Anda di halaman 1dari 9

SURAH DAN AYAT AL QUR’AN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah ULUMUL QUR’AN

Disusun Oleh:
Mohammad Rofid Nafi`uddin (1222019)
Ahmad Ridha Imam Asy’ari (1222020)

HUKUM KELUARGA
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG
2023
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Allah menurunkan al-qur’an dengan begitu indahnya. Dari segi bahasa,
susunannya, ataupun hal lain yang membuat kita sebagai manusia terkagum-
kagum akan ciptaanNya, dan membuat kita berfikir bahwa al-qur’an itu benar-
benar mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, bukan buatan
manusia, atau makhluq Allah lainnya. Semua itu dapat kita lihat pada surat
dan ayat yang menjadi bagian dalam al-qur’an.
Dengan itu, kita perlu mengetahui apa saja yang ada dalam al-qur’an
terkait dengan surat dan ayat. Guna menambah kekuatan iman kita kepada al-
qur’an yang termasuk kitab Allah.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan surah dalam Al-Qur’an?
2. Apa yang dimaksud dengan ayat dalam Al-Qur’an?

C. TUJUAN
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan surah dalam al-qur’an
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan ayat dalam al-qur’an

1
PEMBAHASAN

A. SURAH
1. PENGERTIAN SURAH

Kata surah memungkinkan berasal dari tiga yaitu kata al-su’rah yang


berarti sisa air dalam bejana, al-sur yang berati pagar pembatas atau dinding
dan kata al-surah yang berarti pasal. Moenawar Kholil mengartikan kata surah
sebagai tingkatan atau martabat, tanda atau alamat, gedung yang tinggi serta
indah, sesuatu yang sempurna serta susunan yang bertingkat-tingkat.

Pada sisi terminologis, kita tidak melihat batasan surat dalam


perspektif yang berbeda. Pada umumnya memberikan batasan yang sama tentu
dengan sedikit penjelasan tambahan yang berbeda. Al-Zarkasyi misalnya
menjelaskan pengertian surat dengan “sekelompok ayat-ayat al-Qur’an yang
mempunyai permulaan dan penutup”. 1Al-Zarqani memberikan sedikit
tambahan bahwa sekelompok ayat-ayat al-Qur’an yang mempunyai permulaan
dan akhir itu adalah berdiri sendiri. Menurut Abdul Wahhab Abdulmajid
Ghazlan, surah adalah “kelompok tersendiri dari Al-Qur’an yang terdiri dari
sedikitnya tiga ayat”. Jadi dapat disimpulkan bahwa surah adalah “kelompok
tersendiri dari ayat-ayat Al-Qur’an yang mempunyai awal dan akhir”.

2. JUMLAH SURAH DALAM AL-QUR’AN


Pendapat yang paling umum diterima, jumlah surat al-Qur’an seperti
dalam mushaf Usman adalah 114 surat. Tetapi pendapat yang diterima dari
Mujahid surat al-Qur’an adalah 113 surat dengan menggabungkan surat al-
Anfal dengan surat al-Tawbah menjadi satu surat. Hasan, ketika ditanya
apakah surat al-Bara’ah dan surat al-Anfal itu satu surat atau dua surat,
menjawab “satu surat”. Ibnu Mas’ud dalam mushafnya terdapat 112 surat. Ini
karena ia tidak memasukan dua surat terakhir (mu’awidzatani) 2 yang oleh
Montgomery Watt dikatakan sebagai jimat-jimat pendek. Sementara sebagian
di antara ulama Syi’ah menetapkan bahwa jumlah surat al-Qur’an 116. Hal ini

1
al-zarqasyi, t.t : I, 263
2
al-Sayuthi, t.t: 67; Abu Syuhbah, 1996: 288

2
karena mereka memasukan surat qunut yang dinamai surat al-khaf dan al-hafd
yang oleh ditulis oleh Ubay di kulit al-Qur’an.

3. PENYUSUNAN SURAH DALAM AL-QUR’AN

Para ulama berbeda pendapat tentang susunan surat-surat al-Qur’an.


