Anda di halaman 1dari 34

ISLAM dan KHILAFAH

MENERANGI UMMAT SEPANJANG  ZAMAN


Oleh: Abu Wihdan Hidayatullah
(Staf Majelis Dkwah Pusat Jama`ah Muslimin [Hizbullah])

Muqaddimah
Islam hadir ditengah kegelapan jahiliyyah laksana sinar mentari yang menyinari gunung
es. Sinar risalah yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam kepada umat
manusia itu telah menerangi dan mengeluarkan mereka dari pekatnya kebodohan kepada
cahaya ma’rifat. Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah uswah dan qudwah
telah sukses merubah wajah dunia yang biadab menjadi beradab.
Keunggulan dan kebesaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah memikat hati
manusia dan merebut cinta kasih yang tiada taranya. Kehadirannya menebarkan wangi
harum kegembiraan, memberikan ketentraman dan kedamaian pengikutnya. Maka dalam
waktu yang relatif singkat ajarannya telah menjadi rahmat ke seluruh alam ini (QS. 21 :
107)
Di tengah peradaban yang penuh dengan angkara murka kedzaliman, dan berbagai bentuk
penyelewengan, Islam memancarkan cahaya cinta, kasih sayang, kejujuran dan keadilan
dengan keindahan pribadi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Atas dasar itulah para pemimpin Quraisy berlomba-lomba menerima risalahnya, seperti :
Abu Bakar, Umar, Thalhah, Zubair, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin
Abi Waqash dan lain lain, dengan penuh keikhlasan mereka mengikrarkan bai’at pada
Muhammad sebagai Imaam dan Rasul Allah yang terakhir.
Alasan apakah yang menjadi penyebab mereka begitu ridlo mendampingi Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam. Apa rahasia dibalik keagungan mereka, sehingga rela
melepas kemuliaan dan kemegahan yang melingkunginya selama ini, hanya untuk iman
dan Islam. Dengan iman dan Islam Allah telah memberikan kemuliaan yang
sesungguhnya, kemuliaan yang hakiki. Subhanallah.
Potret Kegelapan Jahiliyyah Sebelum Islam
1.    Yusyrikuuna billah (Mereka Musyrik Kepada Allah)
Mayoritas bangsa Arab mengikuti dakwah Isma’il as. yaitu millah Ibrahim as, yang
prinsipnya adalah menyeru kepada tauhid, menegakkan agamanya dan melarang mereka
dari perpecahan. (QS. 22 : 78, 42 : 13)
Seiring perjalanan waktu, sepeninggal Ismail as. ajaran tauhid berangsur hilang dari
Arab, yang tertinggal hanyalah pada beberapa orang saja yang masih berpegang teguh
kepada ajaran Tauhid: Taurat dan Injil. Namun demikian sisa-sisa keyakinan tersebut
menjadi lenyap dengan munculnya Amr bin Luhay, pemimpin bani Khuza’ah.
Amr bin Luhay adalah seorang yang dikenal dermawan dan penuh perhatian terhadap
urusan-urusan agama. Karena itulah ia dicintai banyak orang dan nyaris disebut ulama
besar / wali. Ketika berkunjung ke negeri Syam, Amr bin Luhay tertarik dengan
kebiasaan orang Syam yang menjadikan hubal (patung manusia) sebagai perantara dalam
mendekatkan diri kepada Allah. Maka ia pun  membawa hubal ke Mekkah dan
disandarkan di Ka’bah. 1
Amr bin Luhay kemudian mengajak penduduk Mekkah untuk menjadikan hubal sebagai
perantara ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sejak itulah ia memusyrikan
penduduk Quraisy. Orang Hijaz pun banyak mengikuti caranya, karena Amr bin Luhay
adalah orang Mekkah yang dianggap pengawas Ka’bah dan penduduk tanah suci.
(Mukhtashar Siratir Rasul, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, hal. 12).
Sejak diangkatnya Nabi Isa as. terjadi kevakuman nabi kl. 600 tahun, sampai Muhammad
diutus Allah tahun 610 M. Selama 6 abad tersebut peradaban  mengalami fatratul wahyi /
fatratur rasul (terputusnya wahyu/ rasul), maka pergeseran keyakinan pun terjadi secara
berangsur. Kenyataan ini menjadikan risalah tauhid/millah Ibrahim yang dibawa
Muhammad rasulullah terasa asing (gharib) bagi mereka, dan menilainya sebagai agama
baru yang akan merusak keyakinan mereka.
Tafarroqon Bainahum ‘ala Firqoh (Terpecah belah diantara mereka atas golongan)
Pada dasarnya semua nabi ditugaskan untuk mempersatukan umatnya. Akan tetapi usaha
musuh-musuh Allah dari dulu hingga kini senantiasa berusaha memecah belah umat ini.
Mereka tahu kebersamaan dan persaudaraan di bawah komando sentral adalah sebuah
kekuatan yang hebat dan sulit dikalahkan.
Kebersamaan dan persaudaaran hakiki hanya ada diatas landasan tauhid, tidak ada pada
keyakinan yang syirik. Karena itulah kaum jahiliyyah Quraisy  terpecah belah menjadi
360 golongan setelah meninggalkan agama tauhid, millah Ibrahim as. 1aSetelah tafarruq
(berpecah belah) dan ikhtilaf (perbedaan faham/berselisih), mereka saling
membanggakan golongannya masing-masing dan meremehkan golongan  yang lain (QS.
6 : 65, 30 : 31-32).
Dalam hal ini, Amr bin Luhay adalah orang
Yang pertama mempersembahkan onta untuk berhala.2
Taraa-usi ‘alaihim bainahum
(Ambisi kepemimpinan diantara mereka)

Kedudukan pemimpin kabilah ditengah kaumnya pada masa jahiliyah tak ubahnya
kedudukan seorang raja. Dia berwenang atas hukum dan memiliki otoritas pendapat,
layaknya seorang pemimpin diktator yang perkasa. Persaingan mendapat kursi pemimpin
diantara mereka, tidak jarang membuat mereka bermuka dua dan bersifat munafik. 3
Persaingan masalah kehormatan dan perebutan kekuasaan bahkan lebih sering menyulut
peperangan antar kabilah, yang sebenarnya berasal dari saudara kandung, seperti yang
terjadi pada  Aus dan Khazraj, Abbas dan Dzubyan, Bakr dan Taghlib.
Pemuka atau pemimpin kabilah mem-punyai hak-hak istimewa. Dia mendapatkan
seperempat bagian dari harta rampasan perang. Harta rampasan yang diambil untuk
dirinya sendiri dilakukan sebelum ada pembagian, begitu pula dengan hasil penjarahan
dan lain-lain. Motif harta inilah yang dominan pada mereka sehingga ambisi untuk
menjadi pemimpin.

4. Tasywih fii millati ibrahiim (Penyelewengan pada millah Nabi Ibrahim)


Sebelum Islam yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam datang, arab
jahiliyyah telah banyak yang mengikuti agama Yahudi, Nasrani, Majusi, dan Shabi’ah.
Namun agama-agama tersebut sudah banyak disusupi penyimpangan dan hal-hal yang
merusak. Orang-orang musyrik yang mengaku masih mengikuti  millah Ibrahim as. justru
sangat jauh dari perintah dan larangan syari’at Ibrahim. Mereka berakhlak buruk, dan
kedurhakaan mereka tak terhitung banyaknya. Secara berangsur mereka berubah menjadi
paganis (penyembah berhala) dengan tradisi berbagai macam khurafat dan takhayul.
Orang-orang Yahudi berubah jadi orang-orang yang angkuh dan sombong. Pemimpin-
pemimpin mereka jadi sembahan selain Allah Subhanahu wa ta’ala (QS. 9 : 31). Agama
Nasrani berubah jadi paganisme (paham kebendaan) yang sulit dipahami dan
menimbulkan percampuran antara ajaran Allah dengan manusia.4

Intitsaarul Ma’aashi (Tersebarnya kemaksiatan)

Kebiasaan buruk bangsa Arab yang kemudian ditinggalkan setelah datangnya Islam
antara lain :
Minum Khamr (arak)
Zina/ prostitusi
Mengawini Ibu tiri
Perbudakan
Mengubur hidup-hidup anak perempuan karena takut aib.
Membunuh anak laki-laki karena takut miskin.
Poliandri (Perkawinan seorang wanita dengan banyak laki-laki).
dll

Ad Dunya Ibtighaa- uha (Dunia yang menjadi tujuan /prioritas)

Kehormatan orang Arab saat itu bukan terletak pada ilmu ataupun keimanannya. Akan
tetapi pada hal-hal yang bersifat duniawi seperti harta, pangkat, dan keturunan. Suatu
contoh seperti ungkapan Abu Sofyan bin Harb
ketika mundur dari perang Badar, Ia berkata : “Kehormatanku berada pada punggung-
punggung unta”
Atas dasar itulah bangsa Arab banyak yang meremehkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam dan shahabatnya. Duniawi telah menjadi skala prioritas (diutama Shallallahu
‘alaihi wasallam dan shahabatnya di generasi awal mayoritas orang-orang miskin, baik
dalam ilmu maupun harta. Budaya materialisme nampak pada masyarakat Arab waktu
itu, yang seringkali mengundang pecahnya peperangan.
Melihat keenam potret jahiliyyah tersebut, kita tidak memungkiri bahwa di tengah
kehidupan orang jahiliyyah banyak terdapat hal-hal yang buruk, amoral dan masalah-
masalah yang sulit diterima akal sehat. Namun demikian mereka juga masih memiliki
prilaku terpuji, meng- undang kekaguman manusia dan simpati. Prilaku tersebut antara
lain :
Kedermawanan (mentraktir minum Khamr, membagikan laba judi, dll)
Memenuhi Janji: lebih suka membunuh anak sendiri atau membakar rumahnya daripada
meremehkan janji
Menjaga Kemuliaan Jiwa: Enggan menerima kehinaan menjadikan sikap ber-lebih-
lebihan dalam keberanian, pen-cemburu dan mudah marah.
Pantang Mundur: terutama dalam Ashobiyah
Lemah lembut dan suka menolong menjadi sifat sanjungan mereka
Kesederhanaan pola kehidupan Badui: tidak mau dilumuri warna-warni peradab-an dan
gemerlapnya kemewahan.5

Mengenal Profil Pembawa Rahmat


2.    Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam
a.    Muhammad sebagai manusia biasa
Secara fitrah manusiawi  Muhammad adalah sama seperti bangsa Arab  lainnya baik fisik
maupun mental ia memiliki hajat hidup; perlu makan dan minum, menikah, memiliki rasa
benci dan cinta, rasa senang dan susah dll. Perbedaanya adalah Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam diberi wahyu. Hal ini sebagai mana firman Allah Subhanahu wa ta’ala 
dalam al- Qur’an :
ِ ‫ي أَنَّ َما إِلَهُ ُك ْم إِلَهٌ َو‬
‫اح ٌد‬ َ ‫قُلْ إِنَّ َما أَنَا بَ َش ٌر ِم ْثلُ ُك ْم ي‬.
َّ َ‫ُوحى إِل‬
(110 :‫)الكهف‬
Artinya :  Katakanlah : “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu,
yang diwahyukan kepadaku”: bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang
Satu (Esa)”. (QS. Al Kahfi : 110).

Pernyataan senada disebutkan pula pada surat Ibrahim: 11, Fushilat: 6, de-ngan matan
(redaksi) yang berbeda. Bukan hanya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam tetapi
rasul-rasul lainpun adalah sama sebagai manusia biasa.

b.    Muhammad sebagai Rasul Allah dan Uswatun Hasanah


Secara umum keberadaan Muhammad adalah sama seperti rasul-rasul lainnya. Mereka
semua adalah muslimin yang mendapat amanat risalah Allah (Syari’at)  yakni;
menegakkan Ad-Din (at-tauhid) dan tidak berpecah belah di dalamnya (perintah
berjama’ah) (QS. 2 : 136, 285 ; 3 : 136 ; 4 : 151 ; 42 : 13 )
Secara khusus kedudukan beliau sebagai uswatun hasanah (teladan yang baik)
sebagaimana firman-Nya :
َ ‫ُول هَّللا ِ أُس َْوةٌ َح َسنَةٌ لِ َم ْن َكانَ يَرْ جُو هَّللا‬
ِ ‫لَقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم فِي َرس‬
)21 :‫ (االحزب‬.‫َو ْاليَوْ َم اآْل ِخ َر َو َذ َك َر هَّللا َ َكثِيرًا‬

Artinya : “Sungguh telah ada pada diri Rasulullah (Shalallahu ‘Alaihi Wassalam ) suri
teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang-orang yang mengharap rahmat Allah dan
kedatangan hari qiyamat dan dia banyak menyebut Allah”. (QS. 33 : 21)

Rasulullah sebagai uswah hasanah (Beautiful Pattern) juga sebagai pelanjut dalam
meneladani Ibrahim as. Maka dari itu nabi Ibrahim as. pun disebut dalam al-Qur’an
sebagai uswah hasanah (QS. Al Mumtahanah : 4-6)

c.    Muhammad Sebagai Rahmat Seluruh Alam

Dalam hal ini kedudukan Rasulullah sangat istimewa, karena sepanjang sejarah umat
manusia tidak ada seorang pun yang bisa menempati kedudukan yang sama dengan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai rahmatan lil ‘alamin. (QS. 21 : 107)
Risalahnya secara umum diperuntukkan seluruh alam ini, baik alam nyata maupun ghaib,
dunia maupun akhirat. Secara khususpun Rasulullah bukan untuk orang Arab semata, tapi
untuk seluruh manusia, sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan. Akan
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya (QS. 34 : 28).  Sekalipun realitas yang
terjadi ada yang beriman dan ada yang kafir kepada beliau. Namun demikian tidaklah
mengurangi sedikitpun keberadaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai
rahmatan lil ‘alamin.
Atas dasar inilah Rasulullah Shal-lallahu ‘alaihi wasallam sebagai figur kepemimpinan
wahyu yang rahmatan lil ‘alamin tidak dapat disamakan dengan siapapun. Ia sebagai
sayyidul anbiya (penghulu para nabi), ia sebagai saksi kelak di akhirat atas seluruh umat
manusia (QS. 16 : 89).
Sebagai pemimpin, Muhammad  Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah bukan
raja, kaisar atapun kepala negara yang kekuasaanya sangat dibatasi dengan ruang lingkup
dan waktu tertentu. Beliau adalah hamba dan utusan-Nya yang menjadi rahmat bagi
seluruh alam sepanjang jaman. Kalaupun dalam beberapa hal ada kesamaan dengan figur
negarawan, ataupun yang lainnya tapi dimensinya sangatlah berbeda. Dengan demikian
kita berlindung kepada Allah Yang Maha Tahu, bila di masa lalu kita telah berani
mensejajarkan nabi yang mulia dengan sekedar kepala negara, raja atau kaisar.
Subhanallah ‘amma yasifuun. Sistem kepemimpinan ini diwasiatkan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam kepada para khalifah sesudah beliau dengan sabdanya :
‫ص ْي ِه‬ِ ْ‫صي اَ ْل َخلِ ْيفَةَ ِم ْن بَ ْع ِدى بِتَ ْق َوى هللاِ َواَو‬ ُ
ِ ْ‫آو‬
َ‫بِ َج َما َع ِة ْال ُم ْسلِ ِم ْين‬
Artinya :”Aku wasiatkan kepada khalifah sesudahku dengan taqwa kepada Allah dan aku
wasiatkan kepadanya dengan Jama’ah Muslimin.”
(HR. Ash habus Sunan, Dalam        Al Jami’ush Shagiir juz I hal 110, dari Abu
Umaamah)

