Anda di halaman 1dari 11

KEL 2 TAKHRIJ AL-HADIST

Siti Lailatul Fitri (12201173021)

Nurif Eiqrotul Kibtiyah (12201173185)

Rahmad Efendi (12201173229)

Estiti Rifngatul Kamila (12201173329)

Ainur Rohimah (12201173455)

A. Penggunaan Metode Takhrij Al-Hadist Melalui Sahabat Perawi Pertama


Al-Takhrij menurut bahasa berarti berkumpulnya dua perkara yang berlawanan
pada sesuatu yang satu. Takhrij hadist adalah penelusuran atau pencarian hadis dari
berbagai kitab hadis sebagai sumber asli dari hadist yang bersangkutan yang di dalam itu
ditentukan secara lengkap matan dan sanad hadis yang bersangkutan. Dalam arti lain
bahwa takhrij adalah mengemukakan hadis kepada orang banyak dengan menyebut para
perawinya dalam sanad yang telah menyampaikan hadits itu dengan metode periwayatan
yang ditempuh.1Menurut Syuhudi Ismail, metode takhrij hadist ada dua macam yaitu
metode takhrij al- hadist bi al-Lafzh (penelusuran hadist melalui lafazh), metode Takhrij
al- hadist bi al-Maudhu’ (pencarian hadist melalui topik masalah).2
Jadi tujuan utama men-takhrij hadists adalah untuk mengetahui sumber asal hadis
yang di-takhrij serta keadaan hadist tersebut dari segi diterima dan ditolak. Adapun
kegunaan kegiatan Takhrij al- hadist ini, antara lain:
1. Mengetahui sumber asal suatu hadis beserta ulama yang meriwayatkannya.
2. Mengetahui keadaan sanad hadis dan silsilahnya berapa pun banyaknya, apakah
sanad-sanad itu bersambung atau tidak.
3. Meningkatkan kualitas suatu hadis dari dha’if menjadi hasan, karena
ditemukannya syahid atau t abi’.
4. Memperjelas perawi hadis yang samar dan dapat memperjelas perawi hadis
yang tidak diketahui namanya melalui perbandingan antara sanad-sanad.
5. Dapat membedakan hadis yang mudraj dari yang lain

Secara garis besar menurut Mahmud al-Thahan Metode men-takhrij ada lima
macam salah satu diantaranya yang akan kami paparkan adalah:

Tahkrij dengan cara mengetahui Sahabat yang meriwaytkan hadis. Metode ini
dapat dilakukan jika nama sahabat yang meriwayatkan hadis tersebut sudah diketahui.

1
Muhammad Syuhdi Isma’il, Metodologi Penelitian Hadis Nabi,(Jakarta:Bulan Bintang,1992),hlm.43
2
Muhammad Syuhdi Isma’il,Cara Praktis Mencari Hadist,(Jakarta:Bulan Bintang,1991)hlm.71.
Dan apabila sudah diketahui, maka pen-takhrij-an dilakukan dengan menggunakan tiga
macam kitab hadis, yaitu:
1. Kitab Musnad
2. Kitab Atraf
3. Kitab Mu’jam3

B. Kitab Musnad dan Contohnya


1. Pengertian Kitab Al-Musnad

Al-Musnad merupakan jenis lain dari kitab takhrij yang disusun berdasarkan
perawi teratas, dan menentukan hadis setiap sahabat sendiri-sendiri. Mereka
menyebutkan seorang sahabat dan namanya dicantumkan hadis-hadis yang
diriwayatkannya dari Rasulullah SAW dan pendapat serta tafsirnya. Maksudnya agar
lebih mudah dihafal oleh orang lain. Hafalan bagi mereka pokok periwayatan sahabat,
dan kedudukannya dianggap seperti surat-surat Al-Qur’an yang memberikan
semangat tersendiri untuk menghafal surat-surat lain setelah selesai satu surat.4

Secara etimologi atau bahasa kata musnad sendiri diartikan sandaran atau yang
disandari. Dalam meriwayatkan hadis harus disertai sandaran (sanad), dari siapa
seorang rawi menerima sebuah hadis. Dalam sejarah penghimpunan dan
pengkodifikasian, hadis didasarkan pada hafalan dan ingatan para ulama. Sandaran ini
sebagai pedoman dan pegangan dalam periwayatan, sehingga penetapan sah atau
tidaknya suatu hadis sangat bergantung pada sanad ini. Dalam pembukuan hadis,
musnad ini dijadikan nama teknik pembukuan yang secara terminologi ilmu hadis
diartikan sebagai berikut:

“Kitab Musnad adalah kitab yang mentakhrij (mengeluarkan ) hadis -hadisnya


didasarkan pada nama-nama sahabat dan penghimpunan beberapa hadis pada
masing-masing sahabat sebagian kepada sebagian.”

