Disusun oleh:
Oleh Kelompok 6
Arif Wahyudi (11200240000078)
Dyah Pramudya Sari (11200240000058)
Uswatun Hasanah (11200240000043)
1
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang
Berhadapan dengan sebuah karya fiksi, pada dasarnya kita dihadapkan pada
sebuah dunia, dunia rekaan, sebuah dunia yang sudah dilengkapi dengan penghuni dan
permasalahan-nya. Dunia yang ditemui dalam karya fiksi bisa dunia apa saja, seperti
dunia binatang, politik, ilmu pengetahuan, pendidikan bahkan dunia kehidupan
perempuan. Dunia perempuan yang terdapat dalam karya sastra diciptakan baik oleh
pengarang laki-laki maupun pengarang perempuan. Sayangnya pada awal
perkembangan karya sastra Indonesia hanya karya pengarang laki-laki yang
diperhitungkan, sedangkan karya perempuan dianggap hanya sebagai karya populer
yang tidak layak diperhitungkan.
Pada tahun 1884, Friedrich Engels seorang cendekiawan asal Jerman, sahabat
dari Karl Marx, menerbitkan karyanya yang berjudul “The Origin of the Family, Private
Property and The State”. Melalui buku tersebut, Engels mengutarakan pandangannya
terkait dengan ketidak-adil-an perlakuan terhadap kaum laki-laki dan perempuan. Pada
2
masa itu, tenaga kerja perempuan tidak digaji, suara dan pendapat perempuan juga tidak
diperhitungkan dan didengar. Selama ratusan tahun lamanya, kaum perempuan
diposisikan seolah seperti kaum marginal. Menurut Engels kesetaraan pada perempuan
dan laki-laki tidak akan pernah terwujud tanpa menghancurkan sistem kapital. Dengan
kata lain, penindasan terhadap kaum perempuan merupakan implikasi dari praktik
sistem kapitalis yang menciptakan kondisi keterpurukan perempuan.
Pada akhir abad ke-19 mulai muncul gerakan yang disebut sebagai gerakan
feminis. Gerakan ini sebagai respon terhadap fakta-fakta yang menyebutkan bahwa
perempuan berkedudukan lebih rendah dibawah laki-laki, dan sebagai bentuk protes
terhadap eksploitasi berlebihan terhadap perempuan oleh kaum laki-laki. Menginjak
akhir tahun 1980-an, gerakan feminis mulai dianggap perlu diangkat sebagai bahan
kajian. Dalam karyanya yang berjudul “Does ‘Gender’ Makes the World Go
Round?” memaparkan tiga hal penting tentang perempuan. Pertama, bahwa perempuan
memainkan banyak peranan khususnya sebagai aktor politik. Kedua, bahwa secara
keseluruhan pengalaman dan kisah-kisah para perempuan secara epistimologi adalah
sama sehingga kemudian hal tersebut dijadikan kajian ilmiah dalam mengembangkan
Ilmu Hubungan Internasional. Ketiga, fakta bahwa perempuan secara historikal selalu
dipandang rendah, tidak diperhitungkan, dan bahkan dianggap absen keberadaannya.
3
Pergerakan di Eropa untuk “menaikkan derajat kaum perempuan” disusul oleh Amerika
Serikat saat terjadi revolusi sosial dan politik. Di tahun 1792, Mary Wollstonecraft
membuat karya tulis berjudul “Mempertahankan Hak-hak Wanita” (Vindication of the
Right of Woman) yang berisi prinsip-prinsip feminisme dasar yang digunakan
dikemudian hari. Pada tahun-tahun 1830-1840, sejalan terhadap pemberantasan praktek
perbudakan, hak-hak kaum prempuan mulai diperhatikan dengan adanya perbaikan
dalam jam kerja dan gaji perempuan, diberi kesempatan ikut dalam pendidikan, serta
hak pilih.
4
C. Teori Feminisme
Feminisme lahir awal abad ke 20, yang dipelopori oleh Virginia Woolf dalam
bukunya yang berjudul A Room of One‘s Own (1929). Secara etimologis feminis
berasal dari kata femme (woman), berarti perempuan yang bertujuan untuk
memperjuangkan hak-hak kaum perempuan (jamak), sebagai kelas sosial. Tujuan
feminis adalah keseimbangan, interelasi gender. Dalam pengertian yang lebih luas,
feminis adalah gerakan kaum wanita untuk menolak segala sesuatu yang
dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan, baik
dalam bidang politik dan ekonomi maupun kehidupan sosial pada umumnya.