Generasi Awal Menerangi Peradaban


3.    Masa Rasul
Setelah sekitar 600 tahun sejak diangkatnya Al Masih Isa bin Maryam as., Allah
mengutus Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam ditengah-tengah kegelapan
jahiliyyah. Dan ini merupakan suatu masa yang panjang. Pada masa itu betapa banyak
penyimpangan agama tauhid,  dan di berbagai pelosok bermunculan paganisme (paham
kebendaan).
Allah mengutus Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai rahmat-Nya bagi alam
semesta. Beliau diutus Allah untuk memberi petunjuk-Nya dengan izin-Nya. Maka secara
bertahap cahaya Islam yang dibawanya menembus dan memenuhi relung hati orang-
orang Quraisy (musuh-musuh Allah), sehingga menjadi sahabat setia.(QS. 41: 33-35)
Dengan berbekal Al Qur’an yang dilaksanakan secara kaffah Muhammad Shallallahu
‘alaihi wasallam telah menjadi magnit/daya tarik yang kuat bagi orang-orang yang
menerima hidayah-Nya. Hal ini dapat kita lihat pada perkembangan Islam saat itu. Hanya
sekitar 23 tahun masa kepemimpinan beliau, Islam telah merubah wajah dunia yang gelap
gulita menjadi terang benderang, yang biadab menjadi beradab.Alhamdulillah
Walau harus menempuh perjalanan panjang dan menyulitkan, beliau dan para
shahabatnya  tetap istiqomah mendakwahkan Islam. Dari mulai bait (rumah) Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam ke Darul Arqam, Mekkah, Madinah, Parsi, Romawi, dll.
Kebenaran Islam sebagai cahaya dan rahmat-Nya terus bergerak ke penjuru  dunia 
laksana  gelindingan  salju  putih,
kedalam semakin padat, keluar semakin besar. Allah Subhanahu wa ta’ala
menggambarkan perkembangan Islam ini dalam surat Al-Fath : 29, adalah sebagai
berikut :
‫ فا ستغلظ فاستوى‬، ‫كزرع أخـرج شطـئه فأ زره‬
‫ على سو قه يعجب الزراع ليغيظ بهم الكفار‬،
Artinya : “ Seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan
tanaman tersebut kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya.”

4.    Masa Khalifah

Setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, empat khalifah  utama yaitu
Abu Bakar, Umar bin Khathab, Utsman bin Affan  dan Ali bin Abi Thalib r.a.,
melanjutkan manhaj nubuwwah , sistem kepemimpinan dan perwujudan masyarakat
wahyu yang telah di awali Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam selama 23 Tahun.
Karena sebagai pelanjut, tentu tidak sama konsekwensinya dengan yang mengawali,
yakni Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Lagi pula keempat khalifah tersebut tidak
maksum sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Masa khilafah merupakan “Golden Age” (Abad Keemasan), saat itulah syari’at atau
hukum-hukum islam sepenuhnya berkembang  dan diimplementasikan (diwujudkan)
secara sempurna. Mereka adalah para khalifah ideal yang membimbing umat diatas jalan
yang benar dan telah menunaikan amanah mereka dengan penuh keimanan dan
keikhlasan. Karena alasan inilah mereka dikenal sebagai Khulafaur Rasyidin yakni para
khalifah penunjuk jalan kebenaran. Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda
:
َ‫َّاش ِدينَ ْال َم ْه ِديِّين‬
ِ ‫فَ َعلَ ْي ُك ْم بِ ُسنَّتِي َو ُسنَّ ِة ْال ُخلَفَا ِء الر‬
Artinya : “Maka hendaklah kamu berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah
Khulafaur Rasyidin al Mahdiyin” (Musnad Ahmad juz 4 hal 126 –127)

Pembenahan dan pembangunan umat di masa khulafaur rasyidin berlangsung selama 30


tahun. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam :
ٌ ‫ْال ِخالَ فَةُ فِي أُ َّمتِي ثَاَل ثُونَ َسنَةً ثُ َّم ُم ْل‬
َ‫ك بَ ْع َد َذلِك‬
Artinya : “Kekhilafahan pada umatku tiga puluh tahun kemudian kerajaan setelah itu.”
(HR. At Tirmidzi juz 4 hal 503 no. 2226, Kitabul Fitan, Abu Daud Kitabussunah juz 4 hal
221 no. 4646-4647)

Hal-hal penting yang terjadi masa Khulafaur Rasyidin :


a.  Masa Abu Bakar ( 11 – 13 H)
-    Penguburan jenazah Rasulullah tertunda 2 hari
-    Pembukuan Al-Qur’an atas usul Umar bin Khaththab
-    Menumpas Nabi Palsu dan kemurtadan
-    Memerangi yang tidak membayar zakat
-    Mengangkat Umar sebagai Qadli/Hakim
-    Melanjutkan pengiriman Usamah bin Zaid ke Syiria

b.  Masa Umar bin Khaththab (13 – 23 H)


-    Melembagakan Peradilan di wilayah-wilayah muslimin
-    Membuka Romawi dan Parsi hingga bersatu dalam Islam
-    Pengangkatan Qadli/Hakim di berbagai Wilayah
-    Mengentaskan kemiskinan disaat kemarau panjang
-    Penertiban Baitul Maal dan Majelis Kuttab (Administrasi)
-    Menetapkan Khalid bin Walid sebagai Panglima Tertinggi dalam Jihad.
c.   Masa Utsman bin Affan (23 – 35 H)
-    Menggandakan Al-Qur’an untuk antisipasi iftiraq dan ikhtilaf
-    Menertibkan Administrasi Ribath dan Iqtishodiyah (Maaliyah)
-    Menghadapi Kekacauan karena infiltrasi Yahudi ( Abdullah bin Saba’).
-    Menghindari pertumpahan darah antara muslimin (menghadapi pemberontak)
-    Pengukuhan Majelis Syuro dengan menghadirkan seluruh wali dan shahabat utama
(tahun 34 H.)
-    Pengembangan dakwah ke berbagai daerah melanjutkan Khalifah Umar.
-    Menerima laporan ummat menjelang adzan Jum’at

d.   Masa Ali bin Abi Thalib (35 – 40 H)


-    Bermodal keberanian dalam kebenaran dan ilmu yang mapan
-    Penertiban Keilmuan; bahasa dan lain-lain.
-    Mensikapi perang Shiffin dan Jamal dengan ishlahul ummah (menjaga keselamatan
ummah).
-    Menghadapi perpecahan internal (munculnya khawarij, mu’tazilah dll).
-    Syahidnya Ali awal bencana bagi muslimin.
-    Pergeseran system khilafah kepada mulkan (kerajaan) th. 41 H .5

Setelah generasi awal (Rasul dan Khilafah) akan muncul banyak fitnah melanda kaum
muslimin. Hal ini disebutkan َ Rasulullah dalam salah satu sabdanya :
ُ‫اس قَرْ نِ ْي ثُ َّم الَََّ ِذ ْينَ يَلُوْ نَهُ ْم ثُ َّم اًَلـًًَّ ِذ ْينَ يَلُوْ نَهُ ْم ث َّم‬
ِ َّ‫خَ ْيرُالن‬
ُ‫ق َشهَا َدةُ آَ َح ِد ِه ْم يَ ِم ْينَهُ َويَ ِم ْينُهُ َشهَا َدتَه‬ ُ ِ‫يَ ِج ْي ُء قَوْ ٌم تَ ْسب‬
Artinya  “Sebaik baik manusia adalah generasiku, kemudian orang-orang sesudah
mereka, kemudian orang-orang sesudah mereka. Sesudah itu akan datang kaum yang
kesaksian mereka mendahului sumpahnya dan sumpahnya mendahului kesaksiannya.”
(Bukhari IV/189, Muslim VII/184-185, Ahmad II/424)

Di dalam Al-Qur’an, kekuatan atau ke-baikan Rasulullah dan para shahabatnya itu di-
sebut sebagai Uli ba’sin syadid (orang-orang yang mempunyai kekuatan dahsyat/hebat)
QS  17 : 5
Kejayaan dan kebahagiaan muslimin di masa awal adalah potret paling ideal sepanjang
se-jarah. Islam benar-benar telah menjadi cahaya dan rahmat bagi alam semesta. Karena
itulah kita yakin hanya dengan berpola kepada mereka Insya Allah kejayaan dan
kebahagiaan bisa kembali kita nikmati. Imam Malik r.a. berkata :
َ ‫الَ يَصْ لُ ُح اَ ُم ُر هَ ِذ ِه ْاألُ َّم ِة إِالَ بِ َما‬
‫صلُ َح بِ ِه أَ َولُّهَا‬
Artinya : “Tidak akan selamat atau maslahat urusan umat ini kecuali dengan apa-apa
yang telah menyelamatkannya generasi awalnya”

Atas dasar inilah Islam hanya dapat ditegakkan dengan cara-cara terdahulu, yakni sunnah
Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin. Tidak mungkin Islam ditegakkan dengan cara diluar
Islam, baik dengan pola barat maupun pola timur.

PERISTIWA PENTING DI MASA MULKAN


A. Bergesernya sistem khilafah menjadi mulkan
Sejak syahidnya Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah keempat, kepemimpinan muslimin
mengalami pergeseran sistem, yakni   dari khilafah kepada mulkan, yang diawali oleh
Mu’awiyah bin Abi Sofyan. Ia menjadi raja pertama dari keturunan bani Umayyah,
datuknya. Dalam sebuah atsar dari Abdurrahman bin Abi Bakrah : “Apakah kamu
mengatakan kami (seorang) raja?”. Maka sungguh kami ridlo dengan Raja (Musnad
Ahmad juz 5 hal 50, Fathur Rabbani juz 23 hal 13)
Hingga kini tidak sedikit kaum muslimin yang menyebut Mu’awiyah sebagai khalifah,
padahal itu hanya mutawakil (sebutan saja), hal itu karena sistemnya bentuk kerajaan
atau dinasti yang meniru kekaisaran Persia dan Konstantinopel. Pada masa Mu’awiyah
perubahan terjadi bukan saja pada masalah kepemimpinan, tapi juga pada hal yang lain.
Misalnya, masalah warits; pada masa Rasul dan khalifah antara kafir dan muslim tidak
saling mewarisi. Tapi masa Mu’awiyah menjadi lain, seorang muslim tetap
kedudukannya tidak mewarisi kafir, akan tetapi kafir jadi mewarisi muslim. Begitu pula
masalah perbedaan penentuan 1 Ramadlan (shaum), berawal dimasa Mu’awiyah.

B.  Munculnya Umar bin Abdul Aziz, Khalifah yang Adil  (99-102 H)

Setelah sekitar 58 tahun berjalan, tongkat kepemimpinan mulkan Adldlan “Bani


Umayyah”, jatuh pada seorang Raja yang adil, faqih, mujtahid, pandai tentang as-sunnah,
besar tanggung jawabnya, kokoh hujjahnya, hafizh, tunduk kepada Allah, banyak
menangis dan bertaubat kepada-Nya.
Ia membandingi Umar bin Khathab dalam keadilannya, seimbang dengan Hasan Basri
dalam zuhudnya dan setara dengan Az-Zuhri dalam Ilmunya.5a
Umar bin Abdul Aziz telah berusaha mengembalikan sistem mulkan kepada sistem
khilafah, maka berbagai hal ia benahi. Setiap penyelewengan dalam keamiran ia
hilangkan, ia sangat hati-hati dalam penggunaan baitul maal. Tidaklah aneh ketegasaanya
dalam menegakkan al-Haq menimbulkan kecemburuan dan kedengkian para pengkhianat
amanat, namun ummat merasakan ketentraman dan keadilannya. Walau hanya waktu
yang relatif singkat, selama dua setengah tahun masa kepemimpinannya, telah
memberikan kesan mendalam bahwa ia adalah pemimpin yang dicintai dan mencintai
umatnya.
Sebagian ahli sejarah menyebut beliau sebagai khalifah ke – 5, yakni setelah Ali bin Abi
Thalib r.a.
C.   Penterjemahan Buku Politik kedalam Bahasa Arab

Pada tahun  198-218 H/813-833 M Ma’mun bin Harun Ar Rasyid memerintah bani
Abbasiyyah melanjutkan ayahnya Harun Ar Rasyid. Untuk mengikuti perkembangan
iptek, Al-Ma’mun kemudian mendirikan Baitul Hikmah/Darul Hikmah sebagai Akademi
Ilmu Pengetahuan pertama di dunia. Dalam perpustakaannya Al-Ma’mun
menyelenggarakan aktivitas penterjemahan buku-buku filsafat India dan Yunani kuno
kedalam bahasa Arab.
Hunain bin Ishaq yang digelari Abu Zaid al ‘Ibadi (194-263 H/810-877 M), adalah
seorang Ilmuwan Nasrani yang mendapat kehormatan dari Al-Makmun untuk
menterjemahkan buku-buku Plato dan Aristoteles.(Kamus Al Munjid fil A’lam, hal 226)
Buku Polis, Politeia dan Politica menjadi garapan istimewanya. Maka  dalam waktu yang
tidak begitu lama Hunain telah berhasil menterjemahkan buku-buku tersebut menjadi
sebuah kitab dalam bahasa arab berjudul As Siyasah. Sejak itulah istilah As Siyasah
sebagai terjemah dari kata politik marak dipakai dan mengilhami munculnya karya-karya
besar para pakar politik Islam, antara lain:
Di masa pemerintahan Al-Mu’tashim (833-842 M) muncullah Ibnu Abi Rabi’ yang
menuturkan konsep tentang kenegaraan dan di serahkan kepada Khalifah (baca :Raja) Al-
Mu’tashim yang sedang berkuasa.saat itu.
Di masa Al-Muqtadir (908-972 M) muncul pakar politik Islam al-Farabi atau Abu Nashar
bin Muhammad bin Nuh bin Tharkhan bin Unzalagh
Di masa Al-Qodir (991-1031 M) dan Al-Qo’im (1031-1075) M. pakar politik Islam yang
terkenal saat itu adalah Al-Mawardi (974-058 M). yang menyusun kitab yang masyhur
dan dijadikan rujukan pakar politik Islam saat ini “Ahkamush Shulthoniyah”
Pakar politik islam selanjutnya adalah Abu Hamid al-Ghazali atau Imam Ghazali (1058-
1111 M.) yang dikenal sebagai pencetus pemerintahan teokrasi.
Menyusul setelah itu Ibnu Taimiyah (1262-1328 M) dengan bukunya  Al Siyasah Al
Syar’iyyah
Juga Ibnu Khaldun (1332-1406 M) dengan kitabnya Muqaddimah
Sejak enam pakar politik islam tersebut diatas, teori tentang negara Islam makin marak di
kalangan para  ulama. Hal ini dijadikan solusi kepemimpinan muslimin setelah runtuhya
Turki Utsmani 1924 M. Maka kekhilafahan (baca Kerajaan) pecah menjadi lima negara
Islam.6