Pembukuan hadis yang didasarkan pada nama para sahabat yang


meriwayatakannya adalah musnad. Sistematika penghimpunan hadis didasarkan pada
nama para sahabat yang meriwayatkannya tanpa memperhatikan permasalahan atau
topik hadis serta kualitasnya. Misalnya: semua hadis Nabi yang diperoleh seorang
periwayat melalui `Aisyah dikelompokkan pada bab hadis-hadis Aisyah, hadis-hadis
yang didapatkan seorang periwayat dari seorang sahabat `Abdullah bin `Abbas
dikelompokkan pada bab hadis-hadis `Abdulah bin `Abbas, dan seterusnya tanpa
melihat topiknya.

2. Contoh Kitab Musnad.

3
Mahmud al-Thahan, Usul Al-Takhrij Wa Dirasat Al-Sanid Al-Riyad, Maktabah Al-Ma’arif,1987,hlm.37
4
Ahmad Izzan, Study Takhrij Hadis,(Bandung:Humaniora,2012).hlm.64.
Musnad yang berhasil ditulis para ahli hadits jumlahnya cukup banyak. Menurut
Al-Kattani (w. 466 H ) dalam Al-Risalah al-Mustatrafah bahwa kitab-kitab sanad
tersebut berjumlah 82 kitab, dan selain itu masih banyak lagi. Penulis kitab musnad
memiliki pendekatan dan warna yang berbeda dalam menulis kitabnya, yaitu:
a. Ada yang menulisnya dengan pendekatan urut-urutan huruf alfabet (merupakan
cara yang paling mudah dan memudahkan),
b. Ada yang menulisnya berdasarkan urutan waktu masuk Islam, mulai dari Abū
Bakr as-Siddiq dan seterusnya,
c. Ada yang berdasarkan kabilah (bangsa),
d. Ada yang menulisnya berdasarkan pengelompokkan wilayah Negara atau tempat
asal, dan lain sebagainya.5

Kitab hadis yang disusun secara musnad ini misalnya ;

a. Musnad Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H).


b. Musnad Abu Bakar Abdullah bin Az-Zubair Al-Humaidi (w. 219 H).
c. Musnad Abu Dawud Sulaiman bin Dawud At -Tayalisi (w. 204 H).
d. Musnad Asad bin Musa Al-Umawi (w. 212H).
e. Musnad Musaddad bin Musarhad al-As'adi al-Basrī (w.228 H),6
f. Musnad Nu’aim bin Hammad,
g. Musnad Ubaidillah bin Musa al-Aisi
h. Musnad Abu Khaisamah Zuhair bin Harb,
i. Musnad Abu Ya’la Ahmad bin Ali al-musani Al-Mausili (w. 249 H),
j. Musnad Aid bin Humaid (w. 249 H).

Dari beberapa Musnad di atas, hanya dua musnad yang cukup terkenal, yaitu Musnad
Al-Humaidi dan Musnad Ahmad bin Hanbal. Karena kedua kitab Musnad tersebut, yang
telah dicetak dan masyhur di kalangan masyarakat, sehingga mudah mendapatkannya.

a. Musnad Al-Humaidi
Berdasarkan informasi Mahmud al-Thahhan (1991:40), musnad ini ditulis
Al-Hafizh Abu Bakar Abdullah bin al-Zubair al-Humaidi, guru Al-Bukhari yang
wafat pada tahun 219 H, dalam ukuran sedang dan terdiri atas sebelas bagian
hadits namun yang dicetak ada sepuluh bagian hadits. Kitab musnad ini memuat
1300 hadits sesuai dengan jumlah nomor urut dalam naskah yang telah dicetak,
dan disusun berdasarkan urutan musnad shahabat.
Dalam sistematika kitabnya, beliau terlebih dahulu menyebutkan musnad
Abu Bakar As-Siddiq, khulafaur al-Rasyidin, sesuai dengan urutan sejarahnya.

