Anda di halaman 1dari 4

TERJEMAHAN PERSPEKTIF PENERJEMAH

Di dalam tesaurus Bahasa Indonesia, lema terjemah dan menterjemah memiliki beberapa
padanan kata: mengalihbahasakan, mengartikan, mengalihsuarakan, menafsirkan,
menginterpretasikan, dan memarafrasakan.1 Akan tetapi, padanan kata tersebut tidak selalu
bisa saling menggantikan. Hal ini sebagaimana pendapat Rahyono dalam bukunya yang
berjudul Studi Makna, tidak ada dua kata yang makna mutlaknya sama.”2
Kata terjemah, di dalam bahasa Arab, adalah derivasi kata tarjama, yaitu bentuk kata
kerja masa lampau dengan mengikuti pola perubahan bentuk fa`lala-yufa`lilu-fa`lalatan.
.‫ترجم – يترجم – ترجمة – ترجاما – مترجم – مترجم – ترجم – ال تترجم – مترجم – مترجم‬
Hanya saja, kata yang bermakna pelaku terjemah, di dalam bahasa arab diartikulasikan
dengan 2 bentuk: pertama, bentuk yang sesuai system fleksi bahasa Arab Mutarjimu (‫)مترجم‬,
kedua adalah bentuk yang digunakan oleh penutur asli (bahasa basahan) turjuman/tarjuman
(‫)ترجمان‬.

Makna Terjemah Menurut Jalaluddin bin Thohir Al-Alusi


Makna terjemah menurut Jalaluddin Al-Alusi ada 4:
1. Menyampaikan suatu ujaran kepada orang yang tidak mendengar ujaran tersebut dari penutur
asli;
2.Menginterpretasikan suatu perkataan dengan Bahasa asli perkataan itu. Hal ini seperti
menafsirkan kata 'Manusia' sebagai hewan yang bisa Sedih, menulis, membaca, dan tertawa;
3. Menyampaikan tafsir dari suatu bahasa dengan Bahasa lain. Hal ini seperti menyampaikan
tafsir matsal Arab ‫ تمألالكنائن‬D‫ قبل الرماء‬ke peribahasa Indonesia “sedia payung sebelum hujan"; dan
4. Memindahkan suatu bahasa ke bahasa target, seperti memindahkan kalimat arab ‫اإلنسان حيوان‬
‫ الناتق‬ke bahasa Indonesia “Manusia adalah hewan yang berakal/berpikir" . Dengan demikian,
menurutnya, arti terjemah Al-Qur’an bisa berangkat dari salah satu makna terjemah tersebut. 3

Terjemah Al-Qur`an Menurut Muhammad Husain Al-Zahabi


Sementara itu, Muhammad Husain membagi pengertian terjemah menjadi 2:
1. Terjemah Harfiyah, yaitu memindahkan suatu bahasa ke bahasa lain tanpa menjelaskan
makna yang termuat di dalam bahasa asal.
2. Terjemah Tafsiriyah, yaitu menginterpretasikan suatu bahasa ke bahasa lain.4

1
Departemen Pendidikan Nasional, Tesaurus Alfabetis, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), Hlm. 517.
2
Rahyono, Studi Makna, (Jakarta: Penaku, 2011), Hlm. 135.
3
Ibid, Jalaluddin bin Thahir, Ahkamu Tarjamati, hlm. 17.
4
Muhammad Husain, At-Tafsir wa Al-Mufassirun, (Kairo: Maktabah Wahbah, Tt), Hlm. 19.
Selanjutnya, dia menjelaskan bahwa terjemah Al-Qur’an secara harfiyah memiliki 2 sisi
makna: terjemah Al-Qur`an secara harfiyah, sinonoim mutlak dan terjemah Al-Qur`an secara
harfiyah, sinonim gradasi.
Maksud terjemah yang pertama, sinonim mutlak, itu adalah pemindahan bahasa Al-
Qur`an beserta struktur, konstituen pembentuknya, kosa-kata, gaya, serta sastra bahasanya ke
bahasa lain. Menurutnya, terjemah semacam ini tidak akan mungkin karena Al-Qur`an
merupakan petunjuk atas kebenaran Muhamamd Saw. sebagai rasul dan petunjuk bagi umat
manusia demi kebaikan mereka di dunia dan akhirat.
Sedangkan terjemah yang kedua, sinonim gradasi, itu adalah pemindahan bahasa Al-
Qur`an beserta struktur, konstituen pembentuknya, kosa-kata, gaya, serta sastra bahasanya ke
bahasa lain sesuai kadar kemampuan penerjemah dan ketersediaan bahasa terjemah.
Menurutnya hasil upaya yang demikian itu bukanlah firman Allah Swt. karena hal tersebut
adalah pekerjaan penerjemah.5 Di sini, tampaknya Daouglas Robinson pun cukup tepat ketika
membuat tesis bahwa terjemahan merupakan sebuah aktivitas bila dilihat dari perspektif
penerjemah.6

