Anda di halaman 1dari 12

AYAT-AYAT DAN SURAH DALAM AL-QUR’AN

Mata Kuliah:
Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu:
Nur Mardia, SH, MH
Oleh Kelompok 3 :
Abdul Kafi :190102010019
Helyatun Nida : 190102010025

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN


FAKULTAS SYARIAH
JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM
TAHUN 2019
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an sebagai pedoman hidup yang pertama bagi umat Islam yang
bagi kaum muslimin adalah kalamullah yang diwahyukan kepada Nabi
Muhamad SAW. Melalui perantara Jibril selama kurang lebih 23 tahun. Kitab
suci ini memiliki kekuatan luar biasa yang berada diluar kemampuan apapun.
Ayat-ayatnya telah berinteraksi dengan budaya dan perkembangan
masyarakat yang dijumpainya. Kendati demikian, nilai-nilai yang
diamanahkannya dapat dierapkan pada setiap situasi dan kondisi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ayat dan surah?
2. Apa perbedaan jumlah ayat dan sebabnya?
3. Bagaimana tertib ayat dan rahasianya?
4. Bagaimana penamaan, pembagian, dan penyusunan surah serta
tertibnya?
PEMBAHASAN
A. Ayat Al-Qur’an dan Susunannya
1. Pengertian Ayat
Ayat dari segi bahasa berarti tanda, alamat, dalil/bukti, dan
mukjijat.
Seperti kata ayat dalam surat Al-mu’minun:50
‫وجعلنا ابن مريم وامه ءاية‬
“Dan telah kami jadikan (Isa) putra Maryam beserta ibunya suatu
bukti yang nyata bagi (kekuasaan Kami)."
Menurut istilah ‘ayat’ adalah :
‫واالية هي الجملة من كالم هللا المندرجة في سورة من القرأن‬
“Ayat adalah sejumlah kalam Allah yang masuk kepada surah
didalam Al-Qur’an.”1
Sedangkan pengertian ayat menurut para ulama memiliki beragam
pendapat . Ulama tafsir tidak sepakat dalam menetapkan pengertian
ayat. Al-Ja’bari misalnya, sebagai dikutip al-Zarkasyi
menjelaskan:
Ayat ialah Al-qur’an (wahyu) yang tersusun dari kalimat-kalimat yang
sempurna walaupun secara implisit (taqdiri) berawal dan berakhir serta
menyatu di dalam surah”, ada pula yang berpendapat bahwa ayat hanya
dapat diketahui melalui petunjuk dan tuntunan tuhan yang tidak ada
peranan logika di dalamnya. Pendapat ini dikemukakan oleh al-
Zamakhsyari sambil menyebut beberapa contoh seperti "‫"الم‬yang
terletak pada permulaan surah al-Baqarah, Ali’Imran, al-Ankabut, Al-
Rum, Luqman, dan al-Sajadah adalah satu ayat penuh; demikian pula "
‫"المص‬di permulaan al-A’raf . Sebaliknya ‫ "الر‬di awal al-Ra’d dan "‫"الر‬di
awal surat yunus, Hud, Yusuf, Ibrahim, dan al-Hijr tidak merupakan
satu ayat penuh, demikian antara lain dikutip oleh al-Zarkasyi dan Al-

