Anda di halaman 1dari 11

ILMU AL-MUHKAM WA AL-MUTASYABIH

Diajukan untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah : Ulumul Qur'an 1
Dosen pengampu : Hj. Fairuzah,M.Ag

Disusun oleh :
Fina Nasilatul Atiqah
Amaliyatin Nuriyah
Musyawarah

PRODI ILMU QUR'AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT ILMU KEISLAMAN ANNUQAYAH
(INSTIKA)
GULUK-GULUK SUMENEP JAWA TIMUR
TAHUN AKADEMIK 2020-2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia serta taufiq dan hidayah-Nya lah makalah kami dengan judul
"Ilmu al-Muhkam Wa al-Mutasyabih" dapat di selesaikan tepat pada waktunya.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita
Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita semua ke jalan yang
lurus berupa ajaran agama islam yang sempurna dan menjadi Anugerah terbesar bagi
seluruh alam semesta.
Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata pelajaran
Ulumul Qur'an "Hj. Fairuzah,M.Ag" yang telah memberikan tugas ini kepada kami
sebagai upaya untuk menjadikan kami manusia yang berilmu dan berpengetahuan
serta dapat menambah khazanah bagi para pembacanya.
Makalah ini kami susun semaksimal mungkin dan mendapatkan dukungan
dari berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya,
oleh karena itu kami mengharapkan saran yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah kami dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca.

Prenduan, 6 November 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Al-Qur'an adalah kitab suci umat islam dan menjadi sumber ajaran yang
pertama dan yang utama yabg harus kita imani dan di aplikasikan dalam
kehidupan kita agar kita memperoleh kebaikan di dunia dan akhirat. Karena itu,
untuk memahami hukum-hukum yang di kandung nash-nash al-Qur'an di perlukan
antara lain pemahaman dari segi kebahasaan dalam hal ini adalah bahasa arab.
Para ulama yang ahli dalam bidang ushul fiqih, telah mengadakan penelitian
secara seksama terhadap nash-nash al-Qur'an, lalu hasil penelitian itu di tuangkan
dalam kaidah-kaidah yang menjadi pegangan umat islam guna memahami
kandungan al- Qur'an dengan benar. Kaidah-kaidah itu membantu umat islam dala
memahami nash-nash yang nampak samar (tidak jelas), menafsirkan yang global,
menakwil nash dan lainnya yang terkait dengan pengambilan hukum dari nashnya.
Dari beberapa aspek kebahasaan tersebut dalam tulisan ini hanya
memaparkan keberadaan ayat-ayat muhkam dan mutasyabih bahkan lebih
mengerucut lagi pada akhirnya sekitar masalah mutasyabih.

B. Rumusan masalah
1. Apa definisi ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih?
2. Apa sajakah ciri-ciri ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih?
3. Bagaimana pendapat ulama tentang ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih?
4. Bagaimana perbedaan ulama mengenai kebolehan mentakwil ayat-ayat
Mutasyabih?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu al-Muhkam Wa al-Mutasyabih


