KARYA KUNTOWIJOYO
Oleh:
ETTY SARINGENDYANTI
Npm. 180130150505
RINGKASA BUKU
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2016
Kuntowijoyo. 2013. Pengantar Ilmu Sejarah. Edisi Baru dari Pengarang dan
Judul yang sama tahun 1995, Cetakan 1, Juli. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Banyak sudah karya Kuntowijoyo, baik fiksi maupun non fiksi. Beberapa di
antaranya:
Non FIksi:
Fiksi:
Secara ringkas, isi buku ini akan dipaparkan dalam tulisan berikut:
Dalam bab ini dijelaskan tentang Istilah yang memakai kata sejarah,
Pengertian sejarah secara negatif dan positif, serta Definisi sejarah.
Secara etimologi, sejarah berasal dari Bahasa Arab syajara yang berarti terjadi,
syajarah berarti pohon, syajarah an-nasab berarti pohon silsilah. Sejarah
dalam Bahasa Inggris, disebut history, sedangkan dalam Bahasa Latin dan
Yunani disebut historia. Dalam Bahasa Yunani, histor atau istor yang berarti
orang pandai.
Dalam pengertian sejarah secara positif, ada beberapa hal yang harus dipahami,
yaitu:
Sejarah adalah ilmu yang terbuka. Sejarah sebagai ilmu dapat berkembang
dengan berbagai cara, baik dalam filsafat, teori sejarah, ilmu-ilmu lain, dan
perkembangan dalam metode sejarah. Hal itu berarti bahwa sejarah selalu
responsif terhadap kebutuhan masyarakat akan informasi. Sejarah sebagai cara
mengetahui masa lalu berjalan bersama dengan mitos. Namun, ada perbedaaan di
antara keduanya, yaitu biasanya Bangsa yang belum mengenal tulisan
mengandalkan mitos, dan yang sudah mengenal tulisan mengandalkan sejarah.
Bila orang sudah mengetahui masa lalunya, setidaknya ada dua sikap terkandung
di dalamnya, yaitu melestarikan atau menolak. Selain itu, sejarah berguna pula
untuk menyatakan pendapat dan menjadikan sejarah sebagai profesi.
Tulisan sejarah di Eropa muncul di Yunani dalam bentuk puisi. Karya Homer
berbentuk puisi itu berdasar pada cerita-cerita lama yang menceritakan
kehancuran Troya pada 1200 SM. Tulisan sejarah dalam bentuk prosa baru
muncul pada abad ke-6 SM di Ionia. Dalam kebudayaan pun muncul filsafat
spekulatif yang mempersoalkan asal usul dan struktur dunia.
Penulis sejarah yang terkenal pada waktu itu adalah Herodotus (ca 484-425
SM), Thucydides (ca 456-396 SM), dan Polybius (ca 198-117 SM). Herodotus
disebut sebagai bapak sejarah, karena tulisannya dianggap sebagai karya
sejarah. Ia melukiskan abad ke-6 dan ke-5, dan menulis tentang apa yang
sekarang disebut sebagai antropologi dan sosiologi. Ia melukiskan perang
Yunani-Persia pada 478 SM, perang antara peradaban Hellenic dan Timur yang
dimenangkan oleh Yunani. Namun, meskipun ia menggunakan kesaksian dan
sumber dari kedua belah pihak dan bersikap netral, sejarahnya dianggap
memiliki cacat, yaitu ia tidak akurat dalam melukiskan perang, dan ia tidak
bisa menghindar dari sebab akibat supernatural.
Polybius adalah orang Yunani yang besar di Roma. Ia banyak menulis tentang
perpindahan kekuasaan dari Yunani ke Romawi, ia berjasa dalam
mengembangkan metode kritis dalam penulisan sejarah. Dalam metodologi, ia
menemukan bahwa geografi dan topografi penting untuk sejarah. Ia juga
melihat bahwa sejarah itu pragmatis, dan sejarah adalah philosophy teaching
by example.
Sejarah Romawi pada mulanya ditulis dalam bahasa Yunani, baru kemudian
menggunakan bahasa Latin. Penulis sejarah Romawi, di antaranya Julius
Caesar (100-44 SM), Sallustius (ca 86-34 SM), Livius (59 SM-17 M), dan
Tacitus (ca 55-120 M).