1 Abdul Majid Khon,2008. Praktikum Qira’at. Hal.15


Zamakhsyari. Perbedaan definisi itu timbul karena berbedanya titik
pandang dari ahli yang memberikan definisi tersebut. Al-Ja’bari
cenderung melihat ayat itu sebagai suatu kalimat yang sempurna
walaupun kelihatan lahirnya hanya satu kata. Sementara al-
Zamakhsyari lebih menekankan dogma yang terkandung di dalamnya
sehingga kita kurang diajak bernalar lebih jauh dengan menggunkan
pemikiran rasional. Dari itu untuk memberikan gambaran yang utuh
tentang makna ayat, maka kedua definisinya menjadi: “ayat ialah
sejumlah huruf yang tersusun sehingga membentuk kata atau kalimat
yang diketahui lewat bimbingan dan petunjuk tuhan”. Definisi ini
menjelaskan kepada kita, bahwa ayat Alqur’an tidak harus satu kalimat
sempurna, melainkan satu kata pun cukup seperti "‫ "ارّحمن‬dan "‫مدها ّمتان‬
"yang keduanya terdapat dalam surah al-Rahman; bahkan beberapa
huruf saja pun dapat dipandang sebagai satu ayat sempurna.
2. Perbedaan Jumlah Ayat dan Sebabnya
Menurut Ibnu Abbas jumlah ayat dalam Al-qur’an sebanyak 6.616
ayat. Adapun menurut keterangan yang masyhur berjumlah 6.666,
jumlah angka ini yang paling mudah pada umumnya diingat oleh umat
islam. Para ulama sepakat angka depan dari jumlah ayat yaitu 6.000,
tetapi angka berikutnya diperselisihkan. Diantara mereka ada yang
menghitung 6.213 ayat yaitu hitungan menurut penduduk Mekah, ada
juga 6.214 ayat menurut hitungan penduduk Madinah, ada juga yang
menghitung 6.216 ayat menurut hitungan penduduk Bashrah, dan ada
juga yang menghitung 6.236 ayat hitungan penduduk Kufah. Alasan
perbedaan jumlah ayat ini diantaranya adalah:
a) Karena Nabi SAW. Pada suatu ketika mewaqofkan pada akhir
suatu ayat (fashilah), ketika sudah dimaklumi oleh para
sahabat banyak dilain waktu beliau mewashalkannya. Oleh
sebagian pendengarannya (sahabat) menduga bukan akhir ayat.
b) Para Ulama juga berbeda dalam menghitung fawatih as-suwar
(permulaan surah) yang terdiri dari huruf hijaiyah atau al-ahruf
al-muqaththa’ah (huruf-huruf yang terpotong). Sebagian ulama
menghitung" "‫ المص‬suatu ayat tetapi mereka tidak menghitung
"‫ "المر‬suatu ayat. Mereka menghitung "‫ "يس‬suatu ayat, tetapi
tidak menghitung "‫ "طس‬suatu ayat. Demikian juga mereka
menghitung" "‫ حمعسق‬dua ayat tetapi tidak menghitung ‫"كهيعص‬
"dua ayat padahal serupa dan hampir sama. Atau sebagian
ulama menghitung fawatih as-suwar tersebut sebagai suatu
ayat dan ulama lain tidak menghitungnya satu ayat. Perbedaan
perhitungan jumlah ayat tersebut hanya karena berbeda dalam
menghitung sebagian ayat-ayat Al-qur’an apakah waqaf Nabi
pada saat membacanya dihitung satu ayat atau waqaf ditengah-
tengah ayat atau perbedaan dalam menghitung permulaan
surah.
3. Tertib Ayat (Cara Mengetahui Awal dan Akhir Ayat)
Tertib atau urutan ayat-ayat al-Qur’an ini adalah tauqifi dari
Rasulullah SAW. (ketentuan dari Rasulullah SAW. atas petunjuk dari
Allah melalui malaikat Jibril).
Sebagian ulama meriwayatkan bahwa pendapat ini adalah ijma’, di
antaranya adalah al-Imanm al-Zarkasyi dalam kitabnya al-Burhan fi
‘Ulum al-Qur’an dan Abu Ja’far Ibn Zubair dalam kitabnya al-
Munasabah, di mana ia mengatakan: “Tartib ayat-ayat di dalam surah
itu berdasarkan tauqifi dari Rasulullah dan atas perintahnya, tanpa
diperselisihkan kaum muslimin.” Al-Imam al-Sayuti telah memastikan
hal itu, ia berkata: “Ijma’ dan nas-nas serupa menegaskan, tertib ayat-
ayat dan surah-surah itu adalah tauqifi, tanpa diragukan lagi.” Jibril
menurunkan beberapa ayat kepad Rasulullah dan menunjukkan
kepadanya tempat di mana ayat-ayat yang turun sebelumnya. Lalu
Rasulullah memerintahkan kepada para penulis wahyu untuk
menuliskannya di tempat tersebut. Ia mengatakan kepada mereka:
“Letakkanlah ayat-ayat ini pada surah yang di dalamnya disebutkan
begini dan begini.” Susunan dan penempatan ayat tersebut sebagaimana
yang disampaikan para sahabat kepada kita. Usman bin Abi al-‘As
berkata:
Aku tengah duduk di Samping Rasulullah, tiba-tiba pandangannya
menjadi tajam lalu kembali seperti semula. Kemudian katanya, Jibril
telah datang kepadaku dan memerintahkan agar aku meletakkan ayat ini
di tempat anu dari surah ini : ( QS. al-Nahl,16:90). Usman bin Affan
berhenti ketika mengumpulkan al-Qur’an pada tempat setiap ayat dari
sebuah surah dalam al-Qur’an dan sekalipun ayat itu telah dimansukh
hukumnya, tanpa mengubahnya. Ini menunjukkan bahwa penulisan ayat
dengan tertib seperti ini adalah tauqifi. Pada sisi lain, Jibril senantiasa
mengulangi dan memeriksa al-Qur’an yang telah disampaikannya
kepada Rasulullah sekali setiap tahun, pada bulan Ramadhan dan pada
tahun terakhir kehidupannya sebanyak dua kali. Dan pengulangan Jibril
terakhir ini seperti tertib yang dikenal sekarang ini
4. Rahasia Tertib Ayat (Faedah Mengetahui Ayat dan Tertibnya)
Dengan lahirnya berbagai kritik dan pertanyaan-pertanyaan tentang
urutan ayat dan surah-surah Al-Qur`an kita bisa mengambil hikmahnya
bahwa dengannya telah menggugah para ulama untuk melahirkan
karya-karya untuk menjawab kritikan-kritikan dan pertanyaan-
pertanyaan tersebut, yang diantaranya: Al-Khaththabi (319-388) dalam
bukunya “Bayan I`jaz al-Qur`an” dengan jawaban bahwa tujuan
digabungkannya berbagai persoalan yang dibahas dalam satu surat agar
setiap pembaca al-Qur`an dapat memperoleh sekian banyak petunjuk
dalam waktu yang singkat tanpa membaca seluruh ayat-ayat al-Qur`an.
Dan ada juga yang menjawabnya dengan alasan bahwa
keanekaragaman persoalan yang dibahas dalam satu surah, sesuai
dengan fitrah manusia agar tidak timbul kejenuhan dalam hatinya jika ia
membaca satu persoalan saja, dan lahir juga buku Nazhm ad-Durar Fi
Tanasub al-Ayat wa as-Suwar karya Ibrahim Ibn `Umar al-Biqa`i, yang
konon penyusunannya demikian lama sampai 14 tahun penuh, dan juga
ulama yang membicarakan hal tersebut adalah Jalaluddin as-Sayuthi
dengan bukunya Asrar Tartib al-Qur`anatau dalam bukunya al-
Itqan, dan bahkan selama 14 abad ini, khazanah intelektual Islam telah
diperkaya dengan berbagai macam perspektif dan pendekatan dalam
menafsirkan al-Qur`an. Walapun demikian terdapat kecenderungan
yang umum untuk memahami al-Qur`an secara ayat perayat, bahkan
kata perkata. Selain itu, pemahaman akan al-Qur`an terutama
didasarkan pada pendekatan filologis-grametikal, pendekatan ayat
perayat atau kata perkata ini tentunya akan menghasilkan pemahaman
yang parsial (sepotong) tentang pesan al-Qur`an. Bahkan sering terjadi
penafsiran semacam ini secara tidak semena-mena menanggalkan ayat
dari konteks dan kesejarahannya untuk membela sudut pandang
tertentu.
5. Perbedaan Jumlah Huruf Al-Qur’an
Menurut riwayat Ibnu Mahron bahwa jumlah huruf di dalam Al-
Qur’an adalah 3.23.015 huruf, menurut Ibnu Abi Dawud Annajah
berjumlah 3.40.740 huruf, dan menurut Imam Abu Amr Addani
menukil dari Ibnu Juraij bahwa Humaid bin Qois yang beliau
sampaikan kepada Mujahid, dan Said bin Jubair, bahwa jumlah huruf
pada Al-Qur’an adalah 3.23.671. Sedangkan Menurut Hajaj sepakat
bersama para quro’ dan hufadz bahwa jumlah Al-Qur’an dari sisi
kalimat adalah 77.439 kalimat, dan jumlah hurufnya adalah 3.23.015
huruf.
B. Surah Al-Qur’an dan Susunannya
1. Pengertian Surah
Dari segi bahasa kata surah jamaknya suwar (‫ )سوار‬yang berarti
kedudukan atau tempat yang tinggi, sesuai dengan kedudukan Al-
Qur’an karena dia diturunkan dari tempat yang tinggi yaitu lauh Al-
mahfuzh dari sisi Tuhan yang Maha Tinggi pula yaitu Alloh swt.2