D.   Freemasonry  Mewarnai  Peradaban Muslimin


Freemasonry yang berarti himpunan tulang-tulang,  batu bebas, dalam lidah Arab disebut
masuniah, dalam lidah Parsi dan Turki disebut masonik. Adalah suatu gerakan politik
pembebasan, yang teratur, rapih, dibangsakan pada Profesor Heram dari Sor.  Gerakan ini
bersifat internasional dan berpusat di pemukiman Bani Israel terbesar di Yerussalem.
Gerakan Yahudi internasional Bawah Tanah yang lahir 43 M ini digerakkan oleh
Herodos Agripa I (wafat 44 M) dengan Heram Abioud (Ahiram Abiyud) sebagai Wakil
presiden dan Moab Leuni sebagai pemegang rahasia utama. Tahun 1717 Freemasonry
muncul ke permukaan, dimulai di London kemudian di Amerika Serikat dan kota-kota di
Eropa.
Fremansonry banyak menjadi dalang mala-petaka yang menimpa umat Islam di dunia
termasuk meruntuhkan Turki Utsmani.
Selain dari hal diatas, dalam invasi pe-mikiran Freemasonry banyak mempengaruhi
budaya umat Islam agar jauh dari ajarannya, misalnya dengan infiltrasi (penyusupan),
pen-dangkalan ma’na Al-Qur’an, pencampuran ajaran dll.
Tokoh-tokoh gerakannya :
Adam Wisewhite, Kristen Jerman yang jadi Atheis (wafat 1830 M)
Theodore Herzl (1860-1904) – pendiri negara Yahudi di Bazel
Guissepa Mazzini (1805-1872 M) Itali
Mayer Amschel Rothschild (1743-1812) Frankfurt ; Yahudi terkaya di dunia
Counte de Mirabean, tokoh Pemimpin Revolusi Perancis
Albert Pike, Jendral Amerika
Kindir Lore, Yahudi
Tokoh-tokoh penting lainnya: Jacques Rousceau, Voltaire, Jurji Zaidan dan Karl Marx.7

E.    Pengaruh Doktrin Darwinisme (Teori Evolusi Charles Darwin)


Darwinisme adalah sebuah gerakan pe-mikiran yang dinisbatkan kepada seorang pe-
mikir Inggris Charles Darwin yang telah me-nyebarkan bukunya berjudul “The Origin”
pada tahun 1859. (Gerakan Keagamaan dan Pemikiran, Wamy jilid I, Al Wahyu Press,
Cet II 1995, hal 154)
Sekitar lima ribu tahun yang lalu bangsa Yunani Kuno menganut agama Paganisme
(Pahan kebendaan/penyembah berhala). Pada abad 18 M Jean Baptice Lamark
menjadikan rujukan paham materialisme yang identik dengan paganisme. Kemudian
sekitar 150 tahun yang lalu Charles Darwin lahir di Inggris.
Darwin tidak pernah mengenyam pendidikan formal di bidang Biologi. Ia hanya memiliki
ketertarikan pada alam dan mahluk hidup. Sejak muda perhatiannya sangat kuat  pada
mitos evolusi yang dianut bangsa Sumeria Kuno, sehingga banyak mempengaruhi jalan
pikirannya. Begitu pula paganisme Yunani Kuno dan paham materialisme Lamark sangat
mempengaruhi pemikiran Darwin.
Dari sinilah awal teori evolusi muncul. Ia beranggapan bahwa kejadian manusia adalah
hasil suatu proses evolusi dari “Kera”. Pada teori evolusi Darwin dikatakan: ”Konsep
mem-pertahankan hidup yang kuat adalah yang menang. Hal ini terjadi baik pada hewan
ataupun manusia.8
Pernyataan Darwin tersebut sama sekali tidak didukung fakta ilmiah, hanya dugaan
semata, tahun 1871 Darwin meluncurkan buku pertamanya “The Desert of Man”
(Manusia yang ditunggalkan). Di Abad 19, Darwinisme berkembang karena kekuasaan
politik saat itu.
Teori evolusi dijadikan dasar berpijak para penjajah barat untuk menancapkan kuku
imperialisme di tengah-tengah bangsa kulit berwarna, hitam, sawo matang dan lain lain.
Keyakinan bahwa bangsa kulit putih lebih baik dari yang lain ternyata sudah dianut sejak
lama. Namun kemudian berkembang pesat setelah adanya Darwinisme.
Penjajahan dan kedzaliman yang terjadi di dunia terutama kepada muslimin (mis.
Afrika), adalah tidak terlepas dari teori evolusi ini. Misalnya Jutaan muslimin di Ethiopia
diusir dan di bantai, hartanya dirampas karena mereka yakin dengan doktrin “kulit hitam
adalah identik dengan kera, kalau dibiarkan akan menghalangi terjadinya evolusi, karena
itu harus dibinasakan”.
Tokoh-tokoh penjahat yang terilhami dengan teori evolusi Darwin : Christopher
Columbus, Leonard Darwin, Adolf Hitler, Musollini, Karl Marx, Engels, Lenin dan
Stalin dll.9
RUNTUHNYA KEPEMIMPINAN SENTRAL DUNIA ISLAM
A. Urgensi Kepemimpinan Muslimin
Adanya kepemimpinan sentral di tengah-tengah muslimin adalah merupakan hal strategis
bagi muslimin. Hal ini terbukti lebih dari 1000 tahun muslimin dapat memegang kendali
dunia, mulai masa Rasulullah (23 th), Khilafah (30 th.) dan Masa Mulkan (1263 th)
Mulkan Adldlan (kerajaan yang menggigit) dan Mulkan Jabbariyyah (Kerajaan yang
sombong). Sekalipun telah menyimpang dari sistem kekhilafahan tapi secara sentral
masih ditakuti oleh musuh-musuh Allah.
Sebutan khalifah waktu itu  adalah mutawakil, yakni  (sebutan)/ tidak sebenarnya. 
Dengan kata lain disebut khalifah namun sistemnya mulkan/dinasty. Turki Utsmani yang
dinilai sebagai Mulkan Jabariyyah adalah kepemimpinan sentral dunia Islam yang
diawali oleh Utsman bin Er Taghrhol setelah runtuhnya Bani Umayyah dan Bany
Abbasiyah.
Dulu 90 % wilayah (bekas) Uni Sovyet berada dalam naungan muslimin. Selama dua
abad menguasai Moscow, sehingga Moscow membayar Jizyah kepada Turki. (Kepe-
mimpinan Sentral Dunia Islam). Hal ini berlanjut hingga tahun  1452 M. , dan baru ketika
Tsas Ivan IV berkuasa keadaan menjadi berubah, mereka mulai mencaplok negeri-negeri
kecil yang terletak di Moscow. Satu demi satu wilayah Islam berhasil mereka kuasai.10
Karena Yahudi (Freemansorry) yang di-pimpin Musthafa Kamal At Taturk, dengan
berbagai persekongkolan tipu muslihatnya berhasil meruntuhkan Sulthan Abdul Hamid
sebagai Sulthan terakhir dalam pemerintahan Islam di Turki, 3 Maret 1924. Maka sejak
hilangnya kepemimpinan sentral dunia islam itulah, muslimin makin terpecah belah
menjadi negara-negara Islam dan  menjadi  golongan-golongan (ormas dan orpol Islam),
sehingga sulit untuk menegakkan kembali Khilafah, ‘ala Minhaajin Nubuwwah.
Setelah runtuhnya Turki Utsmani orang-orang Eropa berkata: “Ada satu masalah penting
yang tidak mungkin kami diamkan dan kami biarkan dalam kondisi yang bagai-manapun
juga, yakni: Upaya kaum muslimin untuk menegakkan kembali ke-khalifahan Islam.
Rintisan  apapun atau kelompok Islam manapun yang mengajak umat Islam untuk
menegakkan kembali kekhalifahan di muka bumi harus ditumpas habis.”11

B.  Islam Menerangi Peradaban Muslimin

Munculnya Kesadaran Muslimin


Sejak runtuhnya khilafah Islamiyyah (mutawakil) Turki Utsmani, Maret 1924. Kaum
Muslimin kehilangan pimpinan sentral sehingga makin terpecah belah dan lepas kontrol.
Dari sinilah muslimin mengadakan evaluasi sejarah dan mengingat kembali sabda
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Aku berwasiat kepada kamu sekalian agar tetap bertaqwa kepada Allah, mendengar dan
tha’at, sekalipun yang memimpinmu seorang budak Habsyi, karena yang hidup diantara
kamu di kemudianku, akan melihat perselisihan yang banyak. Maka dari itu, hendaklah
kamu berpegang teguh pada Sunnahku dan Sunnah Khulafaur-Rasyidin Al-Mahdiyyin.
Hendaklah kamu pegang teguh akan dia dan kamu gigitlah dengan geraham. Jauhilah
perkara yang baru, yang diada-adakan, karena sesungguhnya semua perkara yang diada-
adakan itu bid’ah dan semua bid’ah itu sesat. “( Musnad Ahmad juz 4 hal. 126-127, Abu
Dawud, juz 4 hal. 200-201 no. 4607)

Atas dasar hadist di atas, kita dapat membuktikannya dan menganalisa sejarah peradaban
muslimin, bahwa setelah  Syahidnya Ali bin Abi Thalib (41 H). kaum muslimin akan
mengalami masa fitnah, rebutan kekuasaan, perpecahan, ashobiyah, bermegah-megahan
dll.
Sebagai penyimpangan syariat banyak terjadi di masa mulkan  seperti: syirik, khurafat,
takhayul, bid’ah , tasyabuh, talbis dll.
Kondisi tersebut telah mendorong muncul-nya gerakan-gerakan  (harokah) Islam baik
yang sifatnya lokal maupun internasional. Maraknya harokah (gerakan) islam ini substan
sinya ialah sebagai usaha penyadaran kaum muslimin agar kembali pada pola Khulafaur
Rasyidin (Khilafah ‘ala Minhaajin Nubuwwah) yang tenggelam di telan sejarah mulkan.
Maka pemahaman tentang “khilafah” menjadi beragam.
Khilafah ‘ala Minhajin Nubuwwah dipahami muslimin dalam  berbagai versi:  Pertama,
adalah sebagai sistem kenegaraan islam yang dibatasi dengan ruang lingkup dan waktu
tertentu sebagaimana layaknya suatu negara modern.12 Kedua, sebagai sistem negara
khilafah (pemerintahan islam dunia) yang harus diawali dengan sosialisasi terlebih
dahulu sehingga menjadi dominan dalam wilayah tersebut.13 Ketiga, sebagai sitem
khilafah yang tidak terikat dengan ruang lingkup waktu (international dan seumur hidup),
tanpa unsur-unsur politik (baca: sistem kepemimpinan ro’yu). Jadi  mutlak al Qur’an dan
Sunnah, serta berada dalam masyarakat Jama’ah Muslimin dan Imaamnya.14 Keempat,
sebagai sistem imaamah/khilafah yang harus berdasar-kan “keturunan“ tertentu dan tidak
berhak /sah dari yang selainnya.15 Kelima, sistem bertahap dari pembentukan individu
Islami hingga terwujudnya negara Islam dan kemudian negara-negara Islam mengangkat
seorang Khalifah untuk dunia Islam.16
Melihat fenomena tersebut, berbagai kajian khilafah dengan berbagai versinya kini marak
diberbagai lapisan masyarakat. Terutama di kalangan kaum intelektual muslim sebagai
manifestasi kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah secara kaffah. Manakah yang sesuai
dengan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ?. Disinilah kita pentingnya
mohon pertolongan Allah, memurnikan keikhlasan dan memegang teguh dalil-dalil syara
secara utuh dan menyeluruh.

Nubuwwah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam Menatap Masa Depan


Sebagai nabi terakhir yang diutus Allah Subhanahu wa Ta’ala, Muhammad Shallallahu
‘alaihi wasallam diberikan mu’jizat, sehingga dapat menatap masa depan dengan penuh
kepastian. Bukan laksana para normal/dukun yang meramalkan masa depan dengan
bantuan jin yang penuh kebohongan (QS.72:4-6). Muhammad Shallallahu ‘alaihi
wasallam benar dan dibenarkan Allah. Karena itulah pandanganya ke depan adalah
mu’jizat yang harus kita imani, tanpa keraguan sedikitpun. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman :
َ ‫إِ ْن هُ َو إِالَّ َوحْ ٌي ي‬. ‫ق َع ِن ْالهَ َوى‬
‫ُوحى‬ ُ ‫َو َما يَ ْن ِط‬

Artinya  : “Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur’an) menurut kemauan  hawa
nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya. (QS.
An-Najm : 3-4)

Pandangan Rasulullah ke depan yang diabadikan oleh Al Bukhari dalam riwayatnya 


berdialog dengan Hudzaifah bin Yaman adalah sebagai berikut :
“Dari Hudzaifah bin al-Yaman r.a. , ia berkata : “ Adalah orang-orang bertanya kepada
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, tentang kebaikan, tetapi aku bertanya kepada
beliau dari hal; keburukan, karena aku khawatir  keburukan itu akan menimpa diriku,
maka aku bertanya : “Ya Rasulullah, sesungguhnya kami dahulu berada dalam
kejahiliyahan dan keburukan, lalu Allah mendatangkan kebaikan ini (Islam) kepada kami.
Apakah sesudah kebaikan ini akan ada lagi keburukan ?”
Rasul menjawab    : “ Ya !”
Aku bertanya    :“Dan apakah sesudah keburukan itu nanti ada lagi  kebaikan?”
Rasul menjawab        : “Ya, dan didalamnya ada kekeruhan (dakhan).”
Aku bertanya    : “Apakah kekeruhannya itu ?”
Rasul menjawab    : “Yaitu orang-orang yang mengambil petunjuk bukan petunjukku,
Dalam Riwayat Muslim : Kaum yang berperilaku bukan dengan Sunnahku dan orang-
orang yang mengambil petunjuk bukan petunjukku, engkau ketahui dari mereka itu dan
engkau ingkari.(pada me-reka ada ma’ruf dan ada munkar)”
Aku bertanya    :“Apakah sesudah kebaikan itu akan ada lagi   keburukan?”
Rasul Menjawab    : “Ya, yaitu adanya para da’i (penyeru) yang mengajak kepintu-pintu
jahannam. Barang siapa mengikuti ajakan mereka, maka mereka melemparkannya ke
dalam jahannam itu.”
Aku berkata    :“Ya Rasulullah tunjukkanlah sifat mereka itu kepada kami!”
Rasul menjawab    :“Mereka itu dari kulit-kulit kita dan berbicara dengan lisan-lisan
kita.”
Aku bertanya    :“Apakah yang engkau perintahkan kepadaku, jika aku menjumpai
keadaan yang demikian itu?”
Rasul bersabda    :“Tetaplah engkau pada Jama’ah Muslimin dan Imaam mereka!”
Aku bertanya    :“Jika tidak ada bagi mereka Jama’ah dan Imaam ?”
Rasul bersabda    :“Hendaklah engkau keluar menjauhi firqoh-firqoh itu semuanya,
walaupun engkau sampai menggigit akar kayu, hingga kematian menjumpaimu, engkau
tetap demikian.” (HR. Al Bukhari IV/225, Muslim II/134-135)

Dilihat dari untaian sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam di atas. Peradaban ini
mengalami fluktuasi (pasang surut) yang bila dibuktikan secara historis Insya Allah akan
ditemukan versi perincian yang sama, namun demikian sebagai gambaran global antara
lain sebagai berikut :
Jahiliyyah dan Keburukan, yakni masa sebelum Muhammad menjadi Rasul
Fase Kebaikan (Islam), yakni masa Nabi selama 23 tahun dan masa 4 khalifah selama 30
tahun
Fase Keburukan, yakni akhir kekhilafahan Ali ra 37-41 H sampai masa Mulkan
Fase Kebaikan tapi ada kekeruhan (mengikuti sunnah dan petunjuk bukan dari Rasul)
yakni masa Mulkan Adldlan, Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah  (dari Muawiyah 41
H/661 M sampai Marwan II bin Muhammad thn 132 H/750 M)
Fase Keburukan : Para Da’i mengajak ke pintu jahannam, dari Abul Abbas As-Saffah 
132 H/149 M sampai Al-Mu’tashim 656 H/1258 M juga Masa Mulkan Jabariyah sampai
sekarang.
Fase Jama’ah Muslimin dan Imaamnya, masa Khilafah ‘Ala Minhaajin Nubuwwah,
sekarang dan yang akan datang
Fase i’tizal/tidak ada Jama’ah dan Imam-nya, yakni masa sakata (diam).
wallahu a’lam bish showwab

Jadi berdasarkan wasiat itu, maka kondisi sekarang adalah Fase Keburukan yakni banyak
da’i yang mengajak ke pintu pintu jahannam dan Fase ditetapinya Jama’ah Muslimin dan
Imamnya. Dalam  hal kepe-mimpinan, sekarang memasuki masa Khilafah ‘ala Minhaajin
Nubuwwah. Masyaa Allah. 17

C.   Isyarat Kebangkitan Ummat Akhir Jaman

Isyarat dalam Al Qur’an

·    QS. Al-Israa (17) : 7 :


“ Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan
orang-orang lain)* untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka* masuk ke dalam
Mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk
membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.”

