Muqaddimah
Islam hadir ditengah kegelapan jahiliyyah laksana sinar mentari yang menyinari gunung
es. Sinar risalah yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam kepada umat
manusia itu telah menerangi dan mengeluarkan mereka dari pekatnya kebodohan kepada
cahaya ma’rifat. Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah uswah dan qudwah
telah sukses merubah wajah dunia yang biadab menjadi beradab.
Keunggulan dan kebesaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah memikat hati
manusia dan merebut cinta kasih yang tiada taranya. Kehadirannya menebarkan wangi
harum kegembiraan, memberikan ketentraman dan kedamaian pengikutnya. Maka dalam
waktu yang relatif singkat ajarannya telah menjadi rahmat ke seluruh alam ini (QS. 21 :
107)
Di tengah peradaban yang penuh dengan angkara murka kedzaliman, dan berbagai bentuk
penyelewengan, Islam memancarkan cahaya cinta, kasih sayang, kejujuran dan keadilan
dengan keindahan pribadi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Atas dasar itulah para pemimpin Quraisy berlomba-lomba menerima risalahnya, seperti :
Abu Bakar, Umar, Thalhah, Zubair, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin
Abi Waqash dan lain lain, dengan penuh keikhlasan mereka mengikrarkan bai’at pada
Muhammad sebagai Imaam dan Rasul Allah yang terakhir.
Alasan apakah yang menjadi penyebab mereka begitu ridlo mendampingi Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam. Apa rahasia dibalik keagungan mereka, sehingga rela
melepas kemuliaan dan kemegahan yang melingkunginya selama ini, hanya untuk iman
dan Islam. Dengan iman dan Islam Allah telah memberikan kemuliaan yang
sesungguhnya, kemuliaan yang hakiki. Subhanallah.
Potret Kegelapan Jahiliyyah Sebelum Islam
1. Yusyrikuuna billah (Mereka Musyrik Kepada Allah)
Mayoritas bangsa Arab mengikuti dakwah Isma’il as. yaitu millah Ibrahim as, yang
prinsipnya adalah menyeru kepada tauhid, menegakkan agamanya dan melarang mereka
dari perpecahan. (QS. 22 : 78, 42 : 13)
Seiring perjalanan waktu, sepeninggal Ismail as. ajaran tauhid berangsur hilang dari
Arab, yang tertinggal hanyalah pada beberapa orang saja yang masih berpegang teguh
kepada ajaran Tauhid: Taurat dan Injil. Namun demikian sisa-sisa keyakinan tersebut
menjadi lenyap dengan munculnya Amr bin Luhay, pemimpin bani Khuza’ah.
Amr bin Luhay adalah seorang yang dikenal dermawan dan penuh perhatian terhadap
urusan-urusan agama. Karena itulah ia dicintai banyak orang dan nyaris disebut ulama
besar / wali. Ketika berkunjung ke negeri Syam, Amr bin Luhay tertarik dengan
kebiasaan orang Syam yang menjadikan hubal (patung manusia) sebagai perantara dalam
mendekatkan diri kepada Allah. Maka ia pun membawa hubal ke Mekkah dan
disandarkan di Ka’bah. 1
Amr bin Luhay kemudian mengajak penduduk Mekkah untuk menjadikan hubal sebagai
perantara ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sejak itulah ia memusyrikan
penduduk Quraisy. Orang Hijaz pun banyak mengikuti caranya, karena Amr bin Luhay
adalah orang Mekkah yang dianggap pengawas Ka’bah dan penduduk tanah suci.
(Mukhtashar Siratir Rasul, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, hal. 12).
Sejak diangkatnya Nabi Isa as. terjadi kevakuman nabi kl. 600 tahun, sampai Muhammad
diutus Allah tahun 610 M. Selama 6 abad tersebut peradaban mengalami fatratul wahyi /
fatratur rasul (terputusnya wahyu/ rasul), maka pergeseran keyakinan pun terjadi secara
berangsur. Kenyataan ini menjadikan risalah tauhid/millah Ibrahim yang dibawa
Muhammad rasulullah terasa asing (gharib) bagi mereka, dan menilainya sebagai agama
baru yang akan merusak keyakinan mereka.
Tafarroqon Bainahum ‘ala Firqoh (Terpecah belah diantara mereka atas golongan)
Pada dasarnya semua nabi ditugaskan untuk mempersatukan umatnya. Akan tetapi usaha
musuh-musuh Allah dari dulu hingga kini senantiasa berusaha memecah belah umat ini.
Mereka tahu kebersamaan dan persaudaraan di bawah komando sentral adalah sebuah
kekuatan yang hebat dan sulit dikalahkan.
Kebersamaan dan persaudaaran hakiki hanya ada diatas landasan tauhid, tidak ada pada
keyakinan yang syirik. Karena itulah kaum jahiliyyah Quraisy terpecah belah menjadi
360 golongan setelah meninggalkan agama tauhid, millah Ibrahim as. 1aSetelah tafarruq
(berpecah belah) dan ikhtilaf (perbedaan faham/berselisih), mereka saling
membanggakan golongannya masing-masing dan meremehkan golongan yang lain (QS.
6 : 65, 30 : 31-32).
Dalam hal ini, Amr bin Luhay adalah orang
Yang pertama mempersembahkan onta untuk berhala.2
Taraa-usi ‘alaihim bainahum
(Ambisi kepemimpinan diantara mereka)
Kedudukan pemimpin kabilah ditengah kaumnya pada masa jahiliyah tak ubahnya
kedudukan seorang raja. Dia berwenang atas hukum dan memiliki otoritas pendapat,
layaknya seorang pemimpin diktator yang perkasa. Persaingan mendapat kursi pemimpin
diantara mereka, tidak jarang membuat mereka bermuka dua dan bersifat munafik. 3
Persaingan masalah kehormatan dan perebutan kekuasaan bahkan lebih sering menyulut
peperangan antar kabilah, yang sebenarnya berasal dari saudara kandung, seperti yang
terjadi pada Aus dan Khazraj, Abbas dan Dzubyan, Bakr dan Taghlib.
Pemuka atau pemimpin kabilah mem-punyai hak-hak istimewa. Dia mendapatkan
seperempat bagian dari harta rampasan perang. Harta rampasan yang diambil untuk
dirinya sendiri dilakukan sebelum ada pembagian, begitu pula dengan hasil penjarahan
dan lain-lain. Motif harta inilah yang dominan pada mereka sehingga ambisi untuk
menjadi pemimpin.
Kebiasaan buruk bangsa Arab yang kemudian ditinggalkan setelah datangnya Islam
antara lain :
Minum Khamr (arak)
Zina/ prostitusi
Mengawini Ibu tiri
Perbudakan
Mengubur hidup-hidup anak perempuan karena takut aib.
Membunuh anak laki-laki karena takut miskin.
Poliandri (Perkawinan seorang wanita dengan banyak laki-laki).
dll
Kehormatan orang Arab saat itu bukan terletak pada ilmu ataupun keimanannya. Akan
tetapi pada hal-hal yang bersifat duniawi seperti harta, pangkat, dan keturunan. Suatu
contoh seperti ungkapan Abu Sofyan bin Harb
ketika mundur dari perang Badar, Ia berkata : “Kehormatanku berada pada punggung-
punggung unta”
Atas dasar itulah bangsa Arab banyak yang meremehkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam dan shahabatnya. Duniawi telah menjadi skala prioritas (diutama Shallallahu
‘alaihi wasallam dan shahabatnya di generasi awal mayoritas orang-orang miskin, baik
dalam ilmu maupun harta. Budaya materialisme nampak pada masyarakat Arab waktu
itu, yang seringkali mengundang pecahnya peperangan.
