Anda di halaman 1dari 8

BAB II

KERANGKA TEORI
A. TEORI PENERJEMAHAN
Istilah ‘penerjemahan’ dalam bahasa Indonesia sendiri berasal dari kata
‘terjemah’, dimana kata tersebut merupakan serapan dari bahasa Arab, yakni ‫ﺗﺮﺟﻤﺔ‬
(tarjamah). Dalam bukunya Syihabuddin mengatakan bahwa bahasa Arab juga
meminjam istilah dari bahasa Armenia, turjuman, yang sebentuk dengan tarjaman
dan tarjuman, artinya orang yang mengalihkan tuturan dari satu bahasa ke bahasa
lain.1
Apabila dilihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan
bahwa terjemah atau menerjemahkan berarti menyalin (memindahkan) suatu
bahasa ke bahasa lain.2 Istilah ini banyak diartikan oleh para tokoh yang konsen
terhadap dunia alih bahasa, bahwa kegiatan tersebut secara umum merupakan
upaya untuk mengalihkan pesan dari bahasa sumber (BSu) ke dalam bahasa
target/sasaran (BSa).
Beberapa definisi berikut merupakan pandangan menurut para ahli di bidang
alih bahasa dalam tulisannya tentang penerjemahan, diantaranya Catford
mengatakan, Translation is the replacement of textual material in one language
(SL) by equivalent textual material in another language (TL). 3 ‘Terjemah adalah
penggantian materi tekstual dalam suatu bahasa (BSu) dengan materi tekstual
yang sepadan dengan bahasa lain (BSa). Nida dan Taber juga mengemukakan
bahwa, translating consists of reproducing in the receptor language the closest
natural equivalent of the source language message, first in terms of meaning and
secondly in terms of style.4 ‘Penerjemahan adalah usaha mencipta kembali pesan
dalam BSu ke dalam BSa dengan padanan alamiah yang sedekat mungkin,
pertama dalam hal makna dan kemudian gaya bahasanya.’ Menurut Catford yang

1
. Syihabuddin. Penerjemahan Arab-Indonesia (Teori dan Praktek), (Bandung:
Humaniora,
2005), h. 7.
2
Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi keempat, h. 1452.
3
J. C. Catford, A Linguistic Theory of Translation: An Essay in Applied Linguistics,
(London: Oxford University Press, 1965), h. 20.
4
Eugene A. Nida dan Charles R. Taber, The Theory and Practice of Translation, (Leiden: E.
J. Brill, 1974), h. 12
harus sepadan ialah materi tekstualnya, ini bisa jadi kosakatanya, struktur gaya
bahasanya, dan maknanya. Demikian juga yang dikatakan Nida dan Taber yang
menyinggung padanan makna dan gaya bahasa penerjemahan dalam definisinya.
Penjelasan lain yang juga menyinggung tentang makna ialah Syihabuddin
yang mendefinisikan penerjemahan sebagai pengungkapan makna tuturan suatu
bahasa di dalam bahasa lain dengan memenuhi seluruh makna dan maksud tuturan
itu.5 Tak jauh beda dengan Larson, dalam bukunya ia juga menulis bahwa
penerjemahan pada dasarnya adalah suatu perubahan bentuk makna bahasa dari
BSu ke dalam BSa. Bentuk bahasa yang dimaksud adalah struktur lahir bahasa itu
sendiri mengacu pada kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, baik lisan maupun
tertulis. Bentuk BSu disalin ke dalam bentuk BSa melalui struktur semantis. Ia
menegaskan bahwa maknalah yang dialihkan dan harus dipertahankan, sedangkan
bentuk boleh diubah.6
Konsep penerjemahan yang diungkapkan oleh keempat tokoh tersebut ialah
mengenai padanan makna dalam BSa. Makna yang muncul pada BSa merupakan
hasil pemadanan sesuai dengan apa yang ada dalam BSu, ini bertujuan agar
pembaca dapat memahami makna yang disampaikan oleh penulis. Dengan kata
lain, definisi ini menekankan bahwa meskipun gaya bahasa itu penting, tetapi
makna yang disampaikan harus menjadi prioritas utama dalam penerjemahan.
Lain halnya pakar penerjemahan, Peter Newmark menjelaskan bahwa,
translation is a craft consisting in the attempt to replace a written message and/or
statement in one language by the same message and/or statement in another
language.7 ‘Penerjemahan adalah suatu kiat yang merupakan usaha untuk
mengganti suatu pesan atau pernyataan tertulis dalam satu bahasa dengan pesan
atau pernyataan yang sama dalam bahasa lain. Ia menggunakan istilah ‘mengganti’
pesan dan memaknainya ‘sama’ tetapi ‘dalam bahasa yang lain’ sebagai konsep
utama penerjemahan yang dimaksudkan. Sementara Syarif Hidayatullah
mendefinisikan terjemah sebagai proses memindahkan pesan yang telah
5
Syihabuddin. Penerjemahan Arab-Indonesia (Teori dan Praktek), h. 8
6
Mildred L. Larson, Penerjemahan Berdasar Makna: Pedoman untuk Pemadanan
Antarbahasa,Jakarta: Arcan, 1989), h. 3
7
Peter Newmark, Approaches to Translation (Language Teaching
Methodology Series), (Oxford: Pergamon Press, 1981), h. 7.
diungkapkan dalam BSu ke dalam BSa secara sepadan dan wajar sehingga tidak
menimbulkan kesalahpersepsian.8