5
Mahmud Al-Thahhan, Usul al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid,(Tanpa penerbit: 1991), hlm.40.
6
Sumber buku Siswa, Hadits Ilmu Hadits Kelas X MA,(Kementerian Agama Republik Indonesia,
2014),hlm.35.
b. Musnad Ahmad bin Hanbal
Musnad ini telah dicetak menjadi enam jilid besar dan semua 40.000
Hadits, ditulis al-Imam Ahmad bin Hanbal al-Syaibani (w. 241 H). Pada tepi kitab
ini, di tulis kitab Muntakhab Kanzul ‘Ummal Fi Sunanil al-Aqwali Wa al-Afali
karya Ali bin Hisamuddin, yang terkenal dengan Al-Muttaqi.
Musnad ini disusun berdasarkan musnad-musnad sahabat atau kitab yang
meriwayatkan hadits-hadits setiap sahabat, tanpa memperhatikan pokok bahasan
hadits itu, karena orang yang menghimpun semua hadits adalah shahabat yang
telah meriwayatkannya dari Rasulullah saw, beliau tidak menyusun nama-nama
sahabat berdasarkan urutan huruf hijaiyah, namun berdasarkan keutamaan, tempat
tinggal, dan kabilah para sahabat dan sebagainya.
3. Metode Musnad

Salah satu hal yang unik dalam penyusunan hadis adalah diantara para ulama
hadis ada yang tidak menggunakan metode klasifikasi hadis, melainkan berdasarkan
nama sahabat Nabi SAW yang meriwayatkan hadis itu. Metode ini disebut musnad,
sehingga orang yang merujuk kepada kitab musnad dan ia mau mencari hadis yang
berkaitan misalnya bab shalat, ia tak akan mendapatkan hasil apa-apa. Sebab dalam
kitab musnad tidak akan ditemukan bab shalat, bab zakat ataupun sebagainya, yang
ada hanyalah tentang nama-nama sahabat nabi. 7

4. Metode Takhrij dengan Kitab Musnad Imam Ahmad

Takhrij dengan musnad Imam Ahmad harus didahului dengan pengetahuan


terhadap sahabat yang meriwayatkan hadis. Bila kita tidak tahu siapa sahabat yang
meriwayatkan hadis yang akan kita takhrij, tentunya kita tidak mungkin
menggunakan metode ini (takhrij melalui perawi teratas), baik dengan musnad Imam
Ahmad atau musnad-musnad lainnya.

Bila kita telah memgetahui sahabat yang meriwayatkan hadis tersebut, maka kita
dapat mencari hadis pada musnad ini. Akan sangat membantu sekali bila terlebih
dahulu melihat daftar isi yang terdapat pada halaman-halaman pertamanya atau
daftar-daftar isi yang terdapat pada akhir jus. Bila kita telah sampai pada hadis-
hadisnya, maka langkah selanjutnya menelusuri hadis-hadis untuk sampai pada hadis
yang dimaksud. Memang terkadang memerlukan terutama pada sahabat-sahabat yang
terbanyak meriwayatkan hadis, seperti: Abu Hurairah, Ibn Abbas, Aisyah. Jika telah
sampai pada hadis yang dimaksud, maka katakan: “Hadis ini dikeluarkan oleh Imam
Ahmad dalam musnadnya pada juz sekian dan halaman sekian.” Dan yang terpenting
kita harus menukil penjelasan dari beliau sekitar hadis tersebut atau sekitar sanadnya.

Contoh:

7
Ahmad Izzan, Studi Takhrij Hadis.......hlm.283-284
َ‫ر ْاا ِالقَا َمة‬Pَ ‫اُ ِم ُر بِالَ ٌل اَ ْن يَ ْشفَ َع ااْل َء َذانَ َوي ُِو ْث‬
Langkah pertama kita lihat nama Annas pada musnad Imam Ahmad ini. Nama
beliau terdapat pada juz ketiga halaman 98. Kemudian, kita buka lembaran ini, disitu
kita dapati kumpulan hadis-hadis Anas ra. Hadis yang kita cari setelah menelusuri
seluruh hadis terdapat pada halaman 103. Lalu kita katakan: “Hadis ini dikeluarkan
oleh Imam Ahmad dalam musnadnya juz 3 halaman 103”. Dengan demikian, kita
telah selesai mentakhrij hadis dari musnad Imam Ahmad.