Menurut Moeliono arti leksikal, feminisme adalah gerakan perempuan yang
menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum laki-laki dan kaum perempuan.
Gerakan Feminisme muncul dari gerakan emansipasi perempuan, yaitu proses
pelepasan diri dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah serta pengekangan hukum
yang membatasi kemungkinan-kemungkinan untuk berkembang dan melejitkan diri
untuk maju. 1Teori feminis sebagai alat kaum wanita untuk memperjuangkan hak-
haknya, erat berkaitan dengan konflik kelas ras, khususnya konflik gender. Dalam teori
sastra kontemporer, feminis merupakan gerakan perempuan yang terjadi hampir di
seluruh dunia. Gerakan ini dipicu oleh adanya kesadaran bahwa hak-hak kaum
perempuan sama dengan kaum laki-laki.
Keberagaman dan perbedaan objek dengan teori dan metodenya merupakan
ciri khas studi feminis. Dalam kaitannya dengan sastra, bidang studi yang relevan,
diantaranya: tradisi literer perempuan, pengarang perempuan, pembaca perempuan,
ciri-ciri khas bahasa perempuan, tokoh-tokoh perempuan, dan sebagainya. Adapun di
dalam kaitannya dengan kajian budaya, permasalahan perempuan lebih banyak
berkaitan dengan kesetaraan gender. Feminis, khususnya masalah-masalah mengenai
wanita pada umumnya dikaitkan dengan emansipasi, gerakan kaum perempuan untuk
menuntut persamaan hak dengan kaum laki-laki, baik dalam bidang politik dan
ekonomi, maupun gerakan sosial budaya pada umumnya. Dalam sastra emansipasi
sudah dipermasalahkan sejak tahun 1920-an, ditandai dengan hadirnya novel-novel
Balai Pustaka, dengan mengemukakan masalah-masalah kawin paksa, yang kemudian
dilanjutkan pada periode 1930-an yang diawali dengan Layar Terkembang karangan
1
Zahratul Umniyyah, “Jeritan Perempuan Yang Terkungkung Sistem Patriarki Dalam Kumpulan Cerita Pendek
Akar Pule: Suatu Tinjauan Feminisme Radikal,” SEMIOTIKA: Jurnal Ilmu Sastra Dan Linguistik 18, no. 2 (31
Juli 2017): h, 1, https://doi.org/10.19184/semiotika.v18i2.5664.
5
Sutan Takdir Aliajahbana.
Menurut Salden, ada lima masalah yang biasa muncul dalam kaitannya dengan
teori feminis, yaitu:
1. Masalah biologis
2. Pengalaman
3. Wacana
4. Ketaksadaran
5. Masalah sosio ekonomi.
Perdebatan terpenting dalam teori feminis timbul sebagai akibat masalah
wacana sebab perempuan sesungguhnya termarginalisasikan melalui wacana yang
dikuasai oleh laki-laki. Pendekatan feminisme dalam kajian sastra sering dikenal
dengan kritik sastra feminisme. Feminis menurut Nyoman Kutha Ratna berasal dari
kata femme yang berarti perempuan. Sugihastuti dan Suharto berpendapat bahwa
feminisme adalah gerakan persamaan antara laki-laki dan perempuan di segala bidang
baik politik, ekonomi, pendidikan, sosial dan kegiatan terorganisasi yang
mempertahankan hak-hak serta kepentingan perempuan. Feminisme juga menurut
Sugihastuti merupakan kesadaran akan penindasan dan pemerasan terhadap perempuan
dalam masyarakat, baik di tempat kerja dan rumah tangga. Kaum perempuan
sesungguhnya terbelenggu dalam perspektif laki-laki karena gerakan dan perjuangan
kaum perempuan dalam sektor publik itu sesungguhnya masih beroperasi dalam
lingkungan sistem, struktur, dan peraturan dunia pria. Ketidakadilan ini memposisikan
perempuan untuk mencari, menyesuaikan bagaimana agar sederajat dengan kaum pria,
muncul di Indonesia dengan istilah emansipasi perempuan untuk memperoleh
kesetaraan antara perempuan dan laki–laki memperoleh pendidikan sampai tingkat
tertinggi. Dalam dunia sastra ketimpangan ini menyebabkan munculnya gerakan
feminis, yaitu perbedaan gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang
tidak melahirkan ketidakadilan gender.
