(New York, USA: Cambridge University Press).
Yong, Amos dan Rosalynde F. Welch,
2007 Theology and down sydrome: Reimagining disability in late modernity,
(Waco Texas: Baylor University Press).
Yong, Amos,
2008 Hospitality and the Other: Pentecost, Christian Practices, and the
Neighbor,
(Maryknoll, NY: Orbis Books).
Pranoto, S., Minggus,
2019 Discerning The Spirit (S): Dalam Kuasa Politik: Sebuah Perspektif
Teologi Pentakostal,
(STT Abdiel, Ungaran, Jawa Tengah).
Gultom, Junifrius,
2018 Pneumatologi Amos Yong dan Refleksi Missiologi: Perspektif
Pentakosta/Kharismatik Indonesia,
(Jakarta: STT Bethel Petamburan).
JURNAL
Williams, S., Ernest,
1981 Systematic Theology,
(Dalam Jurnal “Pneumatology Ecclesiology Eschatology” yang diakses
pada tanggal 14 Maret 2021, Pukul 11.09 WIB).
Thomas, Christopher J. dan Rickie D. Moore,
2000 Roh Kontribusi Pentakosta-Kharismatik Untuk Teologi Agama Kristen
Amos Yong ,
(Dalam Jurnal “Teologi Pentakosta”, Seri Suplemen XX, Inggris:
Sheffield Academic Press yang diakses pada tanggal 14 Maret 2021,
Pukul 11.53 WIB).
Davies, D. dan William Kay,
2013 Teologi Amos Yong dan Wajah Baru Beasiswa Pentakosta,
(Dalam Jurnal Pentakosta Global dan Kharismatik Studi Jilid XIV,
Belanda yang diakses pada tanggal 14 Maret 2021, Pukul 13.29 WIB).
Arrington, French L.,
1994 “Feedback: Pentecostal Hermeneutic,” Pneuma.
(The Journal of the Society for Pentecostal Studies, Vol. 16, No. 1,
Spring, Amerika yang diakses pada tanggal 14 Maret 2021, Pukul
17.26 WIB)
LINK INTERNET
https://id. wikipedia. org/wiki/Amos_Yong, diakses pada tanggal 14 Maret 2021, Pukul 20.17
WIB.

Anda mungkin juga menyukai