Secara etimologis (bahasa) Muhkam adalah suatu ungkapan yang maksud
makna lahirnya tidak mungkin di ganti atau di ubah .‫يا احكى انًشاد به عٍ انحبذَهىا انحغُُش‬
Muhkam juga berarti (sesuatu) yang di kokohkan, tidak goyah dan tidak berubah.
Dengan pengertian inilah Allah menjelaskan bahwa ayat-ayat Al-Quran
seluruhnya adalah muhkam sebagaimana firman-Nya dalam surat Huf Ayat 1 :
‫انش كحاب احكًث ءاَحه ثى فصهث يٍ نذٌ حكُى خبُش‬
Artinya : "Alif laam raa, (inilah) suatu Kitab yang ayat-ayatnya di muhkamkan
(disusun dengan rapi, kokoh) serta dijelaskan secara terperinci yang diturunkan
dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui." (QS. Al Hud : 1)
maksudnya al-Quran itu kata-katanya fasih (indah dan jelas).
Menurut syadal Muhkam adalah ayat yang berdiri sendiri dan tidak
memerlukan keterangan. Sedangkan Mutasyabih adalah ayat yang berdiri sendiri,
tetapi memerlukan keterangan tertentu dan kali yang lain di terangkan pula
karena terjadinya perbedaan dalam menakwilnya (Syadali, 2000:202).
Ramli Abdul Wahid dalam bukunya mengemukakan bahwa muhkam
adalah ayat yang jelasaksudnya lagi nyata yang tidak mengandung kemungkinan
nasakh. Dan Mutasyabih adalah ayat yang tersembunyi (maknanya), tidak
diketahui maknanya baik secara aqli maupun naqli (Ramli, 1996:83). Dan inilah
ayat-ayat yang Allah SWT saja mengetahuinya, seperti datangnya hari kiamat,
huruf-huruf yang terputus-putus di awal-awal surat. Pendapat ini menurut Al-
Alusi di bangsakan kepada pemimpin-pemimpin madzhab Hanafi.
Sementara itu menurut Al-Jurjani Mutasyabih adalah ungkapan yang
maksud makna lahirnya samar (‫ )يا خفٍ بُفس انهفظ‬ada tasyabuh yakni menyerupai
yang lain, ada kemiripan di antar dua hal (Al-Jurjani, tt:200). Jika di perhatikan
pendapat ini maka sesuai dengan pernyataan Allah yang menyatakan bahwa Al-
Quran seluruhnya mutasyabih sebagaimana di tegaskan dalam surat Az-Zumar
ayat 23 :
ٍَ‫هللا َضل أحسٍ انحذَث كحابا يحشابها يثا‬
Artinya" : Allah Telah menurunkan yang paling baik (yaitu) Al-Quran yang
serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang"
Maksudnya Al-Quran itu sebagian kandungannya serupa dengan sebagian
yang lain dalam kesempurnaan dan keindahannya, dan sebagiannya
membenarkan sebagian yang lain serta sesuai pula maknanya. Inilah yang di
maksud dengan at-tasyabuh al-'am atau mutasyabih dalam arti umum.
Dari berbagai pendapat yang di kemukakan para ulama terkait pengertian
muhkam dan mutasyabih dapat di simlulkan bahwa inti muhkam adalah ayat-ayat
yang maknanya sudah jelas, tidak samar lagi. Termasuk dalam kategori muhkam
adalah nash (kata yang menunjukkan sesuatu yang di maksud dengan terang dan
tegas, dan memang untuk makna itu ia sebutkan) dan dzahir (makna lahir).
Adapun Mutasyabih adalah ayat-ayat yang maknanya belum jelas. Termasuk
kedalam kategori ini adalah mujmal (global), mu'awwal (harus di takwil),
musykil dan ambigius.

B. Ciri-Ciri Muhkamat dan Mutasyabihat


Untuk mengetahui makna apakah ayat itu termasuk ayat muhkamat atau
mutasyabihat, berikut ciri-ciri muhkamat dan mutasyabihat :
1. Ciri-ciri Muhkamat
a) Ayat-ayatnya sudah jelas, sehingga tidak memerlukan penjelasan penalaran
yang lebih. mendalam lagi karna sudah dapat dipahami artinya.
b) Ayat-ayatnya hanya mempunyai satu penafsiran makna saja.
2. Ciri-ciri Mutasyabihat
a) Ayat-ayatnya samar dalam pengertian masih membutuhkan penjelasan dari
ayat lain. atau memerlukan penalaran untuk mengetahui maksudnya.
b) Ayat-ayatnya memiliki banyak makna.