Melihat keenam potret jahiliyyah tersebut, kita tidak memungkiri bahwa di tengah
kehidupan orang jahiliyyah banyak terdapat hal-hal yang buruk, amoral dan masalah-
masalah yang sulit diterima akal sehat. Namun demikian mereka juga masih memiliki
prilaku terpuji, meng- undang kekaguman manusia dan simpati. Prilaku tersebut antara
lain :
Kedermawanan (mentraktir minum Khamr, membagikan laba judi, dll)
Memenuhi Janji: lebih suka membunuh anak sendiri atau membakar rumahnya daripada
meremehkan janji
Menjaga Kemuliaan Jiwa: Enggan menerima kehinaan menjadikan sikap ber-lebih-
lebihan dalam keberanian, pen-cemburu dan mudah marah.
Pantang Mundur: terutama dalam Ashobiyah
Lemah lembut dan suka menolong menjadi sifat sanjungan mereka
Kesederhanaan pola kehidupan Badui: tidak mau dilumuri warna-warni peradab-an dan
gemerlapnya kemewahan.5
Pernyataan senada disebutkan pula pada surat Ibrahim: 11, Fushilat: 6, de-ngan matan
(redaksi) yang berbeda. Bukan hanya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam tetapi
rasul-rasul lainpun adalah sama sebagai manusia biasa.
Artinya : “Sungguh telah ada pada diri Rasulullah (Shalallahu ‘Alaihi Wassalam ) suri
teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang-orang yang mengharap rahmat Allah dan
kedatangan hari qiyamat dan dia banyak menyebut Allah”. (QS. 33 : 21)
Rasulullah sebagai uswah hasanah (Beautiful Pattern) juga sebagai pelanjut dalam
meneladani Ibrahim as. Maka dari itu nabi Ibrahim as. pun disebut dalam al-Qur’an
sebagai uswah hasanah (QS. Al Mumtahanah : 4-6)
Dalam hal ini kedudukan Rasulullah sangat istimewa, karena sepanjang sejarah umat
manusia tidak ada seorang pun yang bisa menempati kedudukan yang sama dengan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai rahmatan lil ‘alamin. (QS. 21 : 107)
Risalahnya secara umum diperuntukkan seluruh alam ini, baik alam nyata maupun ghaib,
dunia maupun akhirat. Secara khususpun Rasulullah bukan untuk orang Arab semata, tapi
untuk seluruh manusia, sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan. Akan
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya (QS. 34 : 28). Sekalipun realitas yang
terjadi ada yang beriman dan ada yang kafir kepada beliau. Namun demikian tidaklah
mengurangi sedikitpun keberadaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai
rahmatan lil ‘alamin.
Atas dasar inilah Rasulullah Shal-lallahu ‘alaihi wasallam sebagai figur kepemimpinan
wahyu yang rahmatan lil ‘alamin tidak dapat disamakan dengan siapapun. Ia sebagai
sayyidul anbiya (penghulu para nabi), ia sebagai saksi kelak di akhirat atas seluruh umat
manusia (QS. 16 : 89).
Sebagai pemimpin, Muhammad Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah bukan
raja, kaisar atapun kepala negara yang kekuasaanya sangat dibatasi dengan ruang lingkup
dan waktu tertentu. Beliau adalah hamba dan utusan-Nya yang menjadi rahmat bagi
seluruh alam sepanjang jaman. Kalaupun dalam beberapa hal ada kesamaan dengan figur
negarawan, ataupun yang lainnya tapi dimensinya sangatlah berbeda. Dengan demikian
kita berlindung kepada Allah Yang Maha Tahu, bila di masa lalu kita telah berani
mensejajarkan nabi yang mulia dengan sekedar kepala negara, raja atau kaisar.
Subhanallah ‘amma yasifuun. Sistem kepemimpinan ini diwasiatkan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam kepada para khalifah sesudah beliau dengan sabdanya :
ص ْي ِهِ ْصي اَ ْل َخلِ ْيفَةَ ِم ْن بَ ْع ِدى بِتَ ْق َوى هللاِ َواَو ُ
ِ ْآو
َبِ َج َما َع ِة ْال ُم ْسلِ ِم ْين
Artinya :”Aku wasiatkan kepada khalifah sesudahku dengan taqwa kepada Allah dan aku
wasiatkan kepadanya dengan Jama’ah Muslimin.”
(HR. Ash habus Sunan, Dalam Al Jami’ush Shagiir juz I hal 110, dari Abu
Umaamah)
Setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, empat khalifah utama yaitu
Abu Bakar, Umar bin Khathab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib r.a.,
melanjutkan manhaj nubuwwah , sistem kepemimpinan dan perwujudan masyarakat
wahyu yang telah di awali Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam selama 23 Tahun.
Karena sebagai pelanjut, tentu tidak sama konsekwensinya dengan yang mengawali,
yakni Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Lagi pula keempat khalifah tersebut tidak
maksum sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Masa khilafah merupakan “Golden Age” (Abad Keemasan), saat itulah syari’at atau
hukum-hukum islam sepenuhnya berkembang dan diimplementasikan (diwujudkan)
secara sempurna. Mereka adalah para khalifah ideal yang membimbing umat diatas jalan
yang benar dan telah menunaikan amanah mereka dengan penuh keimanan dan
keikhlasan. Karena alasan inilah mereka dikenal sebagai Khulafaur Rasyidin yakni para
khalifah penunjuk jalan kebenaran. Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda
:
ََّاش ِدينَ ْال َم ْه ِديِّين
ِ فَ َعلَ ْي ُك ْم بِ ُسنَّتِي َو ُسنَّ ِة ْال ُخلَفَا ِء الر
Artinya : “Maka hendaklah kamu berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah
Khulafaur Rasyidin al Mahdiyin” (Musnad Ahmad juz 4 hal 126 –127)
Setelah generasi awal (Rasul dan Khilafah) akan muncul banyak fitnah melanda kaum
muslimin. Hal ini disebutkan َ Rasulullah dalam salah satu sabdanya :
ُاس قَرْ نِ ْي ثُ َّم الَََّ ِذ ْينَ يَلُوْ نَهُ ْم ثُ َّم اًَلـًًَّ ِذ ْينَ يَلُوْ نَهُ ْم ث َّم
ِ َّخَ ْيرُالن
ُق َشهَا َدةُ آَ َح ِد ِه ْم يَ ِم ْينَهُ َويَ ِم ْينُهُ َشهَا َدتَه ُ ِيَ ِج ْي ُء قَوْ ٌم تَ ْسب
Artinya “Sebaik baik manusia adalah generasiku, kemudian orang-orang sesudah
mereka, kemudian orang-orang sesudah mereka. Sesudah itu akan datang kaum yang
kesaksian mereka mendahului sumpahnya dan sumpahnya mendahului kesaksiannya.”
(Bukhari IV/189, Muslim VII/184-185, Ahmad II/424)
Di dalam Al-Qur’an, kekuatan atau ke-baikan Rasulullah dan para shahabatnya itu di-
sebut sebagai Uli ba’sin syadid (orang-orang yang mempunyai kekuatan dahsyat/hebat)
QS 17 : 5
Kejayaan dan kebahagiaan muslimin di masa awal adalah potret paling ideal sepanjang
se-jarah. Islam benar-benar telah menjadi cahaya dan rahmat bagi alam semesta. Karena
itulah kita yakin hanya dengan berpola kepada mereka Insya Allah kejayaan dan
kebahagiaan bisa kembali kita nikmati. Imam Malik r.a. berkata :
َ الَ يَصْ لُ ُح اَ ُم ُر هَ ِذ ِه ْاألُ َّم ِة إِالَ بِ َما
صلُ َح بِ ِه أَ َولُّهَا
Artinya : “Tidak akan selamat atau maslahat urusan umat ini kecuali dengan apa-apa
yang telah menyelamatkannya generasi awalnya”
Atas dasar inilah Islam hanya dapat ditegakkan dengan cara-cara terdahulu, yakni sunnah
Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin. Tidak mungkin Islam ditegakkan dengan cara diluar
Islam, baik dengan pola barat maupun pola timur.