Keduanya mengungkapkan bahwa kesepadanan pesan dari BSu ke dalam BSa


harus diperhatikan. Sedangkan Frans Sayogie berkesimpulan bahwa definisi
penerjemahan itu antara lain; melibatkan dua bahasa, upaya mengalihkan teks BSu
dengan teks yang sepadan dalam BSa, dan yang diterjemahkan tersebut adalah
makna sebagaimana yang dinyatakan oleh pengarang.9
Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa,
penerjemahan berfokus pada makna ekuivalen atau padanan suatu bahasa dalam
bahasa lain. Mungkin kata sepadan atau padanan tersebut lebih tepat digunakan
dalam dunia penerjemahan mengingat secara linguistik tidak ada kata-kata yang
sama (persamaan) dalam bahasa yang berlainan. Sehingga penerjemahan dapat
didefinisikan sebagai bentuk kegiatan dalam upaya untuk menyampaikan kembali
pesan yang terdapat dalam BSu dengan memperhatikan aspek kesepadanannya
agar pesan dapat diterima dan dipahami oleh pembaca BSa.
B. Proses Penerjemahan
Proses Penerjemahan Ada beberapa proses penerjemahan yang perlu dilakukan
dalam menerjemahkan Cerita anak Dananira Lebleba karangan Ya’qub Syarwani
dari BSu (Bahasa Arab) kedalam BSa (Bahasa Indonesia) sehingga menimbulkan
kesesuaian antara pokok pikiran dalam BSu dan BSa. Adapun proses tersebut
sebagaimana dalam buku Seluk Beluk Penerjemahan Arab Indonesia adalah:
1) Pemahaman leksikal dan gramatikal BSu.
Pada tahap ini seorang penerjemah harus memiliki kepekaan leksikal, sehingga
dia bisa memahami penggunaan makna kosakata yang terlihat pada teks atau
ujaran dalam Bsu sesuai peruntukannya berdasarkan makna yang tersedia di
kamus.10 Pemahaman morfologis teks atau ujaran dalam Bsu juga
mengharuskan penerjemah memahami bentuk kosakata teks atau ujaran dalam
Bsu, sehingga dia mengerti perubahan bentuk kosakata pada Bsu yang

