Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

MUNASABAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Qur’an


Dosen pengampu: Bapak Imam Bukhori

Disusun Oleh Kelompok 01:


1. Abdullah Muzakkah 2144030585
2. Moh. Zainal 2144030596
3. Urfi Maslikhatun Nisa’ 2144030599

FAKULTAS SYARI’AH
PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM AL-FALAH AS-SUNNIYYAH
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur kepada Allah yang telah melimpahkan rahmat dan
karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah “Ulmul Qur’an”
dengan tepat waktu. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang telah membawa pedoman hidup yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk
keselamatan kita di dunia dan akhirat.
Selanjutnya penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Imam Bukhori, selaku
dosen pengampuh. Serta ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang
telah memberikan bimbingan, maupun pendapat dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis juga menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan makalah
ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar penulis
dapat melakukan perbaikan pada penulisan makalah-makalah yang akan datang.

Jember, 25 November 2021

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan sumber utama ajaran Islam, dan juga merupakan
pedoman hidup bagi setiap manusia. Al-Qur’an bukan sekedar memuat petunjuk tentang
hubungan manusia dengan Tuhannya, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan
sesamanya, bahkan hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Dengan deimkian, untuk
dapat memahami ajaran Islam secara sempurna, maka langkah pertama yang harus
dilakukan adalah memahami Al-Qur’an.
Al-Qur’an, sebagaimana diketahui, diturunkan dalam bahasa Arab, baik lafal
maupun uslubnya. Namun demikian, tidaklah berarti bahwa semua orang Arab, atau
orang yang mahir dalam bahasa Arab, dapat memahami Al-Qur’an secara rinci. Bahkan
para sahabat sendiri tidak sanggup memahami kandungan Al-Qur’an dengan hanya
sekedar mendengarkannya dari Rasulullah SAW, karena menurut beliau, memahami Al-
Qur’an tidak cukup dengan menguasai bahasa Arab saja.
Tulisan ini mencoba membahas mengenai apa yang dimaksud dengan
“Munasabah” .Berakar dari permasalahan di atas maka penulis membuat makalah yang
berjudul “Munasabah.”

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Munasabah?
2. Apa macam-macam munasabah dalam Al-Qur’an?
3. Apa fungsi mempelajari ilmu munasabah?
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN MUNASABAH

Secara etimologi, munasabah berasal dari bahasa arab dari asal kata nasaba-yunasibu-
munasahan yang berarti musyakalah (keserupaan), dan muqarabah. Lebih jelas mengenai
pengertian munasabah secara etimologi disebutkan dalam kitab Al burhan fi ulumil Qur’an
bahwa munasabah merupakan ilmu yang mulia yang menjadi teka-teki akal fikiran, dan yang
dapat digunakan untuk mengetahui nilai (kedudukan) pembicaraan terhadap apa yang di
ucapkan.

Imam Zarkasyi sendiri memaknai munasabah sebagai ilmu yang mengaitkan pada bagian-
bagian permulaan ayat dan akhirnya, mengaitkan lafadz umum dan lafadz khusus, atau
hubungan antar ayat yang terkait dengan sebab akibat, ‘illat dan ma’lul, kemiripan ayat,
pertentangan (ta’arudh) dan sebagainya.

Manna Al-Qathan dalam mabahis fi ulum Al-Qur’an menjelaskan bahwa yang di maksud
dengan munasabah dalam pembahasan ini adalah segi-segi hubungan antara satu kata dengan
kata yang lain dan satu ayat dengan ayat yang lain atau antara satu surat dengan surat yang
lain. Menurut M Hasbi Ash Shiddieq membatasi pengertian munasabah kepada ayat-ayat atau
natar ayat saja.

Dalam pengertian istilah, munasabah diartikan sebagai ilmu yang membahas hikmah korelasi
urutan ayat Al-Qur’an dengan kalimat lain,munasabah adalah usaha pemikiran manusia
dalam menggali rahasia hubungan antar surat atau ayat yang di dapat diterima oleh akal.
Dengan demikian diharapkan ilmu ini dapat menyikap rahasia ilahi, sekaligus sanggahanya,
bagi mereka yang meragukan Al-Qur’an sebagai wahyu.