C. Kitab Athraf dan Contohnya


1. Pengertian Kitab Athraf

Menurut bahasa kata athraf jamak dari tharf (bagian dari sesuatu). Tharf hadist
adalah bagian hadist yang dapat menunjukkan hadist itu sendiri. kitab-kitab yang
disusun untuk menyebutkan bagian hadist yang menunjukkan keseluruhannya, lalu
disebutkan sanad-sanadnya pada kitab-kitab sumbernya.

Secara istilah, Kitab Aṭraf merupakan kitab yang hanya menyebutkan sebagian


hadis yang dapat menunjukkan lanjutan hadits yang dimaksud, kemudian
mengumpulkan seluruh sanadnya baik sanad satu kisah ataupun sanad dari beberapa
kitab. Para penulis biasanya menyusun urutannya berdasarkan musnad
para ṣahabat dengan susunan nama sesuai huruf-huruf hijaiyah, lalu menyebutkan
pangkal hadits yang dapat menunjukkan ujunngya, seperti hadits nabi: “Kullukum
ra`in…”, “Buniyal Islamu ‘Ala Khamsin…”, dan “Al-Imanu Bidh’un wa Sab’una
Syu’batan…”, demikian seterusnya.8
Pada umumnya kitab atraf ini disusun berdasarkan musnad-musnad sahabat sesuai
dengan urutan huruf hijaiyah. Maksudnya, kitab tersebut dimulai dari hadits-hadits
sahabat yang namanya dimulai dengan huruf alif, kemudian ba, dan seterusnya.
Tetapi terkadang kitab tersebut disusun berdasarkan huruf awal matan hadits.9
Jadi, Kitab al-Athraf ini merupakan kumpulan hadis-hadis dari beberapa kitab
induknya dengan cara mencantumkan bagian atau potongan haids-hadis yang
diriwayatkan oleh setiap sahabat. Penyusunnya hanyalah menyebutkan beberapa kata
atau pengertian yang menurutnya dapat difahami hadis yang dimaksud, sedangkan
sanad-sanadnya terkadang ada yang ditulis secara lengkap dan ada pula yang
sebagian saja.
Kitab athraf ini tidak menyebutkan keseluruhan matan hadits, seperti tidak
menyebutkan matan hadist secara harfiah dari kitab-kitab yang ditulis dalam kitab
athraf. Kitab ini hanya menyebutkan pengertian hadits dalam kitab-kitab hadits
tersebut. Akan tetapi bagi orang yang menginginkan matan hadits secara sempurna
sesuai dengan lafal aslinya bisa melihat kitab-kitab yang ditulis dalam kitab athraf.
8
Munzier Suparta, IlmunHadis, (Jakarta :PT Raja Grapindo Prasada,2006) hlm,90.
9
Ibid.,
Sebab kitab athraf tersebut memuat petunjuk yang tepat mengenai tempat hadits-
hadits itu, tidak seperti kitab musnad yang menyebutkan hadist secara keseluruhan
dan tidak perlu melihat sumber aslinya atau sumber lain.
2. Kegunaan kitab athraf
a. Untuk mempermudah mengetahui sanad hadits yang berbeda-beda, tetapi dapat
dikumpulkan dalam satu tempat
b. Sebagai tindak lanjut penyelamatan teks hadits, ini tentunya sebagai hasil
menelaah kembali teks-teks haditsnya dalam kitab-kitab referennya melalui kitab-
kitab al-athraf.
c. Dapat mengetahui para rawi hadits yaitu para imam yang mengarang kitab-kitab
hadits pokok dan bab yang mereka riwayatkan.10
Jadi kitab ini merupakan suatu bentuk indeks hadist yang multifungsi dan
biasanya metode yang digunakan untuk mentakhrij hadis dengan kitab atraf as-
sahihain ini yaitu dengan menggunakan metode perawi paling atas.
3. Contoh Dalam Kitab 
Dalam kitab ini pengarang (Abu al-Hajjaj Yusuf bin Abdurrahman al-
Mizzi) menggunakan rujukan utama Kutūb al-Sittah  (Ṣahih Bukhari dan Muslim,
serta sunan Abu Dawud, Nasa’i, Tirmiḍi, dan Ibnu Majjah) dan menambahkan
rujukan tambahan yaitu kitab Marāsil karya Abu Dawud, Muqaddimah Kitab
Muslim, al-Ilāl karya Tirmiḍi, al-Musyammil lahu, Syamāil lahu, `Amālu al-
Yaum karya Imam Nasa’i).11
Dalam kitab ini pengarang juga membuat kategori tertentu untuk menyebutkan
suatu periwayatan hadis, misalnya :
-          ‫ع‬ untuk hadis yang diriwayatkan oleh imam dalam Kutūb al-Sittah.
-          ‫خ‬ untuk hadis yang diriwayatkan oleh imam Bukhari
-          ‫م‬ untuk hadis yang diriwayatkan oleh imam Muslim
-          ‫ت‬ untuk hadis yang diriwayatkan oleh imam Tirmiḍi
-          ‫س‬ untuk hadis yang diriwayatkan oleh imam Nasa’i
-          ‫ق‬ untuk hadis yang diriwayatkan oleh imam Baihaqi
-          ‫د‬ untuk hadis yang diriwayatkan oleh imam Abu Dawud
Kemudian dalam penulisannya, pengarang menyusun hadis dengan
mengelompokkan nama sahabat sesuai urutan huruf hujaiyyah. Misalnya untuk
huruf ‫الف‬ pengarang memasukkan nama-nama sahabat yang meriwayatkan hadis yang
nama depannya dengan huruf ‫الف‬ seperti Abyaṭ, Abi al-Lahmi, Ubay bin Umarah dan
Ubay bin Ka’ab. Begitu seterusnya, imam mengelompokkan nama sahabat sesuai huruf
awalnya.