B. Munculnya Umar bin Abdul Aziz, Khalifah yang Adil (99-102 H)
Pada tahun 198-218 H/813-833 M Ma’mun bin Harun Ar Rasyid memerintah bani
Abbasiyyah melanjutkan ayahnya Harun Ar Rasyid. Untuk mengikuti perkembangan
iptek, Al-Ma’mun kemudian mendirikan Baitul Hikmah/Darul Hikmah sebagai Akademi
Ilmu Pengetahuan pertama di dunia. Dalam perpustakaannya Al-Ma’mun
menyelenggarakan aktivitas penterjemahan buku-buku filsafat India dan Yunani kuno
kedalam bahasa Arab.
Hunain bin Ishaq yang digelari Abu Zaid al ‘Ibadi (194-263 H/810-877 M), adalah
seorang Ilmuwan Nasrani yang mendapat kehormatan dari Al-Makmun untuk
menterjemahkan buku-buku Plato dan Aristoteles.(Kamus Al Munjid fil A’lam, hal 226)
Buku Polis, Politeia dan Politica menjadi garapan istimewanya. Maka dalam waktu yang
tidak begitu lama Hunain telah berhasil menterjemahkan buku-buku tersebut menjadi
sebuah kitab dalam bahasa arab berjudul As Siyasah. Sejak itulah istilah As Siyasah
sebagai terjemah dari kata politik marak dipakai dan mengilhami munculnya karya-karya
besar para pakar politik Islam, antara lain:
Di masa pemerintahan Al-Mu’tashim (833-842 M) muncullah Ibnu Abi Rabi’ yang
menuturkan konsep tentang kenegaraan dan di serahkan kepada Khalifah (baca :Raja) Al-
Mu’tashim yang sedang berkuasa.saat itu.
Di masa Al-Muqtadir (908-972 M) muncul pakar politik Islam al-Farabi atau Abu Nashar
bin Muhammad bin Nuh bin Tharkhan bin Unzalagh
Di masa Al-Qodir (991-1031 M) dan Al-Qo’im (1031-1075) M. pakar politik Islam yang
terkenal saat itu adalah Al-Mawardi (974-058 M). yang menyusun kitab yang masyhur
dan dijadikan rujukan pakar politik Islam saat ini “Ahkamush Shulthoniyah”
Pakar politik islam selanjutnya adalah Abu Hamid al-Ghazali atau Imam Ghazali (1058-
1111 M.) yang dikenal sebagai pencetus pemerintahan teokrasi.
Menyusul setelah itu Ibnu Taimiyah (1262-1328 M) dengan bukunya Al Siyasah Al
Syar’iyyah
Juga Ibnu Khaldun (1332-1406 M) dengan kitabnya Muqaddimah
Sejak enam pakar politik islam tersebut diatas, teori tentang negara Islam makin marak di
kalangan para ulama. Hal ini dijadikan solusi kepemimpinan muslimin setelah runtuhya
Turki Utsmani 1924 M. Maka kekhilafahan (baca Kerajaan) pecah menjadi lima negara
Islam.6
Atas dasar hadist di atas, kita dapat membuktikannya dan menganalisa sejarah peradaban
muslimin, bahwa setelah Syahidnya Ali bin Abi Thalib (41 H). kaum muslimin akan
mengalami masa fitnah, rebutan kekuasaan, perpecahan, ashobiyah, bermegah-megahan
dll.
Sebagai penyimpangan syariat banyak terjadi di masa mulkan seperti: syirik, khurafat,
takhayul, bid’ah , tasyabuh, talbis dll.
Kondisi tersebut telah mendorong muncul-nya gerakan-gerakan (harokah) Islam baik
yang sifatnya lokal maupun internasional. Maraknya harokah (gerakan) islam ini substan
sinya ialah sebagai usaha penyadaran kaum muslimin agar kembali pada pola Khulafaur
Rasyidin (Khilafah ‘ala Minhaajin Nubuwwah) yang tenggelam di telan sejarah mulkan.
Maka pemahaman tentang “khilafah” menjadi beragam.
Khilafah ‘ala Minhajin Nubuwwah dipahami muslimin dalam berbagai versi: Pertama,
adalah sebagai sistem kenegaraan islam yang dibatasi dengan ruang lingkup dan waktu
tertentu sebagaimana layaknya suatu negara modern.12 Kedua, sebagai sistem negara
khilafah (pemerintahan islam dunia) yang harus diawali dengan sosialisasi terlebih
dahulu sehingga menjadi dominan dalam wilayah tersebut.13 Ketiga, sebagai sitem
khilafah yang tidak terikat dengan ruang lingkup waktu (international dan seumur hidup),
tanpa unsur-unsur politik (baca: sistem kepemimpinan ro’yu). Jadi mutlak al Qur’an dan
Sunnah, serta berada dalam masyarakat Jama’ah Muslimin dan Imaamnya.14 Keempat,
sebagai sistem imaamah/khilafah yang harus berdasar-kan “keturunan“ tertentu dan tidak
berhak /sah dari yang selainnya.15 Kelima, sistem bertahap dari pembentukan individu
Islami hingga terwujudnya negara Islam dan kemudian negara-negara Islam mengangkat
seorang Khalifah untuk dunia Islam.16
Melihat fenomena tersebut, berbagai kajian khilafah dengan berbagai versinya kini marak
diberbagai lapisan masyarakat. Terutama di kalangan kaum intelektual muslim sebagai
manifestasi kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah secara kaffah. Manakah yang sesuai
dengan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ?. Disinilah kita pentingnya
mohon pertolongan Allah, memurnikan keikhlasan dan memegang teguh dalil-dalil syara
secara utuh dan menyeluruh.
Artinya : “Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur’an) menurut kemauan hawa
nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya. (QS.
An-Najm : 3-4)
Dilihat dari untaian sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam di atas. Peradaban ini
mengalami fluktuasi (pasang surut) yang bila dibuktikan secara historis Insya Allah akan
ditemukan versi perincian yang sama, namun demikian sebagai gambaran global antara
lain sebagai berikut :
Jahiliyyah dan Keburukan, yakni masa sebelum Muhammad menjadi Rasul
Fase Kebaikan (Islam), yakni masa Nabi selama 23 tahun dan masa 4 khalifah selama 30
tahun
Fase Keburukan, yakni akhir kekhilafahan Ali ra 37-41 H sampai masa Mulkan
Fase Kebaikan tapi ada kekeruhan (mengikuti sunnah dan petunjuk bukan dari Rasul)
yakni masa Mulkan Adldlan, Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah (dari Muawiyah 41
H/661 M sampai Marwan II bin Muhammad thn 132 H/750 M)
Fase Keburukan : Para Da’i mengajak ke pintu jahannam, dari Abul Abbas As-Saffah
132 H/149 M sampai Al-Mu’tashim 656 H/1258 M juga Masa Mulkan Jabariyah sampai
sekarang.
Fase Jama’ah Muslimin dan Imaamnya, masa Khilafah ‘Ala Minhaajin Nubuwwah,
sekarang dan yang akan datang
Fase i’tizal/tidak ada Jama’ah dan Imam-nya, yakni masa sakata (diam).
wallahu a’lam bish showwab
Jadi berdasarkan wasiat itu, maka kondisi sekarang adalah Fase Keburukan yakni banyak
da’i yang mengajak ke pintu pintu jahannam dan Fase ditetapinya Jama’ah Muslimin dan
Imamnya. Dalam hal kepe-mimpinan, sekarang memasuki masa Khilafah ‘ala Minhaajin
Nubuwwah. Masyaa Allah. 17
Pada ayat diatas, yang dimaksud dengan orang-orang lain/mereka adalah muslimin.
Adapun dlomir kum atau antum adalah orang-orang Israel/Yahudi.
Muslimin telah masuk ke masjidil aqsha secara berbondong-bondong pada masa Khalifah
Umar bin Khaththab.
Peristiwa diatas insya Allah akan terjadi lagi dalam waktu yang dekat. Masalah penting
yang harus dicermati, adakah kelayakan pada diri kita untuk menjadi mereka (hamba-
hamba Allah) yang ditolong,
Sehingga kemenangan dan kejayaan muslimin akan segera kita raih.
