Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Filsafat pendidikan suatu ilmu yang membahas bidang pendidikan secara filosofis. Filsafat
pendidikan merupakan suatu jawaban filosofis terhadap pertanyaan yang filosofis dalam dunia
pendidikan. Hakikat pendidikan, isi, tujuan dan kebijakan dalam dunia pendidikan menjadi lingkup kajian
filsafat pendidikan. Oleh karena itu, filsafat pendidikan memiliki peranan dan fungsi yang strategis dalam
dunia pendidikan. Sedangkan metode-metode untuk mengkajinya perlu mempertimbangkan
relevansinya. Metode studinya terdapat metode rasionalistik, metode empirik, metode intuisi, metode
reflektif, metode historis dan analisis sintesis serta hermeneutika. Aspek ontologi, epistemologi dan
aksiologi menjadi aspek utama dalam mengkaji bidang pendidikan sehingga bisa melihat hakikat, proses
dan nilai guna pendidikan.

Selain mengkaji pendidikan secara ontologi, epistemologi dan aksiologi juga menyusung aliran-aliran
filsafat pendidikan, yakni idealisme, realisme, materialisme, pragmatis, progresivisme, esensialisme,
perenialisme, eksistensialisme, rekontruksionisme dan konstruktivisme. Aliran tersebut memiliki
karakteristik sendiri dalam memandang dunia pendidikan yang dibutuhkan manusia yang dapat
mengantarkan pencerahan hidup.

1.2 Tujuan Penulisan

Critical Book Report ini bertujuan:

1. Mengulas isi buku.


2. Mencari dan mengetahui informasi yang terdapat dalam buku.
3. Melatih diri untuk berpikir kritis dalam mencari informasi yang diberikan dalam setiap bab.
4. Membandingkan isi buku.

1.3 Manfaat Pembahasan

Manfaat Critical Book Report adalah:

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan.


2. Untuk menambah wawasan tentang filsafat pendidikan.
3. Untuk berpikir kritis dalam mencari informasi dalam buku.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Identitas Buku

Buku Utama:

1. Judul : FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM


2. Edisi : 1
3. Pengarang : Afifuddin Harisah
4. Tahun terbit : 2018
5. Kota terbit : Yogyakarta
6. Penerbit : Deepublish
7. ISBN : 978-602-475-008-4
8. Jumlah halaman : 164
9. Bahasa : Indonesia

Buku Pembanding:

1. Judul : FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM


2. Edisi : 1
3. Pengarang : Dr. Sehat Sultoni Dalimunthe, M.A.
4. Tahun terbit : 2018
5. Kota terbit : Yogyakarta
6. Penerbit : Deepublish
7. ISBN : 978-602-453-759-3
8. Jumlah halaman : 300
9. Bahasa : Indonesia

2.2 Riview Buku

Buku Utama:

BAB I FILSAFAT DAN PENDIDIKAN


A. Pengertian Filsafat
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu philosophia yang berarti cinta pengetahuan. Terdiri dari
kata philos yang berarti cinta, senang dan suka, serta kata shopia berarti pengetahuan, hikmah dan
kebijaksanaan (Ali, 1986:7). Jadi, orang yang berfilsafat adalah orang yang mencintai kebenaran, berilmu
pengetahuan, ahli hikmah dan bijaksana.
Dalam pengertian yang lebih luas, Harold Titus mengemukakan pengertian filsafat sebagai
berikut:

2
1. Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya
diterima secara kritis.
2. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat
kita junjung tinggi.
3. Filsafat pendidikan adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan tentang sesuatu
(Jalaluddin dan Said, 1994:9)

Dari uraian diatas disimpulkan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang komprehensif yang
berusaha memahami persoalan yang timbul dalam ruang lingkup pengalaman manusia.

Sedangkan pendidikan dalam KBBI adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan
(Depdiknas, 1999:213). Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie berarti bimbingan
atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa (Sudirman
N., dkk., 1992:4).
Menurut Langeveld pendidikan ialah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang
diberikan kepada anak tertuju pada pendewasaan, atau lebih tepat membantu anak agar cakap
melaksanakan tugas hidupnya sendiri (Langeveld, 1971:5).

B. Pengertian dan Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan


Menurut al-Syaibani (1979: 36), filsafat pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur yang
menjadika filsafat sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskandan memadukan proses pendidikan.
Secara makro, yang menjadi obyek pemikiran filsafat, yaitu permasalahan kehidupan manusia, alam
semesta, dan sekitarnya, juga merupakan obyek pemikiran filsafat pendidikan. Namun, secara mikro,
ruang lingkup filsafat pendidikan meliputi:
1. Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan.
2. Merumuskan sifat hakikat manusia, sebagai subyek dan obyek pendidikan.
3. Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan kebudayaan.
4. Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan dan teori pendidikan.
5. Merumuskan hubungan antara filsafat negara (ideologi), filsafat pendidikan dan politik
pendidikan.
6. Merumuskan system nilai dan norma atau moral pendidikan yang merupakan tujuan pendidikan
(Jalaluddin dan Abdullah Idi, 2009:25).

Maka, disimpulkan bahwa yang menjadi ruang lingkup filsafat itu adalah semua aspek yang berhubungan
dengan upaya manusia untuk mengerti dan memahami hakikat pendidikan itu sendiri yang berhungan
dengan bagaimana pelaksanaan pendidikan yang baik dan tujuan itu dapat tercapai seperti yang dicita-
citakan.

C. Hubungan Filsafat dan Pendidikan


Filsafat dan pendidikan, keduanya merupakan usaha yang sama. Berfilsafat adalah mencari nilai ideal
yang baik, sedangkan pendidikan mewujudkan nilai tersebut dalam kehidupan manusia. Pendidikan
bertindak mencari arah yang terbaik, sedangkan filsafat dapat memberikan latihan dasar kepada peserta
didik.
Hubungan antara filsafat dan pendidikan menjadi penting sekali, sebab ia menjadi dasar, arah dan
pedoman suatu system pendidikan.

BAB II HAKIKAT MANUSIA DALAM PENDIDIKAN ISLAM


3
A. Hakikat Penciptaan Manusia
Dilihat dari penciptaannya, Al-Qur’an menyatakan proses penciptaan manusia dalam dua tahap yang
berbeda, yaitu: Pertama, tahap primordial. Tahap ini Adam sebagai manusia pertama diciptakan dari al-
tin (tanah) yang disebutkan dalam (QS. Al-An’am:2) “Dialah Yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah
itu ditentukannya ajal (kematianmu)”. Kedua, tahap biologis. Tahap ini melalui proses biologi yang dapat
dipahami secara sains-empirik, yaitu manusia diciptakan dari inti sari tanah yang dijadikan air mani
(nuftah) yang tersimpan dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian nuftah itu dijadikan sejenis darah
beku (‘alaqah) yang menggantung dalam rahim. Darah beku tersebut kemudian dijadikan-Nya segumpal
daging (mudghah) yang kemudian dibalut dengan tulang belulang, lalu ditiupkan ruh (QS. Al-
Mu’minun:12-14).
Maka dari pertemuan antara ruh dan badan terbentuklah makhluk baru, yaitu manusia. Berdasarkan
prosesnya itulah manusia dikatakan sebagai makhluk yang merupakan rangkaian utuh antara komponen
materi (tanah) dan inmateri (Allah SWT.).