10
Agus Solahudin, M. Ulumul Hadis. 2009. (Pustaka Setia: Bandung) hlm. 47.

11
Ibid.,
‫‪Dalam menyebutkan hadis, pengarang hanya menyampaikan potongan hadis‬‬
‫‪tertentu kemudian memberikan keterangan-keterangan untuk nantinya bisa dilacak dalam‬‬
‫‪kitab induknya. Untuk contohnya adalah sebagai berikut :12‬‬
‫م‬‫س ل َّ َ‬‫و َ‬‫ه َ‬ ‫ه عَلَي ْ ِ‬‫ص لَّى الل َّ ُ‬‫بي َ‬ ‫ّ‬ ‫[د ت س ق] ح ديث أن ّ ه وف د إلى الن‬
‫بمأرب‪ ......‬الحديث‬
‫ِ‬ ‫فاستقطعه الملح الذي‬
‫د في الخ راج (‪ )36‬عن قتيب ة بن س عيد‪ ،‬ومحم د بن المتوك ل‬
‫أربي‪ ،‬عن أبي ه‪،‬‬ ‫ّ‬ ‫العسقالني‪ ،‬كالهم ا عن محم د بن يح يى بن قيس الم‬ ‫ّ‬
‫مدان‪،‬‬ ‫َ‬ ‫ال‬ ‫عبد‬ ‫بن‬ ‫مير‬ ‫َ‬
‫ش‬ ‫عن‬ ‫قيس‪،‬‬ ‫بن‬ ‫سمى‬ ‫عن‬ ‫شراحيل‪،‬‬ ‫بن‬ ‫عن ثُمامة‬
‫مال به‬ ‫عن أبيض بن ح ّ‬
‫ر‪ ،‬كالهم ا‬ ‫ت في األحكام (‪ )39‬عن قتيبة‪ ،‬ومحمد بن يحيى بن أبي عم ِ‬
‫مد بن يحيى بن قيس‪ ،‬بإسناده وق ال ‪ :‬غ ريب ك س في إحي اء‬ ‫عن مح ّ‬
‫الموات (في الكبرى) عن إبراهيم بن ه ارون‪ ،‬عن محم د بن يح يى بن‬
‫قيس به‪ ،‬وعن س عيد بن عم رو‪ ،‬عن بقي ّ ة‪ ،‬عن عب د الل ه بن المب ارك‪،‬‬
‫مال به‪.‬‬ ‫المأربي‪ ،‬عن أبيض بن ح ّ‬ ‫ّ‬ ‫[ص‪ ]8:‬عن معمر‪ ،‬عن يحيى بن قيس‬
‫وعن س عيد بن عم رو‪ ،‬عن بقي ّ ة‪ ،‬عن س فيان‪ ،‬عن معم ر نح وه‪ .‬ق ال‬
‫ص لَّى الل َّ ُ‬
‫ه‬ ‫بي َ‬ ‫ّ‬ ‫م ال‪ ،‬عن أبي ه‪ ،‬عن الن‬ ‫سفيان ‪ :‬وحدّثني ابن أبيض بن ح ّ‬
‫م بمثله‪ .‬وعن عبد السالم بن ع تيق‪ ،‬عن محم د بن المب ارك‪،‬‬ ‫سل َّ َ‬
‫و َ‬ ‫عَلَي ْ ِ‬
‫ه َ‬
‫عن إسماعيل بن عيّاش وسفيان بن عُيينة‪ ،‬كالهما عن عمرو بن يح يى‬
‫مال نحوه‪.‬‬ ‫المأربي‪ ،‬عن أبيه‪ ،‬عن أبيض بن ح ّ‬
‫ّ‬ ‫بن قيس‬
‫ف َرج بن‬ ‫ق في األحك ام (‪ )78‬عن محم د بن يح يى بن أبي عم ر‪ ،‬عن َ‬
‫مه ثابت بن س عيد‪،‬‬ ‫مال عن ع ّ‬ ‫سعيد بن علقمة بن سعيد بن أبيض بن ح ّ‬
‫عن أبيه سعيد‪ ،‬عن أبيه أبيض نحوه‪ .‬ك حديث‬
‫س في رواية ابن األحمر ولم يذكره أبو القاسم‪.‬‬
‫‪Dalam contoh tersebut, sebelum menyampaikan sepenggal hadis, pengarang‬‬
‫‪], ini memberikan petunjuk bahwa hadis yang disampaikan‬د ت س ق[‪memberikan tanda ‬‬