Livius (Titus Livius) menulis sejarah Romawi sebagai Negara dunia dengan
semangat patriotisme. Kisahnya berdirinya Kota Roma merupakan campuran
antara fantasi dan fakta, sehingga ia mengorbankan kebenaran sejarah demi
retorika.
Berbeda dengan penulisan sejarah Yunani dan Romawi, pada zaman Kristen
Awal dan Zaman Pertengahan, penulisan sejarah bertumpu pada agama dan
supernaturalisme, sehingga sejarah dan teologi tidak dapat dipisahkan.
Kemenangan Kristen di Eropa mempunyai pengaruh yang luas, termasuk
dalam penulisan sejarah. Tulisan Augustine (354-430 berjudul The City of God
merupakan filsafat sejarah Kristen yang sangat berpengaruh. Dalam pandangan
Kristen, orang harus memilih antara Tuhan dan setan, dan setiap orang yang
terlibat dalam sejarah suci akan dimenangkan oleh Tuhan. Dengan demikian,
penulisan sejarah terpusat pada gereja dan Negara dengan pendeta dan raja
sebagai pelaku utama. Hasil tulisan pada masa itu berupa annals, chronicles,
sejarah umum, dan biografi.
Karya dari zaman Kristern Awal, adalah tulisan Africanus (Sextus Julius
Africanus, ca 180-ca 250), berupa Chronographia yang melukiskan dunia
sejak diciptakan hingga 221 M. Tulisannya banyak mengambil dari Yahudi,
Yunani, dan Romawi. Eusebius (Eusebius Pamphilus, ca 260- ca 240), yang
menulis Chronicle dan Church History dalam bahasa Yunani. Ia membagi
kronologinya menjadi dua bagian, yaitu sacred yang bercerita tentang Yahudi
dan Kristen, profane yang bercerita tentang pagan (kafir). Orosius (Paulus
Orosius, ca 380-ca 420), lahir di spanyol, kemudian pergi ke Afrika. Ia belajar
dengan Augustine selama 5 tahun. Bukunya Seven Books Against the Pagans,
menceritakan keruntuhan paganisme (Mesir, Yunani, dan Romawi), dan
keruntuhan itu memang sudah kehendak Tuhan.
Zaman Pertengahan berlangsung dari abad ke-5 hingga abad ke-15. Namun,
tidak semua historiografi dapat dilacak. Beberapa di antara yang terlacak
adalah Cassiodorus (Marcus Aurelius Cassiodorus, ca 480-570), yang menulis
History of the Goths ketika ia menjadi pegawai Raja Theodoric dari
Ostrogoths. Procopius (ca 500-565), menulis The History of His Own Time
dalam bahasa Yunani, yang menceritakan Byzantium ketika perang melawan
Persia, Afrika, dan Goths. Ia menyertai seorang jendral Byzantium dalam
perang sehingga ia merupakan saksi mata. Gregory (Bishop Tours, 538-594),
menulis History of the Franks dalam bahasa Latin yang bercerita tentang
sejarah dunia sejak zaman kuno hingga abad ke-5. Sebagai seorang saksi mata,
tulisan Gregory menandai masa peralihan menuju Zaman Pertengahan. Bede
(Venerable Bede, 672-735) menulis Ecclesiastical History of the english
People dalam bahasa Latin, yang bercerita tentang terbentuknya kebudayaan
Anglo-Saxon. Biografi tentang orang-orang yang berjasa dalam misi Kristen di
Inggris, menjadi biografi yang sangat penting dalam buku itu. Mempelajari
sejarah Zaman Pertengahan menjadi penting bagi sejarah Indonesia karena ada
kemiripan antara annals, chronicles, sejarah umum, dan biografi dengan
babad, lontar, lontara, hikayat, dan tambo.
Pada Zaman Reformasi muncul reaksi atas gerakan Renaisans yang ingin
menggantikan wahyu dengan akal, teologi dengan ilmu, kebudayaan teosentris
dengan antroposentris, dan kebudayaan Kristen dengan paganisme. Pada masa
Reformasi, teologi lama ingin digantikan dengan teologi baru. Dalam
historiografi, diwakili oleh Matthias Vlacich Illyricus (1520-1575), yang
menulis Magdeburg Centuries. Buku yang banyak dikecam oleh gerakan
Kontra Reformasi ini berisi serangan terhadap institusi kepausan terutama dari
segi hukum dan konstitusi. Sleidanus (John Sleidan, 1506-1556), menulis
Commentaries on Political and Religious in Reign of the Emperor Charles V,
1517-1555, yang berisi pembelaan atas tahta raja-raja Protestan dari aliran
Lutheranisme, Jerman Utara. Heinrich Bullinger (1504-1575), berasal dari
Swiss dan pengikut Zwingli. Ia menulis History of the Reformation, 1519-
1532, dari berbagai sumber sehingga orang percaya akan kejujurannya.
