Anda di halaman 1dari 7

Makalah Kelompok 12

Ulumul Qur’an
Terjemah, Tafsir, Dan Ta’wil
Dosen Pengampu: Salito, M.Pd.I

Disusun Oleh:

Kavita Nur Azizah(12116110)


Mulya Namarik Tasya (12116036)

Akuntansi Syariah
Fakultas Ekonomi Bisnis Islam
Institut Agama Islam Negeri Pontianak
Tahun Akademik 2021/2022
Kata Pengantar
Alhamdulilah, dengan rasa syukur atas kehadirat Allah SWT . Yang dengan rahmat
dan karunia-nya makalah ini dapat penulis buat. Shalawat serta salam tidak lupa pula penulis
SAW panjatkan kepada Nabi Muhammad yang telah menjadi suri tauladan bagi kita semua.
Penerang dari zaman kebodohan menuju zaman yang cerdik pandai seperti pada saat
sekarang ini. Semoga kita mendapat syafaat-nya amin-amin ya robbal allamin.
Dalam menuliskan makalah ini penulis akan membahas materi tentang “pengertiaan
terjemah, tafsir, dan ta’wil, macam-macam terjemah, perbedaan tafsir dan ta’wil, dan syarat-
syarat etika mufasir. Ucapan terima kasih kepada dosen, teman-teman dan pihak-pihak yang
tidak disebutkan secara satu persatu. Karena atas kerja sama-nyalah penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Dalam pembuatan makalah ini, kemampuan memaksimalkannya telah penulis
curahkan. Namun penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
memiliki kekurangan dan kelemahan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kritikan dan saran
yang membangun demi kesempurnaan makalah ini sangat penulis harapkan, semoga dapat
memberikan manfaat. Aamiin.
Daftar Isi
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
BAB II
PEMBAHASAN

A.Definisi Tafsir, Ta’wil, Dan Terjemah

Secara etimologi kata “tafsir” berasal dari kata “fassara” yang berarti “menjelaskan”,
menyingkap”, menampakkan” atau “ menerangkan” makna yang abstrak. Kata “Al-fasr”
berarti menyingkapkam sesuatu yang tertutup (Al-Qathtan, Mabahits fi ‘ulum Al-Qur’an, tt:
323).

Secara terminologis, “tafsir” berarti ilmu untuk mengetahui kitab Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad Saw. Dan penjelasan maknanya serta pengambilan hukum dan
makna-maknanya (Az-Zarkasyi, 1/1972: 13), definisi lain tentang tafsir dikemukakan oleh
Al-Shabuniy (1985: 66), bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas tentang Al-Qur’an dari
segi pengertiaannya terhadap maksud Allah sesuai dengan kemampuan manusia.

Pengertian “ta’wil”, menurut sebagian ulama, sama dengan tafsir, namun, ulama yang
lain membedakannya, bahwa “ta’wil” adalah mengalihkan makna sebuah lafaz ayat ke makna
lain yang lebih sesuai karena alasan yang dapat diterima oleh akal (Al-Suyuthi, 1/1979: 173),
sehubungan dengan itu , Al-Syathibi [t.t: 100] mengharuskan adanya dua syarat untuk
melakukan penta’wilan, yaitu: (1) makna yang dipilih sesuai dengan hakikat kebenaran yang
diakui oleh para ahli dalam bidangnya [ tidak bertentangan dengan syara’/akal sehat], (2)
makna yang dipilih sudah dikenal di kalangan masyarakat arab klasik pada saat turunnya Al-
Qur’an.

Sedangkan “terjemah”, secara etimologis berarti memindahkan lafal dari suatu bahasa ke
bahasa lain. Dalam hal ini, memindahkan lafal ayat-ayat Al-Qur’an yang berbahasa arab ke
dalam bahasa indonesia. Terjemah dibagi menjadi dua bentuk yaitu:

1. Terjemah harfiyah/lafzhiyah, yaitu memindahkan lafal dari suatu bahasa ke bahasa


lain dengan cara memindahbahasakan kata demi kata, serta tetap mengikuti susunan
(struktur) bahasa yang diterjemahkan.
2. Terjemah ma’nawiyah/tafsiriyah: sebagian ulama ada yang membedakan antara
terjemah ma’nawiyah dengan terjemah tafsiriyah, sedangkan sebagian lainnya
menganggap keduanya adalah sama.
B. Macam-Macam Terjemah