B. Hakikat Manusia dan Eksistensinya


Ajaran Islam melihat manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT. Berdasarkan sudut pandang ini,
filsafat pendidikan islam menempatkan manusia dan segala aspeknya dalam konteks pendidikan. Maka,
pandangan filsafat pendidikan islam berbeda dengan filsafat pendidikan umum, yang konsepnya dari
ilmuwan.
Dalam Al-Qur’an manusia disebut dengan berbagai nama, yaitu:
1. Manusia sebagai al-Basyar berarti manusia sebagai makhluk biologis.
2. Manusia sebagai al-Insan berarti manusia berpotensi untuk tumbuh dan berkembang secara fisik
juga secara spiritual.
3. Manusia sebagai al-Nas berarti manusia sebagai makhluk social.
4. Manusia sebagai al-Ins manusia sebagai makhluk yang kasat mata.
5. Manusia sebagai Bani Adam manusia sebagai keturunan Adam.

BAB III MAKNA FILOSOFIS PENDIDIKAN ISLAM


A. Tarbiyah
Dalam klasifikasi yang berbeda, Ismail Haqi al-Barusawi membagi tarbiyah pada aspek sasarannya:
1. Kepada manusia, diartikan sebagai makhluk yang memiliki potensi rohani, berbagai kenikmatan,
pemeliharaan hati nurani dengan berbagai kasih saying, bimbingan jiwa dengan hokum syariah,
pengarahan hati nurani dengan berbagai etika kehidupan dan penerangan hati.
2. Kepada alam, diartikan dengan pemeliharaan dan pemenuhan segala yang dibutuhkan serta
menjaga sebab yang menopang eksistensinya.

B. Ta’lim
Sebagian para ahli menerjemahkan ta’lim dengan pendidikan, sedangkan ta’lim diterjemahkan
dengan pengajaran.

C. Ta’dib
Ta’dib biasanya dipahami dalam pengertian pendidikan sopan santun, tata karma, adab, budi pekerti,
akhlak, moral dan etika.

D. Riyadhah
Secara etimologis, riyadhah diartikan dengan pengajaran dan pelatihan.

E. Pengertian Pendidikan Islam

4
Pendidikan islam dapat diartikan sebagai proses trans-internalisasi pengetahuan dan nilai islam kepada
peserta didik melaui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan dan
pengembangan potensinya, guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat.

BAB IV RUANG LINGKUP DAN URGENSI FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM


A. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam
Dapat dikatakan bahwa konsepsi pendidikan dalam filosofi islam, tidak hanya melihat pendidikan itu
sebagai upaya “mencerdaskan” semata (pendidikan intelek, kecerdasan) melainkan berupaya
menyelaraskan dengan konsep islam tentang manusia dan hakekat eksistensinya.

B. Urgensi Filsafat Pendidikan Islam


Filsafat Pendidikan Islam dipandang urgen ketika para ahli menyoroti dunia pendidikan yang
berkembang saat ini, baik pendidikan Islam pada khususnya maupun pada umumnya, bahwa
pelaksanaan pendidikan tersebut kurang bertolak atau belum dibangun oleh landasan filosofis yang
kokoh, sehingga berimplikasi pada kekaburan arah dan jalannya pelaksanaan pendidikan itu sendiri.

BAB V FITRAH MANUSIA DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN


A. Fitrah dalam Perspektif Al-Qur’an
Manusia telah diberi kemampuan untuk memilih jalan yang benar dari yang salah. Kemampuan
memilih tersebut mendapatkan pengarahan dalam proses pendidikan yang mempengaruhinya. Jelas
bahwa factor kemampuan memilih yang terdapat dalam fitrah (human nature) manusia berpusat pada
kemampuan berpikir sehat pada manusia berpusat pada kemampuan berpikir sehat, karena akal yang
sehat mampu membedakan hal-hal yang benar dan salah.

B. Fitrah Al-Gharizah dan Al-Munazzalah


Fitrah al-gharizah dimaknai dengan fitrah yang intern dalam diri manusia yang memberikan daya akal
yang berguna dalam mengembangkan potensi dasar manusia. Fitrah al-munazzalah merupakan fitrah
luar yang masuk pada diri manusia yang berfungsi sebagai kendali dan penuntun bagi fitrah al-gharizah
(Nasir Budiman, 2001:33)

C. Implikasi Fitrah dalam Proses Pendidikan Islam


Konsep fitrah menuntut agar pendidikan Islam diarahkan bertupu pada tauhid, maksudnya untuk
memperkuat hubungan manusia dengan Allah SWT.

BAB VI SUMBER PENDIDIKAN ISLAM


A. Sumber Normatif
Sumber pendidikan Islam identic dengan dasar ajaran Islam. Secara rinci dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Al-Qur’an ialah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan kepada nabi Muhammad SAW.
Didalamnya terkandung ajaran pokok yang dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek
kehidupan melalui ijtihad.
2. Al-Sunnah ialah segala yang dinukilkan dari Nabi SAW., baik berupa perkataan, perbuatan
maupun berupa taqrir, pengajaran, sifat, kelakuan perjalanan hidup baik Nabi sebelum diangkat
jadi rasul maupun sesudahnya.

B. Sumber Filosofis
5
1. Pengalaman merupakan sumber pendidikan karena merancang pengalaman dalam proses
pendidikan pada hakikatnya menyusun scenario pembelajaran sebagai pedoman dalam
melaksanakan proses pembelajaran.
2. Intuisi adalah istilah untuk kemampuan memahami sesuatu tanpa melalui penalaran rasional dan
intelektualitas.
3. Ilham adalah petunjuk yang dating dari Tuhan yang terbit di hati, bisikan hati atau sesuatu yang
menggerakan hati.
4. Wahyu ialah bisikan, isyarat, tulisan ataupun kitab yang merupakan pemberitahuan secara
tersembunyi dan cepat.

BAB VII LANDASAN PENDIDIKAN ISLAM


A. Landasan Ontologis
Ontologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu ontos yang berarti ada, dan logos yang berarti
pengetahuan. Dalam bahasa Inggris, istilah tersebut diserap menjadi ontology dengan pengertian ilmu
mengenai yang ada atau berada.
1. Pendekatan Epimologis, pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang, dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pembelajaran.
2. Pendekatan Terminologis, pendidikan Islam adalah bimbingan yang diberikan oleh seseorang
kepada orang lain, agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.

B. Landasan Epistemologis
Epistemologi berasal dari bahasa yunani, yaitu episteme berarti pengetahuan dan logos berarti teori.
Jadi, epistemology adalah ilmu tentang pengetahuan.

C. Landasan Aksiologi
Berbicara tentang aksiologi tentu sangat terkait dengan nilai sesuatu. Dan nilai berkaitan dengan
masalah baik-buruk. Dalam filsafat, pembicaraan aksiologi dilakukan untuk mengetahui batas arti, ciri-
citi, tipe, kriteria dan status epistemology nilai-nilai. Pembicaraanya juga menyangkut pembahasan
tentang tujuan dan manfaat sesuatu sehingga dipandang bernilai.

BAB VIII HAKIKAT MATERI PENDIDIKAN ISLAM


A. Pengertian
Materi pendidikan merupakan seperangkat bahan-bahan yang diajarkan kepada peserta didik yang
tersaji secara sistematis dalam bentuk kurikulum. Materi pendidikan dibedakan melalui kurikulum.
Kurikulum lebih menampilkan materi pendidikan dalam susunan yang terpola, terencana, sistematis dan
terpadu.

B. Ruang Lingkup Materi Pendidikan Islam


Secara umum, obyek materi pendidikan Islam tidak terlepas dari 3 aspek, yaitu aspek akidah, syariat
dan akhlak. Ketiga aspek ini memang pada dasarnya merupakan komponen utama dalam keislaman
seorang muslim. Dengan demikian, pendidikan Islam berupaya menanamkan pemahaman yang
mendalam tentang makna ketiga aspek tersebut dan sekaligus menumbuhkan pribadi kemusliman yang
utuh.