Para penjajah awal datang dari Italia, Spanyol, dan Portugal, kemudian bangsa-
bangsa dari Eropa Utara, seperti Perancis, Belanda, dan Inggris. Beberapa di
antara penulis-penulis sejarah yang menulis sejarah Amerika dan Inggris,
misalnya Gubernur William Bradford (1590-1657) yang menulis History of
Plymouth Plantation dan John Winthrop (1588-1649) yang menulis History of
New England. Tulisan tentang keagamaan ditulis oleh Cotton Mather (1663-
1728), The Ecclesiastical History of New England, yang berisi tentang gereja,
pendidikan seperti Harvard College, dan perang melawan Indian.
Sumbangan besar dari abad ke-18 adalah gagasan kemajuan (The Idea of
Progress) yang mengarah bahwa peradaban manusia akan terus bergerak maju,
meskipun di antara tokoh-tokohnya ada perbedaan pendapat, seperti misalnya
Bernard de Fontenelle (1657-1757), Charles Perrault (1628-1703), Abb de
Saint-Pierre (1658-1743), Giovanni Battista Vico (1668-1744), Anne Robert
Jacques Turgot (1727-1781), Marquis de Condorcet (1743-1794), Johann
Gottfried von Herder (1744-1803), Immanuel Kant (1724-1804), William
Godwin (1756-1836), Henri de Saint-Simon (1760-1825), dan Auguste Comte
(1798-1857).
Pada abad ke-19 ini juga menghasilkan filsafat sejarah. Para tokohnya, antara
lain Johann Gottfried von Herder (1744-1803), Immanuel Kant (1724-1804),
Johann Gottfried Fichte (1762-1814), Friedrich Wilhelm Joseph von Schelling
(1775-1854), Karl Wilhelm Friedrich vob Schlegel (1772-1829), Geog
Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831), Heinrich Karl Marx (1818-1883),
Friedrich Nietzsche (1884-1900), Arnold J. Toynbee (1889-1975).
G. Akhir Abad Ke-19 dan Abad Ke-20: Sejarah Kritis dan Sejarah Baru
Penulisan sejarah kritis sudah lama dirintis oleh Jean Bodin (1530-1596) dalam
bukunya Method for Easily Understanding History (1566), Jean Mabillon
(1632-1707) dalam tulisan De Re Diplomatica, Berthold Georg Nienuhr (1776-
1831) yang menulis Roman History, dan tulisan-tulisan sebelum Leopold von
Ranke (1795-1886) yang menulis, antara lain A Critique of Modern Historical
Writers.sebagai pelopor historiografi modern, Ranke menganjurkan agar
sejarawan menulis apa yang sebenarnya terjadi, wie es eigentlich gewesen,
sebab setiap periode sejarah itu akan dipengaruhi oleh semangat zamannya
(Zeitgeist). Secara terpisah, Theodor Mommsen (1817-1903) mengikuti apa
yang dikerjakan Ranke.
Dari perdebatan itu, kemudian muncul gagasan tentang perlunya Sejarah Baru.
Para tokoh dari Amerika, antara lain Robinson menulis The New History
(1911) yang memuat secara jelas program Sejarah Baru. Program itu kemudian
dikemukakan kembali oleh Becker pada tahun 1925. Dalam Sejarah Baru
ditekankan pentingnya ilmu-ilmu sosial. Jika historiografi klasik menekankan
retorik, historiografi modern menekankan kritik, Sejarah Baru menekankan
ilmu sosial. Meskipun ada kecenderungan yang menekankan penulisan sejarah
naratif seperti pada sejarah mentalitas dan sejarah kebudayaan, pendekatan
ilmu sosial tetap penting.
Sejarah sebagai ilmu memiliki ciri-ciri (1) bersifat empiris; (2) memiliki obyek;
(3) memiliki teori; (4) memiliki generalisasi; (5) dan memiliki metode.
Meskipun demikian, sebagai sebuah ilmu, sejarah tidak lekang terhadap kritik.