‫‪itu diriwayatkan oleh imam Abu Dawud, Tirmiḍi, Nasa’i dan Baihaqi. Selain itu‬‬
‫‪pengarang juga memberikan keterangan sanad dari masing-masing periwayat hadis‬‬
‫‪setelah menyebutkan hadisnya.‬‬

‫‪Kitab-kitab Aṭraf yang terkenal‬‬


‫‪Di antara Kitab-kitab Athraf yang terkenal adalah:‬‬
‫‪1. Athrafu Ash-Shahihain karya Muhamad Khalaf bin Muhammad Al-Wasithi‬‬
‫‪(wafat 401 H).‬‬

‫‪12‬‬
‫‪Manna’ al-Qaṭṭan, Pengantar Studi Ilmu Hadis, terj. Mifḍal Abdurrahman, (Jakarta Timur : Pustaka al-‬‬
‫‪Kauthar, 2014), hlm,62.‬‬
2. Al-Isyraf ‘Ala Ma’rifati Al-Athraf atau Athraf As-Sunan Al-Arba’ah karya Al-
Hafizh Abul Qasim Ali bin Hasan dikenal sebagai Ibnu Asakir.
3. Tuhfatul Asyraf bi Ma’rifatil Athraf atau Athraf Al-Kutub As-Sittah karya Al-
Hafizh Abul Hajjaj Yusuf bin abdurrahman Al-Mizzi (wafat 742 H).
4. Ithaful Muharah bin Athrafil Asyarah, karya Al-Hafizh Ahmad bin Ali Ibnu Hja
Al-Asqalani (wafat 852 H). Al-Asyarah atau kitab yang sepuluh adalah: Al-
Muwaththa’, Musnad Asy-Syafi’ie, Musnad Ahmad, Musnad Ad-Darimi, Shahih
Ibnu Khuzaimah, Muntaqa Ibnul Jarud, Shaih Ibnu Hibban, Mustadrak Al-Hakim,
dan Sunan Ad-Daruquthni.Jumlahnya menjadi 11 karena Shahih Ibnu Khuzaimah
hanya berisi seperempatnya saja.
5. Athraf Al-Masanid Al-Asyarah, karya Abul Abbas Ahmad bin Muhammad Al-
Buwaishiri (wafat 840 H). Al-Asyarah atau munad yang sepuluh adalah: Musnad
Abu Dawud At-Thayalisi, Musnad Abu Bakar Al-Humaidi, Musnad Musaddad
bin Musarhad, Musnad Muhammad bin Yahya Al-Adani, Musnad Ishaq bin
Rawaih, Musnad Abu Bakar bin AbiSyaibah, Musnad Ahmad bin Mani’, Musnad
‘Abd bin Humaid, Musnad Al-Harits bin Muhammad bin Abi Usamah, dan
Musnad Abi Ya’la Al-Mushili. 13
6. Dzakha’ir Al-Mawarits fi Ad-Dalalah ‘Ala Mawadhi’ Al-Hadits, ini merupakan
kumpulan athraf kutubus sittah dan Muwaththa’ Imam Malik, karya Abdul Ghani
An-Nabulsi (wafat 1143 H)