Sesuai dengan pengertian terjemah yang telah dibahas sebelum ini, terjemah lazim
dibedakan dalam dua macam: terjemah harfiyah dan tafsiriyah. Terjemah harfiyah yang juga
umum disebut dengan terjemah lafzhiyah ialah terjemahan yang dilakukan dengan apa
adanya, bergantung dengan susunan dan struktur bahasa asal yang diterjemahkan. Karenanya,
bisa juga disebut dengan terjemah leterlek. Muhammad Husain al-Dzahabi, yang namanya
pernah disebut sebelum ini, membedakan terjemah harfiyah ini ke dalam dua model: terjemah
harfiyah bi al-mitsl dan terjemah harfiyah bighair al-mitsl. Yang pertama, terjemh harfiah bi
al-mitsl ialah terjemahan yang dilakukan apa adanya, terikat dengan susunan dan struktur
bahasa asal yang diterjemahkan: sementara terjemah harfiyah bighair al-mitsl ialah
terjemahan yang pada dasarnya sama dengan terjemah harfiyah bi al-mitsl, hanya saja sedikit
lebih longgar keterangannya dari susunan dan struktur bahasa asal yang diterjemahkan .

Adapun yang dimaksud dengan terjemah tafsiriyah yang juga lazim disebut, dengan
terjemah maknawiyah, ialah terjemahan yang dilakukan mutarjim dengan lebih
mengedepankan maksud atau isi kandungan yang terkandung dalam bahasa asal yang
diterjemahkan. Terjemah tafsiriyah/maknawiyah tidak amat terikat dengan susunan dan
struktur gaya bahasa yang diterjemahkan. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa jika
terjemah harfiyah begitu identik dengan terjemah leterlek atau terjemah lurus dalam bahasa
indonesia, yakni terjemahan yang dilakukan dengan cara menyalin kata demi kata atau word
for word transalation, maka terjemah tafsiriyah/maknawiyah sama persis dengan istilah
terjemahan bebas yang lebih mengedepankan pencapaian maksudnya.

Satu hal yang patut diingatkan bahwa terjemah tafsiriyah itu tetap berbeda dengan tafsir,.
Atau dalam kalimat lain, terjemah tafsiriyah bukanlah tafsir. Bedanya, kata Muhammad
Husain a-Dzahabi:

Pertama, terletak pada kedua bahasa yang digunakan. Bahasa tafsir dimungkinkan sama
dengan bahasa asli –katakanlah Al-Qur’an yang ditafsirkan , sedangkan terjemah tafsiriyah
pasti menggunakan bahasa yang berbeda dari bahasa asli yang diterjemahkan.

Kedua, dalam tafsir, pembaca kitab /buku tafsir dimungkinkan melacak buku(teks) aslinya
manakala ada keraguan didalamnya: jadi berbeda dari terjemah tafsiryah yang tidak mudah
untuk mengecek aslinya manakala ada keraguan atau kesalahan yang dijumpai pembaca.
Berbeda dengan terjemah harfiah yang terikat dengan struktur dan susunan bahasa asal
yang diterjemahkan, yang karenanya maka terjemah harfiyah /lafzhiyah/leterlek/lurus itu
bersifat kaku, maka terjemah tafsiriyah/maknawiyah/bebas terasa luwes atau elastis.
Kerigidan terjemah harfiyah dan keluwesan terjemah tafsiriyah akan semakin terasa
manakala digunakan untuk menerjemahkan Al-Qur’an. Sebagai ilustrasi, perhatikan
terjemahan ayat:

ْ HHHHHH‫ْس‬
‫ورًا‬HHHHHH‫ا َّمحْ ُس‬HHHHHH‫ َد َملُو ًم‬HHHHHHُ‫ ِط فَتَ ْقع‬HHHHHH‫ َّل ْٱلبَ ْس‬HHHHHH‫طهَا ُك‬ َ HHHHHHِ‫ةً إِلَ ٰى ُعنُق‬HHHHHHَ‫ك َم ْغلُول‬
ُ ‫ك َواَل تَب‬ َ ‫ َد‬HHHHHHَ‫لْ ي‬HHHHHH‫َواَل تَجْ َع‬
jika ayat tersebut diterjemahkan secara harfiyah, maka pengertiannya berarti Allah
melarang seorang membelenggu atau mengikat tangannya di atas pundaknya. Padahal, yang
dimaksud oleh ayat 29 surat Al-Isra’ [17] di atas adalah larangan bersikap pelit dalam
membelanjakan harta di samping melarang bersikap boros. Contoh lain menerjemahkan ayat:

Anda mungkin juga menyukai