Pada ayat diatas, yang dimaksud dengan orang-orang lain/mereka adalah muslimin.
Adapun dlomir  kum atau antum  adalah orang-orang Israel/Yahudi.
Muslimin telah masuk ke masjidil aqsha secara berbondong-bondong pada masa Khalifah
Umar bin Khaththab.
Peristiwa diatas insya Allah akan terjadi lagi dalam waktu yang dekat. Masalah penting
yang harus dicermati, adakah kelayakan pada diri kita untuk menjadi mereka (hamba-
hamba Allah) yang ditolong,
Sehingga kemenangan dan kejayaan muslimin akan segera kita raih.
Ayat-ayat lain yang perlu kita kaji adalah sebagai berikut

17 : 4 – 8    58 : 22    9 : 105    2 : 249 – 250


63 : 8    48 : 28    3 : 195    4 : 76
30 : 47    61 : 9    8 : 65 – 66    24 : 55
13 : 11    47 : 7    3 : 139 – 140    10 : 103
5 : 55-56    22 : 40    3 : 146     25 : 63-76

Isyarat dalam Al Hadist


a.    :”Dari Tsaubban r.a., ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah
bersabda : “Senantiasa segolongan daripada ummatku ada yang menolong atas
kebenaran, tidak membahayakan pada mereka itu orang yang meremehkan mereka,
sehingga datang perintah Allah dan mereka itu tetap demikian. (HR. Muslim, At
Tirmidzi, Ibnu Majah)
b.     Dari Al Mughirah r.a.  ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam  pernah
Bersabda : Senantiasa daripada ummatku ada yang menolong atas kebenaran, sehingga
datang pada mereka itu perintah Allah dan mereka tetap menzhahirkan. (HR.  Al
Bukhari)
c.    “Tidak akan tiba hari Qiyamat hingga umat islam bertempur sengit melawan Yahudi
(Israil) sampai bangsa Yahudi bersembunyi di belakang batu/pohon. Lalu keduannya
(batu/pohon) berkata : “Hai umat Islam, di belakangku adalah bangsa Yahudi, maka
bunuhlah mereka. Kecuali pohon Ghorqod, ia tidak memberitahukan sebab ia pohon
Yahudi.”  (HR.  Bukhari Muslim)
d.    “Kemudian adalah masa Khilafah yang menempuh jejak kenabian (Khilafah ‘ala
minhaajin nubuwwah)” (HR. Ahmad –Musnad Ahmad IV/273)

3. Fakta Sejarah
Berdasarkan kepada Al-Qur’an surat Ali-Imran ayat 140  dan hadits-hadits Rasulullah
SAW tentang masa depan Islam dan Muslimin, sejarah membuktikan bahwa berpegang
teguh kepada kebenaran (Al-Haq) adalah sumber kekuatan dan kejayaan. Hal ini nampak
pada masa kepemimpinan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam  dan Khulafaur
Rasyidin Al Mahdiyin sebagai berikut :
-    Perang Badar ( 2 H ), Uhud (3 H), Ahzaab (5 H), Hudaibiyah (6 H), Khaibar (7 H),
Mu’tah (8 H), Tabuk (9 H), Futuh Mekkah (11 H),18 pengiriman Usamah bin Zaid (11
H), Penumpasan Nabi palsu, orang murtad dan pemberontak (11-12 H), Perang Rantai
dengan Persia (12 H), Perang Ajnadin (13 H), Perang Namariq, Jembatan, Bawaih,
Qodisiyah, Jalulah, Yarmurk, dll. (13-23 H) s.d. jatuhnya Parsi dan Romawi  dimasa
Umar.
-    Khalifah Utsman menghadapi Abdullah bin Saba dan pendukungnya
-    Khalifah Ali r.a. mensikapi perang Shiffin dan Jamal (37 H)
-    Sepeninggal Ali r.a. muslimin mengalami kondisi fitnah di masa mulkan selama 13
abad, setelah itu pada awal abad 18 munculnya gerakan-gerakan Islam inter-nasional
yang mengajak kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah dengan menegak-kan kembali
khilafah ‘ala minhaajin nubuwwah, antara lain :
1.    Da’wah Salafiyah (1730 M) Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab (1115 -1206
H/1703-1791 M) di Saudi Arabia.19
2.    Ikhwanul Muslimin (1928 M) Syaikh Hasan al Banna (1324-1368 H/1906-1949 M)
di Mesir.
3.    Jama’ah Tabligh, Syaikh Muhammad Ilyas Kandahlawi (1303-1364 H) di India.
4.    Hizbut Tahrir (1953) Dr. Syaikh Taqyuddin An Nabhani (1909-1979 M) di Palestina
5.    Jama’ah Muslimin atau Hizbullah (1953), Dr.  Syaikh Wali Al Fattaah (1908-1976
M) di Indonesia
Bicara tentang kebangkitan Islam, setiap tokoh pergerakan yang berorientasi kepada
tegaknya Khilafah tidak bisa kita lewatkan. Seperti halnya Jamaluddin Al-Afghani,
keyakinan akan keunggulan potensial peradaban Islam terhadap Barat, sangat
mempengaruhi perkembangan pemikiran Islam sejak abad 19 lalu.

Faktor-faktor Pendukung
Untuk menjawab keraguan orang tentang kemungkinan bersatunya umat islam di bawah
seorang Imaam (khalifah), Dr. Syaikh Yusuf Al Qardhawi dengan tegas mengatakan 
bahwa:  “Persatuan umat Islam adalah Realita dan pasti akan terwujud bukan sebuah
khayalan (retorika).”
Dalam risalahnya yang berjudul “Al-Ummah Al-Islamiyah Haqiqah Laa Wahm”, beliau
menyebutkan enam kriteria tentang kepastian terwujudnya kesatuan ummat Islam antara
lain :
Menurut Logika Agama
Al-Qur’an dalam beberapa ayat menyatakan bahwa kaum muslimin adalah satu, bukan 
(beberapa umat). Hal ini dapat dilihat pada surat Al Baqarah ayat 143, Ali Imran : 110,
Al-Anbiya : 92, Al Mu’minun : 52
Menurut Logika Sejarah
Umat Islam pernah bersatu di bawah seorang khalifah (termasuk mulkan) dalam masa
hampir seribu tahun dan meliputi daerah yang sangat luas mulai dari Cina di sebelah
timur, dan Andalusia (Spanyol) di sebelah barat
Menurut Logika Geografis
Dengan kehendak Allah umat islam menempati negeri-negeri yang saling berdekatan dan
sambung menyambung antara satu dengan yang lainnya mulai dari Jakarta di sebelah
timur, hingga Rabbath Al-Fath di sebelah barat atau mulai dari Samudera Pasifik ke
Samudera Atlantik
Menurut Logika Realita
Secara realita umat islam adalah umat yang satu, hal ini kita lihat ketika sebagian umat
Islam menderita, maka sebagian yang lain ikut merasakan penderitaan itu. Seperti halnya
terhadap kasus Palestina dan Bosnia, kaum muslimin seluruh dunia bangkit memberikan
bantuan.
Menurut Logika Non Muslim
Orang-orang non muslim tetap meng-anggap umat islam adalah satu ummat. Apabila
terjadi perpecahan hanyalah perpecahan lahiriah saja, tetapi perasaan mereka tetap satu.
Menurut Logika Maslahat dan Tuntutan Jaman
Pada masa lalu umat islam memiliki seorang “khalifah” yang dapat mengajak umat islam
untuk bertindak bersama-sama dalam mengatasi problematika yang mereka hadapi. Hal
ini menyebabkan musuh-musuh islam berpikir panjang apabila hendak mengganggu umat
islam. Namun hari ini umat islam tidak memiliki seorang khalifah yang melindungi
mereka. Umat islam tidak memiliki “Paus” seperti yang dimiliki orang-orang Nasrani. 20
Usaha yang paling fundamental, untuk mewujudkan persatuan umat adalah dengan
menegakkan institusi khilafah atau imaamah. Karena hanya dengan seorang khalifah atau
imaam umat islam tetap bersatu.

IBRAH PARA NABI DAN SHAHABAT


A.     Dua Hal Penting
Dalam Al Qur’an surat Asy-Syuraa : 13 terdapat dua hal penting yang diwasiatkan Allah
kepada Ulul Azmi (Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad Shallallahu ‘alaihi
wasallam) yakni
1.    Menegakkan Ad-Din
2.    Jangan berpecah belah di dalam Ad-Dien.
Ini artinya, bahwa para nabi diperintahkan Allah untuk mewujudkan kesatuan umat
dengan komando sentral nabi sendiri diatas landasan Ad-Din (Undang Undang/ Aturan
Allah)
B.    Tha’at  atas Perintah Allah
Mentaati suatu perintah memang tidaklah mudah, terlebih bila hal tersebut tidak masuk
akal, namun demikian para nabi dan shahabat senantiasa ridlo dan bersikap husnuzhan
atas perintah-Nya. Sebagai berikut :
a.    Nabi Nuh ketika diperintah membuat kapal/perahu diatas gunung, sangat irasionil
dan menyulitkan. Akan tetapi ia ridlo atas perintah tersebut.. Alhamdulillah, akhirnya
Nabi Nuh dan pengikutnya yang setia selamat dari banjir besar dan dahsyat.
b.    Nabi Ibrahim a.s. saat diperintahkan meninggalkan Siti Hajar dan Ismail di padang
pasir yang tandus dan tak ada kehidupan. Ia ridlo dan husnuzhon akan adanya
pertolongan Allah. Alhamdulillah, tempat tandus itu kini jadi tempat yang subur dengan
kekayaan alam, sehingga berubah jadi kota yang ramai dan dikunjungi manusia dari
seluruh penjuru dunia.
Begitu pula saat perintah menyembelih Ismail datang, ia ridlo dan husnuzhon atas-Nya,
yang ternyata itu hanya sebagai ujian keimanannya.

c.    Nabi Musa a.s. ketika berhadapan dengan Fir’aun ayah angkatnya sendiri
-    Melawan ahli sihir yang merubah tali menjadi ular, secara rasional ular-ular tersebut
mestinya dipukul dengan tongkat, akan tetapi Nabi Musa diperintah Allah
“Lemparkanlah tongkat itu”. Akhirnya pertolongan Allah datang, ularpun (tongkat Musa)
memakan ular-ular Fir’aun
-    Saat kesulitan menghadapi kejaran Fir’aun di tepi laut, secara rasio tongkat
dilemparkan berubah menjadi perahu dan kemudian berlayar. Akan tetapi perintah Allah
“Pukulkanlah” akhirnya laut terbelah menyelamatkan Musa dan pengikutnya tapi
menenggelamkan Fir’aun dan pengikutnya.

d.    Pengangkatan Usamah bin Zaid masih relatif muda (kl. 16 atau 17 tahun), sebagai
komandan perang melawan tentara  Syiria. Walau itu pengalaman perdana bagi Usamah
dan para shahabat utama pun jadi prajuritnya, termasuk Umar bin Khaththab, namun
dengan izin dan pertolongan-Nya, alhamdulillah peperangan itu dapat dimenangkan
muslimin.
e.    Pencabutan Khalid bin Walid di masa Umar, yakni untuk menyelamatkan muslimin
dari kultus individu, karena kehebatan Khalid dalam memimpin perang. Namun
demikian  walau ia  dicabut dari amanatnya sebagai komandan,  kegigihan khalid tetap
stabil sebagai prajurit biasa tapi disegani lawan dan ia tidak pernah surut dari medan
jihad.21

C.    Wasiat dan Warisan Rasulullah


Secara syari’ah sebuah wasiat dari orang yang meninggal dunia hendaknya lebih
didahulukan sebelum membagikan harta pusaka (waris) QS. 4 : 11-14. Hal ini karena
secara hakikat wasiat tersebut  adalah amal orang yang meninggal. Karena itu wajib bagi
yang hidup (ahli waris) untuk melaksanakan wasiat tersebut dengan sebaik-baiknya,
tanpa dikurangi atau ditambah sedikitpun kecuali bila bertentangan dengan ketetapan
Allah dan Rasul-Nya. Begitu pula dengan wasiat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
yang pasti kebenarannya datang dari Allah Subhanahu wa ta’ala (QS. An-Najm :3-4).
Yang menjadi wasiat dan warisan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bukanlah harta
atau kedudukan duniawi, namun pedoman hidup dan sistem hidup, untuk keselamatan
umatnya dunia dan akhirat. Pedoman hidup yang diwariskan oleh beliau disampaikan
pada saat khutbah wada’, yakni dua pusaka: Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Adapun yang menjadi wasiatnya adalah sebagai berikut :
1.    Kepada Khalifah sesudahnya :
‫ص ْي ِه‬ ِ ْ‫آُو‬
ِ ْ‫ص اَ ْلخَ لِ ْيفَةَ ِم ْن بَ ْع ِدى بِتَ ْق َوى هللاِ َواَو‬
َ‫بِ َج َما َع ِة ْال ُم ْسلِ ِم ْين‬
Artinya :”Aku wasiatkan kepada khalifah sesudahku dengan taqwa kepada Allah dan aku
wasiatkan kepadanya dengan Jama’ah  Muslimin” (HR. Ash-habus sunan, Al Jami’ush
Shagiir juz I hal 110)

Dari sabdanya ini dapat kita pahami, bahwa ada tiga hal yang tidak dapat dipisahkan,
yakni : Khalifah, Taqwallah dan Jama’ah Muslimin.

