Anda di halaman 1dari 7

Persis antara tahun 1948 sampai tahun 1960

Sejarah persis pada kisaran tahun ini banyak terjadi perubahan, terutama di sekitar
tahun 60 an, dimana terjadi kisruh yang cukup serius dikalangan internal Persis atau
dalam istilah Dadan Wildan gelombang dalam gelas.
1

Untuk lebih jelasnya, penulis akan membaginya dalam tiga bidang, pertama
dalam bidang pendidikan, kedua bidang wajah dan wijhah Persis, ketiga dalam bidang
perpolitikan.

A. Pergerakan Persis dalam bidang pendidikan, kisaran tahun 1948 sampai tahun
1960.
Pada awal berdirinya Persis, diskusi keagamaan adalah hal yang sangat di
prioritaskan oleh Persis. Bahkan, hasil diskusi ini sering dipublikasikan melalui
majalah-majalah yang dikelola oleh A.Hassan yang identik dengan Persis. Lewat
majalah pembela Islam nya, A.Hassan menuliskan nya dalam bentuk tanya-jawab
agar mudah diingat oleh para pembacanya
2
.
Melihat sejarah Persis dalam bidang pendidikan, ada dua hal yang mencolok dari
Persis dalam bidang ini. Pertama, pengembangan pendidikan Persis identik dengan
debat dan diskusi sebagai sarana menyebarkan identitas pemikiran nya, ini terlihat
dari karakter Persis yang tegas dan hard profile. Kedua, pengembangan pendidikan
lewat pesantren. Inilah yang kelak akan menjadi tumpuan Persis dalam mengader para
aktifis dakwahnya.
3


1
Dadan Wildan sejarah perjuangan persis 1923-1983 hal 146
2
Metode penulisan Tanya-jawab ini juga terlihat hampir di sebagian tulisan A.Hassan. misalkan buku
berjudul Islam dan Kebangsaan terdapat rubrik Tanya jawabnya. Bahkan dalam buku Soal Jawab
A.Hassan, semua bagian buku kecuali bagian pembuka dan pegantarnya- berisi tentang masalah yang
diuraikan lewat metode Tanya jawab.
3
Meskipun pada jaman sekarang, pesantren Persis tak terlalu bisa dijadikan tumpuan dalam
pengaderan para aktivis dakwah. Hal ini terjadi karna beberapa sebab, pertama semakin tingginya
strata pendidikan Negara Indonesia, sehingga hanya lulusan pesantren saja tak cukup untuk
mengemban tantangan dakwah. Harus ada pendidikan yang lebih intensif serta berkelanjutan dari
sekedar modal lulusan pesantren saja. Kedua, semakin menurunya kualitas pesantren. Mungkin salah
satu penyebabnya adalah semakin tersisihkannya pelajaran agama dan pelajaran umum lebih
mendominasi. Ketiga, kurikulum pelajaran serta sumber rujukan dalam membahas masalah keagamaan
sebagian besar pesantren Persis tidak berasal dari kitab turats yang asli, banyak unsur pemerintah
dalam penetapan rujukan dan kurikulum ini. sehingga, para santri merasa asing dengan kitab turats
yang tiada lain adalah warisan khazanah intelektual para ulama dahulu yang memiliki aroma keislaman
yang sangat kental.
Untuk yang pertama, kegiatan debat dan diskusi Persis tetap berjalan, akan tetapi,
terjadi perubahan di akhir 60 an, dimana Persis lebih low profil dalam mendiskusikan
masalah-masalah yang berkaitan dengan persoalan agama. Mungkin, ini tercermin
dari untaian kata yang penuh makna yang dikemukakan oleh E. Abdurrahman kita
perlu mencari jelas, bukan mencari puas.
Sedangkan untuk yang kedua, pengembangan pesantren Persis cukup berkembang
dengan pesat, hal ini terwujud setelah revolusi fisik (1945-1949 M) setelah
sebelumnya hampir vakum karena situasi politik yang tak stabil. Selain dibukanya
kembali pesantren besar di Bangil, pesantren kecil di Bandung pun mulai dibuka
untuk jenjang muallimien. Selain itu, pesantren Persis telah memiliki banyak cabang
diberbagai tempat,. Hal ini disebabkan -salah satunya- hijrahnya para tokoh Persis ke
daerah-daerah lain di sekitar Jawa Barat. Misalkan saja di Pameungpeuk, Bandung.
Berdiri madrasah -yang kelak akan menjadi pesantren- atas usaha E. Abdullah yang
hijrah ke Pemeungpek setelah terjadinya revolusi fisik
4
.
Dengan berkembangnya cabang pesantren Persis, maka peran Persis dalam bidang
pendidikan dan pemikiran keagamaan pun semakin jelas terlihat, sehingga semakin
banyaklah masyarakat Indonesia khususnya Jawa barat- yang menjadi anggota Persis
atau pun hanya sekedar menjadi simpatisan.
Tercatat dari tahun 1955 sampai 1963 M pesantren Persis yang tersebar di Jawa
barat dan Jawa tengah berjumlah sekitar 20 buah. Saat itu bidang pendidikan PP
Persatuan Islam dipegang oleh E. Abdurrahman, yang juga memimpin Pesantren
Persatuan Islam Bandung.
Pada kisaran tahun ini pun terjadi standardisasi pendidikan yang diterapkan
diseluruh pesantren Persis. Pendidikan dasar selama 6 tahun dinamai ibtidaiyyah,
pendidikan menengah dinamai tsanawiyyah dan diselenggarakan selama 4 tahun.
Selain itu, pada tahun 1956 dibuka kelas menengah lanjutan, muallimin selama 2
tahun. Namun, jika ingin melanjutkan studi ke tsanawiyah Pesantren Persatuan Islam,
pada tahun 1954 dibuka kelas persiapan (tajhiziayyah) selama 1 tahun. Kelas ini
diselenggarakan dengan asumsi bahwa santri yang tidak menempuh ibidaiyyah tidak
akan mengikuti pengajaran ditingkat tsanawiyyah dengan baik, mengingat 75%
pelajaran yang diberikan adalah pelajaran agama tingkat lanjut. Untuk itu, kelas