Terjemah Al-Qur`an Menurut Manna` Al-Qatthan


Di dalam kitabnya yang berjudul Mabahits Fi Ulum Al-Qur`an, Manna` Al-Qatthan
membagi makna terjemah menjadi 2: Terjemah Harfiyah dan Terjemah Tafsiriyyah.
Terjemah harfiyah adalah mengalihkan suatu bahasa ke bahasa lain beserta struktur
gramatikanya dan makna semantiknya. Terjemah Tafsiriyyah adalah menjelaskan suatu
bahasa dengan bahasa lain tanpa harus ada kesamaan di dalam struktur dan makna
semantiknya.7
Di samping hal itu, Al-Qatthan pun juga mendefinisikan Al-Qur`an. Dia mendefinisikan
Al-Qur`an sebagai firman Allah Swt. yang diturunkan kepada Nabi Saw, lafadz dan
maknanya mu`jiz, dan yang membaca dianggap sebagai ibadah.8
Oleh karena hal-hal di atas, Al-Qatthan berpendapat bahwa terjemah harfiyah yang
mengandung makna asal dan sesuai struktur gramatikanya tidak akan pernah tergapai karena
setiap bahasa memiliki ciri khasnya sendiri, baik gramatikanya maupun sastra bahasnya. 9
Ciri-ciri bahasa itu dapat kita lihat saat kita mempelajari suatu bahasa.
5
Ibid, hlm. 20.
6
Douglas Robinson, Be Coming a Translator, Terj: SPA Team Work, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2005), hlm. 2.
7
Manna` Al-Qatthan, Mabahits Fi Ulum Al-Qur`an, (Kairo: Maktabah Wahbah, Tt), Hlm. 307.
8
Ibid, hlm. 307 – 308.
9
Ibid, hlm. 307.
ُ
Barangkali perbandingan kalimat dasar seperti “Aku sudah makan roti” dan “‫”أكلت الرغيف‬
bisa menjadi contoh tepat perbedaan gaya dan ciri suatu bahasa. Tampak di dalam contoh
tersebut struktur kalimat bahasa Indonesianya subjek (S) diikuti predikat (P) dan diakhiri
objek (O). Sementara kalimat bahasa Arab tersebut strukturnya adalah (P) akala diikuti (S)
Tu dan diakhiri (O) Ar-Raghifa.
Selanjutnya, Al-Qatthan juga membagi terjemah tafsiriyyah, yang dapat digantikan
dengan istilah terjemah maknawiyah, menjadi 2: terjemah maknawiyah asli dan terjemah
maknawiyah lanjutan. Berkaitan dengan terjemah Al-Qur’an, menurutnya terjemah maknawi
yang pertama boleh jadi dapat digapai, meskipun tidak akan dapat mendatangkan kei`jazan
Al-Qur`an. Sementara terjemah maknawi lanjutan menurutnya merupakan perkara yang sulit
karena tidak ada bahasa lain yang setara dengan bahasa Arab dalam penunjukan lafadz-
lafadznya atas makna ayat-ayat Al-Qur’an.
Selain hal-hal yang telah disampaikan, Al-Qatthan juga menggunakan istilah terjemah
tafsiriyyah untuk mengungkapkan makna terjemah tafsir Al-Qur`an.10 Maksud dari istilah
tersebut adalah menterjemah tafsir Al-Qur`an. Al-Qatthan memberikan penekanan dalam
pembahasan ini bahwa yang dimaksud bukanlah menterjemah firman Allah Swt, melainkan
menterjemah hasil pemahaman penafsir Al-Qur`an.11
Berdasarkan uraian di atas, bisa dikatakan bahwa makna terjemahan Al-Qur’an tidaklah
utuh, misalnya ayat ke-2 dari surah Al-Baqarah. Oleh KEMENAG, ayat tersebut
diterjemahkan “Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka
yang bertakwa”. Padahal, kata ‫ ذلك‬secara leksikal bermakna ‘itu’.
Dalam tafsir Al-Tabari, ada penjelasan terkait ‘ini’ sebagai pengganti ‘itu’ -lebih tepatnya
makna ‫ هذا‬sebagai pengganti makna ‫ ذلك‬-- dengan suatu pengandaian 2 orang yang sedang
berdialog membicarakan sesuatu. Di sini, dialognya saya sesuaikan, yakni membicarakan
wajah kawan tutur yang cantik:
Penutur: “Wajah kamu cantik!”.
Kawan tutur: “Hal itu benar” -yang dapat diganti dengan- “Hal ini benar”.
Hanya saja, pengandaian semacam itu tampak tidak memuaskan karena 2 kalimat ‘hal itu
benar’ dan ‘hal ini benar’ cukup bermasalah: apakah kalimat tersebut bagian dari kalimat
‘wajah kamu cantik’ atau bagian dari realitas wajah kawan tutur yang cantik. Mungkin saja,
di 3 paragraf ini, para pembaca sedang mengernyitkan dahi. Oleh karena itulah, di artikel ini,
saya pastikan hal tersebut sebagai penutup.

10
Ibid, hlm. 309.
11
Ibid, hlm. 310.
Profil Penulis
Nama: Achmad Fattah Abdurrohman
Status: Santri Pondok Pesantren Al-Asnawi dan Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam
Syubbanul Wathon, Magelang.
No WA: 0877-7255-2534
Email: ahmadpanji153@gmai.com
Foto Profil:

Anda mungkin juga menyukai