Ayat-ayat lain yang perlu kita kaji adalah sebagai berikut
3. Fakta Sejarah
Berdasarkan kepada Al-Qur’an surat Ali-Imran ayat 140 dan hadits-hadits Rasulullah
SAW tentang masa depan Islam dan Muslimin, sejarah membuktikan bahwa berpegang
teguh kepada kebenaran (Al-Haq) adalah sumber kekuatan dan kejayaan. Hal ini nampak
pada masa kepemimpinan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Khulafaur
Rasyidin Al Mahdiyin sebagai berikut :
- Perang Badar ( 2 H ), Uhud (3 H), Ahzaab (5 H), Hudaibiyah (6 H), Khaibar (7 H),
Mu’tah (8 H), Tabuk (9 H), Futuh Mekkah (11 H),18 pengiriman Usamah bin Zaid (11
H), Penumpasan Nabi palsu, orang murtad dan pemberontak (11-12 H), Perang Rantai
dengan Persia (12 H), Perang Ajnadin (13 H), Perang Namariq, Jembatan, Bawaih,
Qodisiyah, Jalulah, Yarmurk, dll. (13-23 H) s.d. jatuhnya Parsi dan Romawi dimasa
Umar.
- Khalifah Utsman menghadapi Abdullah bin Saba dan pendukungnya
- Khalifah Ali r.a. mensikapi perang Shiffin dan Jamal (37 H)
- Sepeninggal Ali r.a. muslimin mengalami kondisi fitnah di masa mulkan selama 13
abad, setelah itu pada awal abad 18 munculnya gerakan-gerakan Islam inter-nasional
yang mengajak kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah dengan menegak-kan kembali
khilafah ‘ala minhaajin nubuwwah, antara lain :
1. Da’wah Salafiyah (1730 M) Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab (1115 -1206
H/1703-1791 M) di Saudi Arabia.19
2. Ikhwanul Muslimin (1928 M) Syaikh Hasan al Banna (1324-1368 H/1906-1949 M)
di Mesir.
3. Jama’ah Tabligh, Syaikh Muhammad Ilyas Kandahlawi (1303-1364 H) di India.
4. Hizbut Tahrir (1953) Dr. Syaikh Taqyuddin An Nabhani (1909-1979 M) di Palestina
5. Jama’ah Muslimin atau Hizbullah (1953), Dr. Syaikh Wali Al Fattaah (1908-1976
M) di Indonesia
Bicara tentang kebangkitan Islam, setiap tokoh pergerakan yang berorientasi kepada
tegaknya Khilafah tidak bisa kita lewatkan. Seperti halnya Jamaluddin Al-Afghani,
keyakinan akan keunggulan potensial peradaban Islam terhadap Barat, sangat
mempengaruhi perkembangan pemikiran Islam sejak abad 19 lalu.
Faktor-faktor Pendukung
Untuk menjawab keraguan orang tentang kemungkinan bersatunya umat islam di bawah
seorang Imaam (khalifah), Dr. Syaikh Yusuf Al Qardhawi dengan tegas mengatakan
bahwa: “Persatuan umat Islam adalah Realita dan pasti akan terwujud bukan sebuah
khayalan (retorika).”
Dalam risalahnya yang berjudul “Al-Ummah Al-Islamiyah Haqiqah Laa Wahm”, beliau
menyebutkan enam kriteria tentang kepastian terwujudnya kesatuan ummat Islam antara
lain :
Menurut Logika Agama
Al-Qur’an dalam beberapa ayat menyatakan bahwa kaum muslimin adalah satu, bukan
(beberapa umat). Hal ini dapat dilihat pada surat Al Baqarah ayat 143, Ali Imran : 110,
Al-Anbiya : 92, Al Mu’minun : 52
Menurut Logika Sejarah
Umat Islam pernah bersatu di bawah seorang khalifah (termasuk mulkan) dalam masa
hampir seribu tahun dan meliputi daerah yang sangat luas mulai dari Cina di sebelah
timur, dan Andalusia (Spanyol) di sebelah barat
Menurut Logika Geografis
Dengan kehendak Allah umat islam menempati negeri-negeri yang saling berdekatan dan
sambung menyambung antara satu dengan yang lainnya mulai dari Jakarta di sebelah
timur, hingga Rabbath Al-Fath di sebelah barat atau mulai dari Samudera Pasifik ke
Samudera Atlantik
Menurut Logika Realita
Secara realita umat islam adalah umat yang satu, hal ini kita lihat ketika sebagian umat
Islam menderita, maka sebagian yang lain ikut merasakan penderitaan itu. Seperti halnya
terhadap kasus Palestina dan Bosnia, kaum muslimin seluruh dunia bangkit memberikan
bantuan.
Menurut Logika Non Muslim
Orang-orang non muslim tetap meng-anggap umat islam adalah satu ummat. Apabila
terjadi perpecahan hanyalah perpecahan lahiriah saja, tetapi perasaan mereka tetap satu.
Menurut Logika Maslahat dan Tuntutan Jaman
Pada masa lalu umat islam memiliki seorang “khalifah” yang dapat mengajak umat islam
untuk bertindak bersama-sama dalam mengatasi problematika yang mereka hadapi. Hal
ini menyebabkan musuh-musuh islam berpikir panjang apabila hendak mengganggu umat
islam. Namun hari ini umat islam tidak memiliki seorang khalifah yang melindungi
mereka. Umat islam tidak memiliki “Paus” seperti yang dimiliki orang-orang Nasrani. 20
Usaha yang paling fundamental, untuk mewujudkan persatuan umat adalah dengan
menegakkan institusi khilafah atau imaamah. Karena hanya dengan seorang khalifah atau
imaam umat islam tetap bersatu.
c. Nabi Musa a.s. ketika berhadapan dengan Fir’aun ayah angkatnya sendiri
- Melawan ahli sihir yang merubah tali menjadi ular, secara rasional ular-ular tersebut
mestinya dipukul dengan tongkat, akan tetapi Nabi Musa diperintah Allah
“Lemparkanlah tongkat itu”. Akhirnya pertolongan Allah datang, ularpun (tongkat Musa)
memakan ular-ular Fir’aun
- Saat kesulitan menghadapi kejaran Fir’aun di tepi laut, secara rasio tongkat
dilemparkan berubah menjadi perahu dan kemudian berlayar. Akan tetapi perintah Allah
“Pukulkanlah” akhirnya laut terbelah menyelamatkan Musa dan pengikutnya tapi
menenggelamkan Fir’aun dan pengikutnya.
d. Pengangkatan Usamah bin Zaid masih relatif muda (kl. 16 atau 17 tahun), sebagai
komandan perang melawan tentara Syiria. Walau itu pengalaman perdana bagi Usamah
dan para shahabat utama pun jadi prajuritnya, termasuk Umar bin Khaththab, namun
dengan izin dan pertolongan-Nya, alhamdulillah peperangan itu dapat dimenangkan
muslimin.
e. Pencabutan Khalid bin Walid di masa Umar, yakni untuk menyelamatkan muslimin
dari kultus individu, karena kehebatan Khalid dalam memimpin perang. Namun
demikian walau ia dicabut dari amanatnya sebagai komandan, kegigihan khalid tetap
stabil sebagai prajurit biasa tapi disegani lawan dan ia tidak pernah surut dari medan
jihad.21
Dari sabdanya ini dapat kita pahami, bahwa ada tiga hal yang tidak dapat dipisahkan,
yakni : Khalifah, Taqwallah dan Jama’ah Muslimin.