Sedangkan menurut para ulama :

1) Menurut Manna’ Al-Qattan:

Jadi menurut Manna’ Al-Qattan; “munasabah adalah keterikatan antara beberapa ungkapan
dalam satu ayat, atau antar ayat beberapa ayat atau antar surat didalam Al-Qur’an”.

2) Menurut Imam Az-Zarkasyi:

“Munasabah adalah suatu hal yang dapa dipahami, tatkala di hadapkan kepada akal, akal itu
pasti menerimanya”.

3) Ibn Al-arabi:
“Munasabah adalah keterikatan ayat-ayat Al-Qur’an sehingga seolah-olah suatu ungkapan
yang mempunyai kesatuan makna dan keteraturan redaksi. Munasabah merupakan ilmu yang
sangat agung”.

4) Menurut Al-Biqa’i:

“Munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan di balik susunan atau
urutan bagian-bagian Al-Qur’an, baik ayat dengan ayat atau surat dengan surat”.

B. MACAM-MACAM MUNASABAH

Berdasarkan kepada beberapa pengertian sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, pada
prinsipnya munasabah Al-Qur’an mencakup hubungan antar kalimat, antar ayat, serta antar surat.

Macam-macam hubungan tersebut apabila di perinci akan menjadi sebagai berikut :

1) Munasabah antara surat dengan surat.

2) Munasabah antara nama surat dengan kandungan isinya.

3) Munasabah antara kalimat dalam satu ayat.

4) Munasabah antara ayat dengan ayat dalam satu surat.

5) Munasabah antara ayat dengan isi ayat itu sendiri.

6) Munasabah antara uraian surat dengan akhir uraian surat.

7) Munasabah antara akhir surat dengan awal surat berikutnya.

Dalam upaya memahami lebih jauh tentang aspek-aspek munasabah yang telah diterangkan di atas

akan diajukan beberapa contoh dibawah ini.

1) Munasabah antara surat dengan surat

Keserasian hubungan atau munasabah antar surat ini pada hakikatnya memperhatikan kaitan yang erat
dari suatu surat dengan surat lainnya. Bentuk munasabah yang tercermin pada masing-masing surat,
kelihatannya memperlihatkan kesatuan tema. Salah satunya memuat tema sentral, sedangkan surat-
surat lainnya menguraikan sub-sub tema berikut perinciannya, baik secara umum maupun parsial.
Salah satu contoh yang dapat di ajukan di sini adalah munasabah dapat ditarik pada tiga surat
beruntun, masing-masing; Q.S al-Fatihah, Q.S al-Baqarah, Q.S ali-Imran.

Satu surah berfungsi menjelaskan surat sebelumnya, misalnya didalam surat al-Fatihah

1:6 disebutkan :
‫ٱلص ٰ َر َط ٱ ْل ُم ْس َتقِي َم‬
ِّ ‫ٱهْ ِد َنا‬

Artinya : “Tunjukilah kami jalan yang lurus”(Q.S al-Fatihah/ 1:6)

Lalu dijelaskan dalam surat al-Baqarah, bahwa jalan yang lurus itu ialah mengikuti petunjuk Al-
Qur’an, sebagaimana disebutkan :

ٰ
َ‫ب ۛ فِي ِه ۛ ُهدًى لِّ ْل ُم َّتقِين‬ ُ ‫َذلِ َك ٱ ْل ِك ٰ َت‬
َ ‫ب اَل َر ْي‬

Artinya : “Kitab (al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya,petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”

(Q.S al-Baqarah/ 2:2)

2) Munasabah antara nama surat dengan kandungan isinya

Nama satu surat pada dasarnya bersifat tauqifi(tergantung pada petunjuk Allah dan Nabi-nya). Namun
beberapa bukti menunjukkan bahwa suatu surat terkadang memiliki satu nama dan terkadang dua
nama atau lebih. Tampaknya ada rahasia dibalik nama tersebut.

Para alhi tafsir sebagaimana di kemukakan oleh al-Sayuthi melihat adanya keterkaitan antara nama-
nama surat dengan isi atau uraian yang dimuat dalam satu surat.