C. Klasifikasi Materi Pendidikan Islam


1. Al-Farabi mengklasifikasikasi ilmu-ilmu yang bersumber dari al-Qur’an yang selanjutnya disebut
sains (ilmu pengetahuan), meliputi:
6
a) Ilmu bahasa
b) Logika
c) Sains persiapan
d) Fisika (ilmu alam) dan metafisika (ilmu alam non material)
e) Ilmu kemasyarakatan
2. Al-Ghazali mengklasifikasi materi ilmu pengetahuan sebagai kurikulum pendidikan Islam sebagai
berikut:
a) Ilmu-ilmu fardhu ‘ain, yaitu ilmu yang wajib dipelajari setiap umat Islam tanpa terkecuali
(seperti ilmu agama ataupun pengalaman agama).
b) Ilmu-ilmu fardhu kifayah, yaitu ilmu yang diperlukan dalam rangka memudahkan urusan
hidup duniawi dan tidak wajib dipelajari setiap orang (seperti matematika, ilmu kedokteran,
ilmu teknik, pertanian dan sebagainya.

D. Keterkaitan Materi dan Tujuan Pendidikan Islam


Tujuan pendidikan Islam sebenarnya merupakan pengejawantahan dari tujuan agama Islam tersebut.
Pendidikan Islam dengan segala aspek, perangkat, system dan pengelolaan kelembagaannya berusaha
menciptakan manusia-manusia terdidik, yang tidak saja matang dari segi religiusnya, tapi juga mampu
memberikan peran yang maksimal bagi kehidupannya sendiri sebagai individu dan masyarakatnya.

BAB IX STRATEGI DAN PENDEKATAN PENDIDIKAN ISLAM


A. Strategi Pendidikan Islam
Strategi biasanya berkaitan dengan taktik, yaitu cara untuk menghadapi sasaran tertentu agar
memperoleh hasil yang diharapkan secara maksimal. Strategi yang baik adalah bila dapat melahirkan
metode yang baik pula, sebab metode adalah suatu cara pelaksanaan strategi.
Strategi pendidikan pada hakikatnya adalah pengetahuan atau seni mendayagunakan semua
faktor/potensi untuk mengamankan sasaran kependidikan yang hendak dicapai melalui perencanaan
dan pengarahan dalam operasionalisasi sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan yang ada.

B. Pendekatan Pendidikan Islam


Pendekatan dipahami sebagai sekumpulan cara-cara strategis yang bersifat informal dalam upaya
mencapai tujuan tertentu.
1. Pendekatan rasional adalah memberi kesempatan kepada subyek didik untuk menggunakan akal
dalam memahami, menerima dan menganalisis kebenaran ajaran agama Islam, termasuk
memahami hikmahnya.
2. Pendekatan emosional adalah upaya guru untuk menggugah perasaan dan emosi subyek didik
dalam memahami, meyakini dan menghayati ajaran agama Islam.
3. Pendekatan fungsional merupakan upaya penyajian pengetahuan tentang ajaran agama Islam
dengan menekankan pada aspek kemanfaatannya bagi subyek didik dalam kehidupan sehari-hari
sesuai dengan tingkat perkembangannya.
4. Pendekatan pengalaman dapat dilakukan dengan cara memberikan pengalaman keagamaan
kepada subyek didik dalam rangka penanaman nilai-nilai ajaran Islam.
5. Pendekatan pembiasaan dilaksanakan dengan cara memberikan kesempatan kepada subyek didik
untuk senantiasa mengamalkan ajaran agamanya.
6. Pendekatan klarifikasi nilai merupakan suatu pendekatan untuk membantu subyek didik dalam
menentukan nilai yang akan dipilihnya.

BAB X PANDANGAN FILSAFAT BARAT TENTANG PENDIDIKAN

7
A. Pendahuluan
Pandangan klasik tentang pendidikan, pada umumnya dikatakan sebagai pranata yang dapat
menjalankan 3 fungsi sekaligus. Pertama, mempersiapkan generasi muda untuk memegang peran
tertentu pada masa mendatang. Kedua, mentransfer pengetahuan, sesuai dengan peranan yang
diharapkan. Ketiga, mentransfer nilai dalam rangka memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat
sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup masyarakat dan peradaban.
Paradigma yang berkembang di dunia pendidikan yang dianut oleh para pendidik, decision maker,
pemerhati pendidikan tidak menutup kemungkinan dipengaruhi oleh cara berpikir para filosof yang
selanjutnya menjadi aliran berpikir dalam dunia pendidikan.

B. Esensialisme
Esensialisme merupakan falsafah pendidikan tradisional yang memandang bahwa nilai pendidikan
hendaknya bertumpu pada nilai yang jelas dan tahan lama, sehingga menimbulkan kestabilan dan arah
yang jelas pula.
Pandangan essensialisme tentang belajar, bila seseorang itu belajar pada taraf permulaan adalah
memahami aku-nya sendiri, terus bergerak keluar untuk memahami dunia objektif.

C. Eksistensialisme
Eksistensialisme berarti filsafat mengenai aku dan bagaimana aku hidup. Dengan demikian,
eksistensialisme adalah filsafat subyektif mengenai diri. Dari sudut etimologi eksistensi berasal dari kata
“eks” yang berarti diluar dan “sistensi” yang berarti berdiri atau menempatkan. Jadi, secara luas dapat
diartikan sebagai berdiri sendiri sebagai dirinya sekaligus keluar dari dirinya.

D. Perenialisme
Perenialisme merupakan aliran filsafat yang susunannya mempunyai kesatuan, dimana susunannya
merupakan hasil pikiran yang memberikan kemungkinan bagi seseorang untuk bersikap yang tegas dan
lurus. Karena itulah, perenialisme berpendapat bahwa mencari dan menemukan arah tujuan yang jelas
merupakan tugas yang utama dari filsafat khususnya filsafat pendidikan.
Menurut perenialisme ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi, karena dengan
ilmupengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif yang bersifat analisa. Jadi, dengan berpikir
maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan melalui akal pikiran.
Perenialisme dapat dengan mudah dikenali karena memiliki kekhasan, diantaranya adalah: pertama,
bahwa perenialisme mengambil jalan regresif, yaitu kembali ke masa Yunani Kuno dan Abad
Pertengahan; kedua, perenialisme beranggapan bahwa realita itu mengandung tujuan; ketiga,
perenialisme beranggapan bahwa belajar adalah latihan dan disiplin mental; dan keempat, perenialisme
beranggapan bahwa kenyataan tertinggi itu berada di balik alam, penuh kedamaian dan transendental.

E. Pragmatisme
Pragmatisme adalah aliran pemikiran yang memandang bahwa benar tidaknya suatu ucapan, dalil,
atau teori tersebut bagi manusia untuk bertindak dalam kehidupannya.

F. Pendidikan Islam dan Filsafat Pendidikan Barat


Perbedaan pendidikan Islam dan Barat bukan pada istilah pendidikan keagamaan tradisional dan
pendidikan secular modern, karena kedua jenis pendidikan tersebut menyandarkan pada dua jenis
filsafat pendidikan yang sama sekali berbeda dan mempunyai dua perangkat tujuan dan metode yang
berbeda.
Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang paripurna berorientasi pada dunia dan akhirat dan
berupaya mencapai sosialisasi ke dalam Islam, tidak seperti Barat yang berusaha mencapai

8
perkembangan individu. Pengetahuan dicari dan diperoleh berdasarkan pada perintah Tuhan, sementara
Barat pengetahuan diperlukan sebagai alat untuk menyelesaikan masalah.
Pendidikan Barat sangat mengagumi aspek materi sehingga filosofi yang mereka kembangkan adalah
yang berbasis materi. Filsafat Esensialisme, Eksistensialime, Perenialisme dan Pragmatisme basisnya
adalah empirisme dan positivisme. Sifat yang menonjol dari ontologi esensialisme adalah suatu konsep
bahwa dunia dikuasai oleh tata yang tiada cela, yang mengatur isinya dengan tiada ada pula. Pendapat
ini berarti bahwa bagaimana bentuk, sifat, kehendak dan cita-cita manusia haruslah disesuaikan dengan
tata alam yang ada.