Salah satu kritik yang dilontarkan adalah bahwa menulis sejarah itu cukup dengan
common sense. Oleh karena itu, orang tidak boleh takut menulis sejarah.
Sebenarnya tidak demikian. Para pelaku sejarah dan saksi sejarah perlu
diyakinkan bahwa apa pun peran mereka, catatan sejarah berupa dokumen, atau
rekaman itu penting bagi penulisan sejarah di masa itu. Walaupun sejarah itu ilmu
yang terbuka dan menggunakan bahasa sehari-hari, penulisan sejarah tetap ditulis
secara professional melalui riset. Kritik lainnya adalah sejarah itu akan kering jika
ditulis sebatas substansi. Penulisan sejarah perlu retorika, artinya ketika tulisan
baik, penalaran teratur, sistematis, dan runut, itulah yang dimaksud retorika.
Dengan itu, penulisan sejarah tak akan terasa kering.
Sejarah sebagai seni memerlukan intuisi, imajinasi, emosi, dan gaya bahasa.
Namun, jika penulisan sejarah seperti itu, sejarah akan kehilangan ketepatan dan
obyektifitasnya, dan tema-tema sejarah pun akan terbatas. Dalam menyikapi kritik
tersebut, apa yang dapat disumbangkan seni bagi sejarah? Seni memberi
karakterisasi dan struktur yag sangat berguna bagi penulisan sejarah. Karakterisasi
dalam biografi, dan struktur dalam menuliskan alur atau plot dalam suatu
peristiwa sejarah.
Pendidikan sejarah bagi sejarawan yang akan menjadi penulis sejarah, tergantung
dari kurikulum yang akan dipelajarinya di perguruan tinggi. Berdasarkan
Konsorsium Ilmu-Ilmu Sastra dalam kurikulum S-1 terdapat Mata Kuliah Dasar
Universitas (MKDU, Mata Kuliah Dasar Umum), dan Fakultas (MKDK, Mata
Kuliah Dasar Keahlian), Mata Kuliah Jurusan (MKK, Mata Kuliah Keahlian), dan
Mata Kuliah Pilihan (MKP, Mata Kuliah Pilihan). Dari kurikulum itu, terdapat
mata kuliah yang mencerminkan (1) Kajian Sejarah; (2) Historiografi; (3) Filsafat,
Teori, Metodologi, dan Metode; (4) Bahasa sumber; dan (5) Ilmu bantu.
Setiap orang dapat menjadi sejarawan. Pada umumnya, ada tiga golongan
sejarawan, yaitu sejarawan professional, sejarawan dari disiplin ilmu lain, dan
sejarawan dari masyarakat.
Sejarawan dari disiplin ilmu lain, adalah orang yang menulis sejarah dari bidang
ilmu tertentu, misalnya seorang arsitek yang menulis sejarah arsitektur, atau
seorang ekonom yang menulis sejarah pemasaran di sebuah pabrik gula.
Sejarawan dari masyarakat adalah seseorang yang menulis sejarah dari berbagai
profesi tentang suatu peristiwa, misalnya seorang olahragawan menulis sejarah
olehraga dari cabang tertentu. Atau seorang jurnalis yang menulis biografi dari
seorang tokoh. Sejarawan amatir yang berasal dari masyarakat ini besar
sumbangsihnya bagi penulisan sejarah dengan tema-tema tertentu.
Tahapan yang harus ditempuh dalam penelitian sejarah ada lima, yaitu: (1)
pemilihan topik; (2) pengumpulan sumber; (3) verifikasi atau kritik sejarah dan
keabsahan sumber; (4) interpretasi, analisis, dan sintesis; serta (5) penulisan.
Kedekatan intelektual adalah cara untuk mengerti bahwa sejarah merupakan ilmu
empiris yang harus menghindari penilaian subyektif. Oleh karena itu, walaupun
kedekatan emosional itu harus diakui dengan jujur, seorang peneliti tidak boleh
terjebak dalam kedekatan emosional iu dan harus membuka jarak agar tetap
obyektif dan menulis sejarah sesuai dengan fakta sejarah.
Penyajian penelitian dalam bentuk tulisan, memiliki tiga bagian, yaitu: (1)
Pengantar, (2) Hasil Penelitian, dan (3) Simpulan.
Dalam hasil penelitian, setiap fakta yang ditulis harus disertai data yang
mendukung. Profesionalisme penulis tampak dalam pertanggungjawaban yang
tertulis dalam setiap bab dalam tulisan tersebut.