Ada tiga pendapat yang muncul tetang persoalan ini, yaitu: pertama, susunan
surat-surat al-Qur’an seluruhnya berdasarkan petunjuk Rasul (tawqifi).
Kedua, susunan surat-surat al-Qur’an adalah ijtihad para sahabat; dan ketiga,
susunan surat-surat al-Qur’an sebagian bersifat tawqifi dan sebagian lagi
adalah ijtihad sahabat.
Pendapat yang pertama ini didukung oleh ulama-ulama seperti Abu
Ja’far bin Nuhas, Ibnu al-Hasr dan Abu Bakar al-Anbari. Alasan yang
mendukung pendapat ini adalah riwayat Abu Syaibah bahwa Nabi pernah
membaca beberapa surat al-mufashshal dalam satu rakaat menurut susunan
mushaf al-Qur’an. Di samping itu juga pernyataan Ibnu Mas’ud yang
diriwayatkan oleh al-Bukhari bahwa ia pernah menyebutkan surat Makiyah,
surat Bani Israil, al-Kahfi, Maryam, Thaha dan al-Anbiya’ yang pertama kali
ia pelajari—secara beruntut seperti urutan sekarang ini. Al-Zarqani
menambahkan alasan golongan ini dengan mengatakan bahwa para sahabat
telah sepakat terhadap mushaf Usman dan tidak ada seorang pun dari sahabat
yang berkeberatan atau menyangkalnya. Kesepakatan ini tak terjadi kecuali
karena pengumpulan ini sifatnya tawqifi. Sebab bila seandainya berdasarkan
ijtihad maka para sahabat tentu akan berpegang teguh pada pendapat mereka
yangberlainan.
Pendapat kedua dinisbahkan kepada imam Malik. Dan al-Zarqani
menyebut bahwa pendapat ini adalah pendapat jumhur ulama dan termasuk di
dalamnya seperti al-Qadhi dan Abu Bakar. Argumen pendapat ini adalah
adanya beberapa mushaf pribadi beberapa orang sahabat yang sistematika
surat tersebut saling berbeda satu sama lain. Mushaf Ibnu Mas’ud misalnya,
dimulai dengan surat al-fatihah, al-Baqarah, an-Nisak, Ali Imran dan
seterusnya. Demikian juga dengan mushaf Ubay. Mushaf Ali disusun
berasarkan urutan turunnya ayat, karenanya dimulai dengan surat al-Alaq,
kemudian al-Mudaststir, Nun, Qalam dan seterusnya.
Pendapat ketiga beralasan dengan adanya beberapa hadis yang
menunjukkan bahwa sebagian surat-surat al-Qur’an tertibnya berdasarkan
petunjuk Rasul dan juga pada sisi lain terdapatnya beberapa mushaf sahabat
yang susunan surat-suratnya berlainan. Abu Muhammad Ibnu Athiyah

3
mengatakan bahwa sebagian besar surat-surat al-Qur’an diketahui
susunannya pada masa nabi seperti al-Sab’u al-Thiwal dan Mufasshal,
sedangkan sebagian lain adalah berdasarkan ijtihad para sahabat nabi.
Dari ketiga pendapat yang dikemukakan di atas Manna’ al-Qaththan
cenderung pada pendapat yang pertama, karena menurutnya pendapat ini
lebih kuat dari pendapat lainnya.

4. PENAMAAN SURAH DALAM AL-QUR’AN


Surat-surat al-Qur’an tersebut memiliki nama-nama tersendiri. Sebuah
surat boleh jadi mempunyai satu atau beberapa nama. Surat al-Tawbah
misalnya, disebut juga dengan surat al-Bara’ah, dan al-Buhus. Surat al-Insan
dinamai pula dengan surat al-Dahr, dan lain-lain. Tetapi, nama-nama surat
tersebut tidaklah menunjukan judul atau tema pokok dari surat-surat tersebut
—meskipun tak dapat dipungkiri bahwa setiap surat mempunyai tema—tetapi
hanya dijadikan sebagai alat metode identifikasi. Nama-nama surat ini
diambil dari kata yang mencolok atau tidak lazim di dalamnya. Biasanya kata
ini muncul hampir di awal surat, tetapi tidak demikian selamanya. Surat 16
misalnya, diberi nama dengan surat al-Nahl (lebah) tetapi tidak disebutkan di
dalamnya hingga pada ayat 68 lebih separuh dari surat tersebut; bahkan ayat
ini (16: 68) merupakan satu-satunya bagian dari al-Qur’an yang berbicara
tentang al-Nahl. Senada dengan ini, surat 26 diberi nama dengan al-Syu’ara,
kata yang disebutkan al-Qur’an di dalam ayat 224 surat tersebut dan
merupakan bagian paling akhir dari surat tersebut.
Jelas sekali bahwa nama-nama surat ini tidak berasal dari al-Qur’an,
tetapi diperkenalkan oleh para-pakar al-Qur’an. Tampaknya tidak ada aturan
yang umum dalam pemilihan nama-nama surat tersebut. Orang-orang
menggunakan kata apa saja yang paling menonjol dalam suatu surat.
Sebagian ulama mengasumsikan bahwa nama-nama surat al-Qur’an ini
adalah petunjuk Rasul (tawqifi). (petunjuk Rasul). Sedangkan sebagian lagi
percaya bahwa penamaan surat tersebut berdasarkan jitihad sahabat yang
diambil dari pokok pembicaraan dalam surat itu. (Ismail, tt: 66). Tetapi,
tampaknya yang lebih masuk akal adalah bahwa Nabi sangat berperan dalam
mensosialisasikan nama-nama surat. Tidak mungkin Nabi saw sebagai
transmiter dan penerjemah al-Qur’an untuk para sahabat tidak memiliki