4
Tiar Anwar Bachtiar, sejarah pesantren persis 1936-1983, hal 59
tajhiziyyah dibuka. Semua pelajaran yang diberikan adalah pelajaran agama tingkat
dasar.
5

Maka dengan berakhirnya revolusi fisik, bidang pendidikan lebih terorganisir dan
lebih rapih, terbukti dengan adanya standardisasi dalam bidang kurikulum pendidikan.
Serta semakin banyak cabang pesantren Persis yang tersebar di daerah Jawa barat dan
Jawa timur.
B. Penetapan khittah Persis, penjelasan mengenai wajah dan wijhah Persis
Pada periode ini, Persis mengalami sebuah gejolak dalam tubuh internal Persis
atau lebih dikenal dengan istilah gelombang dalam gelas. Kejadian ini bermula dari di
bubarkannya Masyumi tahun 1960 oleh presiden Soekarno. Tak lama setelah itu, Isa
Anshary yang saat itu menjabat sebagai ketua umum PP Persis mencetuskan sebuah
ide agar Persis diubah menjadi partai politik dan berubah nama menjadi jamaah
muslimin. Ada kemungkinan, penyebab Isa Anshary mencetuskan ide tersebut sebagai
bentuk kekecewaan terhadap Masyumi yang memutuskan sebelum membubarkan diri
melepaskan ormas-ormas Islam di tubuh Masyumi yang sebenarnya ormas-ormas
tersebut membantu dalam berdirinya Masyumi.
Akan tetapi, usulan itu ditolak oleh E. Abdurahman yang saat itu menjabat sebagai
seketaris umum PP Persis. Pandangan ini juga didukung oleh Pimpinan Pusat Pemuda
Persis. Sementara pandangan Isa Anshary didukung oleh mantan politisi Masyumi
seperti Fakhrudin al-Khariri.
6

Bahkan, perselisihan ini pun terbawa sampai ke Muktamar VII tanggal 2-5
Agustus tahun 1960 di Bangil. Kala itu, Pemuda Persis tidak diikut sertakan dalam
jalannya Muktamar karena tidak mendukung gagasan yang dicetuskan oleh Isa
Anshary.
Ketika Muktamar berlangsung, Isa Anshary menyampaikan rancangan saran yang
dibukukan setebal 44 halaman, dengan judul ke depan dengan wajah baru. Namun,
diluar dugaan saran ini ditolak oleh sebagian besar peserta Muktamar, bahkan data
statistik menyebutkan hampir 95% peserta Muktamar menolak saran tersebut.
Tidak hanya sampai disitu, tanggal 4 Agustus 1960 ketua Majelis Ulama Persis,
Abdul Qadir Hassan memutuskan -atas dasar hak veto- :
1. Menunjuk Isa Anshary, Fakhrudin al-Khariri, dan Rusyad Nurdin sebagai
panitia penyusun tasykil Pimpinan Pusat Persis.