2.    Kepada Hudzaifah bin Yaman untuk umat yang akan datang bila menghadapi kondisi
yang tidak menentu, banyak fitnah, ashobiyah  dan munculnya talbis antara haq dan batil
serta adanya para da’i yang mengajak ke pintu-pintu jahannam :
‫ت َْلزَ ُم َج َما َعةَ ْال ُم ْسلِ ِمينَ َوإِ َما َمهُ ْم‬
Artinya: ”Tetaplah kamu dalam Jama’ah Muslimin dan Imaam mereka” (HR. Al Bukhari
juz 4/225, Muslim juz 2/134-135, Ibnu Majah II/475)
3.    Kepada para shahabatnya, nabi bersabda :”Tiga hal yang hati seorang muslim tidak
akan dengki atasnya :1). Ikhlas dalam beramal. 2) dan menasihati  Imaamul Muslimin 3),
dan menetapi Jama’ah Muslimin”. (HR. At Tirmidzi Kitabul Ilmi juz 5/33 No. 2656,
Sunan ad Darimi juz 1/76)

4.    Nabi bersabda :”Aku wasiatkan kepada kamu untuk berbuat baik kepada para
shahabatku kemudian pada generasi sesudah mereka dan kemudian pada generasi
setelahnya ………….., wajib bagimu dengan al Jama’ah dan jauhilah perpecahan
(firqoh). (HR. At Tirmidzi, Kitabul Fitan juz 4/406 No. 2165, Ahmad juz 1/18).

5.    Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : Aku perintahkan kepada kamu
sekalian (muslimin) dengan lima perkara; sebagaimana Allah telah memerintahkan aku
dengan lima perkara itu, dengan Al-Jama’ah (berjama’ah), mendengar, tha’at, hijrah dan
jihad fie sabiilillah. Barangsiapa yang keluar dari Al-Jama’ah sekedar sejengkal, maka
sungguh terlepas ikatan Islam dari lehernya sampai ia kembali bertaubat. Dan
barangsiapa yang menyeru (berdakwah) dengan seruan jahiliyyah, maka ia termasuk
golongan yang bertekuk lutut dalam Jahannam.” Para shahabat bertanya : “Ya
Rasulullah, jika ia shaum dan shalat ? “ Rasul bersabda : “Sekalipun ia shaum dan sholat
dan mengaku dirinya seorang muslim, maka panggilah  orang-orang  muslim itu dengan
nama yang Allah telah berikan kepada mereka ; “ Al Muslimin, Al Mukminin, Hamba-
hamba Allah ‘Azza wa Jalla.” (HR. Ahmad dari Harts Al-Asy’ari, Musnad Ahmad
:IV/202, At-Tirmidzi V/148-149 no. 2263, Lafadz Ahmad)

Adapun warisan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tidaklah berupa harta atau
kedudukan duniawi, akan tetapi pedoman hidup yang tak ternilai harganya sebagaimana
sabdanya :”Dan sungguh aku telah tinggalkan (pusaka) kepadamu suatu yang jika engkau
berpegang teguh denganya niscaya kamu tidak akan tersesat selama-lamanya, suatu
urusan yang terang nyata yaitu Kitabullah dan Sunnah rasul.” (Khutbatul Wada’, Sirah
Ibnu Hisyam dan Ibnu Addi Rabbih dalam Al Iqdul Farid, ditambah riwayat  Bukhari
dalam Shahihnya.)

ANTARA POLITIK, NEGARA DAN SIYASAH


Para pakar politik sangat beragam dalam mendefinisikan kata Politik. Namun demikian
secara umum politik identik dengan kekuasaan (LF. Isjwara “Pengantar Ilmu Politik”,
Bandung, 1967 hal 37-38); dan negara adalah manusia dalam ukuran besar (Plato), suatu
susunan pergaulan hidup bersama, suatu tata paksa (Hans Kelsen) (Diponolo, “Ilmu
Negara”, Jakarta 1951, hal 8-9).
Dalam kamus W.S. Poerwadarminta, negara berbeda dengan negeri. Indonesia sebelum
17 Agustus 1945 adalah sebuah negeri dan sejak 17 Agustus 1945 menjadi sebuah negara
dengan kekuasaan dan sistem.22
Drs. Sulchan Yasin dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia juga berbeda dalam
mengartikan negara dan negeri.
Negara adalah daerah luas yang dihuni oleh suatu bangsa sebagai penduduk atau
warganya; yang syah, lengkap dengan pengaturan dan Undang-undang pemerintahannya.
Sedangkan negeri adalah sebutan negara yang sempit, kota yang besar, daerah kelahiran,
wilayah dibawah pimpinan penghulu (jaman dahulu).
(Sulchan Yasin, CV Putra Karya ; 251-252)
Adapun siyasah berasal dari kata: ً‫ ِسيَاسة‬- ُ‫ يَسُوْ س‬-‫س‬ َ َ ‫ َسا‬Artinya; memelihara, memerintah dan
memimpin. (Kamus Arab Indonesia Prof Mahmud Yunus dan Al-Munawir). Kalimat ini
terdapat dalam hadist Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam :
‫يل تَسُو ُسهُ ُم اأْل َ ْنبِيَا ُء ُكلَّ َما هَلَكَ نَبِ ٌّي‬ ْ ‫َكان‬
َ ِ‫َت بَنُو إِ ْس َرائ‬
ُ ْ َ َ َ ُ ُ‫ون‬ ُ
َ‫ي بَ ْع ِدي َو َسيَك خلفا ُء فيَكثرُون‬ َّ
َّ ِ‫َخلَفَهُ نَبِ ٌّي َوإِنهُ نب‬
َ ‫اَل‬
‫قَالُوا فَ َما تَأْ ُم ُرنَا قَا َل فُوا بِبَ ْي َع ِة اأْل َّو ِل فَاأْل و َِّل أ ْعطوهُ ْم‬
ُ َ َ َ
‫َحقَّهُ ْم فَإ ِ َّن هَّللا َ َسائِلُهُ ْم َع َّما ا ْستَرْ عَاهُ ْم‬
“Dahulu Bani Israil senantiasa dipimpin oleh para Nabi, setiap wafat seorang nabi diganti
oleh nabi lainnya dan sesudahku tidak ada lagi nabi dan akan terangkat beberapa khalifah
bahkan akan bertambah banyak. Shahabat bertanya :”Ya, Rasulullah apa yang engkau
perintahkan kepada kami?”. Beliau bersabda: “Tepatilah bai’atmu pada yang pertama,
maka untuk yang pertama dan berikanlah kepada mereka haknya, maka sesungguhnya
Allah akan menanyakan apa yang digembalakannya”. (Al Bukhari, Kitab Bad’ul Khalqi :
IV/206)

Dari hadist diatas, as-siyasah berarti kepemimpinan para nabi dan khilafah (khas islam).
Hal ini sangat berbeda secara prinsip dengan kepemimpinan politik baik dari segi
motivasi (mabda), prosedur (manhaj), maupun tujuan (ghayah). Dalam Lisanul Arabi,
siyasah kamaslahatan (Ibnu Manzhur Vol VI hal.108). Dalam Kamus Al-Munjid arti
siyasah adalah membuat kemaslahatan manusia dengan membimbing mereka ke jalan
yang menyelamatkan.
Di antara perbedaan yang mendasar adalah sebagai berikut :

No.    Materi    Khilafah/ Sistem Islam    Politik Murni


1.    Mabda (Motovasi, Niat)    Ikhlas, semata-mata melaksanakan perintah Allah (QS.
98:5)    Duniawi (kekuasaan)
2.    Manhaj (Prosedur)    Wahyu Allah (QS. 53:3-4, 48:28)    Otak manusia (ro’yu) dan
situasi kondisi
3.    Nilai Kekuatan Hukum    Mutlak dan Sempurna (QS. 5:3, 6:115)    Relatif/semu
tidak sempurna (QS.6:116)

4.    Subjek masalah    Allah (QS. 18:26)    Manusia (QS. 9:31, 5:104)

5.    Legalitas    Allah dan Rasul (QS. 48:28, 22:78, 4:59)    Lembaga ciptaan manusia
:Negara, PBB dll
6.    Amaliyah (wujud)     -Nubuwwah,
-Khilafah ‘ala  minhajin nubuwwah,
-Jama’ah Muslimin
/al-Jama’ah    Negara, ormas, orpol dll.
7.    Figur/uswah    Rasulullah (QS. 33:21)    Selain Rasulullah
8.    Masa Kepemimpinan     Seumur hidup    Temporer
9.    Ruang lingkup    Universal, rahmatan lil ‘alamin    Parsial, terbatas dengan teritorial
10.    Fungsional Pemimpin    Pengembalaan /pengayom (di tengah-tengah ummat)   
Penguasa (diatas kepala ummat)
11.    Misi Utama Risalah    Tauhid    Duniawi
12.    Sistem Perjuangan    Wajar (QS. 48:29, 7:178)    Dipaksakan (rekayasa)
13.    Ghayah (tujuan)    Ridla, karunia dan ampunan Allah    Duniawi

Atas dasar uraian tadi, lebih tepat kita gunakan istilah Khilafah, Al-Jama’ah atau Jama’ah
Muslimin sebagai  pengganti istilah negara, karena hal ini lebih dapat
dipertanggungjawabkan secara syar’i, baik didunia maupun diakhirat. Kalaupun hanya
untuk mendekatkan pemahaman, bisa saja kita meminjam istilah “negara”  dalam
pengertian substansinya tetap perwujudan masyarakat wahyu yang berbeda dengan
masyarakat dalam suatu negara.
Pendekatan ini hanya dilakukan sekedar untuk memudahkan muslimin dalam memahami
konteks kemasyarakatan bukan menghilangkan substansi Nubuwwah dan Khilafah
kepada “Negara” sebagai satu institusi yang dikenal masyarakat dewasa ini. Kendati
demikian potret asli kemasyarakatan wahyu adalah : Khilafah/Al-Jama’ah/Jama’atul
muslimin harus tetap kita sebarkan dan menjadi satu kewajiban untuk mengamalkan
(menetapinya).

TUJUAN DAN TUGAS


KHILAFAH DALAM ISLAM
Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah (khilafah yang mengikuti manhaj kenabian)
berlangsung selama 30 tahun, yakni dari Abu Bakar sampai dengan Ali. Setelah  itu
terjadi  pergeseran dari sistem khilafah menjadi mulkan (kerajaan) yaitu pada tahun 41 H,
dan berlanjut sampai runtuhnya Turki Utsmani (1924). Kemudian muslimin akan kembali
kepada masa khilafah, setelah mengalami masa fitnah yang sangat  panjang.
Periodesasi kepemimpinan yang disebutkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah
sebagai berikut :
2.    Nubuwwah  (23 tahun)
3.    Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah (30 tahun)
4.    Mulkan adldlan (kerajaan yang menggigit) (617 tahun)
5.    Mulkan jabariyyah (kerajaan yang sombong) (678 tahun)
6.    Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah (masa sekarang dan yang akan datang)
Pembentukan atau penegakan khilafah Islamiyyah dalam pandangan para ulama adalah
wajib secara syar’i sebagai pengganti tugas kenabian dalam mengatur kehidupan dan
urusan ummat baik duniawi maupun ukhrawi. Karena itulah ummat wajib menunjukan
kepatuhan dan ketaatan kepadanya selama tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan
Sunnah. Masalah yang maha penting ini dibuktikan para shahabat dengan menunda
pemakaman jenazah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, sebelum dibai’atnya Abu
bakar sebagai Khalifah.
A. Tujuan dan Tugas  Khilafah :
Melaksanakan syari’at islam (QS.42:13)
Menegakkan keadilan (QS.5:6)
Mewujudkan Kesejahteraan )QS.2:177/215 /273,3:103)
Memelihara persatuan dan kesatuan ummat (QS. 3:103,8:73-75) dewngan kerjasama dan
tolong menolong (QS. 5:2, 9:71-72)
menciptakan keamanan dan ketenangan (QS.24:55)
Sebagai sentral segala urusan (QS.4:59/83)
B. Tujuan dan Tugas Khilafah Menurut Para Ulama

a. Menurut Al-Mawardi (974-1058 M.), dalam Ahkamus Shulthaniyah


Mempertahankan dan memelihara diin (agama) menurut prinsip-prinsip yang di-tetapkan
dan apa yang menjadi ijma’ salaf
Melaksanakan kepastian hukum diantara pihak-pihak yang bersengketa atau perkara dan
berklakunya keadilan yang universal antara penganiaya dan yang dianiaya
Menjaga keamanan masyarakat/ummat sehingga hidup tenang dan aman, baik jiwa
maupun harta
Memelihara hak-hak allah maupun ummat
Membentuk kekuatan untuk menghadapi musuh
Jihad melawan penentang Islam setelah da’wah agar rmereka mengakui izzahnya islam
Menarik fa’i sesuai syariat dalam nash dan ijtihad
Mengatur penggunaan harta baitul mal secara efektif
Meminta nasihat/pandangan dari para bithonah (pembantu terpercaya)
Menangani dan meneliti/kontrol langsung kepada para pembantu dalam mengurus ummat
dan memelihara islam

b. Menurut Ibnu Taimiyah  (1262-1328) dalam Siyasatusy Syar’iyyah


Tujuan utama khilafah adalah melaksanakan syari’at islam demi terwujudnya
kesejahteraan ummat lahir dan bathin serta tegaknya keadilan dan amanah dalam
masyarakat. Paradigma ini banyak bersandar pada al-Qur’an dan Hadist.
c. Menurut Ibnu Khaldun (1332-1406 M) dalam Muqaddimah
Sesungguhnya kehidupan didunia ini bukanlah tujuan akhir dari keberadaan manusia di
dunia ini adalah satu marhalah yang dijalani menuju kehidupan lain, yaitu kehidupan
akhirat. Undang-undang islam yang bersifat siyasah menaruh perhatian kepada kehidupan
manusia. Maka imaamah, adalah warisan yang ditinggalkan oleh nabi, adalah untuk
melaksanakan hak-hak Allah demi terwujudnya kemaslahatan manusia di dunia dan di
akhirat.23
URGENSI KHILAFAH BAGI MUSLIMIN

Sistem kemasyarakatan dalam Islam adalah bagian dari syari’at Islam itu sendiri. Begitu
pula pola kepemimpinan dalam Islam adalah adalah khas kepemimpinan  itu sendiri.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan Khulafaur Rasyidin Al Mahdiyin adalah pola
yang paling ideal sepanjang sejarah Islam, yang wajib kita imani dan wujudkan dalam
kehidupan. Sebagaiman sabdanya :
َ‫َّاش ِدينَ ْال َم ْه ِديِّين‬
ِ ‫فَ َعلَ ْي ُك ْم بِ ُسنَّتِي َو ُسنَّ ِة ْال ُخلَفَا ِء الر‬
Artinya :”Maka hendaklah kamu berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah
Khulafaur Rasyidin Al Mahdiyyin”. (Musnad Ahmad juz 4 hal 126-127)

