Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Penerjemahan
Literatur, Interpretatif, dan Eklektis.”

Dalam penulisan makalah ini, penulis merasa masih banyak kekurangan


baik dalam teknik penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang
dimiliki penulis yang masih dalam tahap pembelajaran. Untuk itu, kritik dan saran
dari semua pihak sangat penulis harapkan.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran


bagi yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang
diharapkan dapat tercapai. Amin.

Malang, 15 Maret 2013

Penulis

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam melakukan penerjemahan, dibutuhkan metode atau cara tertentu
yang berkaitan dengannya, agar target dalam menerjemahkan dapat tercapai.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) istilah metode diartikan
sebagai cara yang teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan
agar dapat tercapai sesuai dengan yang dikehendaki oleh seseorang.
Metode penerjemahan yang dipakai oleh para penerjemah tergantung
kecenderungan dan kapasitas kemampuannya.
Oleh karena itu, penulis mencoba memaparkan dan menelaah serta
mengumpulkan beberapa data mengenai beberapa metode yang dipakai dalam
penerjemahan yaitu penerjemahan literal, penerjemahan interpretatif, dan
penerjemahan elektis.
Materi yang dikaji masih dalam lingkup pengantar dan teori saja, belum
masuk ke wilayah aplikasi atau praktek menerjemah.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana penerjemahan literal?
2. Bagaimana penerjemahan interpretatif?
3. Bagaimana penerjemahan elektis?
4. Apa kekurangan dan kelebihan penerjemahan literal, interpretatif?

2
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Menjelaskan bagaimana penerjemahan literal
2. Menjelaskan bagaimana penerjemahan interpretatif
3. Menjelaskan bagaimana penerjemahan elektis
4. Menjelaskan kekurangan dan kelebihan penerjemahan literal,
interpretatif.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Penerjemahan Literal

Penerjemahan literal atau harfiah merupakan metode menerjemahkan


teks dengan memperhatikan peniruan terhadap susunan dan urutan teks
sumber. Yang menjadi sasaran metode penerjemahan ini adalah kata.
Biasanya langkah yang ditempuh adalah seorang penerjemah memahami teks
sumber, kemudian menggantinya dengan bahasa lain sesuai dengan posisi dan
tempat kata dalam bahasa sumber atau melakukan transliterasi. Metode ini
kadang dikenal dengan nama metode lafdziah. Contoh :

Bahasa Sumber (BSu) :

‫فكل الناس ىف اإلسالم ينادون بأن دورة النبوة قد ختمت مع خامت‬

"‫ أما ىف التشيع فإن مثة دورة ثانية هي دورة الوالية‬،‫النبيني‬.

Bahasa Sasaran (BSa) :

Maka setiap orang dalam islam menyatakan bahwa peran kenabian telah
berakhir seiring dengan akhir kenabian Muhammad SAW. Adapan dalam
kalangan Syi’ah, maka disana ada peran kedua, yaitu peran kewalian
(wilayah).

Kalau kita perhatikan teks dan terjemahannya sebagaimana tersebut


diatas, maka tampak bahwa penerjemahan dilakukan secara literal. Kata per
kata dialihkan kedalam bahasa Indonesia. Demikian pula susunan kalimatnya
hampir tidak mengalami perubahan yang cukup signifikan. Meskipun
demikian, hasil terjemahan tidak keluar dari arti yang dikandung oleh teks
asli , secara gamblang terjemahannya dapat dipahami dengan baik. Dalam

4
kasus ini, tidah ditemukan masalah yang serius, baik terkait makna maupun
struktur gramatikalnya. Tetapi hal ini belum tentu dapat diaplikasikan pada
teks yang lain.

Karakter bahasa arab dan bahasa Indonesia tidak selamanya sama.


Memang dalam struktur tertentu terdapat kesamaan. Tetapi, banyak struktur
lain yang dimiliki oleh kedua bahasa itu menunjukkan perbedaan yang
mencolok, sehingga tidak mungkin dapat dilakukan penerjemahan secara
literal.