5
Ibid, hal 65-66
6
Ibid, hal 128
2. Segala keputusan Persis pada Muktamar VII dibatalkan.
Tak pelak, keputusan itu pun tidak diterima oleh sebagian peserta Muktamar Persis
VII. Justru sebagai bentuk ketidak setujuan, sebagian besar peserta terhadap
keputusan Majelis Ulama.
7

Efek nya, banyak cabang-cabang yang bernaung dibawah Pemuda Persis, yang
mendukung aksi penolakan E. Abdurahman dalam menolak rancangan saran Isa
Anshary
8
.
Melihat adanya konflik yang cukup serius, maka Pemuda Persis yang saat itu
diwakili oleh Suraidi, Muh. Syarif Sukandi, O. Syamsudin, Entang Hermawan, dan
Wiryana menghadap ke Abdul Qadir Hassan untuk mendiskusikan jalan keluar bagi
konflik internal ini. Maka hasil keputusan dari diskusi itu adalah PP Pemuda Persis
dan beberapa cabang Persis ditunjuk menjadi panitia pembentukan tasykil secara
referendum.
Maka hasilnya, terpilihlah E. Abdurrahman sebagai ketua umum PP Persis
menggantikan Isa Anshary yang nanti akan dikenal sebagai sang peneguh khittah
Persis.
Di sisi lain, Isa Anshary dkk mendirikan organisasi baru yang bernama Gerakan
Muslimin. Kegiatan yang mereka selenggarkan antara lain : pengajian umum, kuliah
subuh, dan kegiatan sosial keagamaan lainnya
9

Setelah khittah Persis telah jelas, bahwa Persis adalah ormas yang bergerak dalam
bidang pemikiran keagamaan yang ditandai dengan terpilihnya E Abdurahman
sebagai ketua PP Persis, maka kembali stabil internal Persis yang sempat terpecah
belah di akhir tahun 60 an.
Akan tetapi setelah E. Abdurahman naik, hubungan Persis Bandung dan Bangil
semakin memburuk, Dewan Hisbah -nama baru bagi Majelis Ulama Persis- yang
asalnya dipegang oleh Abdul Qadir Hassan akhirnya diambil alih oleh E.
Abdurrahman, hal ini semakin memperjelas ketidak harmonisan antara Persis
Bandung dengan Bangil.
10


7
Hal ini diperparah dengan diumumkannya tasykil Persis sebulan kemudian oleh Majelis Ulama
melalui hak vetonya, yang bersisi tentang pengangkatan Fakhrudin al-Khariri sebagai ketua umum
Persis.
8
Bahkan, untuk selanjutnya cabang-cabang tersebut yang menolak gagasan Isa Anshary dan juga
kecewa terhadap hasil keputusan Majelis Ulama mendukung E. Abdurahman untuk maju menjadi ketua
umum Persis
9
Ibid, hal 130
10
Bukti lain adalah seolah berlomba antara Bandung dan Bangil dalam penerbitan majalah. Risalah
milik persis dan al-muslimun milik Bangil adalah bukti ketidak selarsan antara Bandung dan Bangil.
Demikianlah peristiwa penting yang terjadi dikalangan internal Persis. Lewat
kejadian ini, khittah Persis sebagai gerakan dakwah dan pemikiran keagamaan
semakin jelas. Wajah dan wijhah Persis juga semakin jelas. Sebelum nanti akan lebih
jelas lewat QA QD yang ditetapkan oleh Latief Mukhtar pada masa yang akan datang.
C. Dinamika politik Persis, sepak terjang perpolitikan Persis tahun 1948-1960 M
Belanda menyerahkan mandatnya pada bulan Desember 1949, yang secara
otomatis Republik Indonesia Serikat benar-benar lepas dari kontrol Belanda. Republik
Indonesia Serikat yang kala itu terdiri dari Negara RI dan Negara-Negara bagian
seperti Negara Pasundan, Negara Indonesia Timur, dan lainnya. Banyaknya Negara
bagian yang berserikat dengan Negara Indonesia tentu saja banyak mengundang
resiko untuk pecahnya keutuhan Negara Indonesia. Tak pelak, ketika mandat baru saja
diberikan, issue pemisahan Negara-Negara bagian dari Negara Indonesia semakin
santer terdengar di penjuru bumi pertiwi. Jika dibiarkan, lambat laun Negara
Indonesia akan terancam perpecahan dan tak mustahil, negeri Indonesia tak akan
pernah ada sampai saat ini.
Akan tetapi, M. Natsir -salah satu elite Persis- mengajukan usulan agar Indonesia
menghapus sistem federalnya dan mengubahnya menjadi Negara kesatuan kembali
RI. Dalam konteks inilah, Natsir berusaha menyelamatkan eksistensi Indonesia
melalui apa yang disebut Mosi Integral Natsir.
Demikian lah peran Natsir -sebagai salah satu elit Persis- dalam terbentuknya
Negara Indonesia. Atas dasar hal ini pula presiden Soekarno memercayakan urusan
formatir kabinet. Sekaligus menjadi formatir kabinet pertama RI pada 20 Agustus
1950.
11