2 Mashuri Sirojuddin Iqbal, dkk. 1987. Pengantar Ilmu Tafsir. Bandung:


Angkasa. Hal.63-64.
Menurut Manna al-Qattan, surah adalah: “sejumlah ayat Qur`an
yang mempunyai permulaan dan kesudahan”. Sedangkan istilah surah
menurut Taufik merupakan nama yang digunakan untuk
merujuk “bab” al-Qur`an yang seluruhnya berjumlah 114 (menurut
perhitungan mushaf Ustmani yang disepakati). Sebagaimana kata surah
muncul sembilan kali didalam al-Qur`an dalam bentuk tunggal dan satu
kali dalam bentuk jamak (suwar). Menurut Al-Ja’bury, surah adalah
suatu bacaan yang terdiri dari ayat-ayat, mempunyai pembukaan dan
penutup, paling sedikit terdiri dari tiga ayat
2. Penamaan Surah
Umumnya, pemberian nama surah disesuaikan dengan tema yang
dibicarakan surah tersebut atau dengan nama yang telah ada dalam
surah, seperti “al-Baqarah”, “Ali ‘Imran”, dan “al-Isra’”. Dalam
naskah-naskah kuno aI-Qur’an, nama-nama surah sering dituliskan
dengan nama semisal “Surah yang membicarakan sapi betina (al-
Baqarah)” atau “Surah yang membicarakan keluarga Imran (Ali
‘Imran). Nama-nama dan sifat-sifat ini telah ada pada masa awal Islam
berdasarkan kesaksian atsar dan sejarah. Bahkan, nama sebagian surah
telah disebutkan dalam beberapa hadits Nabi, seperti surah Al-Baqarah,
Ali ‘Imran, Hud, dan al-Waqi’ah. Nama-nama surah dalam Al-Qur’an
tidak selalu menunjukkan makna kandungan atau pembahasan dalam
suatu surah, penamaan suatu surah juga tidak selalu diambil dari kata
awal suatu surah. Seperti surah ke-16 yang diberi nama An-Nahl yang
berarti lebah. Dalam surah tersebut kata An-Nahl dsebutkan pada ayat
68 yang terletak lebih dari separuh ayat dari awalnya, dan ayat 68 hanya
satu-satunya yang membicarakan lebah. Juga pada surah ke-26 yang
diberi nama Ash-Shura, ayat yang satu-satunya menyebutkan kata
tersebut hanya terdapat dalam ayat 224 yang merupakan ayat terakhir
dari surah tersebut.
3. Pembagian Surah (dari aspek panjang dan pendek)
a) At-Thiwal (‫ = الطوال‬panjang), yaitu surah yang jumlah ayatnya
lebih dari 100 sampai 200-an atau memang lebih panjang dari
yang lain. Surah panjang ini ada 7, oleh karena itu disebut As-
Sab’u At-thiwal yaitu: Al-Baqarah (286), Ali-Imran (200), An-
Nisa (176), Al-Maidah (120), Al-An’am (165), Al-A’raf (206)
dan yang ketujuhnya ada perbedaan pendapat, ada yang
mengatakan Al-Anfal (75) dan At-Thaubah (129) sekaligus
karena keduanya tidak dipisahkan dengan basmalah. Dan ada
juga yang mengatakan surah yang ketujuh adalah surah Yunus
(108).
b) Al-Mi’un, yaitu surah yang banyak ayatnya sekitar seratus ayat
atau lebih sedikit. Seperti Hud (123), Yusuf (111), Mu’min
(118), dsb.
c) Al-Matsani, yaitu surah yang panjang ayatnya di bawah Al-
mi’un. Al-Fara’ berkata: yaitu surah yang jumlah ayatnya
kurang sedikit dari 100 ayat. kata Al-Matsani artinya terulang-
ulang, karena surah-surah itu terulang-ulang dibaca dalam
sholat dari pada Ath-Thiwal dan Al-Miun. Seperti Al-Anfal
(75), Al-Hijr(99) dsb.
d) Al-Mufashshal, yaitu surah yang panjang ayatnya mendekati Al-
matsani yang disebut juga sebagai surah pendek.
Menurut An-Nawawi surah al-mufashshal ini adalah dari surah Al-
hujarat sampai akhir surah dalam Al-quran.