Menurut Ratna dalam pengertian yang lebih luas, feminis adalah gerakan
kaum wanita untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan,
dan direndahkan oleh kebudayaan dominan, baik dalam bidang politik dan ekonomi
maupun kehidupan sosial pada umumnya. Sue Thornham dalam buku Teori Feminis
dan Cultural Studies bahwa menurut Woolf, perempuan berada di dalam dan di luar
semua struktur simbolik yang membentuk identitas. Perempuan berada di luar bangsa
karena ia sendiri tidak dapat mengajukan klaim atas identitas nasional. Ia berada di luar
6
kelas karena tidak memiliki penanda kelas. Dalam pengertian material, perempuan
terkungkung dalam ranah pribadi, dieksklusikan dari kekuasaan sosial, namun
kekuasaan ideologisnya jauh lebih besar. Feminisme merupakan kajian sosial yang
melibatkan kelompok-kelompok perempuan yang tertindas, utamanya tertindas oleh
budaya partiarkhi. Feminisme berupa gerakan kaum perempuan untuk memperoleh
otonomi atau kebebasan untuk menentukan dirinya sendiri. Berupa gerakan emansipasi
perempuan, yaitu proses pelepasan diri dan kedudukan sosial ekonomi yang rendah,
yang mengekang untuk maju. Feminisme bukan merupakan upaya pemberontakan
terhadap laki-laki, bukan upaya melawan pranata sosial, budaya seperti perkawinan,
rumah tangga, maupun bidang publik. Kaum perempuan pada intinya tidak mau
dinomorduakan, tidak mau dimarginalkan.
Menurut Fakih istilah feminin sering diberikan kepada sosok perempuan karena
sifat lembut, pasif, penyayang, emosional dan menyukai anak-anak merupakan sifat
alamiah yang seharusnya dimiliki oleh seorang perempuan yang dipandang sebagai
sosok yang tidak lebih unggul dari laki-laki. Sifat lembut, pasif, penyayang, emosional,
dan sifat lainnya bukan merupakan bawaan hereditas dari jenis kelamin laki-laki dan
perempuan melainkan sifat yang dilekatkan oleh masyarakat yang beragam budaya.
Sifat-sifat yang dilekatkan dapat berbeda dalam satu budaya dengan budaya lain, di satu
tempat dengan tempat lain, di satu kelas dengan kelas lain, maupun dari waktu ke
waktu, sesuka masyarakat melekatkan sifat tersebut untuk perempuan maupun laki-
laki. Perbedaan gender tidak akan menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan
ketidakadilan gender. Akan tetapi, yang terjadi perbedaan gender telah melahirkan
ketidakadilan gender terutama kepada perempuan.2
D. Aliran-Aliran Feminis
Menurut Fakih, ada empat aliran feminisme yang paling menonjol yaitu
feminisme liberal, feminisme radikal, feminisme marxis, dan feminisme sosial.
Feminisme liberal menempatkan perempuan memiliki kebebasan secara penuh dan
individual menyatakan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan
pemisahan antara dunia privat dan publik, menyadarkan perempuan bahwa mereka
adalah golongan yang tertindas. Feminisme marxis memandang bahwa penindasan
perempuan adalah bagian dari penindasan kelas dalam hubungan produksi. Persoalan
2
metatags generator, “Stereotype Terhadap Tokoh Utama Perempuan Dalam Novel Alun Samudra Rasa Karya
Ardini Pangastuti Bn | Martabat: Jurnal Perempuan Dan Anak,” h, 30-32, diakses 2 April 2023,
https://ejournal.uinsatu.ac.id/index.php/martabat/article/view/4293.