8
Moch. Syarif Hidayatullah, Seluk-Beluk Penerjemahan Arab-Indonesia Kontemporer, h. 17.
9
Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 10.
10
Moch Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan ArabIndonesia, h. 20
berimbas pada perubahan makna.11 Sementara pemahaman sintaksis teks
dalam Bsu mengharuskan penerjemah memahami teks tersebut sehingga bisa
memadankan dengan struktur kalimat yang berlaku dalam Bsa.
2) Pemahaman makna BSu
Pada tahap ini seorang penerjemah harus memahami unsur pemaknaan
(semantik) yang berlaku pada teks Bsu.12 yaitu dongeng anak Asîr al-Jabal
karangan Nadia Diab dan juga pemaknaan (pragmatik) yang dikaitkan dengan
konteks situasi yang berlaku pada teks atau ujaran dalam BSu.
3) Sinkronisasi struktur dalam BSu dan Bsa
Pada tahap ini struktur luar BSu telah bertransformasi menjadi struktur dalam.
Di kepala penerjemahan, struktur dalam ini disinkronisasikan untuk
mendapatkan penyelarasan pemahaman teks atau ujaran dalam BSu ke dalam
teks atau ujaran dalam BSa.13
4) Pemadanan makna ke dalam BSa Pada tahap ini, hasil penyelarasan itu
dikonversikan menjadi teks atau ujaran dalam BSa yaitu terjemahan bahasa
Indonesia yang bisa dipahami dengan baik oleh pembaca atau pendengar
BSa.14 Sebaliknya, pemahaman yang diperoleh pembaca atau pendengar BSu.
Makna dalam dongeng anak Dananira Lebleba karangan Ya’qub Syarwani
ditranformasikan kedalam bahasa sasaran yaitu bahasa Indonesia dengan
mencari padanan yang paling sesuai dengan BSa. Setelah mendapatkan
padanan kata yang sesuai dengan BSa, penerjemah menjadikan terjemahan
tersebut sebagai representasi yang paling sesuai dengan isi atau maksud yang
ada dalam cerita anak Dananira Lebleba Ya’qub Syarwani.

C. Penerjemahan Adapatsi
Molina dan Albir (2002) mengemukakan bahwa adaptasi adalah teknik
penerjemahan yang digunakan untuk menggantikan unsur budaya BSu dengan
unsur budaya BSa yang memiliki karakteristik serupa. Newmark (1988)
menyatakan bahwa metode saduran atau metode adaptasi ini disebut dengan

11
Moch Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab Indonesia, h. 20.
12
Moch Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan ArabIndonesia, h. 20.
13
Moch Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan ArabIndonesia, h. 20
14
Moch Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan ArabIndonesia, h. 20.
metode penerjemahan yang paling bebas (the freest form of translation) dan
paling dekat dengan bahasa sasaran. 15Dalam proses penerjemahan adaptasi ini
terjadi peralihan budaya bahasa sumber ke bahasa sasaran dan teks sumber itu
ditulis kembali, kemudian diadaptasikan ke dalam teks sasaran.
Hoed (2006) menambahkan bahwa dalam metode adaptasi, unsur budaya
dalam bahasa sumber di adaptasi dengan unsur budaya dalam bahasa sasaran.
Dalam cerita binatang atau fabel, misalnya, tema, alur, dan moralnya
dipertahankan, namun tokoh-tokohnya disulih dengan tokoh-tokoh lokal, seperti
juha di adaptasi menjadi kabayan.
Istilah saduran dapat dimasukkan asalkan penyadurannya tidak mengubah
hal-hal penting dalam TSu, misalnya karakter, tema,atau alur. Dalam proses
penerjemahannya, penerjemah dapat memperbaiki, menambah, dan mengurangi
teks BSu di dalam teks BSa tanpa menghilangkan tujuan atau pesan.16
Dalam metode adaptasi ini, penerjemah di harapkan dapat menghasilkan
produk terjemahan yang dapat diterima dan di pahami pesannya oleh pembaca,
untuk itu penerjemah harus bisa mencari padanan yang seuai dengan budayasa
bsa.17
D. Karya Sastra Anak
sastra merupakan sebuah karya yang mengandung unsur ekspresi
sastrawan dan kesan khusus yang ingin ditimbulkannya terhadap pembaca. Karya
sastra mengandung unsur emosional, efek keindahan kata dan ungkapan, efek
keindahan bunyi, dan segala nuansa yang mengiringinya. Oleh sebab itu,
penerjemahan karya sastra perlu mempunyai pengetahuan yang luas tentang latar
belakang sosiokultural dari bahasa sumber (BSu) tersebut. Menerjemahkan karya
sastra merupakan usaha untuk menjembatani dua kultur yang berbeda dan dua
bahasa yang berbeda18.
Secara sederhana sastra adalah tulisan yang khas, dengan pemanfaatan kata yang
khas, tulisan yang beroperasi dengan cara yang khas dan menuntut pembaca yang