Al-mufashshal ini dibagi lagi menjadi 3 bagian yaitu:
a) Ath-Thiwal (panjang), yaitu al-mufashshal tetapi yang
panjang. Dari surah Qaf atau dari surah Al-Hujarat sampai
dengan surah An-Naba’ atau surah Al-Buruj.
b) Al-Awsath (pertengahan),yaitu surah Al-mufashshal yang
pertengahan dari surah Ath-Thariq sampai dengan surah
Ad-dhuha atau Al-bayyinah.
c) Al-qishor (pendek), yakni al-mufashshal yang pendek dari
surah Ad-Dhuha atau surah Al-bayyinah sampai dengan
akhir surah dalam Al-qur’an yakni An-Nas.
4. Penyusunan Surah dan Tertibnya
Para ulama berbeda pendapat tentang tertib (pengurutan) surat
menjadi beberapa pendapat:
a) Tauqifi: Rasulullah saw. sendiri yang mengurusinya sesuai
dengan apa yang dikabarkan oleh Jibril as. berdasarkan
perintah Allah SWT. Al-Qur’an sejak zaman
Rasulullah saw sudah tersusun surat-surat dan ayat-ayatnya
seperti tertib (urutan) yang ada di zaman kita sekarang.
b) Ijtihad: Yaitu bahwa tertib surat berdasarkan ijtihad dari
para Sahabat Radhiyallahu 'anhum, buktinya adalah
berbedanya mushaf-mushaf mereka di dalam
pengurutannya.
c) Sebagian tauqifi dan sebagian dengan ijtihad para
Shahabat: As-Suyuti mengatakan: “Dan sesuatu yang
melapangkan dada ialah apa yang ditunjukkan oleh Al-
Baihaqi bahwa sesungguhnya tertib seluruh surah Al-
Qur’an adalah tauqify, kecuali surah Al-Baraah dan surah
Al-Anfaal. Dan tidak semestinya meminta bereskan qiraat
Rasulullah sawdalam surah-surah yang berurutan, karena
tertib surah-surahnya sudah begitu keadaannya. Maka
tidaklah ditolak hadits tentang qiraat Nabi dalam surah An-
Nisa sebelum surah Ali-Imron karena tertib surah-surah
dalam qiraat itu bukan wajib. Kemungkinan Nabi
melakukan itu untuk menjelaskan kebolehan.
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Ayat dari segi berarti tanda, alamat, dalil/bukti, dan mukjijat.
Sedangkan surah dari segi bahasa adalah jamak dari kata suwar (
‫ )سوار‬yang berarti kedudukan atau tempat yang tinggi.
2. Menurut Ibnu Abbas jumlah ayat dalam Al-qur’an sebanyak 6.616
ayat. Adapun menurut keterangan yang masyhur berjumlah 6.666,
jumlah angka ini yang paling mudah pada umumnya diingat oleh
umat islam. Para ulama sepakat angka depan dari jumlah ayat yaitu
6.000, tetapi angka berikutnya diperselisihkan.
3. Tertib atau urutan ayat-ayat al-Qur’an ini adalah tauqifi dari
Rasulullah SAW. (ketentuan dari Rasulullah SAW. atas petunjuk
dari Allah melalui malaikat Jibril).
4. Umumnya, pemberian nama surah disesuaikan dengan tema yang
dibicarakan surah tersebut atau dengan nama yang telah ada dalam
surah, seperti “al-Baqarah”, “Ali ‘Imran”, dan “al-Isra’”. Surah
terbagi menjadi 4, yaitu At-Thiwal , Al-Mi’un, Al-Matsani, dan
Al-Mufashshal. Para ulama berbeda pendapat tentang tertib
(pengurutan) surat menjadi beberapa pendapat, yaitu Taufiqi,
Ijtihad, serta sebagian tauqifi dan sebagian dengan ijtihad para
Sahabat.
DAFTAR PUSTAKA

Mashuri Sirojuddin Iqbal, dkk. 1987. Pengantar Ilmu Tafsir. Bandung: Angkasa
Khon, Abdul Majid. 2008. Praktikum Qira’at. Jakarta : Amzah
Baidan, Nashruddin. 2005. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar

Anda mungkin juga menyukai