Terjemahan harfiyah, melingkupi terjemahan-terjemahan yang sangat


setia terhadap teks sumber. Kesetiaan biasanya digambarkan oleh ketaatan
penerjemah terhadap aspek tata bahasa teks sumber, seperti urutan-urutan
bahasa, bentuk frase, bentuk kalimat dan sebagainya. Akibat yang sering
muncul dari terjemahan ini adalah, hasil terjemahannya menjadi saklek dan
kaku karena penerjemah memaksakan aturan-aturan tata bahasa Arab ke
dalam bahasa Indonesia. Padahal, keduanya memiliki perbedaan yang
mendasar.
Metode terjemahan ini sangat populer dipraktekan di Eropa pada abad
pertengahan dan berkembang secara meluas, terutama sekali pada naskah
yang dianggap sakral; kitab-kitab suci sebagai suara yang diwahyukan Tuhan.
Terjemahan ini pula sampai sekarang masih dilakukan terhadap Kitab Suci,
misalnya Injil dan Al-Qur’an.
Penerjemahan literal (literal translation) atau disebut juga
penerjemahan lurus (linier translation) berada diantara  penerjemahan kata
demi kata dan penerjemahan bebas (free translationi). Dalam proses
penerjemahannya, penerjemah mencari konstruksi gramatikan BSu yang
sepadan atau dekat dengan Bsa. Penerjemahan literal ini terlepas dari konteks.
Penerjemahan ini mula – mula dilakukan  seperti penerjemahan kata demi
kata, tetapi penerjemah kemudian menyesuaikan susunan kata-katanya sesuai
dengan gramatikal BSa.

5
Dalam hal struktur kalimat, ada dua pendapat yang berbeda. Bagi
Nida dan Taber (1969) dan Larson (1984), terjemahan harfiah atau literal
harus memperhatikan struktur kalimat BSu-nyameskipun struktur itu tidak
diterima di dalam BSa.
Kalau struktur ini diubah sedikit agar bisa diterima di BSa, Larson
menyebutnya terjemahan literal yang dimodifikasi. Sedangkan Newmark
masih tetap mengategorikan kedalam terjemahan harfiah atau literal.
Berbeda dengan pendapat diatas, newmark membedakan antara
terjemahan kata-demi-kata dengan terjemahan harfiah atau literal.
Terjemahan yang disebut terjemahan harfiah atau literal oleh Nida dan Taber
dan Larson diatas adalah terjemahan kata-demi-kata menurut Newmark.
Dalam terjemahan ini, tatabahasa BSudan susunan katanya dipertahankan di
dalam BSa (Newmark,1988:69).
Terjemahan harfiah menurut Newmark, harus menggunakan struktur
yang diterima di dalam BSa. Jadi, terjemahan harfiah versi Newmark ini sama
dengan terjemahan harfiah yang dimodifikasi versi Larson. Menurut
Newmark, terjemahan harfiah bias saja berupa terjemahan satu-demi-satu,
frase-demi-frase, atau bahkan kalimat demi kalimat.
Kalau kita perhatikan, batasan Newmark ini terlalu luas sehingga kita
sulit membedakannya dengan jenis terjemahan yang lain. Mungkin ada
baiknya bila kita membatasi terjemahan harfiah ini dengan terjemahan yang
menggunakan padanan harfiah, atau padanan yang mempunyai makna utama
yang sama dengan kata BSu, yang susunan kata-katanya sedikit diubah
sehingga tidak bertentangan dengan susunan kalimat BSa. Dan untuk
terjemahan yang tidak mengindahkan keberterimaan susunan kata-kata BSa
dapat disebut terjemahan kata-demi-kata.
Terjemahan menurut Larson (1984) sendiri, adalah trejemahan yang
berusaha meniru bentuk BSu.Yang dimaksud bentuk di sini adalah kata-kata
atau struktur yang digunakan. Dengan kata lain, dalam terjemahan harfiah,
penerjemah menggunakan kata BSa yang mempunyai arti literal yang sama
dengan kata-kata BSu-nya. Sementara itu, struktur dalam hasil terjemahannya