BAB XI PRINSIP DINAMISME DAN PERBEDAAN INDIVIDUAL DALAM PENDIDIKAN ISLAM


A. Pendahuluan
Dari analisis yang mendalam terhadap konsep pendididkan serta fenomena kemanusiaan yang
mengiringinya, dapat dipahami bahwa pendidikan merupakanusaha dan interaksi yang
mengkonsentrasikan sasarannya pada manusia. Manusia serta segala unsurnya merupakan obyek utama
dari gerakan pendidikan tersebut. Secara mendasar dapat dikatakan bahwa pendidikan berupaya
memanusiakan manusia dan mengangkat harkat dan status sosialnya.
Penempatan manusia sebagai subyek dan sekaligus obyek pendidikan berarti segala bentuk
perubahan dan karakteristik yang terjadi pada lingkup kehidupan individual dan social merupakan aspek
utama dan penting.

B. Prinsip Dinamisme
Dinamisme merupakan paham atau isme yang menetapkan bahwa segala sesuatu yang ada di alam
ini senantiassa berubah dan berpindah dari satu kondisi ke kondisi lain. Namun, dalam konteks
pendidikan menekankan pentingnya dinamika atau gerak maju dalam setiap upaya pengajaran.
Dinamisme dalam pendidikan bermakna bahwa suatu sistem pendidikan tidak semestinya bersifat
kaku dan anti perubahan, namun justru harus menjadi pelopor kemajuan dan pengembangan kualitas
kepribadian, intelektualitas serta kreativitas peserta didik.

C. Prinsip Perbedaan Individual


Perbedaan individual yang terjadi pada seseorang adalah dilatarbelakangi faktor keturunan atau
faktor pengaruh lingkungan atau faktor pengaruh keduanya secara bersamaan. Perbedaan individual
seseorang mempengaruhi hasil belajar anak-didik. Perbedaan individual ini perlu mendapat perhatian
dari kalangan pendidik, baik orang tuamaupun guru, karena perbedaan individual ini akan
mempengaruhi tingkat penyerapan dan pemahaman, pembentukan sikap dan apresiasi serta
kemampuan untuk mengaplikasikan segenap pengetahuan yang dimiliki.
Menurut Oemar Hamalik (1995: 123-126), perbedaan individual dapat diketahui dengan ciri-ciri
sebagai berikut:
1) Kecerdasan
2) Bakat
3) Keadaan jasmani
4) Penyesuaian sosial dan emosional
5) Keadaan keluarga
6) Prestasi belajar

BAB XII INKLUSIVISME DAN TRANSFORMASI PENDIDIKAN AGAMA


A. Pendidikan Agama: Gagal?

9
Kaitan antara pendidikan dengan transformasi masyarakat, khususnya sikap penghargaan atas kondisi
kemajemukan agama di tanah air, kadang mengkhawatirkan. Mengapa keterkaitan antara pendidikan
dan penghormatan atas inklusif agama tidak sekuat antara pendidikan dengan transformasi sosial?
Jawabannya adalah bahwa pendidikan telah direduksi menjadi sekedar pengajaran. Realitas pendidikan
lebih menonjolkan hal yang bersifat kognitif, penguasaan terhadap subyek akademik, bukan
pengembangan watak peserta didik tentang bagaimana bersikap tentang realitas lingkungan yang secara
keagamaan bersifat pluralistik.

B. Pendidikan Agama dan Transformasi Pemahaman Inklusif


Dalam pengantarnya, Faisal Ismail (2004: xvii) menyebutkan bahwa kualitas pemahaman agama
masyarakat tak dapat dipisahkan dari penyelenggaraan pendidikan agama di lembaga pendidikan formal.
Tidak salah jika factor itu dikaji secara berkelanjutan, sebab pendidikan agama diberikan kepada semua
jenjang pendidikan formal, dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi.

C. Upaya Harmonisasi Keberagaman di Sekolah


Pendidikan agama pada dasarnya dapat merespon masalah social yang berkembang dan menonjol
pada tiap zaman. Pada masa lalu, umat beragama sering dilanda pertikaian internal karena perbedaan
paham keagamaan,.
Sebagai negara yang memiliki multikulturalisme tinggi, harusnya Indonesia menerapkan pendidikan
agama Islam dan juga pendidikan agama lainnya yang berwawasan multicultural pluralistik, sehingga
output-Nya adalah terbentuk peserta didik yang memiliki wawasan dan sikap multicultural dengan
indicator berusaha melaksanakan nilai nilai multicultural-pluralistik dalam hidup kesehariannya atas
pandangan hidup yang berorientasi bahwa keragaman dalam aspek apapun merupakan sesuatu yang
tidak dapat ditolak eksistensinya sehingga mesti di apresiasi secara arif dan positif.

Buku Pembanding:

BAB I SEJARAH LAHIRNYA FILSAFAT PENDIDIKAN


A. Pendidikan
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mendefinisikan bahwa pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian
diri,kepribadian, kecerdasan, akhlak, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara.
Langeveld mendefinisikan pendidikan, setiap usaha, pengaruh, perlindungan, dan bantuan yang
diberikan kepada anak tertuju pada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak untuk
cakap melaksanakan tugas hidupnya.

B. Pendidikan Islam
Menurut Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibani pendidikan islam adalah proses mengubah tingkah
laku individu, pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya dengan cara pengajaran sebagai
suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi diantara profesi asasi dalam masyarakat.
1. Al-Tarbiyyah
Pendidikan dalam pengertian ini berusaha menghasilkan orang bijaksana, orang berilmu, dan orang
yang lembut hatinya. Selain itu, al-tarbiyyah juga bermakna inayah yang berarti menolong, tidak
menuntun peserta didik itu mencapai tujuannya. Pendidik dituntut sebagai penolong yang bukan
hanya pengantar menuju cita-cita pendidikan saja. Disini peserta didik di berdayakan untuk berperan
aktif untuk menuju cita-cita pendidikan itu.
10
2. Ta’lim
Ta’lim atau ta’allam dalam al-Qur’an bisa bermakna “mengajarkan secara perlahan-lahan, sehingga
dapat membekas dalam jiwa pelajarannya”.
3. Ta’dib
Ta’dib bias disebut proses menjadikan seseorang beradab dalam pengertian berakhlak mulia.
4. Tadris
Al-Ashafahani menyebutkan kata tadris harus meninggalkan bekas, maksudnya dari yang dipelajari
ada yang membekas dengan hapalan, pemahaman ataupun pengalaman.

C. Sejarah Filsafat Pendidikan


Menurut Imam Barnadib, filsafat pendidikan lahir dari usaha proaktifnya filsafat bukan usaha
proaktifnya pendidikan. Artinya, filsafat itu sendiri yang melahirkan pemikiran teoritis tentang
pendidikan, sehingga pemikiran filsafat tentang pendidikan “dimekarkan” menjadi filsafat pendidikan
sebagai disiplin ilmu tersendiri.