Tegaknya kepemimpinan/khilafah ditengah-tengah muslimin menjadi sandaran bagi


terlaksananya hukum-hukum Allah, dan menjadi pokok terwujudnya ukhuwwah
islamiyyah serta sebagai sentral  kekuatan dan kesatuan ummah. Penegakkan Khilafah
dalam pandangan para ulama adalah wajib syar’i sebagai pengganti tugas kenabian dalam
mengatur kehidupan dan urusan ummat baik duniawi maupun ukhrawi. Nabi bukanlah
seorang penguasa (QS. Al-Ghatsiyyah: 22), juga bukan seorang Raja (HR. Bukhari dari
Anas bin Malik, Syarhu Al-Madany Al-Muassasah As-Su’udiyah, Mesir juz 2 hal 110,
hadist no. 3312), maka kepemimpinan Khilafah/Imaamah pun bukan-lah penguasa
ataupun raja, akan tetapi sebagai ra’in/pengembala (HR. Bukhari, Kitabul Ahkam IX/77,
Muslim II/25), dan juga sebagai junnah/perisai. (HR. Muslim II/132). Hal ini tidak berarti
Islam anti kekuasaan, namun diyakini bahwa kekuasaan itu mutlak milik Allah, dan
diberikan akan diberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. (QS. Ali Imran : 26). Jadi
kekuasaan akan diberikan kepada yang mendapat amanah untuk memikulnya. Dan bumi
Allah ini telah diwariskan kepada hamba-hamba-Nya yang Sholih.
Karena itulah ummat wajib menunjukkan kepatuhan dan ketaatan kepada Khalifah
selama tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah.
Karena maha pentingnya urusan khilafah ini, maka para shahabat terlebih  dulu mengurus
masalah kekhilafahan (membai’at Abu Bakar) sebelum yang lain, hingga pengurusan
jenazah Rasulullah tertunda selama dua hari. Setelah masalah ini usai secara tuntas,
barulah mengurus jenazah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Wujud kekhilafahan ini mulai samar pada tahun 40 H/660 M, yakni sepeninggal Ali bin
Abi Thalib dan kemudian menjadi mulkan (Mu’awiyyah bukan pola Khulafaur Rasyidin
Al Mahdiyin, akan tetapi pola kekaisaran Persia dan Konstatinopel. Hal ini diakui
langsung oleh Mu’awiyyah kepada Abdurrahman bin Abi Bakrah bahwa ia sungguh ridla
dengan sebutan raja (Musnad Ahmad juz V hal 50)
Sepeninggal Khalifah Ali bin Abi Thalib, muslimin mengalami tafarruq dan ikhtilaf yang
berkepanjangan hingga hari ini. Berbagai pemahaman pun muncul dengan berbagai
versinya. Potret kepeimpinan Rasulullah dan Khalifah yang empat, seringkali ditafsirkan
dalam versi kondisional (hari ini), sehingga semakin suburlah iftiraq (perpecahan) dan
ikhtilaf (perbedaan pendapat). Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin Al Mahdiyin sebagai
figur wahyu pun banyak ditafsirkan sebagai kepala negara. Dan sistem kesatuan
muslimin pun sering diterjemahkan menjadi negara Islam.
DR. Qomaruddin Khan (Pakistan) dalam bukunya “Tentang Teori Politik Islam”
menyatakan kalau misi para nabi dan rasul Allah itu membawa misi kenegaraan, niscaya
banyak sekali nabi dan rasul Allah yang gagal dalam misinya, karena banyak diantara
mereka yang hanya diikuti oleh beberapa orang saja. Padahal misi/risalah para rasul
Allah itu pada dasarnya sama; yakni menegakkan Addin dan tidak berpecah belah
didalamnya (Ad-dien) QS. 42 : 13, 2 : 285)
Pakar politik Islam, Abu A’laa al-Maududi pun mengakui dalam tulisannya “Khilafah
Rasyidah”, sebagaimana telah kami jelaskan ciri-ciri khasnya dan prinsip-prinsip
dasarnya dalam halaman yang lalu, pada hakikatnya bukan merupakan suatu
pemerintahan politik, tetapi ia merupakan perwakilan sempurna dan menyeluruh dari
Nubuwwah”. (Al-Maududi 1985 : 135)
Perbedaan pemahaman dalam masalah “Kepemimpinan dan Sitem Kemasyarakatan
Islam” ini telah berlangsung selama kurang lebih tiga belas abad (13 abad), yakni sejak
syahidnya Ali bin Abi Thalib r.a (40 H) sebagai khalifah digantikan oleh Mu’awwiyah
sebagai Mulkan (Raja) yang disebut khalifah. Penyimpangan sistem khilafah semakin
jauh setelah diterjemahkannya buku-buku politik (politea, Polis dan Politica) karya Plato
dan Aristoteles kedalam bahasa arab menjadi satu kitab yang berjudul AS-SIYASAH,
Pada masa pemerintahan Bany Abbasiyyah, Ma’mun bin Harun Al Rasyid (198-
218H/813-833 M) mengangkat penterjemah buku Plato dan Aristoteles tersebut adalah
seorang ilmuwan kristen,  Hunain bin Ishaq dijadikan tokoh Darul Hikmah/Baitul
Hikmah.  (Kamus Al Munjid fil A’lam halaman 226).
Hunain bin Ishaq yang bergelar Abu Zaid al ‘Ibadi (194-263 H/810-877 M), seorang 
ilmuwan Nasrani yang sangat dihormati dan dimanjakan oleh Ma,mun bin Harus Al
Rasyid serta dibayar/disewa mahal karena jasa-jasanya telah menterjemahkan buku-buku
filsafat Yunani kuno. Sebagai seorang ilmuwan kristen Hunain telah memiliki andil besar
dalam memperkenalkan pemikiran yunani kepada muslimin. Sejak itulah bermunculan
kitab-kitab tentang kenegaraan dalam bahasa arab, termasuk munculnya ilmu Fiqh
Siyasah.24

TOLERANSI DALAM NAUNGAN RASULULLAH  S.A.W. DAN KHILAFAH


Suatu ketika Asma binti Abu Bakar didatangi ibunya, Qotilah, yang masih kafir. Ia
bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, : “Bolehkah saya berbuat baik
kepadanya ? “ ,Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Boleh”, kemudian
turunlah ayat ke 8 surat Al-Mumtahanah.
Ayat itu menegaskan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak melarang berbuat baik
kepada orang yang tidak memusuhi Agama Allah. Demikian yang diterangkan Ibnu
Katsir dalam Tafsirnya juz IV  hal 349.
Riwayat lain menyebutkan bahwa Qotilah (bekas isteri Abu Bakar) yang telah
diceraikannya pada zaman jahiliyyah, datang kepada anaknya, Asma binti Abu Bakar,
membawa hadiah. Asma menolak pemberian itu bahkan tidak memperkenankan ibunya
masuk ke dalam rumah. Kemudian ia mengutus seseorang kepada ‘Aisyah (saudaranya)
untuk bertanya tentang hal ini kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka
Rasul pun memerintahkan utnuk menerimanya dengan baik serta menerima pula
hadiahnya. (HR. Ahmad, Al-Bazzar, Al-Hakim dari Abdullah bin Zubair).
Berdasar keterangan diatas menunjukkan bahwa Allah tidak melarang kita berbuat baik
kepada mereka yang tidak memusuhi Islam. Hal inilah yang kita sebut dengan Toleransi
atau Tasamuh.
Pengertian Toleransi
Kata toleransi dalam bahasa Belanda adalah “tolerantie”, dan kata kerjanya adalah
“toleran”. Sedangkan dalam bahasa Inggeris, adalah “toleration” dan kata kerjanya adalah
“tolerate”
Toleran mengandung pengertian: bersikap mendiamkan. Adapun toleransi adalah suatu
sikap tenggang rasa kepada sesama. (Drs. Sulchan Yasin, dalam Kamu Lengkap Bahasa
Indonesia, hal 389)
Indrawan WS. Menjelaskan pengertian toleran adalah menghargai paham yang berbeda
dari paham yang dianutnya sendiri.  (Kamus Ilmiyah Populer, 1999 : 144)
Sedang dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, W.J.S. Poerwadarminta mendefinisikan
toleransi : “Sifat atau sikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan)
pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dsb.) yang lain atau
bertentangan dengan pendiriannay sendiri, misalnya toleransi agama (ideologi, ras, dan
sebagainya).
Di dalam bahasa Arab toleransi biasa disebut “ikhtimal, tasamuh” yang artinya sikap
membiarkan, lapang dada (samuha – yasmuhu – samhan, wasimaahan, wasamaahatan,
artinya : murah hati, ramah,  suka memaafkan, suka berdema).25 Jadi toleransi (tasamuh)
beragama adalah menghargai, dengan sabar menghormati keyakinan atau kepercayaan
seseorang atau kelompok lain.
Kesalahan memahami arti toleransi dapat mengakibatkan talbisul haq bil bathil,
(mencampuradukan antara hak dan bathil), suatu sikap yang sangat terlarang dilakukan
seorang muslim, seperti halnya nikah antar agama yang dijadikan alasan adalah toleransi,
padahal itu merupakan sikap sinkretis yang jelas-jelas dilarang oleh Islam.
Harus kita bedakan antara sikap toleran dengan sinkretisme. Sinkretisme adalah
membenarkan semua keyakinan/agama. Hal ini dilarang oleh Islam karena termasuk
syirik.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
‫ان ال ّد ين عـند هللا اال سال م‬
ّ
“ Sesungguhnya dien (agama yang diridloi) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali
Imran : 19)
Sinkretisme mengandung talbisul haq bil bathil, sedangkan toleransi tetap memegang
teguh prinsip al-furqon bainal haq wal bathil (memilah/memisahkan antara haq dan
bathil).
Toleransi yang disalahpahami seringkali mendorong pelakunya pada alam sikretisme.
Gambaran yang salah ini ternyata lebih dominan dan bergaung hanya demi kepentingan
kerukunan agama.
Dalam Islam toleransi bukanlah fatamorgana atau bersifat semu. Tapi memiliki dasar
yang kuat dan tempat yang utama. Beberapa ayat dalam Al-Qur’an  yang bermuatan
toleransi adalah :

1. QS. Al-Baqarah :256
Ibnu Katsir menafsirkan ayat tersebut sebagai berikut :
“ Janganlah memaksa seorangpun untuk masuk Islam. Islam adalah agama yang jelas dan
gamblang tentang semua ajaran dan bukti kebenarannya, sehingga tidak perlu memaksa
seseorang untuk masuk ke dalamnya. Orang yang mendapat hidayah, terbuka, lapang
dada, dan terang mata hatinya, pasti ia akan masuk Islam dengan bukti yang buat yang
kuat. Dan barang siapa yang buta mata hatinya, tertutup penglihatan dan pendengarannya
maka tidak layak baginya masuk Islam dengan paksa.
Ibnu Abbas mengatakan, “ayat laa ikraha fid diin” diturunkan berkenaan dengan seorang
dari suku Bani Salim bin Auf bernama Al-Husaini bermaksud memaksa kedua anaknya
yang masih kristen/nasrani. Hal ini disampaikan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan ayat tersebut.
Demikian pula Ibnu Abi Hatim meriwayatkan ; Telah berkata bapakku dari Amr bin Auf,
dari Syuraih, dari Abi Hilal, dari Asbaq ia berkata, “Aku dahulu adalah ‘abid (hamba
sahaya laki-laki) Umar bin Khaththab dan beragama nasrani. Umar menawarkan Islam
kepadaku dan aku menolak. Lalu Umar berkata : Laa ikraha fid diin, wahai Asbaq jika
anda masuk Islam kami dapat minta bantuanmu dalam urusan-urusan muslimin.” 26
2. QS. Al-Mumtahanah : 8-9
Menurut Abdullah Wasi’an (kristolog), maskud ayat ini adlah, orang Islam boleh bergaul
dengan orang-orang non Islam dalam masalah dunia, yakni seperti perdagangan,
perjanjian jual beli, dan lain-lain. Tetapi dalam urusan aqidah sangat dilarang.

5.    QS. Al-Kafirun : 1-7


‫لكم د ينكم ولي د ين‬
“ Bagimu agamamu dan bagiku agamaku”
Ayat ini jelas mengandung unsur toleransi, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyampaikan ayat ini ketika ada ajakan untuk mengadakan penyembahan bersama
dengan orang-orang jahiliyyah. Tetapi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam 
menolaknya dan menyampaikan ayat ini kepada kafir Quraisy.
4. QS. Asy-Syuura : 15
‫ لـكـم‬ ‫ أعـمـا‬ ‫ و لـكم‬ ‫لنا أعـما لنـا‬
“ Bagi kami amal-amal kami, bagi kamu amal-amal kamu. “
Ayat ini pun menunjukkan bahwa Islam senantiasa berusaha untuk hidup berdampingan
secara damai dalam kehidupan sehari-hari. Maka dengan prinsip ini semua berhak hidup
tanpa menyebabkan tekanan atau perkosaan terhadap hak-hak orang lain. Yang
diharapkan Islam dari golongan lain hanyalah menjauhkan dari permusuhan, dan tidak
ada hasutan, ganguan atau tantangan terhadap jalan kehidupan Islam.
Harapan Islam ini ternyata tidak selamanya terwujud, yang terjadi sering ditemukan
adanya pemaksaan atau sikap intoleransi dari luar Islam. Hal ini terbukti di daerah-daerah
yang minoritas muslim. Umat Islam banyak diintimidasi, dianaktirikan dan bahkan
dibantai. Yang berlaku saat seperti ini bukan lagi toleransi tapi teroransi.
Contoh intoleransi adalah ungkapan para peneliti Barat, misalnya, Gladstone (mantan
Perdana Menteri Inggris) berpendapat bahwa selama Al-Qur’an ini berada di tangan umat
Islam tidak mungkin Eropa akan menguasai dunia timur. Begitu juga sikap Gubernur
Militer Perancis di Aljazair, saat peringatan 100 tahun penjajahan Perancis di Aljazair, ia
mengatakan : kami tak akan memenangkan perjuangan Aljazair, selama mereka (bangsa
Aljazair) membaca Al-Qur’an dan berbicara bahasa Arab.
Kami harus dapat melepaskan bahasa Arab dari lidah mereka, »
Setelah runtuhnya peristiwa pemboman gedung WTC dan Pentagon 11 September 2001,
Preside AS. George W. Bush menyatakan ; “Crusade War” (Perang Salib). Kemudian ia
menuduh Usamah bin Ladin sebagai pelaku terorisme. Peristiwa ini dijadikan legalisasi
oleh AS untuk menerapkan UU Anti Terorisme di seluruh dunia. Arogansinya berlanjut
dengan pernyataannya di New York Times, 29 Januari 2002; Antara lain sebagai
berikut :“ Tak pernah terjadi sepanjang sejarah, kerja sama antara Yahudi dan Nasrani
yang lebih solid dari abad ini. …………… Kita akan hancurkan moral umat Islam,
mencukur jenggot-jenggot mereka dan mencabut kerudung-kerudung wanita
mereka………”
Pernyataan Gladstone, Gubernur Militer Perancis dan George W. Bush itu jelas-jelas
merupakan sikap intoleransi. Begitu pula yang terjadi di Bosnia, Ambon, Halmahera,
Poso dan lain-lain. Sikap memaksakan kehendak dari Nasrani kepada Muslimin sangat
jelas.
Islam sejak jaman Rasulullah dan Khalifah senantiasa menjunjung tinggi prinsip toleransi
yang rahmatan lil ‘alamiin, sedang mereka sebaliknya bersikap teroransi. Ini menjadi
bukti kebenaran ayat Allah Surat Al-Baqarah ; 120 , bahwa : “Tidak akan pernah ridlo
orang Yahudi dan Nasrani  kepada kamu (muslimin), sehingga kamu mengikuti ajaran
mereka.”
Prilaku toleran ini dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa sallam, ketika
menyambut tamu Nasrani dari Najran sebanyak 60 orang. Diantara mereka adalah 14
orang yang terkemuka, termasuk Abu Haritsah Al-Qamah, sebagai guru dan uskup.
Maksud kedatangan mereka adalah ingin mengenal beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
dari dekat. Mereka diijinkan Rasulullah sembahyang di dalam Masjid Madinah. Para
sahabat pun heboh, mengetahui hal tersebut, maka Rasulullah bersabda : “Biarkanlah
mereka !”. Maka mereka pun menjalankan sembahyang dengan cara mereka dalam
masjid Madinah.27