C. Pendapat Ulama tentang Ayat-Ayat Muhkamat dan Mutasyabihat


Ulama’ berlainan pendapat mengenai kemuhkaman dan memustabihan
Alquran, sebab, dalam Alquran ada ayat yang menerangkan bahwa semua ayat-
ayat dalam Alquran itu muhkam seperti surat Hud, ayat 1 :
.‫ كحاب احكًث اَاجه ثى فصهث يٍ نذٌ حكُى خبُش‬،‫انش‬
Artinya : Alif Lam Ra. (Inilah) Suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan
rapi, serta dijelaskan secara terperinci, (yang diturunkan) dari sisi (Allah) Yang
Maha Bijaksana lagi Maha Tahu. (QS. Hud : 1)
Dan ada pula ayat yang menjelaskan jika semua ayat dalam Alquran itu
mutasyabihat. Seperti surat Az-zumar ayat 23 :
ً‫ ثى جهٍُ جهىدهى وقهىبهى إن‬،‫ جقشعش يُه جهىد انزٍَ َخشىٌ سبهى‬،ٍَ‫هللا َضل أحسٍ انحذَث كحابا يحشابها يثا‬
.‫ ويٍ َضهم هللا فًانه يٍ هاد‬،‫ رانك هذي هللا َهذٌ به يٍ َشاء‬،‫ركشهللا‬
Artinya : Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Qur'an
yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit
orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan
hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu
Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang disesatkan
Allah, maka tidak ada seorang pun pemberi petunjuk baginya. (QS. Az-Zumar :
23)
Dan ada pula yang menjelaskan bahwa ada sebagian Alquran yang
muhkam dan ada yang mutasyabihat, seperti ayat dalam surat Ali Imran ayat 7.
ٌ‫ فاو انزٍَ فٍ قهىبهى صَغ فُحبعى‬،‫هى انزٌ أَضل عهُك انكحاب يُه اَات يحكًات هٍ او انكحاب وأخش يحشابهات‬
‫ ويا َزكش‬،‫ كم يٍ عُذ سبُا‬،‫ وانشاسخىٌ فٍ انعهى َقىنىٌ ايُابه‬،‫ ويا َعهى جأوَهه اال هللا‬،‫ياجشابه يُه ابحغاء جأوَهه‬
.‫اال أونى االنباب‬
Artinya : Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada kamu. Di antara
(isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamat itulah pokok-pokok isi Al Qur'an dan
yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat (QS. Ali Imran : 7
Ada 3 pendapat ulama’ mengenai masalah tersebut, diantaranya adalah:
a) Pendapat pertama berpendirian bahwa semua Alquran itu muhkam, karena
berdasarkan surat Huud ayat 1.
b) Pendapat kedua berpendapat bahwa semua ayat Alquran itu mutasyabihat
karna berdasarkan surat Az zumar ayat 23.
c) Pendapat ketiga mengatakan bahwa Alquran itu ada yang muhkam dan ada
yang mutasyabih, karna berdasarkan surat Ali imran ayat 7.
Jika dilihat sekilas seolah-olah pendapat ketiga lah yang benar, tetapi jika
di amati, semua pendapat itu adalah benar karena ada dalilnya dalam al-Qur'an,
yang membedakan hanyalah orientasi sudut pandang masing-masing.