2. Kepada Hudzaifah bin Yaman untuk umat yang akan datang bila menghadapi kondisi
yang tidak menentu, banyak fitnah, ashobiyah dan munculnya talbis antara haq dan batil
serta adanya para da’i yang mengajak ke pintu-pintu jahannam :
ت َْلزَ ُم َج َما َعةَ ْال ُم ْسلِ ِمينَ َوإِ َما َمهُ ْم
Artinya: ”Tetaplah kamu dalam Jama’ah Muslimin dan Imaam mereka” (HR. Al Bukhari
juz 4/225, Muslim juz 2/134-135, Ibnu Majah II/475)
3. Kepada para shahabatnya, nabi bersabda :”Tiga hal yang hati seorang muslim tidak
akan dengki atasnya :1). Ikhlas dalam beramal. 2) dan menasihati Imaamul Muslimin 3),
dan menetapi Jama’ah Muslimin”. (HR. At Tirmidzi Kitabul Ilmi juz 5/33 No. 2656,
Sunan ad Darimi juz 1/76)
4. Nabi bersabda :”Aku wasiatkan kepada kamu untuk berbuat baik kepada para
shahabatku kemudian pada generasi sesudah mereka dan kemudian pada generasi
setelahnya ………….., wajib bagimu dengan al Jama’ah dan jauhilah perpecahan
(firqoh). (HR. At Tirmidzi, Kitabul Fitan juz 4/406 No. 2165, Ahmad juz 1/18).
5. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : Aku perintahkan kepada kamu
sekalian (muslimin) dengan lima perkara; sebagaimana Allah telah memerintahkan aku
dengan lima perkara itu, dengan Al-Jama’ah (berjama’ah), mendengar, tha’at, hijrah dan
jihad fie sabiilillah. Barangsiapa yang keluar dari Al-Jama’ah sekedar sejengkal, maka
sungguh terlepas ikatan Islam dari lehernya sampai ia kembali bertaubat. Dan
barangsiapa yang menyeru (berdakwah) dengan seruan jahiliyyah, maka ia termasuk
golongan yang bertekuk lutut dalam Jahannam.” Para shahabat bertanya : “Ya
Rasulullah, jika ia shaum dan shalat ? “ Rasul bersabda : “Sekalipun ia shaum dan sholat
dan mengaku dirinya seorang muslim, maka panggilah orang-orang muslim itu dengan
nama yang Allah telah berikan kepada mereka ; “ Al Muslimin, Al Mukminin, Hamba-
hamba Allah ‘Azza wa Jalla.” (HR. Ahmad dari Harts Al-Asy’ari, Musnad Ahmad
:IV/202, At-Tirmidzi V/148-149 no. 2263, Lafadz Ahmad)
Adapun warisan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tidaklah berupa harta atau
kedudukan duniawi, akan tetapi pedoman hidup yang tak ternilai harganya sebagaimana
sabdanya :”Dan sungguh aku telah tinggalkan (pusaka) kepadamu suatu yang jika engkau
berpegang teguh denganya niscaya kamu tidak akan tersesat selama-lamanya, suatu
urusan yang terang nyata yaitu Kitabullah dan Sunnah rasul.” (Khutbatul Wada’, Sirah
Ibnu Hisyam dan Ibnu Addi Rabbih dalam Al Iqdul Farid, ditambah riwayat Bukhari
dalam Shahihnya.)
Dari hadist diatas, as-siyasah berarti kepemimpinan para nabi dan khilafah (khas islam).
Hal ini sangat berbeda secara prinsip dengan kepemimpinan politik baik dari segi
motivasi (mabda), prosedur (manhaj), maupun tujuan (ghayah). Dalam Lisanul Arabi,
siyasah kamaslahatan (Ibnu Manzhur Vol VI hal.108). Dalam Kamus Al-Munjid arti
siyasah adalah membuat kemaslahatan manusia dengan membimbing mereka ke jalan
yang menyelamatkan.
Di antara perbedaan yang mendasar adalah sebagai berikut :
4. Subjek masalah Allah (QS. 18:26) Manusia (QS. 9:31, 5:104)
5. Legalitas Allah dan Rasul (QS. 48:28, 22:78, 4:59) Lembaga ciptaan manusia
:Negara, PBB dll
6. Amaliyah (wujud) -Nubuwwah,
-Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah,
-Jama’ah Muslimin
/al-Jama’ah Negara, ormas, orpol dll.
7. Figur/uswah Rasulullah (QS. 33:21) Selain Rasulullah
8. Masa Kepemimpinan Seumur hidup Temporer
9. Ruang lingkup Universal, rahmatan lil ‘alamin Parsial, terbatas dengan teritorial
10. Fungsional Pemimpin Pengembalaan /pengayom (di tengah-tengah ummat)
Penguasa (diatas kepala ummat)
11. Misi Utama Risalah Tauhid Duniawi
12. Sistem Perjuangan Wajar (QS. 48:29, 7:178) Dipaksakan (rekayasa)
13. Ghayah (tujuan) Ridla, karunia dan ampunan Allah Duniawi
Atas dasar uraian tadi, lebih tepat kita gunakan istilah Khilafah, Al-Jama’ah atau Jama’ah
Muslimin sebagai pengganti istilah negara, karena hal ini lebih dapat
dipertanggungjawabkan secara syar’i, baik didunia maupun diakhirat. Kalaupun hanya
untuk mendekatkan pemahaman, bisa saja kita meminjam istilah “negara” dalam
pengertian substansinya tetap perwujudan masyarakat wahyu yang berbeda dengan
masyarakat dalam suatu negara.
Pendekatan ini hanya dilakukan sekedar untuk memudahkan muslimin dalam memahami
konteks kemasyarakatan bukan menghilangkan substansi Nubuwwah dan Khilafah
kepada “Negara” sebagai satu institusi yang dikenal masyarakat dewasa ini. Kendati
demikian potret asli kemasyarakatan wahyu adalah : Khilafah/Al-Jama’ah/Jama’atul
muslimin harus tetap kita sebarkan dan menjadi satu kewajiban untuk mengamalkan
(menetapinya).
Sistem kemasyarakatan dalam Islam adalah bagian dari syari’at Islam itu sendiri. Begitu
pula pola kepemimpinan dalam Islam adalah adalah khas kepemimpinan itu sendiri.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan Khulafaur Rasyidin Al Mahdiyin adalah pola
yang paling ideal sepanjang sejarah Islam, yang wajib kita imani dan wujudkan dalam
kehidupan. Sebagaiman sabdanya :
ََّاش ِدينَ ْال َم ْه ِديِّين
ِ فَ َعلَ ْي ُك ْم بِ ُسنَّتِي َو ُسنَّ ِة ْال ُخلَفَا ِء الر
Artinya :”Maka hendaklah kamu berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah
Khulafaur Rasyidin Al Mahdiyyin”. (Musnad Ahmad juz 4 hal 126-127)
1. QS. Al-Baqarah :256
Ibnu Katsir menafsirkan ayat tersebut sebagai berikut :
“ Janganlah memaksa seorangpun untuk masuk Islam. Islam adalah agama yang jelas dan
gamblang tentang semua ajaran dan bukti kebenarannya, sehingga tidak perlu memaksa
seseorang untuk masuk ke dalamnya. Orang yang mendapat hidayah, terbuka, lapang
dada, dan terang mata hatinya, pasti ia akan masuk Islam dengan bukti yang buat yang
kuat. Dan barang siapa yang buta mata hatinya, tertutup penglihatan dan pendengarannya
maka tidak layak baginya masuk Islam dengan paksa.
Ibnu Abbas mengatakan, “ayat laa ikraha fid diin” diturunkan berkenaan dengan seorang
dari suku Bani Salim bin Auf bernama Al-Husaini bermaksud memaksa kedua anaknya
yang masih kristen/nasrani. Hal ini disampaikan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan ayat tersebut.