15
Emzir, Teori dan Pengajaran Penerjemahan, (Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2015), h. 62.
16
Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah, (Jakarta: PT Grasindo, 2000), h. 71
17
Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah, h. 53.
18
Zuchridin Suryawinata dan Sugeng Hariyanto, Translation Bahasan Teori & Penuntun Praktis
Menerjemahkan (Yogyakarta: Kanisius (Anggota IKAPI), 2003), h. 154.
khas pula.19
Siapakah yang dimaksud dengan anak? Dengan mengacu tulisan
Nurgiyantoro, membagi buku-buku yang cocok untuk bacaan anak sesuai dengan
tahapan usia anak yang sesuai dengan teori Piagett mengenai tahap perkembangan
intelektual anak, Burhan menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan anak adalah
orang yang berusia 0 sampai sekitar 12 atau 13 tahun.20
Sastra anak adalah karya sastra yang menempatkan sudut pandang anak
sebagai pusat penceritaan.21 Sastra anak dibaca untuk anak-anak “dengan bimbingan
dan pengarahan anggota dewasa suatu masyarakat, sedang penulisannya juga
dilakukan oleh dewasa”. Dengan demikian, sastra anak adalah sastra terbaik yang
mereka baca dengan karakteristik berbagai ragam, tema, dan format. Dan sebetulnya,
segala tema yang berkaitan dengan kehidupan seorang anak, ada dalam karya sastra
anak. Dilihat dari temanya juga karya sastra anak sangat beragam.22 Sifat sastra anak
adalah imajinsi sementara, bukan berdasarkan pada fakta. Unsur imajinasi ini sangat
menonjol dalam sastra anak. Hakikat sastra anak harus sesuai dengan dunia dalam
kehidupan anak-anak yang khas milik mereka dan bukan milik orang dewasa.23
Ikwan mengatakan persoalan-persoalan yang menyangkut masalah seks,
cinta yang erotis, kebencian, kekerasan dan prasangka, serta masalah hidup mati tidak
didapati sebagai tema dalam bacaan anak. Begitu pula pembicaraan mengenai
perceraian, penggunaan obat terlarang, ataupun perkosaan merupakan hal yang
dihindari dalam bacaan anak. Artinya, tema-tema yang disebut tidaklah perlu
dikonsumsi oleh anak.24
Jenis sastra anak meliputi prosa, puisi, dan drama. Jenis prosa dan puisi dalam
sastra anak sangat menonjol. Berdasarkan kehadiran tokoh utamanya, sastra anak dapat
19
Eko Setyo Humanika, Mesin Penerjemahan Suatu Tinjauan Linguistik (Yogyakarta: Gadjah
Mada Univrsity Press, 2002), h. 17.
20
Burhan Nurgiyantoro, Sastra Anak Pengantar Pemahaman Dunia Anak (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 2013), h. 12
21
Burhan Nurgiyantoro, Sastra Anak Pengantar Pemahaman Dunia Anak, h. 12
22
Riris K, Pedoman Penelitian Sastra Anak (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010),
h. 2
23
Alfian Rokhmansyah, Studi dan Pengkajian Sastra: Perkenalan Awal Terhadap Ilmu Sastra
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014), h. 49.
24
Wahid Khoirul Ikhwan, “Upaya Menumbuhkan Karakter Anak dalam Pembelajaran Sastra
Anak dengan Model Play-Learning dan Performance-Art Learning di SDN Banyuajuh 4”, Widyagogik
Vol. 1, No. 1, Januari-Juni 2013, hal. 73.
dibedakan atas tiga hal, yaitu: (1) sastra anak yang mengetengahkan tokoh utama
benda mati, (2) sastra anak yang mengetengahkan tokoh utamanya makhluk hidup
selain manusia, dan (3) sastra anak yang menghadirkan tokoh utama yang berasal dari
manusia itu sendiri.25 Sesuai dengan sasaran pembacanya, sastra anak harus dikemas
dalam bentuk yang berbeda dari sastra orang dewasa hingga dapat diterima anak dan
dipahami mereka dengan baik. Sastra tentang anak bisa saja isinya tidak sesuai untuk
anak-anak, tetapi sastra untuk anak sudah tentu sengaja dan disesuaikan untuk anak-
anak selaku pembacanya.26
Sastra anak tidak harus berkisah tentang anak, tentang dunia anak, tentang
berbagai peristiwa yang mesti melibatkan anak. sastra anak dapat berkisah tentang apa
saja yang menyangkut kehidupan, baik kehidupan manusia, binatang, tumbuhan,
maupun kehidupan yang lain termasuk makhluk dari dunia lain. Akan tetapi, apa pun
isi kandungan cerita yang dikisahkan mestilah berangkat dari sudut pandang anak, dari
kacamata anak dalam memandang dan memperlakukan sesuatu, haruslah berada dalam
jangkauan pemahaman emosional dan pikiran anak.27
E. Penerjemahan Sastra Anak
strategi penerjemahan yang biasa digunakan untuk menerjemahkan teks yang
sasarannya yaitu pembaca dewasa, tidak selalu bisa digunakan dalam menerjemahkan
teks yang sasaran pembacanya anak-anak. Hal ini dikarenakan pengetahuin anak-anak
lebih minim dari pada pengetahuan orang dewasa. Anggapan umumnya bahwa
penerjemahan buku anak lebih mudah dan ringan dibaca dari pada buku cerita dewasa.
Shavit dalam penelitiannya mengemukakan bahwa penerjemah sastra anak boleh
diterjemahkan secara bebas, mengubah atau menjembatani teks cerita atau
menyesuaikan teks dan membuat teks sesuai dengan pemahaman yang dimengerti oleh
anak.28
Penerjemahan sastra anak itu memiliki keunikan tersendiri dari pada