D. Filsafat Pendidikan Islam


Filsafat pendidikan Islam dari sisi materinya telah lahir jauh hari sebelum kelahiran filsafat
pendidikan. Filsafat pendidikan Islam ditulis dengan tidak merujuk pemikiran-pemikiran pendidikan
ulama dan sebagainya dari filosof nonmuslim.
Untuk kemajuan teori filsafat pendidikan Islam dibutuhkan usaha keras dan keberanian para
Professor dan Doctor dibidang Filsafat Pendidikan Islam secara khusus untuk mengikuti perkembangan
ilmu pengetahuan dan berijtihad dengan baik.

E. Upaya Mendefinisikan Filsafat Pendidikan Islam


Filsafat pendidikan islam pada hakikatnya adalah konsep berpikir tentang kependidikan yang
berlandaskan ajaran agama Islam, tentang hakikat kemampuan manusia untuk dapat dibina dan
dikembangkan serta dibimbing menjadi manusia muslim yang seluruh pribadinya dijiwai oleh ajaran
Islam, serta mengapa manusia harus dibina menjadi hamba Allah yang berkepribadian demikian. Filsafat
pendidikan Islam juga berfungsi mengkritik metode yang digunakan dalam proses pendidikan Islam.

BAB II TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM


A. Filsafat Tujuan dalam al-Qur’an
Tujuannya itu tidak ekstrim kekanan dan tidak ekstrim ke kiri, maksudnya pendidikan harus seimbang
dalam memperhatikan dunia dan akhirat.

B. Tujuan Pendidikan Islam


Muhammad Fadhil Jamali berdasarkan al-Qur’an merangkum ada 4 tujuan pendidikan Islam,yaitu:
1) Memberitahu manusia posisinya antara ciptaan dan tanggung jawab sebagai individu dalam
hidup ini
2) Memberitahu hubungan antara manusia dengan masyarakatnya dan tanggung jawabnya
berlandaskan aturan social.
3) Memberitahu manusia dengan ciptaan dan mendorong mereka untuk memahami secara
mendalam hikmah dari penciptaan dan memungkinkan manusia untuk menuai hasilnya
4) Memberitahu manusia penciptaan tabiat dan untuk beribadah kepada-Nya.

C. Hirarki Tujuan Pendidikan Islam

11
Tujuan akhir pendidikan Islam menurut Hasan Langgulung ada 2, yaitu ibadah dan sedekah. Ibadah
adalah puncak ketundukan terhadap Allah SWT. dimana mengerjakan perintahnya dan menjauhi
larangannya.

D. Teori Pendidikan dan Filsafat Pendidikan


Jhon Dewey tidak membedakan antara teori pendidikan dan filsafat pendidikan. Filsafat Pendidikan
menurut Majid Al-Kailani yang melahirkan tujuan pendidikan dan kurikulumnya. Teori pendidikan Islam
bukan teori tafsir yang di dapatkan lewat metode eksperimen dan survey dan juga bukan teori
pendidikan praktis yang berasal dari berbagai prinsip dan kaidah yang saling berhubungan. Teori
pendidikan Islam kumpulan semua yang bersumber dari prinsip, kaidah, dan konsep berdasarkan pada
al-Qur’an dan Sunnah.
Basyir al-Hajj menyimpulkan bahwa filsafat bukanlah ideology yang mengatur kehidupan bagi Islam
termasuk bagi pendidikan Islam. Filsafat pendidikan hanyalah salah satu unsur yang membentuk teori
pendidikan.

BAB III ONTOLOGI PENDIDIKAN ISLAM


A. Hakikat Manusia
Ada 4 aliran yang membicarakan hakikat manusia dalam antropologi filsafat, yaitu:
1) Aliran serba zat bahwa manusia berasal dari unsur alam saja yang bersifat materi. Materi yang
dimaksud adalah campuran sperma laki-laki dan sel telur wanita.
2) Aliran serba ruh hakikat manusia ini memang hanya ruh, sedangkan jasad bagi mereka
merupakan manifestasi dari ruh.
3) Aliran dualisme bahwa manusia terdiri dari jasad dan rohani. Keduanya sangat memiliki
hubungan kausal yang saling memengaruhi.
4) Aliran eksistensialisme merupakan aliran yang tidak terakomodir pemahamannya tentang hakikat
manusia, baik aliran zat, ruh, maupun dualisme. Aliran ini justru menitik beratkan eksistensi
manusia sebagai hakikat.

B. Hakikat Masyarakat
Muhammad Abduh berpendapat bahwa kehidupan bermasyarakat itu penting dan manusia tidak
bias hidup sendiri. Bermasyarakat bagi manusia adalah kebutuhan hidup.

C. Hakikat Ilmu
Menurut pandangan al-Qur’an, ilmu terdiri dari 2 macam. Pertama, ilmu yang di peroleh tanpa usaha
manusia dan kemudia disebut ilmu laduni. Kedua, ilmu yang diperoleh dengan usaha manusia dan
kemudian disebut ilmu kasb.

D. Hakikat Akhlak
Akhlak yang dinilai adalah niatnya. Niat itu sesungguhnya tidak kelihatan dan bersifat batin.
Walaupun hasil dari niat itu ketika diperbuat tidak baik, jika niatnya baik, maka dari perspektif akhlak itu
disebut baik. Akhlak sebagai perbuatan baik dan buruk dan gambaran perilaku yang bisa dicontoh oleh
manusia untuk bergaul.
Namun, jika dipahami berdasarkan QS. Al-Qalam/68:4 sebagai akhlak, maka akhlak itu hanyalah yang
baik, sedangkan yang buruk itu tidak disebut akhlak. Karena ada yang memahami akhlak itu ialah
perbuatan baik dan buruk, sehingga muncullah istilah tersebut. Secara metodologis, ini tidak perlu
dipermasalahkan, hanya saja dalam perspektif filsafat, akhlak itu hanya yang baik.

12
BAB IV EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN ISLAM
A. Langkah Merumuskan Filsafat Pendidikan Islam
Pembahasan filsafat secara umum tentang Tuhan, alam, dan manusia. Filsafat pendidikan Islam harus
memperhatikan harmonisasi ketiga hal tersebut.
Jika disimpulkan epistemology dari Filsafat Pendidikan Islam, diawali dari pencarian istilah pendidikan
dalam nomenklatur bahasa arab berupa kamus dan mu’jam. Kedua, mencari substansinya dalam al-
Qur’an. Ketiga, menafsirkan ayat-ayat secara tematik dengan memilih tafsir yang lebih relevan dengan
disiplin ilmu yang akan dibahas. Keempat, mempertajam tafsir tema yang dibahas dengan referensi yang
representative. Kelima, berijtihad dalam melahirkan konsep maupun teori Filsafat Pendidikan Islam.

B. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam


Teori ruang lingkup filsafat pendidikan Islam bias dilihat dari apa yang dikemukakan oleh M. Naquib al-
Attas bahwa dalam konferensi dunia tentang pendidikan Islam pertama di Jeddah tahun 1977 bahwa
pendidikan Islam ada dalam kandungan al-Tarbiyyah, al-Ta’lim, dan al-Ta’bid.
C. Syarat-syarat Filsafat Pendidikan Islam
Menurut Hasan Langgulung tentang filsafat pendidikan Islam dalam asas-asas pendidikan Islam:
1. Prinsipnya sesuai dengan akidah Islam, ajaran, dan hukum-hukumnya.
2. Relevan dengan budaya masyarakat Islam, nilai-nilai, dan cita-citanya.
3. Terbuka terhadap semua pengalaman kemanusiaan yang baik.