6
masih menggunakan struktur BSu-nya. Kadanf-kadang struktur aslinya ini
bisa diterima atau bahkan tidak bisa diterima di dalam BSa.
Oleh Larson (1984:16-17), ragam terjemahan ini menggunakan
bentuk, dalam hal ini kata-kata dan struktur kalimat BSa yang luwes.
Terjemahan ini berusaha menciptakan kembali makna dalam BSu, yakni
makna yang ingin disampaikan penulis atau penutur asli, di dalam kata dan
tata kalimat yang luwes di dalam BSa.
Hatim dan Mason (1990:5) mencatat bahwa seorang penerjemah
Arab, Saleh Al-Din al-Safadi pada abad XIV mengkritik generasi-generasi
penerjemah sebelumnya bahwa para penerjemah tersebut mempelajari setiap
kata Yunani yang ada dalam BSu maknanya. Kemudian mereka mencari
padanan istilahnya dalam bahasa arab,lalu menuliskannya dan meletakkannya
dalam susunan yang sama.
Al Safadi menyalahkan pendapat yang mengatakan bahwa padanan
satu-satu selalu ada untuk setiap kata BSu dan BSa. Tambahan lagi, sering
kali BSu dan BSa tidak sama. Sementara itu Hatim dan Mason menambahkan
bahwa sangatlah salah bahwa kita beranggapan bahwa makna sebuah kalimat
atau teks sama dengan jumlah makna dari kata-kata yang menyusunnya. Jadi,
setiap usaha untuk menerjemahkan pada tingkat kata selalu mengundang
risiko untuk kehilangan elemen makna yang makna.
Aliran penerjemahan ini ialah aliran yang dianut Johanes Patriarch,
Ibnu Na’imah al-Himshiy dan lainnya. Aliran ini memusatkan pandangan
untuk mencari padanan setiap kata Yunani beserta kandungan maknaknya
dari kata-kata Arab. Cara ini kurang baik disebabkan dua hal: pertama, tidak
semua kata-kata Yunani terdapat padanannya dalam kosa kata bahasa Arab.
Kedua, adanya perbedaan ciri-ciri susunan sintaksis antara satu bahasa
dengan bahasa lain.

7
2.2 Penerjemahan Interpretatif

Penerjemahan interpretatif (tafsiriyah) adalah suatu cara penerjemahan


yang tidak memperhatikan peniruan susunan atau urutan teks sumber. Yang
terpenting dalam metode ini penggambaran makna dan gagasan bahasa
sumber dengan baik dan utuh. Makna yang ditunjukkan oleh struktur bahasa
sumber menjadi sasaran utama. Praktiknya, pertama-tama yang harus
dilakukan adalah makna bahasa sumber dipahami, kemudian makna itu
dituangkan ke dalam struktur bahasa lain sesuai dengan tujuan penulis teks
sumber. Dengan mengikuti metode ini, seorang penerjemah tak perlu
bersusah-susah memaksakan diri untuk memahami setiap kata. Contoh :

Bahasa Sumber (BSu) :

‫إن التعددي""ة تع""ىن تس""ليما مبب""دأ االختالف وإق""رارا بالتب""اين واعرتاف"ا" ب""التنوع‬

‫وتعام""ل م""ع اآلخ""ر ىف إط""ار التع""ايش والتواص""ل والتح""اور واجملادل""ة باحلس""ىن‬

‫من غ ""ري إقص ""اءله أو ف ""رض خي ""ارات علي ""ه أو معاملت ""ه كقاص ""ر حيت ""اج إىل‬

‫ واإلميان ب"أن اختالف األلس"ن واألل"وان من‬،‫وصي حيدد له وجهته وخي"ارة‬

‫آي" " ""ات اهلل الب" " ""اهرة يس" " ""تلزم االع" " ""رتاف بالتعددي" " ""ة ىف ك" " ""ل أم" " ""ر اختي" " ""اري‬

‫كاملذهب والدين والنظام السياسية واالقتصادي‬.

Bahasa Sasaran (BSa) :

Pluralisme berarti menerima dan mengakui prinsip perbedaan, serta


menjalin hubungan dengan yang lain dalam kerangka saling berinteraksi dan
berdialog yang baik, dengan tanpa mengucilkan, memaksakan pilihan dan
atau membatasinya. Keyakinan bahwa perbedaan bahasa dan ras merupakan

8
tanda kebesaran Tuhan, meniscayakan pengakuan terhadap pluralitas segala
sesuatu seperti aliran, agama, system politik dan ekonomi.

Dari terjemahan diatas, mendapati ketidakpatuhan untuk mengalihkan


setiap kata kedalam bahasa Indonesia (bahasa sasaran). Prinsip yang
ditempuh adalah perhatian terhadap makna yang dimaksud. Pengalihan tidak
dilakukan berdasarkan perkata. Tetapi, dititik-beratkan pada makna.
Meskipun demikian, terjemahan tersebut di atas, tidak melenceng dari ide
atau gagasan yang dimaksud.

Penerjemahan interpretatif (Tafsiriyyah), bukan berarti seorang


penerjemah boleh menerjemahkan sekehendak hatinya, sehingga esensi
terjemahan itu sendiri hilang. Bebas di sini berarti seorang penerjemah dalam
menjalankan misinya tidak terlalu terikat oleh bentuk maupun struktur
kalimat yang terdapat pada naskah yang berbahasa sumber. Ia boleh
melakukan modifikasi kalimat dengan tujuan agar pesan atau maksud penulis
naskah mudah dimengerti secara jelas oleh pembacanya.