D. Perbedaan ulama tentang kebolehan menta'wil ayat-ayat Mutasyabih


Perbedaan pendapat ulama tentang ayat-ayat mutasyabih pada dasarnya
terletak pada masalah apakah arti dan makna yang terkandung dalam ayat-ayat
mutasyabih dapat di ketahui oleh manusia, atau hanya Allah saja yang
mengetahuinya. Penyebab perbedaan pendapat itu berawal dari cara menjelaskan
struktur kalimat pada ayat yang terdapat pada surat Ali Imran ayat 7 :
ٌ‫ فأيا انزٍَ فٍ قهىبهى صَغ فُحبعى‬،‫هى انزٌ أَضل عهُك انكحاب يُهءاَث يحكًات هٍ او انكحاب وأخش يحشابهات‬
‫ وانشاسخىٌ فٍ انعهى َقىنىٌ ءايُا به كم يٍ عُذ‬،‫ ويا َعهى جأوَهه االهللا‬،‫يا جشابه يُه ابحغاء انفحُة وابحغاء جأوَهه‬
.‫ وياَزكش االاونى االنباب‬،‫سبُا‬
Artinya : Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara
(isi)nya ada ayat-ayat yang muhkam, itulah pokok-pokok isi Al Quran dan yang
lain (ayat-ayat) Mutasyabih. Adapun orbag-orang yang dalam hatinya condong
kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang Mutasyabihat
dari padanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal
tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang
mendalam ilmunya berkata : "Kami beriman kepada ayat-ayat yang Mutasyabihat,
semuanya itu dari sisi Tuhan kami". Dan kamu tidak dapat mengambil pelajaran
(dari padanya) melainkan orang-orang yang berakal"
Perbedaan pandangan para ulama pada dasarnya terletak pada penafsiran
penggalan ayat tersebut yang terjemahannya :
"......padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya (ayat mutasyabih) melainkan
Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata "Kami beriman kepada
ayat-ayat yang mutasyabih" (QS. Ali Imran : 7)
Para ulama berbeda pandangan tentang waqaf setelah lafadz ‫هللا‬dalam struktur
kalimat :
ٌ‫ وانشاسخى‬،‫ويا َعهى جأوَهه اال هللا‬
Apakah ungkapan ٌ‫ انشاسخى‬setelah lafadz ‫هللا‬di 'athafkan pada lafadz , ‫هللا‬
sementara pada lafadz ٌ‫ َقىنى‬sebagai hal, jika pemahaman strukturnya, berarti
ayat-ayat mutasyabih pun dapat di ketahui oleh orang-orang yang mendalami
ilmunya tidak hanya di ketahui oleh Allah saja. Atau, ungkapan ٌ‫ انشاسخى‬sebagai
mubtada', sedangkan lafadz ‫ َقىنىٌ ءايُا به‬sebagai khabar, jika ini pemahaman
strukturnya maka artinya bahwa ayat-ayat mutasyabih itu hanya di ketahui oleh
Allah saja dan para ulama tidak dapat mengetahuinya, sedangkan orang-orang
yang mendalam ilmunya hanya mengimaninya.
Kelompok ulama yang berpegang pada penjelasan kaidah yang pertama
yakni yang berpendapat lafadz Allah di 'athafkan kepada lafadz arrasikhun karena
huruf waw di anggap waw athaf (Al-Husni, 1999:146). Kelompok ini di pelopori
oleh mujahid (w. 104 H) sehingga maksud ayat mutasyabih tidak hanya di
ketahui oleh Allah, Ibn al-Mundzir mengeluarkan sebuah riwayat dari Mujahid,
dari Ibnu 'Abbas, mengenai surat Ali Imran ayat 7 tersebut, Ibnu 'Abbas lalu
berkata "Aku di antara orang-orang yang mengetahui takwilnya". Imam Nawawi
pun termasuk dalam kelompok ini. Di dalam syarah Muslim ia berkata "pendapat
inilah yang paling shahih, karena tidak mungkin Allah menuturkan kalam kepada
hambanya dengan uraian yang tidak dapat di ketahui maknanya". Ulama lain
yang masuk kelompok ini adalah Abu Hasan al-Asy'ari dan Abu Ishaq al-Syirazi
(w. 476 H). Al Syirazi berkata "Tidak ada satu ayat pun yang maksudnya hanya
diketahui Allah. Para ulama pun sesungguhnya juga dapat mengetahuinya.
Sebab jika tidak,aka tidak ada bedanya antara orang awam dengan ulama".
Adapun kelompok yang berpegang dengan kaidah kedua yakni yang
berpendapat bahwa huruf waw bukan sebagai waw athaf tetapi sebagai waw
ibtida' sehingga maksud ayat mutasyabih hanya di ketahui oleh Allah saja (Al-
Qaththan, 1973:217). Adalah Ubay bin Ka'ab, Ibn Mas'ud, Ibn Abbas, sejumlah
sahabat, tabi'in dan lainnya. Mereka beralasan dengan keterangan yang di
riwayatkan oleh al-Hakim yang bersumber dari Ibn Abbas bahwa ia membaca :
ٌ‫ وانشاسخى‬،‫ويا َعهى جأوَهه اال هللا‬
"padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah, dan berkata orang-
orang yang mendalam ilmunya kami beriman kepada ayat-ayat mutasyabih".
Pendapat kedua inilah yang lebih banyak di pegang oleh sebagian besar
sahabat, tabi"in dan generasi sesudahnya, terutama kalangan ahlussunnah yang
berpihak pada penjelasan kaidah yang kedua ini (R.Anwar, 2000:129).
Menyikapi perbedaan pandangan antar ulama baik yang setuju dengan
penakwilan yang di lakukan manusia maupun yang tidak setuju dengan
penakwilan itu, maka Ar-Raghif Al-Asfahani7 bersikap lebih moderat dalam
menghadapi persoalan itu. Ia membagi ayat-ayat mutasyabihat dari segi
kemungkinan mengetahui maknanya pada tiga bagian :
1. Bagian yang memang tidak mungkin untuk di ketahui manusia, seperti saat
terjadinya hari kiamat, keluar binatang dari bumi dan sejenisnya.
2. Bagian yang memang manusia dapat menemukan jalan untuk mengetahuinya,
seperti kata-kata asing dalam al-Quran.
3. Bagian yang berada diantara keduanya, yakni yang hanya dapat di ketahui orang-
orang yabg mendalam ilmunya. Inilah yang pernah di syaratkan Nabi kepada
Ibnu Abbas :
‫انههى فقهه فٍ انذٍَ وعهًه انحأوَم‬
Artinya : Ya Allah, berilah pemahaman kepadanya dalam bidang agama dan
ajarkanlah takwil kepadanya."
BAB III
PENUTUP