BAB V AKSIOLOGI PENDIDIKAN ISLAM


A. Ilustrasi
Jujun Suriasumantri dalam Filsafat Ilmu menyebutkan bahwa aksiologi adalah persoalan nilai. Nilai
dalam makna value bukan result. Jika diibaratkan uang Rp. 200.000.000 (dua ratus juta), nilai itu
bukanlah angkot nominalnya, tetapi digunakan untuk apa. Itulah yang dimaksud dengan nilai dalam
aksiologi. Dengan kata lain, aksiologi itu filsafat kegunaan.

B. Konsep Nilai dalam Islam


Dalam bahasa Arab nilai yang dimaksud bukan bersifat materil ataupun abstrak. Nilai yang tidak
kelihatan, tapi hanya dapat diketahui jika melihat manfaatnya.
Konsep nilai harus dihubungkan dengan manusia. Nilai juga harus dihubungkan dengan al-Qur’an.
Nilaipun dihubungkan dengan waktu dan tempat. Contohnya, puasa itu baik, tetapi jika puasa dilakukan
di hari-hari tasyrik, tentu bukan saja tidak baik, tetapi buruk karena pekerjaan itu haram.

C. Teori Dasar Akhlak


Menurut filosof Prancis, Hendri bahwa sumber dari akhlak dalam hal ini ada dua, yaitu daya tekanan
soaial dan daya ketertarikan kelemahlembutan manusiawi bersandarkan bantuan ketuhanan.
Akal dan agama dipertentangkan tidak lahir dalam Islam, tetapi lahirnya di Eropa. Perdebatan itu
sebenarnya menurut al-Ghazali tidak terdapat dalam Islam. Inilah yang melahirkan Negara sekuler, tidak
akurnya akal dengan agama.
1. Suluk, dhamir, dan iradah
Al-suluk adalah setiap perbuatan yang diinginkan. Al-suluk ini menjadi dalil akhlak yang baik dan yang
buruk. Ahmad Amin menyebut dhamir sebagai potensi yang memerintah untuk berbuat baik dan
melarang untuk meninggalkan keburukan, dirasakan seakan-akan suara itu datang dari lubuk hati
yang dalam. Iradah adalah eksekutor dari apa yang direncanakan oleh dhamir.
2. Niat dan hasil perbuatan

13
Menurut teori akhlak, baik buruknya suatu perbuatan dilihat dari tujuannya atau niatnya bukan
hasilnya. Untuk itu dapat dipahami bahwa hadist “innama al-a’malu bi al-niyat” (sesungguhnya
perbuatan itu dilihat dari niatnya) adalah dalil teori akhlak.
3. Menilai yang baik
Dengan berkembangnya pengetahuan manusia, adat tidak lagi bias dijadikan standart dari kebaikan,
karena sebagian dari adat itu ada yang tidak masuk akal, sebagian lagi ada yang memiliki mudharat.

BAB VI PEMIKIRAN PENDIDIKAN UMAR BIN KHATTAB


A. Pendahuluan
Umar bin Khattab, khalifah kedua setelah Abu Bakar al-Shiddiq. Umar selain jenius, wawasannya juga
luas. Ibn Mas’ud menggambarkan keluasan ilmu Umar, “seandainya ilmu Umar diletakkan di telapak
tangan dan ilmu penghuni bumi ditelapak tangan yang lain, niscaya lebih berat timbangan ilmu Umar”.

B. Perhatian Umar bin Khattab terhadap Pendidikan


Abu al-Ainaini menyebut bahwa Umar bin Khattab menyebutkan asas-asas pendidikan sebagai
berikut:
1. Menyatukan pemikiran umat
2. Homogenitas agama
3. Memanusiakan manusia
4. Menyebarkan ilmu
5. Materi pendidikan
6. Mengirim para guru
7. Umar dan pendidikan jasmani
8. Umar dan pendidikan akal
9. Pendidikan akal
10. Pendidikan sosial
11. Teladan

BAB VII PEMIKIRAN PENDIDIKAN IMAM ABU HANIFAH


A. Biografi Singkat
Abu Hanifah lahir di Kufah tahun 80 H. Pada saat dia lahir di Irak ada 2 kota yang sangat maju dalam
bidang keilmuan, yaitu Kufah dan Basrah. Abu Hanifah selain sebagai ulama, ia juga terkenal sebagai
seorang pedagang yang berasal dari Persia.
Abu Hanifah sering mendatangi halaqah di Basrah untuk berdebat dengan ulama yang memiliki
paham menyimpang dari mayoritas kaum Muslim.

B. Pendidikan Akhlak kepada Orang Tua


Kepatuhan dan ketundukan kepada orang tua dijelaskan oleh al-Qur’an. Bahkan untuk berkata “ah”
saja tidak dibenarkan apalagi lebih dari itu. Anak harus berbuat baik kepada orang tua dengan kualitas
yang baik.

C. Pendidikan Akhlak Menghormati Guru


Abu Hanifah memuliakan guru, sebagaimana ia memuliakan keluarganya. Abu Hanifah jika
memberikan sesuatu pada keluarganya, maka ia juga memberikan hal yang sama kepada gurunya.
Terhadap menghargai guru, Abu Hanifah sangat menghargai profesi guru Al-Qur’an, mungkin
berbeda dengan sebagian fenomena orang-orang Indonesia yang lebih menghargai guru Matematika,
Bahasa, ataupun sebagainya daripada guru ngaji.

14
BAB VIII PEMIKIRAN PENDIDIKAN IMAM JA’FAR AL-SHADIQ
A. Biografi Singkat
Ja’far al-shadiq lahir di Madinah tahun 80 H dan meninggal di Madinal 148 H, 2 tahun lebih awal
meninggal dari Abu Hanifah dengan tahun kelahiran yang sama, keturunan Ali bin Abi Thalib dari Husein
dan bertemu silsilahnya pada Abdul Muthalib.

B. Pemikiran Pendidikan Imam Ja’far al-Shadiq


Bagi imam Ja’far dasar dari akhlak manusia adalah iman kepada Allah dan ma’rifah terhadapnya.
Agama itu menurut Imam Ja’far dimulai dari ma’rifah kepada Allah. Maka, jelas ma’rifah yang dimaksud
bukanlah ma’rifah dalam nomenklatur tasauf, tapi dalam arti mengenal Allah.
Dalam klasifikasi ilmu, Imam Ja’far menyebutkan ilmu diniyah dan ilmu dunyawiyah. Klasifikasi ini
terkesan tidak fiqh, sebab ada ulama yang mengklasifikasinya pada ilmu waji ‘ain dan ilmu wajib
khifayah. Ilmu dunyawiyah kesannya untuk kepentingan jangka pendek, walaupun tetap ada saja
hubungannya dengan akhirat. Sama halnya ilmu diniyah ada juga manfaat jangka pendeknya, tetapi
orientasi akhiratnya lebih dominan.

BAB IX PEMIKIRAN PENDIDIKAN IMAM SYAFI’I


A. Biografi Singkat
Imam Syafi’I lahir di Gaza Palestina pada siang hari Jum’at bulan Rajab tahun 150 H. Dia lahir di tahun
dimana ulama besar dari Kufah meninggal, yaitu Imam Abu Hanifah. Pada umur 7 tahun beliau telah
hapal al-Qur’an. Pada umur 10 tahun ia hapal muwaththa’ Malik Ibn Annas, buku terbaik setelah al-
Qur’an pada masa itu.