DITETAPINYA KEMBALI SISTEM


KHILAFAH ‘ALA MINHAAJIN NUBUWWAH

Menjelang runtuhnya Turki Utsmani dan sesudahnya hingga tahun 1952 muslimin di
berbagai dunia termasuk di Indonesia mengadakan musyawarah/konferensi untuk
mengembalikan sistem khilafah. Akan tetapi semua usaha ini belum berhasil
mewujudkan khilafah.
Ketidak berhasilan ini lebih banyak disebabkan karena faktor nasionalisme masing–
masing pihak yang dibawa ke majelis musyawarah.
Konferensi Khilafah di berbagai negara, pra dan pasca keruntuhan Utsmaniyyah (1924)
All India Khilafat Conference 1919 M di India
Konferensi Islam International 1921 M. di  Karachi Pakistan
Dewan Khilafah, 1924 di Mekkah. (Oleh Syarif Husein Amir) —tidak berlanjut.
Kongres Kekhilafahan Islam 1926 di Kairo
Kongres Muslim Dunia 1926 di Mekkah
Konferensi Islam Al-Aqsha 1931 di Yerussalem
Konferensi Islam International kedua 1945 di Karachi
8.  Konferensi Islam International ketiga 1951 di       Karachi
9.    Pertemuan Puncak Islam 1954 di Mekkah
10.  Konferensi Muslim Dunia 1964 di Mogadishu
11. Konferensi Muslim Dunia 1969 di Rabat-Maroko —– melahirkan OKI
12. Konferensi Tingkat Tinggi Islam, 1974 di Lahore Pakistan. (Presiden Uganda, Idi
Amin mengusulkan Raja Faisal jadi Khalifah. Tapi Raja Faisal menolak.—– (2 tahun
setelah Raja Faisal menjawab surat Wali Al-Fatah)
Setelah mengalami perjalanan yang panjang muncullah tiga pertanyaan dalam pemikiran
Dr. Syaikh Wali Al–Fattaah :
Mengapa kaum muslimin senantiasa gagal dalam memperjuangkan Islam?
Mungkinkah Islam dapat ditegakkan dengan cara di luar Islam?
Mustahil dalam Islam tidak ada sistem untuk memperjuangkan Islam?

Dari tiga pertanyaan itulah Wali Al-Fattaah terus-menerus melakukan kajian bersama
para ulama saat itu, untuk mencari solusi permasalahan tersebut. Maka beliau menarik
kesimpulan; bahwa Islam tidak mungkin ditegakkan dengan cara-cara diluar Islam,
termasuk melalui jalur politik parlementer. Hal ini pula yang menjadi dasar beliau
mengundurkan diri dari Masyumi.
Yang memilih keluar dari Masyumi ternyata tidak hanya Wali Al-Fattaah, tapi juga
tokoh-tokoh lain yang kecewa dengan keberadaan Masyumi, antara lain : H. Agus Salim,
Abdul Gaffar Ismail dan Al-Ustadz H.S.S. Djamaan Djamil. 28
Sampai suatu hari, di  akhir tahun 1952 Wali Al-Fattaah mendapat hadiah satu paket
buku dari KH. Munawwar Khalil yang berjudul “ Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”.
Dari buku inilah awalnya Wali Al-Fattaah menemukan solusi krisis ummat, dan didapat
jawaban yang jelas, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengamalkan Islam
dengan Jama’ah dan Imaamah.
Setelah berkali-kali diadakan musyawarah dengan para ulama, terjadilah pembai’atan
Wali Al-Fattaah pada tanggal 10 Dzulhijjah 1372 H/20 Agustus 1953. di gedung
Aducstaat (Bapenas sekarang) Jakarta.
Diantara para ulama yang membai’at awal Wali Al-Fattaah generasi awal adalah :
– Kyai Muhammad Maksum (Khadimus Sunnah, ahli hadits asal Yogyakarta-
Muhammadiyah)
– Ust. Sadaman (Persis-Jakarta)
– KH. Sulaeman Masulili (Sulawesi)
– Ust. Hasyim Siregar (Tapanuli)
– Datuk Ilyas Mujaindo, dll.
Setelah pembai’atan di hari Idul Adha tersebut, kemudian disiarkan melalui media cetak:
Harian Keng Po, Pedoman dan Daulat Rakyat, serta media elektronik : melalui  Radio
Australia dalam bahasa Inggris 22 Agustus 1953 oleh Zubeir Hadid dan di RRI Pusat
(1956) oleh Ust. Abdullah bin Nuh dalam bahasa Arab.29 Inilah awal ditetapinya
kembali Jama’ah Muslimin dan Imaamnya.
Musyawarah Ahlul Halli Wal ‘Aqdi I
Setelah lama tidak mendapat reaksi dan tanggapan positif dari muslimin, tahun 1376
H./1956 M, diadakan Musyawarah Ahlul Halli Wal ‘Aqdi yang pertama, tanggal 15-18
Jumadil Awal 1376 H./18-21 Desember 1956 M, di Jl. Menteng Raya 58 Jakarta.
Musyawarah itu memutuskan : “ Wajib bagi Dunia Islam dewasa ini menegakkan
seorang Khalifah.”
Tanggapan atas musyawarah ini muncul dua tahun sesudah keputusan, antara lain dari :
M. Isa Anshary dan Harsono Tjokroaminoto. Keduanya mengirim surat pada Wali Al-
Fattaah yang berisi do’a ; mudah-mudahan kesemuanya itu memberikan manfaat bagi
muslimin.

Musyawarah Ahlul Halli Wal ‘Aqdi II

Pada tanggal 27-29 Rajab 1378 H. (6-8 Pebruari 1959 M.) Jama’ah Muslimin (Hizbullah)
mengadakan Musyawarah Ahlul Halli Wal Aqdi kedua di Masjid Taqwa, Petojo
Sabangan, Jakarta. Musyawarah ini merupakan evaluasi atas realisasi putusan Ahlul Halli
Wal Aqdi  yang pertama, sejauh mana telah dilaksanakan umat Islam.
Setelah mengadakan pengecekan ke berbagai dunia Islam, selama enam tahun 1953-1959
di 26 negara, terutama yang mayoritas muslim, tidak ada pembai’atan lain yang menetapi
Jama’ah Muslimin dengan sistem Khilafah selain Wali Al-Fattaah.
Tahun 1970-an bai’at kepada Wali Al-Fattaah, Ust. Abdul Halim Sulaeman MA. Sebagai
Mutakhorij/Alumni lulusan Darul Hadits Makkah Al-Mukarromah, yang saat itu
direkturnya bernama : Syaikh Muhaimin Abu Syammah. Setelah bai’at Ust. Abdul Halim
banyak bershodaqoh ilmu kepada para ustadz laiinnya, terutama seputar ilmu hadits.
Tahun 1972, mendapat tanggapan positif dari Raja Faisal – Saudi Arabia antara lain
sebagai berikut :
“ Yang terhormat Asy-Syaikh Wali Al-Fattaah, Assalaamu ‘alaikum warahmatullahhi
wabarokaatuh. Waba’du. Maka sungguh telah sampai pada kami risalahmu yang
tertanggal; 28 Muharram 1392 H. bertepatan dengan 14 Maret 1972,
……………………..Maka kami berterima kasih padamu atas usahamu yang baik dan
cita-citamu yang benar dan ruh keislamanmu yang tinggi…………….” Semoga Allah
menjagamu.30
Pada tahun 1974 diadakan pengecekan lagi melalui musyawarah tingkat puncak selama
tiga hari di Masjid Sunda Kelapa Jakarta. Dihadiri oleh para ulama dan zu’amma, para
tokoh organisasi Islam seluruh Indonesia, serta para kedubes negara Islam di Jakarta.
Hasilnya tetap belum ada pengamalan sistem khilafah dalam wujud Jama’ah Muslimin
sebagaimana yang telah ada di Indonesia.
Apabila dikemudian hari ditemukan Imaam yang dibai’at lebih awal dengan sistem
Khilafah dan mewujudkan Jama’ah Muslimin, Maka Wali Al-Fattaah bersama seluruh
ma’mumnya dengan keikhlashan hati, insya Allah siap menjadi makmum31 pada yang
lebih awal. Setelah wafat 19 Nopember 1976 M, keimaamahan Wali Al-Fattaah
dilanjutkan dengan pembai’atan H. Muhyiddin Hamidy, tanggal 20 Nopember 1976.

RELEVANSI ANTARA HIZBULLAH


JAMA’AH MUSLIMIN, dan KHILAFAH.
Didalam Al-Qur’an kita hanya mengenal dua Hizb, yakni Hizbullah dan Hizbusy
Syaithan, tidak ada hizb-hizb lain. Hizbullah adalah orang-orang beriman yang
menjadikan pimpinan kepada Allah, Rasul dan orang–orang yang beriman (Ulil Amri),
dan mereka itulah yang akan mendapat kemenangan dan keberuntungan (QS. Al-
Maaidah : 56, Al-Mujaadilah :22).
Pemberian nama yang berkaitan dengan syari’ah, apabila tidak didasarkan pada Al-
Qur’an dan Sunnah, dapat mengarah pada bentuk penyembahan nama-nama yang dibuat /
diciptakannya sendiri, padahal Allah tidak memberikan keterangan sedikitpun tentang
nama tersebut. (QS. Yusuf : 40, An–Najm : 23). Kenyataan ini dapat menggeserkan
aqidah dari tauhid menjadi syirik, karena bisa termasuk memecah belah agama Allah dan
menimbulkan kebanggaan golongan/wadah/nama itu sendiri. (QS. Huud :118-119, Al-
Mu’minun :52-54, Ar-Ruum : 31-32)
Atas dasar inilah dikuatkan dengan firman Allah QS. Al-Hujuraat : 1 dan Al-Ahzaab :36.
Kita tidak dibenarkan mendahului Allah dan Rasul-Nya dalam pelaksanaan syari’at.
Allah telah menetapkan dalam Al-Qur’an bahwa orang-orang beriman yang terpimpin
oleh Allah, Rasul dan orang-orang beriman (Ulil Amri), itu dengan sebutan Hizbullah.
Sedangkan Rasulullah menyebut dalam sabdanya sebagai orang-orang yang mengikuti
(sunnah) beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . dan (sunnah) sahabatnya. Kriteria seperti
diatas oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam disebut sebagai Al-Jama’ah atau
Jama’atul Muslimin.
Imaam Ath Thabari menyebutkan bahwa Al-Jama’ah ialah Jama’atul Muslimin yang
sepakat atas seorang amir (pemimpin). Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam telah
memerintahkan untuk komitmen kepadanya dan melarang perpecahan umat dalam
perkara kesepakatan tentang pemimpin yang telah diangkat. Beliau Shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda : “ Siapa saja yang mendatangi umatku untuk memecah jama’ah
mereka, maka bunuhlah dia, siapapun orangnya.” (HR. Muslim XII/241 dengan syarah
Imam Nawawi)
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani menukil perkataan Ibnu Jarir Ath-Thabari bahwa yang
benar tentang maksud ucapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Hudzaifah “
Berpeganglah engkau kepada Jama’atul Muslimin  dan Imaam mereka.”
Ialah: “ Berpeganglah kepada orang-orang yang telah sepakat (berbai’at) mengangkat
seorang amir dalam ketaatan. Barangsiapa melanggar bai’atnya, maka ia telah keluar dari
Al-Jama’ah “ (Fathul Bari, Al-Asqalani XIII/37)32
Ibnu Khallal rahimahullah dalam kitabnya As-Sunnah berkata : “ Al-Jama’ah ialah
Jama’atul Muslimin, yaitu para shahabat serta orang-orang yang mengikuti mereka
dengan ihsan sampai Hari Akhir. Mengikuti mereka merupakan hidayah, sedangkan
menyelisihi mereka adalah sesat, sebagaimana tersebut dalam firman Allah :
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan
mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap
kesesatan yang telah dikuasainya itu  dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan
Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. ”   )QS. An-Nisaa :115) ——— (As-
Sunnah, Abu Bakr bin Muhamammad Al-Khallal, tahqiq : Dr. ‘Athiyyah Az-Zuhrani, hal
79)
Dan mereka itulah yang dimaksud Al-Jama’ah atau Jama’atul Muslimin dalam hadits-
haditsnya yang shahih sebagai Ahlus-Sunnah wal Jama’ah, Thaifah Manshuroh atau
Firqatun Naajiyah.
Adapun kaitannya dengan Khilafah sebagaimana dalam hadits dari Abu Umaamah,
Riwayat Ash habus Sunan dalam kitab Al-Jami’ush Shaghir juz I/110. Bahwa  Taqwa,
Khilafah dan Jama’ah Muslimin adalah satu kesatuan/paket yang tidak bisa dipisahkan.
Hal ini dikuatkan pula dengan matan yang berbeda, dalam HR. At-Tirmidzi, disebutkan
sebagai 3 hal yang bisa menghilangkan kedengkian seorang muslim dalam hatinya ;
Ikhlash beramal, Menasihati Imaamul Muslimin dan Menetapi Jama’ah Muslimin.
Relevansi Khilafah dengan Jama’ah Muslimin ini bisa juga kita lihat dalam Hadits dari
Hudzaifah bin Yaman, yang diriwayatkan Bukhari, Muslim, Ahmad dan Ibnu Majah,
berkaitan erat dengan Hadits dari Nu’man bin Basyir tentang Khilafah ‘ala minhaajin
Nubuwwah, yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Baihaqi sebagaimana pembahasan pada
halaman-halaman sebelumnya. Berdasar penelitian para ahli, bahwa hadits-hadits tersebut
adalah shahih.