Kaitan antara nama surat dengan isi ini dapat di identifikasikan sebagai berikut :

a. Nama diambil dari urgensi isi serta kedudukan surat. Nama surat al-Fatihah disebut dengan
umm Al-Kitab karena urgensinya dan disebut dengan al-Fatihah karena kedudukannya.
b. Nama diambil dari perempuan, peristiwa, kisah atau peran yang menonjol, yang dipaparkan
pada rangkaian ayat-ayatnya; sementara di dalam perumpamaan, peristiwa, kisah atau peran
itu sarat dengan ide. Di sini dapat disebut nama-nama surat : al-‘Ankabut, al-Fath, al-Fil, al-
Lahab dan sebagainya.
c. Nama sebagai cerminan isi pokoknya, missalnya al-Ikhlas karena mengandung ide pokok
keimanan yang paling mendalam serta kepasrahan : al-Mulk mengandung ide pokok hakikat
kekuasaan dan sebagainya.
d. Nama diambil dari tema spesifik untuk dijadikan acuan bagi ayat-ayat lain yang tersebar
diberbagai surat. Contoh al-Hajj (dengan spesifik tema haji), al-Nasi’ (dengan spesifik tema
tentang tatanan kehidupan rumah tangga). Kata Nisa’ yang berarti kaum wanita adalah ciri
keharmonisan rumah tangga.
e. Nama di ambil dari huruf-huruf tertentu yang terletak dipermulaan surat,sekaligus untuk
menuntut perhatian khusus terhadap ayat-ayat di dalamnya yang memakai huruf itu. Contoh :
Thaha, Yasin, Shad, Qaf.
3) Munasabah antara satu kalimat dengan kalimat yang lainnya dalam satu ayat

Munasabah antara satu kalimat dengan kalimat yang lainnya dalam satu ayat dapat dilihat dari dua
segi. Pertama adanya hubungan langsung antar kalimat secara kongkrit yang jika hilang atau terputus
salah satu kalimat akan merusak isi ayat. Identifikasi munasabah dalam tipe ini memperlihatkan ciri-
ciri ta’kid/tasydid (penguat/penegasan) dan tafsir/ i’tiradh (interfretasi/penjelasan dan ciri-cirinya).
Contoh sederhana ta’kid :

َ ‫تَ ْف‬
,, ‫علُ ْوا‬ ‫ فَاِنْ لَّ ْم‬,, diikuti ,, ‫ َولَنْ تَ ْف َعلُ ْوا‬,,

Contoh tafsir:

َ ‫ِي اَ ْس ٰرى ِب َع ْبدِهٖ َل ْياًل ِّمنَ ا ْل َم ْس ِج ِد ا ْل َح َر ِام ِا َلى ا ْل َم ْس ِج ِد ااْل َ ْق‬


‫صا‬ ْٓ ‫س ْب ٰحنَ الَّذ‬
ُ kemudian diikuti
dengan ‫ح ْو َل ٗه‬ ْ ‫( ا َّلذ‬Q.S al-Isra’ 1:17) Kedua masaing-masing kalimat berdiri sendiri, ada
َ ‫ِي ٰب َر ْك َنا‬
hubungan tetapi tidak langsung secara konkrit, terkadang ada penghubung huruf ‘athaf’ dan terkadang
tidak ada.

Dalam konteks ini, munasabahnya terletak pada :

a. Susunan kalimat-kalimatnya berbentuk rangkaian pertanyaan, pertintah dan atau larangan


yang tak dapat diputus dengan fashilah. Salah satu contoh :

ِ ‫قُ ِل ْال َح ْم ُد هّٰلِل ِ___ َل َيقُ ْولُنَّ هّٰللا ___ َو َل ِٕىنْ َسا َ ْل َت ُه ْم مَّنْ َخ َل َق الس َّٰم ٰو‬
َ ْ‫ت َوااْل َر‬
‫ض‬
(Q.S Luqman :25)
b. Munasabah berbentuk istishrad (penjelsan lebih lanjut). Contoh :

___ َ ‫ك َع ِن ااْل َ ِهلَّ ِة ۗ قُ ْل ه‬


‫ِي‬ َ ‫َيسـَٔلُ ْو َن‬

(Q.S al-Baqarah :189)

c. Munasabah berbentuk nazhir/ matsil (hubungan sebanding) atau mudhaddah/ ta’kis