B. Pemikiran Pendidikan Islam Imam Syafi’i


Diantara empat imam madzhab Sunni, Imam Syafi’I orang yang paling banyak menggembara dalam
menuntut ilmu. Bahkan saat beliau menjadi guru dalam system halaqah-halaqah disekitar ka’bah dekat
sumur zam-zam, di Masjid Nabawi Madinah, di Masjid Kufah, dan Masjid ‘Amr bin Ash, ia tetap
menuntut ilmu pada guru. Bahkan sewaktu di Mekkah, Sufyan Ibn Uyainah menjadi guru murid baginya.
Guru dalam bidang hadits, murid dalam bidang fiqh dan tafsir.
Imam Syafi’I mengatakan bahwa guru harus menjadi teladan terhadap apa yang ia sampaikan
kepadamanusia. Prinsipnya jangan hanya pandai menyampaikan, tetapi bodoh mengamalkannya. Jika
seorang guru belum bias melaksanakan apa yang disampaikan, mungkin bisa dilakukan dengan metode
mengajak dengan menjelaskan posisinya dalam kebaikan itu. Ahli hikmah menyampaikan bahwa sesuatu
yang mereka kerjakan.

C. Pendidikan Akhlak Menurut Imam Syafi’i


Menurut Imam Syafi’I dalam bergaul hendaknya bergaul dengan orang-orang yang baik dan tidak
berteman dengan mereka yang bermoral buruk. Ia juga mengatakan, menerima pujian haruslah dari
orang yang dikenal, jika tidak, maka kita tidak tahu apa maksud pujian itu. Bisa jadi begitu ia memujimu,
ternyata ia akan membahayakanmu. Itulah sebabnya menerima pujian hendaknya dri orang yang
dikenal.

D. Menuntut Ilmu
15
Imam Syafi’I berpandangan bahwa menuntut ilmu memiliki nilai ibadah dan bahkan menurutnya
lebih baik dari ibadah sholat sunnah. Menuntut ilmu harus ditempuh walaupun itu jauh. Ungkapan
Imam Syafi’i kepada muridnya bernama Rabi’ “tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina”.

E. Syafi’i Belajar kepada Gurunya


Gurunya Imam Syafi’I yang terpenting adalah Sufyan bin Uyainah di Mekah, gurunya dalam bidang
hadist dan Malik bin Annas di Madinah, gurunya dalam bidang hadist dan fiqih. Kedua gurunya itu
tergolong kharismatik dan terkesan keras.
Sufyan bin Uyainah ketika mengajar tidak ada yang berani rebut dan berkata apa-apa sampai jarum
jatuh pun terdengar. Sedangkan Malik bin Annas sangat berwibawa, khidmat dan terhormat. Tidak ada
yang bertanya walaupun ia seorang yang pemberani, berilmu dan berjabatan. Seseorang tidak bias
bertanya kecuali dengan sangat sopan dan suara yang rendah. Tipe pertanyaan yang diinginkan Malik bin
Annas harus lebih susah dari orang yang paling paham pada biasanya.

BAB X LANDASAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM MUHAMMAD ABDUH


A. Pendahuluan
Muhammad abduh pengaruhnya sampai sekarang masih kuat, khususnya dikalangan kaum moderan
atau postmodern. Masih hidupnya pemikiran Muhammad Abduh dalam bidang pendidikan
menunjukkan kualitaslandasan filosofis pendidikan Islamnya yang baik.
Dalam tulisan ini, ada 4 konsep filosofis yang digunakan untuk membangun pemikiran pendidikan
Islam Muhammad Abduh, yaitu:
1. pandangan-pandangannya tentang manusia, sebagai makhluk yang serasi yang memiliki potensi.
2. Manusia sebagai masyarakat, yang memiliki misi hidup dapat tentram dan damai, aman, adanya
kesamaan drajat, yang pada gilirannya penghambaan hanya kepada Tuhan.
3. ilmu pengetahuan, dilihat dari pendapatnya tentang akal dan wahyu.
4. Akhlak, merupakan perilaku baik dan buruk.

B. Riwayat Hidup Singkat Muhammad Abduh


1. Periode Pertumbuhan
Periode ini berlangsung selama 29 tahun, ditandai oleh pertumbuhan fisik juga pertumbuhan
mental. Ia lahir tahun 1265 H bertepatan dengan tahun 1848 M disebuah desa di provinsi
Gharbiyyah Mesir. Ayahnya bernama Abduh Ibn Hasan Khairullah. Ia lahir dalam keluarga petani
yang hidup sederhana dan cinta ilmu pengetahuan. Pertama kali ia belajar membaca dan menulis
al-Qur’an kepada orang tuanya. Lalu, pada tahun 1866 M ia menikah dan 40 hari umur
perkawinannya, ia dipaksa orang tuanya untuk kembali ke Thanta untuk belajar. Pada tahun 1877
M ia berhasil lulus dengan gelar ‘Alim dan dipilih untuk mengajar dialmamaternya.
2. Periode Penampilan di Publik
Periode ini dimulai setelah ia tamat dari Universitas Al-Azhar tahin1877 M sampai diasingkan ke
Beirut tahun 1882. Pada periode ini selain ia menjadi seorang pengajar, ia juga rajin menulis
artikel, surat kabar, terutama al-Ahram, yang mulai terbit tahun 1876. Tulisannya mencakup
bidang-bidang ilmu pengetahuan, sastra Arab, karang-mengarang, politik, agama, dan
sebagainya. Ia juga terlibat dalam kegiatan politik.
3. Periode Puncak Karir
Berbagai jabatan yang diemban Muhammad Abduh menjadi sasaran untuk pembaharuan. Ada 3
sasaran pembaharuannya, yaitu: pendidikan, hukum dan wakaf. Kedudukannya sebagai wakil
pemerintahan Mesir dalam dewan pimpinan Universitas al-Azhar yang dibentuk atas usulnya, ia
manfaatkan untuk pembaharuan pendidikan. Tahun 1899 ia diangkat sebagai mufti
menggantikan Syekh Hasunah al-Nadawi, kesempatan ini ia gunakan sebagai pembaharuan
16
dalam bidang hukum. Tahun 1892 ia mendirikan organisasi social Jami’at al-Khairiyat al-
Islamiyyat untuk menyantuni fakir miskin dan anak yang tidak mampu dibiayai orang tuanya.

C. Filsafat Manusia Menurut Muhammad Abduh


Menurut Muhammad Abduh manusia pada dasarnya bibit unggul yang baik, memiliki sifat-sifat
ilahiyah yang diimplemasikan dalam nilai-nilai kemanusiaan. Tetapi pada perkembangan selanjutnya,
jiwa manusia tidak stabil lagi. Ketidak stabilan jiwa inilah yang menyebabkan manusia menjadi tidak
mulia.

D. Filsafat Masyarakat Menurut Muhammad Abduh


Muhammad Abduh melihat bahwa manusia wajib untuk bermasyarakat. Dalam bermasyarakat ada
misi-misi yang diperjuangkan agar hidup tetap tentram dan aman, yaitu penegakan keadilan, persamaan
derajat, yang pada gilirannya penghambatan hanya kepada Tuhan. Ia juga berpendapat bahwa
pentingnya bagi manusia kehidupan bermasyarakat karena manusia tidak dapat hidup menyendiri.
Bermasyarakat bagi manusia adalah kebutuhan hidup.

E. Filsafat Ilmu Pengetahuan Menurut Muhammad Abduh


Ilmu pengetahuan ditinjau dari epistemologinya menurut Muhammad Abduh terbagi 2, yaitu akal
(untuk memahami wahyu dan meminta konfirmasi kepada wahyu untuk memperkuat pendapatnya) dan
wahyu (memberi informasi dan memperkuat pendapat akal serta untuk meluruskan pemikiran akal yang
salah).