7
perempuan selalu diletakkan dalam kerangka kritik atas kapitalisme. Feminisme sosial
melakukan sintesis antara metode historis materialis Marx dan Engels dengan gagasan
personal of political dari kaum feminis radikal. Bagi feminisme sosialis, penindasan
perempuan terjadi di kelas mana pun, bahkan revolusi sosialis ternyata tidak serta merta
menaikkan posisi perempuan Atas dasar itu mereka menolak visi Marxis klasik yang
meletakkan eksploitasi ekonomi sebagai dasar penindasan gender. Feminisme radikal
menganggap bahwa pokok permasalahan perempuan adalah laki-laki sehingga
perempuan perlu menghindari atau melawan. Para penganut feminisme radikal tidak
melihat adanya perbedaan antara tujuan personal dan politik. unsur-unsur seksual atau
biologis sehingga dalam melakukan analisis tentang penyebab penindasan terhadap
kaum perempuan oleh laki-laki, mereka menganggapnya berakar pada jenis kelamin
laki-laki itu sendiri beserta ideologi patriarkinya.3
Rosemarie Putnam Tong mengemukakan adanya delapan ragam pemikiran
feminis, yaitu feminis liberal, feminis radikal, feminis marxis dan sosialis, feminis
psikoanalisis dan gender, feminis eksistensialis, feminis posmodern, feminis
multikultural dan global, dan ekofeminis, feminis islam.
1. Feminis Liberal
Akar dari perspektif feminis liberal bertumpu pada kebebasan dan
kesetaraaan rasionalitas. Para penganut feminis liberal yang dipelopori oleh Mary
Wollstonecraft berpendapat bahwa perempuan, seperti halnya laki-laki, mampu
untuk mengembangkan kapasitas intelektual dan moralitas mereka. Hal ini berarti
bahwa perempuan adalah mahkluk yang rasional seperti laki-laki yang juga
mempunyai hak untuk ikut serta dalam kehidupan publik, seperti untuk memberikan
sumbangan pada perdebatan tentang isu-isu politik, sosial dan moral, daripada
sebagai mahkluk yang terkurung dan tersingkirkan dalam ruang privat di rumah dan
keluarga, yang diwakili oleh laki-laki sebagai ‘kepala rumah tangga’.
2. Feminis Radikal
Feminis radikal yang berkembang dari partisipasi mereka dalam satu atau
lebih gerakan sosial radikal di Amerika Serikat pada awal 1960-an, memiliki hasrat
untuk memperbaiki kondisi perempuan . Feminis radikal mendasarkan pada suatu
tesis bahwa penindasan terhadap perempuan berakar pada ideologi patriarki sebagai
3
Umniyyah, “Jeritan Perempuan Yang Terkungkung Sistem Patriarki Dalam Kumpulan Cerita Pendek Akar
Pule,” h, 159-160.
8
tata nilai dan otoritas utama yang mengatur hubungan laki-laki dan perempuan
secara umum. Oleh karena itu, perhatian utama feminis radikal adalah kampanye
anti kekerasan terhadap perempuan.
3. Feminis Marxis dan Sosialis
Feminis Marxis dipengaruhi oleh ideologi kelas Karl Marx. Feminis
Marxis mengidentifikasi kelasisme sebagai penyebab opresi (penindasan) terhadap
perempuan. Opresi terhadap perempuan tersebut bukanlah hasil tindakan sengaja
dari satu individu, melainkan produk dari struktur politik, sosial, dan ekonomi
tempat individu itu hidup. Oleh karena itu, tujuan dari feminis marxis adalah
mendeskripsikan basis material ketertundukan perempuan dan hubungan antara
model-model produksi dan status perempuan, serta menerapkan teori perempuan dan
kelas pada peran keluarga.
4. Feminis Psikoanalisis dan Gender
Tong menjelaskan bahwa feminis psikoanalisis dan gender
mengemukakan gagasan bahwa penjelasan fundamental atas cara bertindak
perempuan berakar dalam psikis perempuan, terutama dalam cara berpikir
perempuan. Dengan mendasarkan pada konsep Freud, seperti tahapan odipal dan
kompleks oedipus, feminis psikoanalisis mengklaim bahwa ketidaksetaraan gender
berakar dari rangkaian pengalaman pada masa kanak-kanak awal mereka.
Pengalaman tersebut mengakibatkan bukan saja cara masyarakat memandang
dirinya sebagai feminim, melainkan juga cara masyarakat memandang bahwa
maskulinitas adalah lebih baik dari femininitas.
5. Feminis Eksistensialis
Feminis eksistensialis adalah pemikiran feminis yang dikembangkan oleh
Simone de Beauvoir melalui buku karyanya Second Sex. Dengan mendasarkan pada
pandangan filsafat eksistensialis Beauvoir mengemukakan bahwa laki-laki dinamai
“laki-laki” sang Diri, sedangkan “perempuan” sang Liyan (the other). Jika Liyan
adalah ancaman bagi diri, maka perempuan adalah ancaman bagi laki-laki.