Demikian pula Ibnu Abi Hatim meriwayatkan ; Telah berkata bapakku dari Amr bin Auf,
dari Syuraih, dari Abi Hilal, dari Asbaq ia berkata, “Aku dahulu adalah ‘abid (hamba
sahaya laki-laki) Umar bin Khaththab dan beragama nasrani. Umar menawarkan Islam
kepadaku dan aku menolak. Lalu Umar berkata : Laa ikraha fid diin, wahai Asbaq jika
anda masuk Islam kami dapat minta bantuanmu dalam urusan-urusan muslimin.” 26
2. QS. Al-Mumtahanah : 8-9
Menurut Abdullah Wasi’an (kristolog), maskud ayat ini adlah, orang Islam boleh bergaul
dengan orang-orang non Islam dalam masalah dunia, yakni seperti perdagangan,
perjanjian jual beli, dan lain-lain. Tetapi dalam urusan aqidah sangat dilarang.
Menjelang runtuhnya Turki Utsmani dan sesudahnya hingga tahun 1952 muslimin di
berbagai dunia termasuk di Indonesia mengadakan musyawarah/konferensi untuk
mengembalikan sistem khilafah. Akan tetapi semua usaha ini belum berhasil
mewujudkan khilafah.
Ketidak berhasilan ini lebih banyak disebabkan karena faktor nasionalisme masing–
masing pihak yang dibawa ke majelis musyawarah.
Konferensi Khilafah di berbagai negara, pra dan pasca keruntuhan Utsmaniyyah (1924)
All India Khilafat Conference 1919 M di India
Konferensi Islam International 1921 M. di Karachi Pakistan
Dewan Khilafah, 1924 di Mekkah. (Oleh Syarif Husein Amir) —tidak berlanjut.
Kongres Kekhilafahan Islam 1926 di Kairo
Kongres Muslim Dunia 1926 di Mekkah
Konferensi Islam Al-Aqsha 1931 di Yerussalem
Konferensi Islam International kedua 1945 di Karachi
8. Konferensi Islam International ketiga 1951 di Karachi
9. Pertemuan Puncak Islam 1954 di Mekkah
10. Konferensi Muslim Dunia 1964 di Mogadishu
11. Konferensi Muslim Dunia 1969 di Rabat-Maroko —– melahirkan OKI
12. Konferensi Tingkat Tinggi Islam, 1974 di Lahore Pakistan. (Presiden Uganda, Idi
Amin mengusulkan Raja Faisal jadi Khalifah. Tapi Raja Faisal menolak.—– (2 tahun
setelah Raja Faisal menjawab surat Wali Al-Fatah)
Setelah mengalami perjalanan yang panjang muncullah tiga pertanyaan dalam pemikiran
Dr. Syaikh Wali Al–Fattaah :
Mengapa kaum muslimin senantiasa gagal dalam memperjuangkan Islam?
Mungkinkah Islam dapat ditegakkan dengan cara di luar Islam?
Mustahil dalam Islam tidak ada sistem untuk memperjuangkan Islam?
Dari tiga pertanyaan itulah Wali Al-Fattaah terus-menerus melakukan kajian bersama
para ulama saat itu, untuk mencari solusi permasalahan tersebut. Maka beliau menarik
kesimpulan; bahwa Islam tidak mungkin ditegakkan dengan cara-cara diluar Islam,
termasuk melalui jalur politik parlementer. Hal ini pula yang menjadi dasar beliau
mengundurkan diri dari Masyumi.
Yang memilih keluar dari Masyumi ternyata tidak hanya Wali Al-Fattaah, tapi juga
tokoh-tokoh lain yang kecewa dengan keberadaan Masyumi, antara lain : H. Agus Salim,
Abdul Gaffar Ismail dan Al-Ustadz H.S.S. Djamaan Djamil. 28
Sampai suatu hari, di akhir tahun 1952 Wali Al-Fattaah mendapat hadiah satu paket
buku dari KH. Munawwar Khalil yang berjudul “ Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”.
Dari buku inilah awalnya Wali Al-Fattaah menemukan solusi krisis ummat, dan didapat
jawaban yang jelas, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengamalkan Islam
dengan Jama’ah dan Imaamah.
Setelah berkali-kali diadakan musyawarah dengan para ulama, terjadilah pembai’atan
Wali Al-Fattaah pada tanggal 10 Dzulhijjah 1372 H/20 Agustus 1953. di gedung
Aducstaat (Bapenas sekarang) Jakarta.
Diantara para ulama yang membai’at awal Wali Al-Fattaah generasi awal adalah :
– Kyai Muhammad Maksum (Khadimus Sunnah, ahli hadits asal Yogyakarta-
Muhammadiyah)
– Ust. Sadaman (Persis-Jakarta)
– KH. Sulaeman Masulili (Sulawesi)
– Ust. Hasyim Siregar (Tapanuli)
– Datuk Ilyas Mujaindo, dll.
Setelah pembai’atan di hari Idul Adha tersebut, kemudian disiarkan melalui media cetak:
Harian Keng Po, Pedoman dan Daulat Rakyat, serta media elektronik : melalui Radio
Australia dalam bahasa Inggris 22 Agustus 1953 oleh Zubeir Hadid dan di RRI Pusat
(1956) oleh Ust. Abdullah bin Nuh dalam bahasa Arab.29 Inilah awal ditetapinya
kembali Jama’ah Muslimin dan Imaamnya.
Musyawarah Ahlul Halli Wal ‘Aqdi I
Setelah lama tidak mendapat reaksi dan tanggapan positif dari muslimin, tahun 1376
H./1956 M, diadakan Musyawarah Ahlul Halli Wal ‘Aqdi yang pertama, tanggal 15-18
Jumadil Awal 1376 H./18-21 Desember 1956 M, di Jl. Menteng Raya 58 Jakarta.
Musyawarah itu memutuskan : “ Wajib bagi Dunia Islam dewasa ini menegakkan
seorang Khalifah.”
Tanggapan atas musyawarah ini muncul dua tahun sesudah keputusan, antara lain dari :
M. Isa Anshary dan Harsono Tjokroaminoto. Keduanya mengirim surat pada Wali Al-
Fattaah yang berisi do’a ; mudah-mudahan kesemuanya itu memberikan manfaat bagi
muslimin.
Pada tanggal 27-29 Rajab 1378 H. (6-8 Pebruari 1959 M.) Jama’ah Muslimin (Hizbullah)
mengadakan Musyawarah Ahlul Halli Wal Aqdi kedua di Masjid Taqwa, Petojo
Sabangan, Jakarta. Musyawarah ini merupakan evaluasi atas realisasi putusan Ahlul Halli
Wal Aqdi yang pertama, sejauh mana telah dilaksanakan umat Islam.
Setelah mengadakan pengecekan ke berbagai dunia Islam, selama enam tahun 1953-1959
di 26 negara, terutama yang mayoritas muslim, tidak ada pembai’atan lain yang menetapi
Jama’ah Muslimin dengan sistem Khilafah selain Wali Al-Fattaah.
Tahun 1970-an bai’at kepada Wali Al-Fattaah, Ust. Abdul Halim Sulaeman MA. Sebagai
Mutakhorij/Alumni lulusan Darul Hadits Makkah Al-Mukarromah, yang saat itu
direkturnya bernama : Syaikh Muhaimin Abu Syammah. Setelah bai’at Ust. Abdul Halim
banyak bershodaqoh ilmu kepada para ustadz laiinnya, terutama seputar ilmu hadits.
Tahun 1972, mendapat tanggapan positif dari Raja Faisal – Saudi Arabia antara lain
sebagai berikut :
“ Yang terhormat Asy-Syaikh Wali Al-Fattaah, Assalaamu ‘alaikum warahmatullahhi
wabarokaatuh. Waba’du. Maka sungguh telah sampai pada kami risalahmu yang
tertanggal; 28 Muharram 1392 H. bertepatan dengan 14 Maret 1972,
……………………..Maka kami berterima kasih padamu atas usahamu yang baik dan
cita-citamu yang benar dan ruh keislamanmu yang tinggi…………….” Semoga Allah
menjagamu.30
Pada tahun 1974 diadakan pengecekan lagi melalui musyawarah tingkat puncak selama
tiga hari di Masjid Sunda Kelapa Jakarta. Dihadiri oleh para ulama dan zu’amma, para
tokoh organisasi Islam seluruh Indonesia, serta para kedubes negara Islam di Jakarta.