PENDAPAT  ULAMA TENTANG HADITS “IMAAM DARI QURAISY”


Hadits-hadits tentang Imaam dari Quraisy, menjadi perbincangan para ulama dari dulu
hingga kini. Wajibnya muslimin kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah, dan bersatu
dalam satu Jama’ah  itu sepakat
Tapi ketika menentukan siapa yang menjadi Imaam, mereka berselisih.  Setiap
golongan/kelompok meyakini figurnya masing-masing.  Tentang Imaam dari Quraisy
didasarkan pada hadits Al-Bukhari dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam:

“ Sesungguhnya urusan kekuasaan ini di tangan orang Quraisy, tiada seorang pun yang
memusuhi mereka, kecuali pasti Allah akan membuatnya jatuh tersungkur, selama
mereka masih menegakkan (hukum-hukum) agama ini”

Urusan ummat ini akan senantiasa baik selama mereka dipimpin oleh 12 laki-laki
(khalifah), kemudian beliau mengucapkan kata-kata yang tidak aku dengar. Aku bertanya
kepada ayahku (Samurah) : “Apa yang diucapkan Rasulullah ?” Ayahku menjawab :
Rasulullah mengatakan : Semuanya dari Quraisy.” (HR. Bukhari, 722, 7223; Muslim,
1821; Tirmidzi 2224 dan Ahmad 5/76, Thabrany,1791; dan dibawakan Syakh Al-Albani
dalam Shahihahnya 376 dengan lafazh yang berbeda)

Para ulama berbeda pendapat dalam memahami hadits-hadits tentang Imaam dari
Quraisy, anatara lain :

Imaam Wajib dari Quraisy, bila bukan dari Quraisy maka tidak sah.
Pemahaman ini umumnya diyakini oleh para ulama pengikut gerakan Wahabi
(Muhammad bin Abdul Wahab), lebih dikenal dengan Salafiyah/salafi.
Imaam dari Quraisy tidak Wajib, hanya sebatas afdlal (keutamaan). Karena hadits-hadits
tentang Imaam Quraisy berbentuk ikhbar (informasi) dan tidak ada satupun di antara
hadits tersebut yang berbentuk thalab (tuntutan). Bentuk ikhbar walaupun mengandung
pengertian tuntutan, tetapi tidak dianggap tuntutan secara pasti selama tidak dibarengi
dengan suati qarinah (indikasi) yang menunjukkan penegasan.
Kata Quraisy adalah ism (sebutan) bukan sifat. Dalam istilah ushul fiqh disebut laqab
(julukan atau sebutan). Mafhum ism atau mafhum laqab sama sekali tidak bisa dijadikan
dasar dalam menentukan status hukum suatu perbuatan, karena ism atau laqab tidak
memiliki mafhum mukhalafah. Oleh karena itu nash tentang Quraisy tidak mempunyai
pengertian bahwa pemerintahan tidak boleh diberikan kepada orang selain Quraisy. 33

3.   Imaam dari Quraisy, artinya: sifat bukan fisik. Jadi yang dimaksud adalah; Fisiknya
boleh siapa saja asal memenuhi syarat-syarat keutamaan Quraisy. Pemahaman ini seperti
diyakini oleh; KH. Munawar Khalil dalam bukunya “Islam dan Pemerintahan”    .
Begitu pula H. Sulaeman Rasyid dalam bukunya “Fiqh Islam”, menyebutkan bahwa
pemahaman hadits-hadits tentang Imaam dari Quraisy itu adalah karena orang-orang
Quraisy mempunyai sifat-sifat berani, kuat, teguh pendiriannya dan mempunyai
hubungan erat satu sama lainnya. Maka dengan sifat inilah akan dapat terjamin teraturnya
kedaulatan. Bangsa Quraisy mempunyai kesanggupan untuk membawa umat ke arah
kesempurnaan, baik dengan cara perdamaian ataupun dengan kekerasan. Maka kelebihan
tersebutlah yang mendukung kedudukan khalifah jatuh ke tangan bangsa Quraisy,
sedangkan agama tidak menentukan hukum-hukum pada suatu bangsa, suatu keturunan,
atau partai, tetapi agama adalah untuk umat manusia. 34

Imaam tidak harus dari Quraisy; pendapat ini beralasan, bahwa perintah ta’at pada Ulil
Amri dalam QS. An-Nisaa : 59 adalah menyatakan keumuman tanpa mengkhususkan
keturunan tertentu.
Juga sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:
“ Barang siapa mentaatiku, maka ia telah mentaati Allah; dan barang siapa bermaksiat
kepadaku, maka ia telah bermaksiat kepada Allah. Barang siapa mentaati amir ; maka ia
telah mentaatiku; dan barang siapa membangkang kepada amir; maka ia telah
membangkang kepadaku.” ( Al-Bukhari 9/77, Muslim 3/1466, Ibnu Majah 2/954, Nasa’i
7/154, Ahmad 2/253)

Hadits ini dan laiinnya menyatakan kepemimpinan secara umum tanpa pengkhususan
kepada orang Quraisy. Disamping itu terdapat beberapa hadits yang dengan jelas
mendukung pandangan yang memungkinkan adanya khalifah dari selain keturunan
Quraisy.  Seperti hadits Bukhari Muslim dari Abu Dzar r.a. ia berkata :
“ Sesungguhnya kekasihku (Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam) berwasiat kepadaku
agar aku mendengar dan mentaati (pemimpin), sekalipun ia (pemimpin itu) seorang
hamba sahaya …….Dalam riwayat lain : sekalipun seorang hamba sahaya dari
Habasyah.”  (Mutafaq ‘alaihi)
Dari Anas r.a. ia berkata : Bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam “ Dengarlah
dan taatlah, sekalipun kamu dipimpin oleh seorang budak Habasyi yang berambut seperti
anggur kering.” (Al-Bukhari : 9/78, Muslim 3/1467-1468)

Hal ini didukung oleh kesimpulan Ibnu Hajar tentang hadits-hadits yang mengkhususkan
kepemimpinan pada orang-orang Quraisy. Yakni, dia mensyaratkan pula keistiqamahan
orang Qurasiy tersebut kepada agama Allah. Jadi apabila terdapat orang yang lebih
istiqamah dan lebih mampu daripada orang Quraisy, maka ia harus diutamakan
ketimbang orang Quraisy itu. (Fathul Bari 13/115-117)
“ Tidak akan terjadi kiamat sehingga muncul seorang dari suku Qahthan yang memimpin
manusia dengan tongkatnya (Al-Bukhari  6/16).35
Imaamah boleh siapa saja selama ia menegakkan kitabullah. Pendapat ini selain berdasar
pada ayat dan hadits-hadits diatas, juga pada beberapa fakta sejarah ;
Saat Haji Wada’ ; Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “ Tidak ada
perbedaan antara orang Arab dan ‘Ajam (bukan Arab) kecuali karena taqwanya kepada
Allah. “ Pernyataan ini sesuai dengan ayat Al-Qur’an : “Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu adalah orang yang paling taqwa. “ (QS. Al-Hujurat : 13). Atas dasar
ini maka bangsa Quraisy tidak lebih berhak atau lebih mulia dari bangsa lain. Prinsip
dasarnya selama menegakkan agama (Maa Aqomud diin/Maa aqama kitaballaah)
KESIMPULAN

Atas dasar uraian diatas kita dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Ada tiga bentuk peradaban di dunia sepanjang      sejarah :
a.    Peradaban Ro’yu/filsafat (Kitmanul Haq)—Menyembunyikan kebenaran
b.    Peradaban Talbis (Ro’yu dan Wahyu)— Mencampur aduk haq dan bathil
c.    Peradaban Wahyu (Peradaban Al Qur’an dan Sunnah)—Berpegang teguh kepada al-
Haq.
2. Islam sebagai Rahmatan Lil ‘alamin yang syamil dan kamil hanya dapat diwujudkan
dengan berpegang teguh pada Al Qur’an dan Sunnah, tanpa dicampur dengan pola-pola
Ro’yu baik dari barat maupun dari timur
3. Perwujudan Khilafah ‘ala Minhaajin Nubuwwah dalam wujud Jama’ah Muslimin telah
ditegakkan/ditetapi kembali oleh Dr. Syaikh Wali Al-Fattaah sebagai Imamnya sejak 10
Dzulhijjah 1372 H/20 Agustus 1953 s.d 19 November 1976, dan dilanjutkan oleh
H. Muhyiddin Hamidy sejak 20 November 1976 hingga kini. Alhamdulillah berjalan  dan
berkembang secara wajar.
4. Kehadiran Jama’ah Muslimin atau Hizbullah di tengah-tengah peradaban umat dewasa
ini adalah karunia Allah yang wajib disyukuri dan dikuatkan, kebenaran adalah dari Allah
dan Rasul-Nya, kelemah-an dan kekurangannya adalah tanggung jawab kita untuk
menguatkan dan melengkapinya. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala ridlo pada mereka
dan merekapun ridlo kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Amiin (QS. 9 : 100)
5.  Imaamah tidak harus dari Quraisy, prinsipnya selama menegakkan ad-diin/ Al-Qur’an
dan Sunnah.

Wallahu a’lam bishawab.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahnya
Al-Chaidar, Negara Islam Indonesia, S.M. Kartosuwiryo, Darul Falah, Jakarta, cet. 2
1420 H.
Ali Gharishah, DR. Wajah Dunia Islam Kontemporer, Kautsar, Yogyakarta 1989
Abdullah Azzam, DR. Runtuhnya Khilafah dan Upaya Menegakkannya. Pustaka Al-
Alaq, Solo, 2001
Al-Amir Syakib Arsalan, Mengapa Kaum Muslimin Mundur, Bulan Bintang ,Jakarta ,
1954
Abdul Malik Ali Al-Kulaib, Nubuwwah (Tanda-tanda Kenabian), GIP Jakarta 1992.
Abdul Qadim Zallum, “Sistem Pemerintahan Islam”, Al-Izzah, Bangil-Jatim, 2002
Abu Wihdan Hidayatullah, “Kepemimpinan Dalam Pandangan Islam” makalah Pelatihan
Kepemimpinan, Bandung 2000
Abu Wihdan Hidayatullah, “Tujuan dan Tugas Negara dalam Fiqih Siyasah”  makalah
Diskusi Mahasiswa STAI Tasikmalaya, 2000
Abu Wihdan Hidayatullah, Kesatuan Ummat Menurut Sunnah Rasulullah Dan Khulafaur
Rasyidin , makalah Diskusi Mahasiswa ITB, di GSG ITB, Bandung 1998.
Ahmad Warson Munawir, “Kamus Al-Munawir” , Pustaka Progressif, Surabaya, cet. 14,
1997, hal 657
Amin Muhammad Jamaluddin, Umur Umat Islam, Imaam Mahdi dan Dajjal, Cendekia
Sentra Muslim Jakarta 2001
A.Z. El Marzedek . Freemasonry Yahudi Melanda Dunia Islam, Gema Syahida Bandung
1993
Arif Hizbullah MA. Al-Jama’ah Wadah Kesatuan Muslimin, Ponpes Al-Fatah, Cilacap
1993
As-Suyuthi, Al-Jami’ush Shaghir, Syirkah Nur Asia
Fathur Rahman, Dahlan Bandung
Harun Yahya, DR. Petaka Manusia Akibat Darwinisme, VCD
Hussain bin Muhammad bin Ali Jabir MA. Menuju Jama’atul Muslimin, Rabbani Press,
Jakarta, November 1990
Harun Yahya, Dr. “Keruntuhan Teori Evolusi” Dzikra Bandung 2000.
Imaam Bukhari, Shahih Al-Bukhari, Toha Putra, Semarang
Imaam Muslim, Shahih Muslim, Toha Putra, Semarang
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’anil ‘Azhim, Toha Putra Semarang
Khalid Muhammad Khalid, Karakteristik 60 Sahabat Rasulullah, CV. Diponegoro
Bandung 1996.
Majid Ali Khan, “ Sisi Hidup Para Khalifah Shaleh” Risalah Gusti, Surabaya,  2000
Munawwar Khalil, KH. Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW, Bulan Bintang,
Jakarta, 1969
Munawwar Khalil, KH. Kembali Kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, Bulan Bintang,
Jakarta, 1956
Muhammad Ali Ishmah Al-Medani, Orang-orang Terasing, Majalah Salafi edisi V
1416 /  Dzulhijjah 1996
Makalah-makalah Konferensi Internasional Khilafah Islamiyyah, Hizbut Tahrir, Senayan
Jakarta 2000.
Makalah-makalah Simposium Nasional Generasi Muda Islam, Asrama Haji,  Jakarta,
1996
Risalah Al-Jama’ah no 6/Th II/ JMD.ULA 1421 H. “ KHILAFAH” Solusi Penyatuan
Muslimin Jakarta,  Agustus 2000 M
Sabili – Majalah Islam “Sejarah Emas Muslim Indonesia “, edisi khusus No. 9 Th. X
2003
SALAFY, Edisi Perdana/Sya’ban 1416/1995
Sulaiman Rasjid, H. “Fiqh Islam” PT. Sinar Baru Algesindo Bandung, 2000
Syaikh Shafiyyur Rahman Al-Mubarakfury, “SIRAH NABAWIYAH “, Pustaka Al-
Kautsar, Jakarta 2001
Suyuthi Pulungan, Dr. J. MA. Fiqh Siyasah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta 1999.
Sulchan Yasin , Drs. Kamus Lengkap B. Indonesia, CV Putra Kaya, t,t.
Taqyuddin An-Nabhani, “SISTEM KHILAFAH”, Khazanah Islam, Jakarta, Juni 1995.
Wali Al-Fattaah, Khilafah ‘Ala Minhaajin Nubuwwah, Al-Jama’ah, Bogor 1995.
Wamy, Lembaga Pengkajian dan Penelitian, Gerakan Keagamaan dan Pemikiran, Jilid I
dan II, Al-Ishlah Press, Jakarta 1995
Yusuf Al Qaradlawi, DR. Syaikh, Al-Ummah Al-Islamiyyah Haqiqah Laa Wahm”
Maktabah Wahbah.
Z.A. Maulani  “Zionisme” Daseta Jakarta, 2002

Islam dan Khilafah adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Sejarah membuktikan,
Muslimin menjadi terhormat dan berwibawa dalam peradaban umat manusia ketika di
tengah-tengah ada pimpinan sentral.

Musuh-musuh Islam tahu, bahwa khilafah merupakan junnah (benteng/perisai) dan ra’in
(pengayom/penggembala) bagi muslimin. Maka mereka terus melakukan penyerangan
dengan berbagai cara untuk meruntuhkan khilafah atau kepemipinan sentral dunia islam.
Puncaknya kaum kuffar berhasil meruntuhkan kepemimpinan sentral dunia Islam” Turki
Utsmani” 1924. Sejak itulah muslimin kehilangan pemimpin dunia.

Kekhawatiran mereka juga diperlihatkan  dengan berbagai tuduhan teroris kepada hamba-
hamba Allah yang sholih. Dari sinilah  isu terorime menjadi marak, dan fitnah itu mereka
arahkan kepada muslimin. Padahal apa yang mereka lakukan itulah terorisme yang
sebenarnya. Pembantaian di Afghanistan dan Irak adalah bukti teror dan kebiadaban AS
dan Israel.

Berbagai gerakan Islam (harokah Islamiyyah) berusaha menegakkan kembali


kepemimpinan khilafah. Sebagian diantara mereka bahkan ada yang telah
mewujudkan /membai’at seorang Imaam/Khalifah, walau belum optimal dan sempurna.

Mengingat urgensi kepemimpinan sentral muslimin, maka jihad terbesar abad ini, adalah
mewujudkan Khilafah ‘ala Minhaajin Nubuwwah untuk menegakkan syari’at Islam.
Buku ini sebagai bahan kajian dan alternatif sumber informasi tentang apa dan bagaimana
urgensi khilafah di tubuh muslimin.

Wallahu a’lam bish showwaab

Anda mungkin juga menyukai