Dalam upaya mengenal kaidah-kaidah yang telah di rumuskan oleh para ulama,
khususnya yg berkaitan dengan aspek kebahasaan al-Qur'an.
Perbedaan pendapat para ulama tentang ayat-ayat Mutasyabih pada dasarnya
terketak pada masalah apakah arti ayat-ayat Mutasyabih dapat di ketahui oleh
manusia atau hanya Allah saja yg mengetahuinya. Penyebab perbedaan pendapat itu
berawal dari cara menjelaskan struktur kalimat dalam ayat yg terdapat pada suray Ali
Imran ayat 7.
Masing-masing kelompok ulama saling mengemukakan argumentasinya untuk
menguatkan pendapatnya. Kelompok pertama menyatakan bahwa ayat mutasyabih
hanya Allah yg berhak mengetahuinya, sementara kelompok kedua berpendapat ayat
mutasyabih juga dapat di ketahui oleh manusia yg mendalam ilmunya, kelompok
ketiga mengambil jalan tengah dengan mencoba memilah ayat mutasyabih yg
mungkin hanya ada pada pengetahuan Allah dan yg memungkinkan manusia dapat
mengetahuinya.
Hikmah keberadaan ayat mutasyabih paling tidak menyadarkan akan
kelemahan akal manusia sehingga memicunya untuk terus mendalami al-Qur'an.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Syadali dan H. Ahnad Ropi'i, Ulumul Qur'an (Bandung: CV. Pustaka Setia,
cet II, 2000)
Al-Jurjani, Al Ta'rifat, al-Thaba'ah wa al-Nsyr wa al-Tauzi', Jeddah, tt
Ar-Raghib Al-Isfahani, Al-Mufradatfi Gharib Al-Qur'an, Bulan Bintang, Jakarta,
1994.
Manna' al-Qaththan
Muhammad bin Alwy al-Maliky Al-Hisny, Mutiara Ilmu-Ilmu Al-Qur'an, Terj :
Rosihon Anwar, Pustaka Setia, Bandung, 1999.
Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur'an, (Jakarta: PT Raja Granfindo Persada, cet III,
1996)
Rosihon Anwar, Ulumul Qur'an, Pustaka Setia, Bandung, 2000.
Kahar Mansyur, Pokok-Pokok Ulumul Qur'an, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992)
Abdul Djalal H. A., Ulumul Qur'an, (Surabaya, Dunia Ilmu, 1998)

Anda mungkin juga menyukai