Hasilnya tetap belum ada pengamalan sistem khilafah dalam wujud Jama’ah Muslimin
sebagaimana yang telah ada di Indonesia.
Apabila dikemudian hari ditemukan Imaam yang dibai’at lebih awal dengan sistem
Khilafah dan mewujudkan Jama’ah Muslimin, Maka Wali Al-Fattaah bersama seluruh
ma’mumnya dengan keikhlashan hati, insya Allah siap menjadi makmum31 pada yang
lebih awal. Setelah wafat 19 Nopember 1976 M, keimaamahan Wali Al-Fattaah
dilanjutkan dengan pembai’atan H. Muhyiddin Hamidy, tanggal 20 Nopember 1976.
“ Sesungguhnya urusan kekuasaan ini di tangan orang Quraisy, tiada seorang pun yang
memusuhi mereka, kecuali pasti Allah akan membuatnya jatuh tersungkur, selama
mereka masih menegakkan (hukum-hukum) agama ini”
Urusan ummat ini akan senantiasa baik selama mereka dipimpin oleh 12 laki-laki
(khalifah), kemudian beliau mengucapkan kata-kata yang tidak aku dengar. Aku bertanya
kepada ayahku (Samurah) : “Apa yang diucapkan Rasulullah ?” Ayahku menjawab :
Rasulullah mengatakan : Semuanya dari Quraisy.” (HR. Bukhari, 722, 7223; Muslim,
1821; Tirmidzi 2224 dan Ahmad 5/76, Thabrany,1791; dan dibawakan Syakh Al-Albani
dalam Shahihahnya 376 dengan lafazh yang berbeda)
Para ulama berbeda pendapat dalam memahami hadits-hadits tentang Imaam dari
Quraisy, anatara lain :
Imaam Wajib dari Quraisy, bila bukan dari Quraisy maka tidak sah.
Pemahaman ini umumnya diyakini oleh para ulama pengikut gerakan Wahabi
(Muhammad bin Abdul Wahab), lebih dikenal dengan Salafiyah/salafi.
Imaam dari Quraisy tidak Wajib, hanya sebatas afdlal (keutamaan). Karena hadits-hadits
tentang Imaam Quraisy berbentuk ikhbar (informasi) dan tidak ada satupun di antara
hadits tersebut yang berbentuk thalab (tuntutan). Bentuk ikhbar walaupun mengandung
pengertian tuntutan, tetapi tidak dianggap tuntutan secara pasti selama tidak dibarengi
dengan suati qarinah (indikasi) yang menunjukkan penegasan.
Kata Quraisy adalah ism (sebutan) bukan sifat. Dalam istilah ushul fiqh disebut laqab
(julukan atau sebutan). Mafhum ism atau mafhum laqab sama sekali tidak bisa dijadikan
dasar dalam menentukan status hukum suatu perbuatan, karena ism atau laqab tidak
memiliki mafhum mukhalafah. Oleh karena itu nash tentang Quraisy tidak mempunyai
pengertian bahwa pemerintahan tidak boleh diberikan kepada orang selain Quraisy. 33
3. Imaam dari Quraisy, artinya: sifat bukan fisik. Jadi yang dimaksud adalah; Fisiknya
boleh siapa saja asal memenuhi syarat-syarat keutamaan Quraisy. Pemahaman ini seperti
diyakini oleh; KH. Munawar Khalil dalam bukunya “Islam dan Pemerintahan” .
Begitu pula H. Sulaeman Rasyid dalam bukunya “Fiqh Islam”, menyebutkan bahwa
pemahaman hadits-hadits tentang Imaam dari Quraisy itu adalah karena orang-orang
Quraisy mempunyai sifat-sifat berani, kuat, teguh pendiriannya dan mempunyai
hubungan erat satu sama lainnya. Maka dengan sifat inilah akan dapat terjamin teraturnya
kedaulatan. Bangsa Quraisy mempunyai kesanggupan untuk membawa umat ke arah
kesempurnaan, baik dengan cara perdamaian ataupun dengan kekerasan. Maka kelebihan
tersebutlah yang mendukung kedudukan khalifah jatuh ke tangan bangsa Quraisy,
sedangkan agama tidak menentukan hukum-hukum pada suatu bangsa, suatu keturunan,
atau partai, tetapi agama adalah untuk umat manusia. 34
Imaam tidak harus dari Quraisy; pendapat ini beralasan, bahwa perintah ta’at pada Ulil
Amri dalam QS. An-Nisaa : 59 adalah menyatakan keumuman tanpa mengkhususkan
keturunan tertentu.
Juga sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:
“ Barang siapa mentaatiku, maka ia telah mentaati Allah; dan barang siapa bermaksiat
kepadaku, maka ia telah bermaksiat kepada Allah. Barang siapa mentaati amir ; maka ia
telah mentaatiku; dan barang siapa membangkang kepada amir; maka ia telah
membangkang kepadaku.” ( Al-Bukhari 9/77, Muslim 3/1466, Ibnu Majah 2/954, Nasa’i
7/154, Ahmad 2/253)
Hadits ini dan laiinnya menyatakan kepemimpinan secara umum tanpa pengkhususan
kepada orang Quraisy. Disamping itu terdapat beberapa hadits yang dengan jelas
mendukung pandangan yang memungkinkan adanya khalifah dari selain keturunan
Quraisy. Seperti hadits Bukhari Muslim dari Abu Dzar r.a. ia berkata :
“ Sesungguhnya kekasihku (Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam) berwasiat kepadaku
agar aku mendengar dan mentaati (pemimpin), sekalipun ia (pemimpin itu) seorang
hamba sahaya …….Dalam riwayat lain : sekalipun seorang hamba sahaya dari
Habasyah.” (Mutafaq ‘alaihi)
Dari Anas r.a. ia berkata : Bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam “ Dengarlah
dan taatlah, sekalipun kamu dipimpin oleh seorang budak Habasyi yang berambut seperti
anggur kering.” (Al-Bukhari : 9/78, Muslim 3/1467-1468)
Hal ini didukung oleh kesimpulan Ibnu Hajar tentang hadits-hadits yang mengkhususkan
kepemimpinan pada orang-orang Quraisy. Yakni, dia mensyaratkan pula keistiqamahan
orang Qurasiy tersebut kepada agama Allah. Jadi apabila terdapat orang yang lebih
istiqamah dan lebih mampu daripada orang Quraisy, maka ia harus diutamakan
ketimbang orang Quraisy itu. (Fathul Bari 13/115-117)
“ Tidak akan terjadi kiamat sehingga muncul seorang dari suku Qahthan yang memimpin
manusia dengan tongkatnya (Al-Bukhari 6/16).35
Imaamah boleh siapa saja selama ia menegakkan kitabullah. Pendapat ini selain berdasar
pada ayat dan hadits-hadits diatas, juga pada beberapa fakta sejarah ;
Saat Haji Wada’ ; Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “ Tidak ada
perbedaan antara orang Arab dan ‘Ajam (bukan Arab) kecuali karena taqwanya kepada
Allah. “ Pernyataan ini sesuai dengan ayat Al-Qur’an : “Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu adalah orang yang paling taqwa. “ (QS. Al-Hujurat : 13). Atas dasar
ini maka bangsa Quraisy tidak lebih berhak atau lebih mulia dari bangsa lain. Prinsip
dasarnya selama menegakkan agama (Maa Aqomud diin/Maa aqama kitaballaah)
KESIMPULAN
Atas dasar uraian diatas kita dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Ada tiga bentuk peradaban di dunia sepanjang sejarah :
a. Peradaban Ro’yu/filsafat (Kitmanul Haq)—Menyembunyikan kebenaran
b. Peradaban Talbis (Ro’yu dan Wahyu)— Mencampur aduk haq dan bathil
c. Peradaban Wahyu (Peradaban Al Qur’an dan Sunnah)—Berpegang teguh kepada al-
Haq.