(hubungan kontradiksi). Contohnya :

َ ‫ َلي‬  ___‫َو ٰلكِنَّ ا ْل ِب َّر‬


ِ ‫ْس ْال ِبرَّ اَنْ ُت َولُّ ْوا وُ ج ُْو َه ُك ْم ِق َب َل ْال َم ْش ِر ِق َو ْال َم ْغ ِر‬
__ ‫ب‬
(Q.S al-Baqarah :177)

4) Munasabah antara ayat dengan ayat dalam satu surat

Untuk melihat munasabah semacam ini perlu diketahui bahwa ini didaftarkan pada pandangan
datar yaitu meskipun dalam satu surat tersebar sejumlah ayat , namun pada hakikatnya semua ayat
itu tersusun dengan tertib dengan ikatan yang padu sehingga membentuk fikiran serta jalinan
informasi yang sistematis. Untuk menyebut sebuah contoh, ayat-ayat di awal Q.S al-Baqarah : 1-
20 memberikan sebuah sistematika informasi tentang keimanan, kekufuran, serta kemunafikan.
Untuk mengidentifikasikan ketiga tipologi iman, kafir dan nifaq, dapat ditarik hubungan ayat-ayat
tersebut.

Misalnya surat al-Mu’minun dimulai dengan :

َ‫قَ ْد َأ ْفلَ َح ا ْل ُمْؤ ِمنُ ْون‬

Artinya : “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman”.

Kemudian di bagian akhir surat ini ditemukan kalimat

َ‫اِنَّ ٰه الَ يُ ْفلِ ُح ا ْل ٰكفِ ُر ْون‬

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tidak beruntung”.

5) Munasabah antara penutup ayat dengan isi ayat itu sendiri

Munasabah pada bagian ini, Imam al-Suyuthi menyebut empat bentuk yaitu al-tamkin(mengukuhkan
isi ayat), al-Tashdir(memberikan sandaran isi ayat pada sumbernya), al-Tawsyih(mempertajam
relevansi makna) dan al-Ighal(tambahan penjelasan). Sebagai contoh :

َ‫سنُ ٱ ْل ٰ َخلِقِين‬
َ ‫ار َك ٱهَّلل ُ َأ ْح‬
َ ‫ َف َت َب‬Mengukuhkan ً‫ ُث َّم َخ َل ْق َنا ٱل ُّن ْط َف َة َع َل َقة‬bahkan mengukuhkan hubungan
dengan dua ayat sebelumnya (al-Mu’minun : 12-14).

6) Munasabah antara awal uraian surat dengan akhir uraian surat

Salah satu rahasia keajaiban al-Qur’an adalah adanya keserasian serta hubungan yang erat antara awal
uraian suatu surat dengan akhir uraiannya. Sebagai contoh, dikemukakan oleh al-Zamakhsyari
demikian juga al-Kimani bahwa Q.S al-Mu’minun di awali dengan(respek Allah kepada orang-orang
mukmin) dan diakhiri dengan (sama sekali Allah tidak menaruh respek terhadap orang-orang kafir).
Dalam Q.S al-Qasash, al-Sayuthi melihat adanya munasabah antara pembicaraan tentang perjuangan
Nabi Musa menghadapi Fir’aun seperti tergambar pada awal surat dengan Nabi Muhammad SAW,
yang menghadapi tekanan kaumnya seperti tergambar pada situasi yang dihadapi oleh Nabi Musa AS
dan Nabi Muhammad SAW, serta jaminan Allah bahwa akan memperoleh kemenangan.

7) Munasabah antara penutup suatu surat dengan awal surat berikutnya.

Misalnya akhir surat al-Waqi’ah/96 :

‫اس ِم َر ِّب َك ا ْل َعظِ ْي ِم‬ َ ‫َف‬


ْ ‫س ِّب ْح ِب‬

“Maka bertasbihlah dengan(menyebut) nama Tuhanmu Yang Maha Besar”

Lalu surat berikutnya, yakni surat al-Hadid/ 57 : 1:

‫هّٰلِل‬
‫ض َوه َُو ا ْل َع ِز ْي ُز ا ْل َح ِك ْي ُم‬
ۚ ِ ‫ت َوااْل َ ْر‬
ِ ‫الس ٰم ٰو‬
َّ ‫س َّب َح ِ َما فِى‬
َ
“Semua yang berada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah(menyatakan kebersaran Allah
SWT). Dan Dia-lah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.