Sejarah memiliki kegunaan untuk ilmu-ilmu lain, yaitu: (1) sejarah sebagai kritik
terhadap generalisasi ilmu-ilmu sosial, (2) permasalahan sejarah dapat menjadi
permasalahan ilmu-ilmu sosial, (3) pendekatan sejarah yang bersifat diakronis
menambah dimensi baru pada ilmu-ilmu sosial yang sinkronis.
Sementara itu, kegunaan ilmu-ilmu sosial untuk sejarah, bermula dari munculnya
Sejarah Baru yang lahir dari perkembangan ilmu-ilmu sosial, sehingga pengaruh
ilmu-ilmu sosial pada sejarah sangat besar. Pengaruh itu dapat digolongkan ke
dalam empat macam, yaitu: (1) konsep, (2) teori, (3) permasalahan, dan (4)
pendekatan. Meskipun penggunaan ilmu-ilmu sosial dalam sejarah itu bervariasi.
Konsep, berasal dari bahasa Latin conseptus yang berarti gagasan atau ide.
Penggunaan konsep dari ilmu-ilmu sosial dapat dilihat misalny adari karya Anhar
Gonggong ketika menulis tentang Kahar Muzakar. Ia menggunakan konsep local
politics untuk menerangkan konflik antar golongan di Sulawesi Selatan. Ia juga
menggunakan konsep sirik dari ethno psychology ketika menjelaskan pribadi
Kahar Muzakar.
Teori berasal dari kata theoria dalam bahasa Yunani. Yang berarti di antaranya,
kaidah yang sudah melalui verifikasi. Misalnya, teori collective behavior dari
Neil J. Smelser yang digunakanoleh T. Ibrahim Alfian dalam buku Perang di
Jalan Allah.
Kekuatan-kekuatan sejarah bagi sebagian orang hampir tak terlihat karena orang
hanya mengenal peristiwa-peristiwa di permukaan, tidak pada apa yang
memungkinkan peristiwa-peristiwa itu terjadi. Carl G. Gustavson, dalam A
Preface of History, mengidentifikasikan enam kekuatan sejarah, yaitu ekonomi,
agama, institusi (terutama politik), teknologi, ideologi, dan militer. Selain itu,
dapat pula ditambahkan kekuatan sejarah berikutnya, seperti individu, seks, umur,
golongan, etnis dan ras, mitos, dan budaya. Dalam buku ini dicontohkan beberapa
kasus dari masing-masing kekuatan sejarah tersebut.
Generalisasi berasal dari bahasa Latin generalis yang berarti umum. Generalisasi
terbentuk dari penyimpulan yang khusus ke yang umum, yang dapat menjadi
dasar penelitian bila sifatnya sederhana, sudah dibuktikan oleh peneliti
sebelumnya, dan merupakan accepted history. Namun demikian, generalisasi
digunakan hanya sebatas hipotetis deskriptif, karena walau bagaimana pun sejarah
tetap empiris. Tujuan generalisasi adalah saintifikasi, dan simplifikasi.
Pada tingkatan saintifikasi, dalam sejarah, generalisasi sama dengan teori bagi
ilmu lain. Generalisasi ini digunakan untuk mengecek teori yang lebih luas,
karena teori pada tingkat makro seringkali berbeda dengan teori tingkat mikro.
Sementara itu, simplifikasi adalah penyederhanaan ruang lingkup penelitian agar
sejarawan dapat lebih mudah mencari data, melakukan kritik sumber, interpretai,
dan penulisan.
Kesalahan hollisme terjadi bila memilih satu bagian yang penting kemudian
menganggap bahwa bagian yang penting itu dapat mewakili keseluruhannya.
Kesalahan kuantitatif terjadi bila seorang peneliti sejarah percaya pada dokumen
dengan angka-angka daripada testimoni biasa. Padahal tidak semua angka-angka
itu sesuai dengan kenyataannya.
Kesalahan estetis hampir sama dengan kesalan pragmatis. Kesalahan itu bisa
terjadi bila sejarawan hanya memilih sumber-sumber sejarah yang sekiranya
memiliki efek estetis.
Kesalahan lain adalah post hoc, propter hoc, dan cum hoc, propter hoc.Istilah
dari bahasa Latin ini, kata yang pertama bermakna setelah ini, maka ini,
sedangkan yang kedua bermakna bersama-sama dengan ini,maka ini.