D. Kitab Mu’jam dan Contohnya


1. Pengertian Kitab Mu’jam
Secara bahasa kata Mu‘jam merupakan masdar mim dari kata a‘jama (-‫يُ ْع َج ُم‬-‫اَع َْج َم‬
ً ‫ا‬55‫ َو ُم ْعجاَم‬-ً‫ا‬55‫)اِعْجاَم‬. Kata Mu‘jam merupakan bentuk tunggal dari kata ma‘ajim dan
Mu‘jamat. Dalam istilah ahli bahasa kata Mu‘jam mempunyai arti susunan materi
sebuah buku yang berdasarkan huruf hija’iyah. Adapun dalam istilah ahli hadis, kata
Mu‘jam didefinisikan sebagai berikut:
a. Ubaidullaah bin Muhammad ‘Abd al-Salam al-Mubarakfuri dalam kitabnya
Mir‘at al-Mafatih Sharh Mishkat al-Masabih dan Sayyid Sadiq Hasan al-Qanuji
dalam kitabnya al-Hittah fi Dhikr al-Sihah al-Sittah mendefinisikan Mu‘jam
adalah kitab yang di dalamnya berisi hadis-hadis sesuai dengan susunan para
guru, baik berdasarkan urutan wafat, kesamaan huruf hija’iyah, keutamaan,
keunggulan dalam ilmu maupun ketakwan guru tersebut. Namun pada umumnya
kitab tersebut disusun berdasarkan urutan huruf hija’iyyah.
b. Muhammad bin Ja‘far al-Kattani dalam kitabnya al-Risalah al-Mustatrafah
mendefinisikan Mu’jam adalah kitab yang di dalamnya berisi hadis-hadis sesuai
13
Al-Shalih, Subhi, Ulumul Hadis Wa Mustalahuhu, Dār Al-Ilm Al-Malayin,1988, hlm. 89-90
dengan urutan para sahabat, guru, daerah atau yang lainnya dimana pada
umumnya susunan sahabat, guru atau daerah tersebut berdasarkan urutan huruf
abjad.
Dari definisi-definisi yang telah disebutkan di atas, dapat dilihat bahwa korelasi
antara definisi Mu‘jam secara bahasa dan secara istilah adalah ketika seorang penulis
Mu‘jam berpedoman pada susunan urutan nama-nama guru mereka sesuai dengan
huruf abjad, setidaknya mereka telah menghilangkan kesamaran nama-nama guru
mereka dan memudahkan dalam meneliti guru-guru mereka yang terdapat dalam
kitab mereka.14