C. FUNGSI MEMPELAJARI MUNASABAH

Fungsi dari munasabah al-Qur’an, di antaranya adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui persambungan/ hubungan antara bagian al-Qur’an, baik antara kalimat-kalimat


atau ayat-ayat maupun surah-surahnya yang satu dengan yang lain sehingga lebih
memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab al-Qur’an dan memperkuat
keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya.
2. Mempermudah pemahaman al-Qur’an. Misalnya ayat ke-enam dari surat al-Fatihah yang
artinya, “Tunjukilah kami kepada jalan yang lurus” di sambung dengan ayat tujuh yang
artinya, “Yaitu, jalan orang-orang yang engkau anugerahi nikmat atas mereka. “Antara
keduanya terdapat hubungan penjelasan bahwa jalan yang lurus dimaksud adalah jalan orang-
orang yang telah mendapat nikmat dari Allah SWT.
3. Menolak tuduhan bahwa susunan al-Qur’an kacau. Tuduhan muncul karena penempatan surat
al-Fatihah pada awal Mushhaf sehingga surat inilah yang pertama kali dibaca. Padahal, dalam
sejarah, lima ayat dari surat al-‘Alaq sebagai ayat-ayat pertama turun kepada Nabi SAW.
Akan tetapi, Nabi menetapkan letak al-Fatihah di awal mushhaf yang kemudian disusul
dengan surat al-Baqarah. Setelah didalami, ternyata dalam urutan ini terdapat munasabah.
Surat al-Fatihah mengandung unsur-unsur pokok dari syariat islam dan pada surat ini termuat
do’a manusia untuk memohon petunjuk ke jalan yang lurus. Dengan demikian, surat al-
Fatihah merupakan titik bahasan yang akan di perinci pada surat berikutnya, al-Baqarah.
Dengan mengemukakan munasabah tersebut, ternyata susunan ayat-ayat dan surat-surat al-
Qur’an tidak kacau melainkan mengandung makna yang dalam.
4. Dengan ilmu munasabah itu, dapat diketahui mutu dan tingkat ke-Balaghah-an bahasa al-
Qur’an dan konteks kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lain,serta persesuaian ayat/
surahnya yang satu dari yang lain, sehingga lebih meyakinkan kemukjizatannya, bahwa al-
Qur’an itu benar-benar wahyu dari Allah SWT dan bukan buatan Nabi Muhammad SAW.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari uraian tentang “Munasabah al-Qur’an” diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ‘Ilmu Munasabah
adalah ilmu tentang keterkaitan antara satu surat/ayat dengan surat/ayat lainnya yang merupakan
bagian dari Ulum al-Qur’an. Ilmu ini posisinya sangat urgen dalam rangka menjadikan keseluruhan
ayat al-Qur’an sebagai satu kesatuan yang utuh(holistik). Sedangkan Munasabah adalah usaha
pemikiran manusia dalam menggali rahasia hubunganantar ayat atau surat yang dapat diterima oleh
akal. Dengan demikian diharapkan ilmu ini dapat menyikap rahasia Ilahi, sekaligus sanggahan-Nya,
bagi mereka yang meragukan keberadaan al-Qur’an sebagai wahyu.

DAFTAR PUSTAKA

Ad-Darraz, ‘Abdullah. An-Naba’ Al-‘Azhim, Dar-Urubah, Mesir, 1974.

Al-Zarkasyi, Badr al-Din. al-Burhany fii ulum Al-Qur’an, (Dar al Ma’arifah li al-Tiba’ah wa
al_Nasyir, 1972).

Ash Shiddiqy, Hasbi. Sejarah Dan Pengantar Ilmu Tafsir,(Jakarta:Bulan Bintang 1965).

Khairul Anwar dan Maulana Yusuf, Ilmu Munasabah, 2008.

Muhammad Chirzin, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an, hlm. 52

Anda mungkin juga menyukai