Sementara di sisi lain, peran Persis secara organisasi dalam kancah perpolitikan
pada periode ini
12
tergambar dari para tokoh-tokoh utama Persis yang menduduki
jabatan penting dalam partai Masyumi. Sebut saja E. Abdurahman, Rusyad Nurdin,
dan

Akan tetapi, meskipun begitu pesantren Persis bangil tetap mencantumkan nama Persis dibelakang kata
Pesantren. Yang menunjukan bahwa Bangil masih bagian dari Persis.
11
Dalam bagian pembuka, penulis sengaja mencantumkan jasa M. Natsir dengan mosi integralnya
untuk menunjukan bahwa tuduhan Firedspiel terhadap Persis itu tidak benar. Ia menyatakan bahwa
Persis tidak terlalu berperan penting dalam perpolitikan Indonesia.
12
Sebenarnya kiprah Persis dalam kancah perpolitikan di Indonesia sudah berlangsung cukup lama.
Semenjak Persis lahir pun terutama setelah A. Hassan dan M. Natsir bergabung- telah terjadi dialog-
dialog seputar konsep Ideologi dasar Negara. Terutama dengan PNI pimpinan Soekarno, Persis begitu
sengit memerdebatkan masalah ini.

Fakhrudin al-Khariri. Bahkan, yang paling fenomenal yang mendampingi M. Natsir di
panggung politik adalah Isa Anshary.
13

Pada tahun 1956, Isa Anshary menjadi pengurus pusat partai Masyumi di wilayah
Jawa barat. ia juga menjadi anggota Fraksi Masyumi dalam Majlis Konstituante
Republik Indonesia pada Pemilu 1955. Hal ini ia lakukan bersama elite Persis
lainnya- untuk menyerang ideologi komunisme. Dengan demikian, pada masa itu,
elite-elite puncak Persis masuk dan aktif dalam gelanggang politik praktis lewat
keterlibatannya dalam partai Masyumi. Maka secara praktis, Persis menjadikan
Masyumi sebagai wadah bagi ideology Persis dalam berpolitik.
Akan tetapi, keutuhan Partai Masyumi tidak bertahan lama. Sebagai partai
plularistik, partai Masyumi dihadapkan pada konflik internal. Misalkan saja kisruh
antara kaum muda dan kaum tua. Belum lagi berbagai ormas yang mengutamakan
kepentingannya sendiri. Hingga akhirnya artai ini di bbarkan oleh presiden Soekarno
pada tahun 1960.
Pada pemilu 1955, partai Masyumi meraih 57 kursi dengan 20,9% suara
14
dengan
meraih posisi kedua setelah PNI menempati posisi pertama. Dengan rincian PNI
dengan 8.434.653 suara dan Masyumi dengan 6.955.141 suara. Tak pelak, kritik pun
di sematkan pada M. Natsir atas kegagalan nya dalam Pemilu 1955 dalam Kongres
1956 di Bandung . Bahkan Isa Anshary menyebutnya sebagai awan mendung di
tubuh partai.
15

Terjadinya ketegangan M. Natsir dan Isa Anshary terus berlanjut. kali ini, kritik
disematkan kembali kepada M. Natsir perihal pandangannya terhadap Pancasila.
Natsir memandang Pancasila secara moderat. Ia memandangnya hanya masalah
penafsiran saja. Toh, tak ada point dalam Pancasila yang bertentangan denagn nilai-
nilai Islam. Akan tetapi Isa Anshary menolak dengan tegas Pancasila. Sebagai orang
yang radikal, ia tak mau kompromi dengan hal itu. Bahkan dalam salah satu
tulisannya ia mengungkapkan bahwa hanya orang yang bejat imannya saja yang
ingin mempertahankan pancasila itu.

13
Tiar Anwar Bachtiar, Pepen Irfan Fauzi. Persis dan politik sejarah pemikiran dan aksi politik Persis
1923-1997. Hal 79
14
Sebenarnya jika PSII dan NU masih tetap di partai Masyumi, maka tentunya partai Masyumi akan
lebih besar mendapatkan suara, misalnya saja PNU mendapatkan 18,4% suara dan PSII dengan 2,9%
suara.
15
Ibid, hal 92
Pandangan radikal Isa Anshary ini mendapat dukungan dari A.Hassan, E.
Abdurahman, Munawar Cholil dan mayoritas jamaah Persis. Mungkin, hal itu
dipengaruhi kedudukan Isa Anshary sebagai ketua Persis saat itu.
Akan tetapi, sepak terjang Isa Anshary diPersis berakhir pada Muktamar VII
tanggal 2-5 Agustus tahun 1960 di Bangil sebagaimana telah dijelaskan pada bab
terdahulu.

Anda mungkin juga menyukai