6. Feminis Posmodern
Feminis posmodern ini berfokus pada “keLiyanan” perempuan. Seperti
Derrida, ketiganya juga gemar menyerang gagasan umum mengenai kepengarangan,
identitas, dan Diri. Seperti Lacan, ketiganya mendedikasikan diri untuk menafsirkan
kembali pemikiran tradisional Freud yang kemudian merubuhkan tafsir-tafsir yang
semula dianggap baku.
9
7. Feminis Multikultural dan Global
Pemikiran feminis yang mundukung keberagaman, maka feminis
multikultural menyambut perayaan atas perbedaan dari para pemikir multikultural
dan menyayangkan bahwa teori feminis sebelumnya yang seringkali gagal
membedakan antara kondisi perempuan kulit putih, kelas menengah, heteroseksual,
Kristen yang tinggal di Negara yang maju dan kaya, dengan kondisi yang sangat
berbeda dari perempuan lain yang mempunyai latar belakang yang berbeda. Feminis
multikultural melihat bahwa penindasan terhadap perempuan tidak dapat hanya
dijelaskan lewat patriarki, tetapi ada keterhubungan masalah dengan ras, etnisitas,
dan sebagainya.
8. Ekofeminis
Ekofeminis adalah pemikiran feminis yang ingin memberi pemahaman
adanya hubungan antara segala bentuk penindasan manusia dengan alam dan
memperlihatkan keterlibatan perempuan dalam seluruh ekosistem. Dikemukakan
oleh Tong, karena perempuan secara kultural dikaitkan dengan alam, maka
ekofeminis berpendapat ada hubungan simbolik dan linguistik antara feminis dan isu
ekologi. Ekofeminis pada dasarnya adalah varian yang relatif baru dari etika
ekologis. Adapun tambahan aliran feminis menurut para pakar lainnya ialah:
a). Feminis Islam
Fatma Menjelaskan bahwa Feminis Islam berupaya untuk
membongkar sumber-sumber permasalahan dalam ajaran Islam dan
mempertanyakan penyebab munculnya dominasi laki-laki dalam
penafsiran hadis dan Alquran Melalui perspektif feminis berbagai
macam pengetahuan normatif yang bias gender, tetapi dijadikan
orientasi kehidupan beragama, khususnya yang menyangkut relasi
gender dibongkar atau didekonstruksi dan dikembalikan kepada
semangat Islam yang lebih menempatkan ideologi pembebasan
perempuan dalam kerangka ideologi pembebasan harkat manusia.
Dengan semangat tersebut, maka munculah berbagai gagasan dan kajian
terhadap tafsir ayat-ayat Alquran dan Hadis yang dilakukan para
intelektual Muslim, yang dikenal dengan sebutan feminis muslim.4
4
Fauziah Husna, “Analisis Novel Terjemahan Misteri Air Mata Jerapah Karya Alexander Mccall Smith Dengan
Kritik Sastra Feminis Liberal” (Thesis, 2018), h, 9-16, http://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/11105.
10
E. Menerapkan Teori Sastra Feminis dalam Penerjemahan
Jika kita melihat peran atau kedudukan perempuan Indonesia memang lebih
baik dalam beberapa bagian: Misalnya, lebih menghargai "al-dalah an-Nia™ Di Arab
perempuan masih pergi dengan mahramnya, adanya tekanan sosial membuat beberapa
perempuan Arab masih membutuhkan izin dari keluarga untuk bepergian, perempuan
juga dilarang untuk bekerja. Kondisi perempuan Mesir dengan Arab Saudi itu berbeda.
Mesir keadaannya hampir sama dengan Maroko. Di Arab Saudi menerapkan
interpretasi hukum Islam yang ketat yang memandang pemisahan peran berdasarkan
jenis kelamin dan kuasa laki-laki sebagai suatu yang vital dalam menjaga moral
masyarakat Islam. Namun perempuan Arab Saudi tidak mau menjadi sekedar korban
rezim patriarkis ini." Perempuan Arab Saudi sedang berjuang untuk meraih kebebasan.