25
Wahid Khoirul Ikhwan, “Upaya Menumbuhkan Karakter Anak dalam Pembelajaran Sastra
Anak dengan Model Play-Learning dan Performance-Art Learning di SDN Banyuajuh 4”, hal. 73.
26
Wahid Khoirul Ikhwan, “Upaya Menumbuhkan Karakter Anak dalam Pembelajaran Sastra
Anak dengan Model Play-Learning dan Performance-Art Learning di SDN Banyuajuh 4”, hal. 72.
27
Burhan Nurgiyantoro, “Sastra Anak: Persoalan Genre”, Jurnal Humaniora Vol. 16, No. 2,
Juni 2014, hal. 110.
28
Zohar Shavit, Translation of Children‘s Literature As a Function of Its Position In the
Literary Polysystem, (Tel Aviv: Duke University Press, 1981) Poetics Today, Vol. 2, No. 4, h. 171
penerjemahan sastra dewasa. Dalam menerjemahkan sastra anak, penerjemah dituntut
untuk fokus pada pembaca sasarannya yaitu anak-anak. Selain itu penerjemah juga
harus menjaga kualitas terjemahannya dengan tetap menghasilkan terjemahan yang
mudah untuk difahami. Ketika menerjemahkan karya sastra anak, akan ada nada
tekanan antara mempertahankan teks BSu atau mengutamakan pembaca BSa.
Penerjemah sastra harus mampu mengambil keputusan yang tepat antara
menerjemahkan cerita sesuai literasi dan sedekat mungkin dengan cerita aslinya atau
mengikuti cerita dan menyampaikan pesan sesuai dengan kebutuhan sang pembaca
BSa.29
Isi sastra anak terjemahan biasanya banyak dipengaruhi oleh budaya dimana
sastra itu dibuat. Jika topik atau tema tertentu merupakan hal yang lazim di suatu
tempat, mungkin di tempat lain tidak dapat diterima karena itu merupakan suatu hal
yang tabu. Contohnya seperti penyebutan sistem sapaan. Bagi budaya Amerika,
menyapa orang tua dengan sapaan you (kamu atau kau) itu sudah biasa, tetapi di
Indonesia menyapa orang yang lebih tua dengan sapaan tersebut itu tidak sopan

29
Raja Rachmawati, Penerjemahan Karya Sastra Anak Sebuah Tinjauan Teoritis, (Jakarta:
Instansi Pembinaan Jabatan Fungsional Penerjemah Kementerian Sekretariat Negara, 2014), Vol. 1,
No. 1, h. 89-90.

Anda mungkin juga menyukai