2. Kitab-kitab Mu’jam:
a. Mu‘jam Abi Ya‘la al-Mawsili (210-307 H.)
Kitab Mu’jam ini ditulis oleh Abu Ya’la al-Mawsili Ahmad bin Ali bin al-
Muthanna al-Tamimi, Sahib al-Musnad. Al-Mawsili telah melakukan rihlah sejak
masa kecil dan bertemu dengan tokoh-tokoh hadis pada masa itu. Ia berguru pada
Ahmad bin Mani’, Khalifah bin Khayyat, Abu Khaythamah Zuhayr bin Harb dan
tokoh-tokoh besar lainnya. Ia menyebutkan guru-gurunya itu dalam kitab
Mu’jamnya. Tentang al-Mawsili, al-Daruqitni. Tokoh besar yang meriwayatkan
darinya antara lain adalah al-Nasa’i, Ibn Hibban dan al-Tabrani.
Sayid Abd al-Majid al-Ghawri menyebutkan bahwa dalam Mu’jamnya
Abu Ya’la al-Mawsili meriwayatkan dari 335 shaikh. Dari setiap shaikh terdapat
beberapa hadis, minimal satu. Ia menyusun nama-nama shaikhnya itu sesuai huruf
abjad dan mendahulukan shaikhnya yang bernama Muhammad dalam rangka
mencari berkah.
Dalam kitab Mu’jam Abi Ya’la yang ditahqiq oleh Irsyad al-Haqq al-
Athari pada bab orang-orang yang namanya Muhammad setidaknya ada 67 hadis
yang diriwayatkan dari guru yang bernama Muhammad. Namun setelah diteliti,
ternyata pada hadis ke 43 dan 47, nama guru yang disebutkan bukanlah nama
Muhammad, melainkan Abu Bakr bin Abi Nadr dan Abu ‘Ubaidah bin Fudail bin
‘Iyad.
Berikut Contohnya:

14
Muhammad Kudhori, TIPOLOGI KITAB AL-MA’AJIM DALAM KODIFIKASI HADIS, Jurnal Studi
Hadis, 2016, Volume 2 Nomor 2, hlm.289-290
Setelah selesai menyebutkan guru-guru yang bernama Muhammad, maka
yang ditulis berikutnya adalah guru-guru yang nama depannya diawali dengan
huruf alif. Pada bab huruf alif ini yang pertama kali dicantumkan adalah guru-
gurunya yang bernama Ahmad, lalu berturut-turut yang bernama Ibrahim, Ishaq,
Isma‘il, kemudian guru-guru yang namanya diawali dengan huruf alif secara acak,
tanpa memperhatikan urutan huruf abjad.15

b. Mu‘jam al-Sahabah al-Baghawi


Kitab Mu‘jam ini ditulis oleh ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abd al-‘Aziz
Abu Qasim al-Baghawi. Ia lahir pada hari Senin awal Ramadan 214 H dan wafat
pada malam Idul Fitri 317 H. Guru-gurunya di antaranya adalah Ahmad bin
Hanbal, ‘Ali bin al-Madini, ‘Ali bin al-Ja‘d dan lain sebagainya. Sementara
murid-muridnya di antaranya adalah Yahya bin Sa’id, Ibn Qani‘, Abu Hatim Ibn
Hibban dan Abu Bakr al-Isma’il.

Dalam kitab Mu‘jamnya ini al-Baghawi menyusunnya sesuai dengan nama-


nama para sahabat berdasarkan huruf abjad. Pertama-tama ia menyebutkan
biografi sahabat tersebut, terkadang secara ringkas, terkadang juga secara detail.
Kemudian ia menyebutkan riwayat-riwayat yang menjelaskan keutamaan para
sahabat tersebut, terkadang tanpa sanad dan terkadang pula menggunakan sanad.

Berikut Contohnya:

15
Ibid,hlm.291-292
c. Al-Mu‘jam al-Saghir
Al-Mu’jam Al-Saghir merupakan kitab Mu‘jam ketiga yang ditulis oleh al-
Tabrani. Kitab al-Mu‘jam al-Saghir juga disusun berdasarkan nama-nama para
guru al-Tabrani. Di dalamnya pada umumnya al-Tabrani hanya membatasi satu
hadis dari setiap gurunya. Hal ini berdasarkan pernyataanya dalam permulaan
kitabnya.

Ia mentakhrij dari seribu shaykh. Menurut al-Kattani yang juga dikutip oleh
Abu Jamil al-Hasan al-‘Ilmi, jumlah hadisnya sebanyak 1500 hadis. Sedangkan
menurut Sayyid ‘Abd al-Majjid al-Ghawri, jumlah hadisnya hanya 1200 hadis.
Nama-nama gurunya dalam kitab ini juga disusun berdasarkan huruf abjad yang
dimulai dengan gurunya yang bernama Ahmad, lalu Ibrahim, Isma’il, Ishaq,
Ayyub dan seterusnya tanpa memperhitungkan huruf keduannya.16

16
Ibid,hlm.297

Anda mungkin juga menyukai