Meskipun ini merupakan pembaharuan yang dilakukan oleh kerajaan Saudi. Tetapi
Arab Saudi justru mendapatkan pertentangan yang cukup dasyat. Pangeran Salman
dianggap olch kaum fundamentalis dan konservatif sebagai bagian dari representasi
Syaitan. Arti kodrat bagi laki-laki dan perempuan seringkali terjadi keliruan
pemaknaan. Kodrat perempuan menyebabkan ia memiliki tugas tertentu,begitu juga
laki-laki. Anggapan bahwa perempuan sudah dikodratkan memiliki tubuh yang lemah,
5
Qurrota Ayuni, “Puisi dan perlawanan atas budaya patriarki arab (studi semiotika dalam antologi puisi hakadza
aktubu tarikh an-nisa’ karya nizar qabbani)” (masterThesis, Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2022), h, 1, https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/65828.
11
sedangkan laki-laki memiliki tubuh yang kuat, bahkan ada anggapan bahwa laki-laki
lebih cerdas dan terampil daripada perempuan.6
Di Jazirah Arab, budaya patriarki ini sudah ada sejak zaman Arab Jahiliyah,
dimana perempuan ditempatkan pada posisi yang kurang menguntungkan. Perempuan
Arab harus menghadapi sebuah kondisi dimana kehadirannya tidak lebih baik daripada
laki-laki. Ketimpangan relasi gender antara laki-laki dan perempuan tersebutlah yang
membuat gerakan feminisme lahir di wilayah Arab. Selain itu, gerakan feminisme di
Arab juga memengaruhi khazanah kesusastraan pada saat itu, sehingga lahirlah sastra
perempuan atau sastra feminis. Berikut ini beberapa tokoh sastawan feminis Arab
beserta karya-karyanya:
1. Nawal El-Sadawi
2. Fatima Mernissi
Fatimah Mernissi lahir di Maroko pada tahun 1940, di kota Fez (Harem).
Mernissi adalah seorang sosiolog Maroko yang telah banyak menulis tentang peran
perempuan Arab dalam dunia Islam. Mernissi juga seorang penganut Islam Liberal yang
meyakini bahwa nilai-nilai demokrasi liberal akan mampu berdampingan dengan Islam.
Menurut Mernissi, permasalahan diskriminasi terhadap perempuan disebabkan oleh
6
Qurrota Ayuni, “Puisi dan perlawanan atas budaya patriarki arab (studi semiotika dalam antologi puisi hakadza
aktubu tarikh an-nisa’ karya nizar qabbani)” (masterThesis, Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2022) ,Ayuni, h, 6-7.
12
sosio-budaya Arab. Diskriminasi tersebut terjadi karena dominasi laki-laki lebih
diatas perempuan. Dominasi tersebut memandang negatif terhadap perempuan
dalam berbagai perspektif. Diantara karya-karya Mernissi adalah Beyond the Veil:
Male-Female Dynamics in Modern Muslim Society (membahas tentang seks dan
wanita), Women and Islam: An Historical and Theological Enquiry (membahasa
wanita dan politik), Islam and Democracy: Fear of Modern World, The Forgotten
Queens of Islam (membahas wanita dan demokrasi), dan sebagainya.
3. Assia Djebar
4. Radwa ‘Ashour
13
pada tahun 1989 serta novelnya Tsulatsiyah Gharnaathah, pada tahun 1994 yang
memenangkan Penghargaan Buku Terbaik untuk tahun 1994 di Pameran Buku
Internasional Kairo.
6. Nizzar Qabbani
7
“Mengenal Sastrawan Feminis dari Jazirah Arab,” Alif.ID (blog), 25 Desember 2021, h, 1,
https://alif.id/read/afr/mengenal-sastrawan-feminis-dari-jazirah-arab-b241364p/. (diakses pada, 2 April 2023)
14
F. Sastra Feminis dalam Penerjemahan
15
أَّنم صن عوا المرأة من أحد أضًلعهم .
ت ِف مكات به...