4
nama-nama surat sebagai alat identifikasi. Yang jelas sejak masa yang paling
awal Nabi dan sahabat-sahabat telah mengetahui dan mempopulerkan nama-
nama surat al-Qur’an.

B. AYAT
1. PENGERTIAN AYAT
Pengertian ayat secara etimologi dalam Al-Qur’an bermacam-macam,
pertama berarti tanda, seperti yang terdapat pada surah Al-Baqarah ayat 248.
Yang kedua berarti ibrah atau pelajaran, seperti yang terdapat pada surah Al-
Baqarah ayat 164. Yang ketiga adalah mu’jizat, seperti yang terdapat pada
surah Al-Baqarah ayat 211. Yang ke empat adalah, hal yang menajubkan,
seperti dalam surah Al-Mu’minun ayat 50. Dan yang kelima berarti dalil,
baurhan, atau bukti, seperti dalam surah Ar-Rum ayat 22.
Dan secara terminologis, para ulama memberi batasan ayat dengan
sekelompok kata yang mempunyai permulaan dan akhir yang berada dalam
suatu surat al-Qur’an (al-Zarqani, 1988: I, 350). Batasan ini didukung oleh al-
Qur’an sendiri yang mengungkapkan ayat dengan pengertian tersebut sehingga
makana etimologis tetap relevans dengan pengertian terminologis.
Salah satunya adalah dalam surat Yusuf ayat 1:
‫الرتلكءاياتالكتابالمبين‬
Alif lam ra. Ini adalah ayat-ayat kitab (al-Qur’an) yang nyata (dari Allah)
Seperti halnya surat, panjang pendek ayat juga sangat beragam. Dalam
beberapa surat, pada umumnya surat-surat panjang, ayat-ayat pun yang
panjang dan menggugah. Sedangkan dalam surat-surat pendek yang terletak di
bagian akhir al-Qur’an, surat-suratnya pun pendek, padat dan mengena.
Namun kenyataan seperti itu bukanlah aturan yang mutlak. Sebab, surat 98
atau surat al-Baiyinah berisi 6 ayat panjang untuk ukuran surat-surat yang
bersamanya. Demikian pula pada surat 26 atau surat al-Syu’ara yang tergolong
surat yang panjang berisi lebih dari 100 ayat yang pendek-pendek. Pada ayat-
ayat yang panjang yang terdapat dalam surat yang panjang, bentuk
ungkapannya sangat beragam, tak dapat ditentukan matra yang baku, baik
pada suku-suku kata atau pada tekanan. Pada umumnya akhiran-akhiran dari
ayat tersebut adalah bunyi yang dibentuk dengan akhiran kata benda dan kata

5
kerja berbentuk jamak, -un dan –in, diselang-seling dengan kata bentukan
yang secara teknis disebut fail, salah satu bentuk yang paling umum di dalam
bahsa Arab. Sebagai contoh ‫ يتفكرمن‬،‫ تعقلون‬dan ‫ كافرون‬،‫ظالمون‬. Dan inilah bentuk
yang umum dan paling banyak digunakan. Tetapi juga terkadang dengan
akhiran vokal panjang a. Sedangkan pada ayat-ayat yang pendek-pendek
memiliki irama dan ritma yang juga sangat bervariasi. Terkadang semua atau
sebagian besar ayat-ayatnya berakhiran ud, ha dan lain-lain.