Terjemahan Interpretatif (tafsiriyyah) atau terjemahan maknawiyyah,


yaitu menjelaskan makna pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat
dengan tertib bahasa asal atau memperhatikan susunan kalimatnaya.
Perjemahan maknawiyah (bebas), (Hurtado Albir: 2001), yaitu
menjelaskan makna pembicaraan dengan bahasa lain sambil memperhatikan
kesepadanan makna dan maksud bahasa asal serta kenetralan redaksi,
sekirannya cukup dengan terjemahan yang seolah-olah bukan terjemahan.
Penerjemahan ini dianut oleh Hunain bin Ishaq, Al-Jauhari dan lain-
lainnya. Aliran ini berpokok pangkal kepada penguasaan seorang penterjemah
terhadap konsep yang dikandung kalimat, kemudian ia mengungkapkan
konsep tersebut dengan kalimat yang seimbang.

9
1.4 Penerjemahan ekletis
Kata “eklektis” dalam kamus popular ilmiah memiliki arti memiliki
pendirian luas, bersifat memilih yang terbaik.
Dalam metode Elektis semua sistem diambil mana yang dianggap dapat
digunakan dan dijadikan satu, hal ini kita jadikan penuntun karena manusia itu
mempunyai sifat eklektis.

1.5 Kekurangan dan Kelebihan


Kelemahan cara penerjemahan literal atau harfiah terletak pada
kesetiaannya pada bahasa sumber, karena mengalihannya didasarkan pada per
kata, padahal tidak selamanya bahasa sumber memiliki kesamaan-minimal-
secara struktur gramatikal, sehingga jika tetap dipaksakan maka ketaksaan
kata dan ketidak jelasan makna menjadi hal yang tidak dapat dielakkan.
Kelebihan cara penerjemahan literal atau harfiah terletak pada
kesetiaannya pada bahasa sumber.
Kelemahan cara penerjemahan interpretatif atau tafsiriyah terletak pada
campur tangan yang terlalu mendalam dari sang penerjemah. Karena, dalam
cara ini sangat mungkin seorang penerjemah melakukan pembuangan atau
penambahan, baik itu berupa makna atau struktur kalimat.
Kelebihan cara penerjemahan interpretatif atau tafsiriyah adalah lebih
mengutamakan penyampaian pesan atau gagasan ke hadapan para pembaca.
Model penerjemahan interpretatif atau tafsiriyah, biasanya lebih komunikatif
daripada penerjemahan literal (harfiah).

10
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penerjemahan literal atau harfiah merupakan penerjemahan yang


mengutamakan padanan kata atau ekspresi di dalam BSa yang mempunyai
rujukan atau makna yang sama dengan kata atau ekspresi dalam BSu.

Kelemahan cara penerjemahan literal atau harfiah terletak pada


kesetiaannya pada bahasa sumber.

Kelebihan cara penerjemahan literal atau harfiah terletak pada


kesetiaannya pada bahasa sumber.

Penerjemahan interpretatif atau tafsiriyah merupakan cara penerjemahan


yang tidak memperhatikan peniruan susunan atau urutan teks sumber. Yang
terpenting adalah penggambaran makna dan gagasan bahasa sumber dengan
baik dan utuh.

Kelemahan cara penerjemahan interpretatif atau tafsiriyah terletak pada


campur tangan yang terlalu mendalam dari sang penerjemah.

Kelebihan cara penerjemahan interpretatif atau tafsiriyah adalah lebih


mengutamakan penyampaian pesan atau gagasan ke hadapan para pembaca.

3.2 Saran

Alangkah baiknya jika dalam menerjemah, menggunakan perpaduan


antara ketiganya. Misalnya menerjemah dengan memadukan antara yang
harfiyah dan yang tafsiriyah. Sehingga hasil dari penerjemahan akan lebih
mudah untuk dipahami.

11
DAFTAR PUSTAKA

- Fartawi,M.Faisol.2009.Seni Menerjemah.Malang:UIN-Malang press.

- Suryawinata,zuchridin dan Sugeng Hariyanto.2003.Translation bahasa


Teori & Penuntun Praktis Menerjemahkan.Yogyakarta:PENERBIT
KANISIUS.

- http://id.wikipedia.org/wiki/Arti_harfiah diakses pada Kamis, 21 Maret


2013.

- http://english314jtw.blogspot.com/2010/04/metode-terjemahan.html
diakses pada Jum’at, 22 Maret 2013.

12

Anda mungkin juga menyukai