2. Islam sebagai Rahmatan Lil ‘alamin yang syamil dan kamil hanya dapat diwujudkan
dengan berpegang teguh pada Al Qur’an dan Sunnah, tanpa dicampur dengan pola-pola
Ro’yu baik dari barat maupun dari timur
3. Perwujudan Khilafah ‘ala Minhaajin Nubuwwah dalam wujud Jama’ah Muslimin telah
ditegakkan/ditetapi kembali oleh Dr. Syaikh Wali Al-Fattaah sebagai Imamnya sejak 10
Dzulhijjah 1372 H/20 Agustus 1953 s.d 19 November 1976, dan dilanjutkan oleh
H. Muhyiddin Hamidy sejak 20 November 1976 hingga kini. Alhamdulillah berjalan dan
berkembang secara wajar.
4. Kehadiran Jama’ah Muslimin atau Hizbullah di tengah-tengah peradaban umat dewasa
ini adalah karunia Allah yang wajib disyukuri dan dikuatkan, kebenaran adalah dari Allah
dan Rasul-Nya, kelemah-an dan kekurangannya adalah tanggung jawab kita untuk
menguatkan dan melengkapinya. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala ridlo pada mereka
dan merekapun ridlo kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Amiin (QS. 9 : 100)
5. Imaamah tidak harus dari Quraisy, prinsipnya selama menegakkan ad-diin/ Al-Qur’an
dan Sunnah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahnya
Al-Chaidar, Negara Islam Indonesia, S.M. Kartosuwiryo, Darul Falah, Jakarta, cet. 2
1420 H.
Ali Gharishah, DR. Wajah Dunia Islam Kontemporer, Kautsar, Yogyakarta 1989
Abdullah Azzam, DR. Runtuhnya Khilafah dan Upaya Menegakkannya. Pustaka Al-
Alaq, Solo, 2001
Al-Amir Syakib Arsalan, Mengapa Kaum Muslimin Mundur, Bulan Bintang ,Jakarta ,
1954
Abdul Malik Ali Al-Kulaib, Nubuwwah (Tanda-tanda Kenabian), GIP Jakarta 1992.
Abdul Qadim Zallum, “Sistem Pemerintahan Islam”, Al-Izzah, Bangil-Jatim, 2002
Abu Wihdan Hidayatullah, “Kepemimpinan Dalam Pandangan Islam” makalah Pelatihan
Kepemimpinan, Bandung 2000
Abu Wihdan Hidayatullah, “Tujuan dan Tugas Negara dalam Fiqih Siyasah” makalah
Diskusi Mahasiswa STAI Tasikmalaya, 2000
Abu Wihdan Hidayatullah, Kesatuan Ummat Menurut Sunnah Rasulullah Dan Khulafaur
Rasyidin , makalah Diskusi Mahasiswa ITB, di GSG ITB, Bandung 1998.
Ahmad Warson Munawir, “Kamus Al-Munawir” , Pustaka Progressif, Surabaya, cet. 14,
1997, hal 657
Amin Muhammad Jamaluddin, Umur Umat Islam, Imaam Mahdi dan Dajjal, Cendekia
Sentra Muslim Jakarta 2001
A.Z. El Marzedek . Freemasonry Yahudi Melanda Dunia Islam, Gema Syahida Bandung
1993
Arif Hizbullah MA. Al-Jama’ah Wadah Kesatuan Muslimin, Ponpes Al-Fatah, Cilacap
1993
As-Suyuthi, Al-Jami’ush Shaghir, Syirkah Nur Asia
Fathur Rahman, Dahlan Bandung
Harun Yahya, DR. Petaka Manusia Akibat Darwinisme, VCD
Hussain bin Muhammad bin Ali Jabir MA. Menuju Jama’atul Muslimin, Rabbani Press,
Jakarta, November 1990
Harun Yahya, Dr. “Keruntuhan Teori Evolusi” Dzikra Bandung 2000.
Imaam Bukhari, Shahih Al-Bukhari, Toha Putra, Semarang
Imaam Muslim, Shahih Muslim, Toha Putra, Semarang
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’anil ‘Azhim, Toha Putra Semarang
Khalid Muhammad Khalid, Karakteristik 60 Sahabat Rasulullah, CV. Diponegoro
Bandung 1996.
Majid Ali Khan, “ Sisi Hidup Para Khalifah Shaleh” Risalah Gusti, Surabaya, 2000
Munawwar Khalil, KH. Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW, Bulan Bintang,
Jakarta, 1969
Munawwar Khalil, KH. Kembali Kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, Bulan Bintang,
Jakarta, 1956
Muhammad Ali Ishmah Al-Medani, Orang-orang Terasing, Majalah Salafi edisi V
1416 / Dzulhijjah 1996
Makalah-makalah Konferensi Internasional Khilafah Islamiyyah, Hizbut Tahrir, Senayan
Jakarta 2000.
Makalah-makalah Simposium Nasional Generasi Muda Islam, Asrama Haji, Jakarta,
1996
Risalah Al-Jama’ah no 6/Th II/ JMD.ULA 1421 H. “ KHILAFAH” Solusi Penyatuan
Muslimin Jakarta, Agustus 2000 M
Sabili – Majalah Islam “Sejarah Emas Muslim Indonesia “, edisi khusus No. 9 Th. X
2003
SALAFY, Edisi Perdana/Sya’ban 1416/1995
Sulaiman Rasjid, H. “Fiqh Islam” PT. Sinar Baru Algesindo Bandung, 2000
Syaikh Shafiyyur Rahman Al-Mubarakfury, “SIRAH NABAWIYAH “, Pustaka Al-
Kautsar, Jakarta 2001
Suyuthi Pulungan, Dr. J. MA. Fiqh Siyasah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta 1999.
Sulchan Yasin , Drs. Kamus Lengkap B. Indonesia, CV Putra Kaya, t,t.
Taqyuddin An-Nabhani, “SISTEM KHILAFAH”, Khazanah Islam, Jakarta, Juni 1995.
Wali Al-Fattaah, Khilafah ‘Ala Minhaajin Nubuwwah, Al-Jama’ah, Bogor 1995.
Wamy, Lembaga Pengkajian dan Penelitian, Gerakan Keagamaan dan Pemikiran, Jilid I
dan II, Al-Ishlah Press, Jakarta 1995
Yusuf Al Qaradlawi, DR. Syaikh, Al-Ummah Al-Islamiyyah Haqiqah Laa Wahm”
Maktabah Wahbah.
Z.A. Maulani “Zionisme” Daseta Jakarta, 2002
Islam dan Khilafah adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Sejarah membuktikan,
Muslimin menjadi terhormat dan berwibawa dalam peradaban umat manusia ketika di
tengah-tengah ada pimpinan sentral.
Musuh-musuh Islam tahu, bahwa khilafah merupakan junnah (benteng/perisai) dan ra’in
(pengayom/penggembala) bagi muslimin. Maka mereka terus melakukan penyerangan
dengan berbagai cara untuk meruntuhkan khilafah atau kepemipinan sentral dunia islam.
Puncaknya kaum kuffar berhasil meruntuhkan kepemimpinan sentral dunia Islam” Turki
Utsmani” 1924. Sejak itulah muslimin kehilangan pemimpin dunia.
Kekhawatiran mereka juga diperlihatkan dengan berbagai tuduhan teroris kepada hamba-
hamba Allah yang sholih. Dari sinilah isu terorime menjadi marak, dan fitnah itu mereka
arahkan kepada muslimin. Padahal apa yang mereka lakukan itulah terorisme yang
sebenarnya. Pembantaian di Afghanistan dan Irak adalah bukti teror dan kebiadaban AS
dan Israel.
Mengingat urgensi kepemimpinan sentral muslimin, maka jihad terbesar abad ini, adalah
mewujudkan Khilafah ‘ala Minhaajin Nubuwwah untuk menegakkan syari’at Islam.
Buku ini sebagai bahan kajian dan alternatif sumber informasi tentang apa dan bagaimana
urgensi khilafah di tubuh muslimin.