2. JUMLAH AYAT DALAM AL-QUR’AN


Secara umum dapat dinyatakan bahwa para ulama menghitungnya
tidak kurang dari 6200 ayat. Tetapi, secara rinci mereka berbeda pendapat.
Orang-orang Madinah menyuguhkan dua pendapat. Pendapat pertama
mengatakan bahwa seluruh ayat al-Qur’an berjumlah 6217 ayat. Sedangkan
pendapat yang kedua menyatakan bahwa seluruhnya berjumlah 6214 ayat.
Orang-orang Mekah menghitung ayat al-Qur’an secara keseluruhan sebanyak
6220 ayat. Sedang orang-orang Kufah menyatakan 6226 ayat dan orang-
orang Basrah menyatakan jumlah ayat al-Qur’an seluruhnya adalah 6205
ayat. Sementara pendapat yang beredar di masyarakat awam bahwa ayat al-
Qur’an seluruhnya berjumlah 6666 ayat tampaknya kurang dapat diterima.
Angka ini barangkali lebih bernuansa mitos atau keramat dibanding dengan
realita konkrit.
Perbedaan penetapan basmalah sebagai ayat dari surat-surat al-Qur’an
atau tidak menyebabkan ulama berbeda pendapat dalam menentukan jumlah
ayat al-Qur’an. Seperti yang dinyatakan oleh Hamka, ada dua pendapat
tentang basmalah ini. Sebagian besar sahabat dan ulama salaf berpendapat
bahwa basmalah adalah ayat pertama dari setiap surat. Dari golongan sahabat
yang berpendapat demikian antara lain: Ibnu Abbas, Ali bin Abi Thalib,
Abdullah ibn Umar dan Abu Hurairah. Sedangkan dari golongan ulama salaf
antara lain: Ibnu Katsir, al-Kasa’i, al-Syafi’i, al-Tsauri dan Ahmad.
Sedangkan sebagian lagi menyatakan bahwa basmalah bukan ayat pertama
dari setiap surat, tetapi hanya sebagai pemisah antara satu surat dengan surat
lainnya. Di antara mereka yang berpendapat seperti ini adalah Imam Malik
dan al-Auza’i. (Hamka, 1982: 74).
Di samping itu, serta penentuan fashilah dan ra’s al-ayat juga menjadi
6
sebab perbedaan pendapat ulama dalam menghitung jumlah ayat. Fashilah
adalah istilah yang diberikan kepada kalimat yang mengakhiri ayat dan
merupakan akhir ayat. Sedangkan ra’s al-ayat adalah akhir ayat yang padanya
diletakkan tanda fashal (pemisah) antara ayat yang satu dengan ayat yang
lain. Fashilah ini terkadang berupa ra’s al-ayat dan terkadang tidak. Dengan
demikian, setiap ra’s al-ayat adalah fashilah dan tidak setiap fashilah adalah
ra’s al-ayat (Manna’ al-Qaththan, tt: 153). Fashilah dan ra’s al-ayat ini
mungkin mirip dengan sajak, seperti yang dikenal dalam ilmu Badi’
(stalistik). Tetapi ulama tidak menggunakan istilah sajak karena al-Qur’an
bukan karya sastrawan atau ungkapan para nabi, tetapi adalah wahyu Allah
yang tentu lebih tinggi kedudukannya dibanding sajak. Di samping itu,
fashilah yang dimaksud dalam al-Qur’an adalah meruntutkan makna dan
bukan fashilah itu sendiri yang dimaksud. Sementara sajak, maka sajak itu
sendiri yang dimaksudkan (dalam suatu perkataan) dan baru kemudian arti
perkataan itu dialihkan kepadanya, sebab hakikat sajak ialah menguntai
kalimat dalam satu irama.

PENUTUP
KESIMPULAN
Pendapat yang paling umum diterima, jumlah surat al-Qur’an seperti
dalam mushaf Usman adalah 114 surat. Tetapi pendapat yang diterima dari
Mujahid surat al-Qur’an adalah 113 surat dengan menggabungkan surat al-
Anfal dengan surat al-Tawbah menjadi satu surat. Hasan, ketika ditanya
apakah surat al-Bara’ah dan surat al-Anfal itu satu surat atau dua surat,
menjawab “satu surat”. Ibnu Mas’ud dalam mushafnya terdapat 112 surat. Ini
karena ia tidak memasukan dua surat terakhir (mu’awidzatani) yang oleh
Montgomery Watt dikatakan sebagai jimat-jimat pendek. Sementara sebagian
di antara ulama Syi’ah menetapkan bahwa jumlah surat al-Qur’an 116. Hal
ini karena mereka memasukan surat qunut yang dinamai surat al-khaf dan al-
hafd yang oleh ditulis oleh Ubay di kulit al-Qur’an.

7
DAFTAR PUSTAKA

Manna’ Qaththan, tt: 126; al-Zanjani, 1986: 85).


al-Zarqani,1988: I, 352.
Manna’ al-Qaththan, tt: 154)

http://isialkitaab.wordpress.com/kajian-ayat-dan-surat-al-quran/

http://wahdah-banggai.blogspot.com/2011/06/pembagian-surat-surat-al-quran-dan-
ayat.html

Anda mungkin juga menyukai