F. Filsafat Akhlak
Menurut Muhammad Abduh ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas keutamaan dan cara mendidik
manusia agar dapat memperolehnya juga membahas tentang perilaku tercela dan cara mendidik
manusia untuk berhenti melakukannya.

BAB XI FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM FAZLUL RAHMAN


A. Pendahuluan
Fazlun Rahman bagi sebagian orang adalah tokoh yang kontroversial, sementara bagi para
pengagumnya, pemikirannya dapat memberikan pencerahan. Tokoh yang pernah mengunjungi Indonesia
sangat relevan dibicarakan pemikirannya tentang pendidikan,mengingat selama ini orang banyak
membicarakan pemikirannya dalam bidang hukum.

B. Biografi Fazlul Rahman


Fauzul Rahman lahir di Hazara India 21 September 1919. Ayahnya bernaman Maulana Shihabuddin,
seorang ulama alumni Darul Ulum. Pendidikan dasarnya selain belajar secara formal, ia juga belajar
dirumah dengan ayahnya. Ketika berumur 10 tahun ia sudah hapal al- Qur’an. Ia menguasai banyak
bahasa, diantaranya bahasa Latin, Yunani, Inggris, Perancis, Jerman, Turki, Persia, Arab dan Urdu sebagai
bahasa ibunya.

C. Pemikiran Pendidikan Islam Menurut Fazlul Rahman


1. Akar keilmuan pendidikan islam
2. Tujuan pendidikan
3. Metode pendidikan
4. Aksiologi, epistemology, dan aksiologi
17
5. Bangunan teori pendidikan

BAB III

KELEMAHAN DAN KELEBIHAN BUKU

18
Kelemahan dan kelebihan buku utama dan buku pembanding adalah sebagai berikut:

Buku Utama:

Kelemahan:

Setiap buku memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing, begitu juga dengan buku ini. Di
dalam buku Filsafat Pendidikan Islam karya Afifuddin Harisah tidak membahas tentang sejarah filsafat,
sehingga pembaca memerlukan referensi lain untuk mengetahui sejarah filsafat itu sendiri.

Kelebihan:

Di dalam buku ini dibahas secara lengkap tentang filsafat yang berhubungan dengan pendidikan
khususnya pendidikan Islam. Selain itu, buku ini juga membahas tentang makna filosofis, ruang lingkup
filsafat pendidikan Islam, fitrah manusia dan implikasinya, sumber pendidikan Islam, landasan
pendidikan Islam, strategi dan pendekatan pendidikan Islam, pandangan filsafat Barat tentang
pendidikan, prinsip dinamisme dan perbedaan individual dalam pendidikan Islam, dan inklusivisme dan
transformasi pendidikan agama.
Menurut saya bahasa yang digunakan dalam buku ini juga termasuk bahasa yang mudah
dipahami dan di mengerti oleh pembaca sehingga pembaca dapat memahami maksud dari tujuan buku
ini. Dapat dikatakan buku ini memiliki informasi yang cukup luas mengenai Filsafat Pendidikan dalam
Islam.

Buku Pembanding:

Kelemahan:

Menurut saya, buku Filsafat Pendidikan Islam karya Dr. Sehat Sultoni Dalimunthe, M.A. ini
memiliki pencakupan yang sangat luas serta memiliki bahasa yang sukar untuk dimengerti pembaca.
Buku ini tidak menjelaskan tentang hubungan antara filsafat dan pendidikan.

Kelebihan:

Dalam buku ini, penulis banyak memuat teori-teori tentang para ahli yang menurut saya sangat
bagus karena pembaca dapat menilai teori siapa yang mudah di mengerti dan bisa dijadikan panduan
dari pendapat-pendapat tersebut. Buku ini condong membahas mengenai ontologi, epistemologi, dan
aksiologi. Selain itu, buku ini lebih membahas tentang pemikiran pendidikan dari para khilafah Islam
serta biografi khilafah-khilafah tersebut.

Perbandingan:

Beda kedua buku ini terlihat pada halaman kedua buku, dimana buku utama hanya memiliki 164
halaman sedangkan buku pembanding memiliki 300 halaman. Buku Filsafat Pendidikan Islam karya
Afifuddin Harisah dikemas secara sederhana baik secara bahasa, tulisan maupun materi yang disajikan
19
sehingga semua kalangan mulai dari anak-anak hingga dewasa baik pelajar, mahasiswa, pendidik
maupun masyarakat awam dapat menerima topik bahasan karena mudah dipahami.
Kesamaan dalam buku ini terletak pada sebagian materi yang dibahas, yaitu pengertian filsafat,
pendidikan ataupun pendidikan Islam, hakikat manusia, tujuan pendidikan Islam, landasan filsafat
pendidikan khususnya ontologi, epistemologi, dan aksiologi.

BAB IV

PENUTUP

20
4.1 Kesimpulan

Setiap buku memiliki kelebihan dan kelemahan disetiap isinya, tidak ada yang sempurna. Buku
yang memiliki kelemahan bukan berarti buku yang kurang bagus atau tidak bagus untuk dibaca, begitu
pula buku yang memiliki kelebihan bukan berarti buku yang bagus untuk dibaca. Tidak ada dalam suatu
buku yang ingin kita cari tercangkup semua apa yang kita inginkan.
Dalam buku Filsafat Pendidikan Islam karya Afifuddin Harisah memiliki kelemahan dan kelebihan.
Kelebihan dalam buku ini, yaitu dibahas secara lengkap tentang filsafat yang berhubungan dengan
pendidikan khususnya pendidikan Islam serta bahasa yang digunakan dalam buku ini juga termasuk
bahasa yang mudah dipahami dan dimengerti oleh pembaca sehingga pembaca dapat memahami
maksud dari tujuan buku ini. Dapat dikatakan buku ini memiliki informasi yang cukup luas mengenai
Filsafat Pendidikan dalam Islam. Namun juga memiliki kelemahan, yaitu tidak membahas tentang sejarah
filsafat, sehingga pembaca memerlukan referensi lain untuk mengetahui sejarah filsafat itu sendiri.
Sedangkan buku Filsafat Pendidikan Islam karya Dr. Sehat Sultoni Dalimunthe M.A. memiliki
kelebihan, yaitu banyak memuat teori-teori tentang para ahli yang menurut saya sangat bagus karena
pembaca dapat menilai teori siapa yang mudah di mengerti dan bisa dijadikan panduan dari pendapat-
pendapat tersebut. Buku ini condong membahas mengenai ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Selain
itu, buku ini lebih membahas tentang pemikiran pendidikan dari para khilafah Islam serta biografi
khilafah-khilafah tersebut. Namun buku ini juga memiliki kelemahan, yaitu memiliki pencakupan yang
sangat luas serta memiliki bahasa yang sukar untuk dimengerti pembaca. Buku ini tidak menjelaskan
tentang hubungan antara filsafat dan pendidikan.

4.2 Saran

Sebagai salah satu sumber belajar, pengkritik menyarankan agar buku ini dimiliki oleh mahasiswa
dan dijadikan bahan tambahan dalam belajar Filsafat Pendidikan Islam baik buku karangan Afifuddin
Harisah ataupun karangan Dr. Sehat Sultoni Dalimunthe M.A. karena kedua buku ini sama-sama bagus.
Dalam Critical Book Report ini pengkritik sempat mengalami kesulitan dalam menyusun dan menentukan
topic dari setiap bab. Oleh karena itu, pengkritik mengharapkan ada penjelasan dan masukan dari teman
dan terlebih-lebih dosen pengampu mata kuliah Filsafat Pendidikan.

21

Anda mungkin juga menyukai