وي تصور أنه َثب ٌ
16
Bahwa perempuan tercipta dari tulang rusuknya
bahwa, sesungguhnya mereka menciptakan wanita itu dari salah satu tulang
rusuk mereka
17
إنه الدم
أص بتت ايمت ها ِف ميدان التترير هي الب يت والمس كنُ كانت مرْ قةا من الس ري ِف
َل تكن «ن وال السعداوي لتدع الث ورة المصرية دون ت فاع ٍل معها؛ ْ على مدار عشرات السنني
ق ب لها ظلت تكتب عن الث ورة ِبعناها اْلوس ع ؛ اجتماعيَا واقتص اد َْ وْكرَْ وس ياس يَاُ وِف
روايتها «إنه الدم» ت تخذ من ميدان التترير منطل اقا لْلحداث؛ حيث ت عتِبه النموذج اْلمثل
للمجتمع المص ريُ وِف إحدى ايامه المت ناثرةُ َتتمع ش خص يات روايتها الكاتبة المث قفة
«بدرية»ُ و «ْ ؤادة» ص احبة الش خص ية المت فردةُ و «ش اك ٌر» ص احب الذكرْت المتبطة
و «َحيدة» الش ابة ال حاولت اَلنتتارُ وس عدية» الفًلحة ال كانت ت قتل اب ن ت ها بس بب
عملية إجهاض .كل هذه الش خص يات بت ناق اِتا وت باعدها اَلجتماعي اجتمعت ِف ايم ٍة
لتش ارك ِف دديد مص ري البًلد .ث ناقش ن وال الس عداوي» عِب تلك اْلدوات مش كًلت
المجتمع المص ريُ وت ن تقل بس ًلس ٍة بني طب قاته لت عِب عنه .وت فص عما أافاه وهر منه
لسن و ٍ
ات.
Tenda di Tahrir telah menjadi rumah dan tempat tinggal bagi "Nawal El
Saadawi". Dia lelah setelah berjalan di demonstrasi, hatinya berat, dia berdarah sampai
dia akan mati, ribuan pemuda terbunuh oleh peluru, ribuan orang mati karena penyiksaan
18
di kamp-kamp (tenda-tenda), dan ribuan orang kehilangan penglihatan mereka." Nawal
El Saadawi tidak akan membiarkan Revolusi Mesir terjadi tanpa tanggapan; selama
puluhan tahun sebelumnya, dia terus menulis tentang revolusi dalam arti yang lebih luas,
baik secara sosial, ekonomi, intelektual, dan politik, serta dalam novelnya "It's the
Blood", dia mengambil alih dari Tahrir Square sebagai titik tolak untuk peristiwa; yang
mana dia menjadikan peristiwa tersebut (lapangan tahrir) sebagai contoh utama dalam
masyarakat mesir, dan dalam salah satu tendanya yang tersebar, karakter novelnya
berkumpul; penulis terpelajar "Badriyah", "Fu'adah" dengan kepribadian yang unik,
"Shakir" dengan kenangan yang frustrasi, "Hamidah" remaja yang mencoba bunuh diri,
dan "Sa'diyah" petani yang hampir membunuh putrinya karena aborsi. Semua karakter
ini dengan kontradiksinya dan kesenjangan sosial mereka berkumpul di tenda untuk
berpartisipasi dalam menentukan nasib negara. Melalui redaksi, "Nawal El Saadawi"
selalu berdiskusi tentang permasalah masyarakat Mesir, dan dia berusaha untuk berkata
halus dengan mereka untuk mengungkapkan hal tersebut (masyarakat mesir) dan
mengungkapkan hal-hal yang disembunyikan oleh masyarakat mesir serta sesuatu yang
ditakuti oleh masyarakat Mesir selama bertahun-tahun.
19
KESIMPULAN
20
DAFTAR PUSTAKA
Ayuni, Qurrota. “Puisi dan perlawanan atas budaya patriarki arab (studi semiotika dalam
antologi puisi hakadza aktubu tarikh an-nisa’ karya nizar qabbani).” MasterThesis,
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2022.
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/65828.
generator, metatags. “Stereotype Terhadap Tokoh Utama Perempuan Dalam Novel Alun
Samudra Rasa Karya Ardini Pangastuti Bn | Martabat: Jurnal Perempuan Dan Anak.”
Diakses 2 April 2023.
https://ejournal.uinsatu.ac.id/index.php/martabat/article/view/4293.
Husna, Fauziah. “Analisis Novel Terjemahan Misteri Air Mata Jerapah Karya Alexander
Mccall Smith Dengan Kritik Sastra Feminis Liberal,” 2018.
http://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/11105.
Maulida, Utami. “Feminisme Novel Perempuan Di Titik Nol Karya Nawal El-Saadawi.”
Dirasah : Jurnal Pemikiran Dan Pendidikan Dasar Islam 2, no. 2 (8 Juli 2019): 11–
23. https://doi.org/10.51476/dirasah.v2i2.59.
21