Disusun Oleh :
Kelompok V
TA 2018/2019
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrohiim,
Puji syukur Kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa atas petunjuk, rahmat, dan
hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan Makalah Ulumul Hadits
yangberjudul “ Ulumul Hadist, Sejarah Perkembangannya”
Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW, pemimpin para Nabi dan panutan bagi umat Islam di dunia yang
beriman dan bertaqwa, begitu juga dengan para keluarga dan sahabat yang telah
membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman terang-benderang “Ila Dzulumati
Ilannur” serta kepada pengemban risalah mulia yang selalu mengikuti metode serta
langkah beliau yang menjadikan “Al-Qur‟an” sebagai pedoman sekaligus sumber hukum.
Penyusun sadar bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun sangat penyusun harapkan, demi kesempurnaan karya
ilmiah ini. Semoga amal kebaikan dan aktivitas yang kita lakukan selalu ada dalam
rahmat dan ampunannya, Aamiin.
Penyusun,
3
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....………………………………………………..…..4
1.2 Rumusan Masalah .....…………………………………………….....5
1.3 Tujuan penulisan Makalah..................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 .Defenisi Ulumul Hadits....................................................................6
1.Periode Klasik...........................................................................11
2. Periode Pertengahan.................................................................12
3.Periode Modern.........................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................15
4
BAB I
PEMBAHASAN
Kemunculan ulum al-hadits sebagai suatu disiplin ilmu melalui suatu tahapan
perjalanan sejarah yang panjang. Perjalanan sejarah yang dimulai dari masa Rasulullah
SAW sampai sekarang. Walaupun melalui pasang surut, akan tetapi semangat para
Ulama tidak pernah surut atau berhenti menghasilkan karya-karya besar karena mereka
termotivasi oleh semangat pengabdian yang tulus untuk memurnikan ajaran agama.
Karya-karya tersebut berupa kitab-kitab yang merupakan konstribusi berharga dari para
Ulama terhadap perkembangan ulum al-hadits. Karya-karya ulama itu kemudian
menjadi ilmu yang membahas secara spesifik hal-hal tertentu yang berkaitan dengan
Hadits Rasulullah SAW.
Alquran sebagai kalâm Allah (firman Allah) mencakup segala aspek persoalan
kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan pencipta-Nya, sesama manusia dan alam
semesta yang merupakan persoalan mendasar dalam setiap kehidupan manusia.Alquran
sebagai kitab suci umat Islam sangat kaya dengan pesan-pesan yang mengandung nilai
nilai pendidikan1.
1
Muh. Haris Zubaidillah, “Epistemological Views of Islamic Education Philosophy as a Islamic
Education Basis,”Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan12, no. 1 (2018):
h.3.
.
5
dalam mengaktualisasikan diri dan kehidupannya secara utuh dan bertanggung jawab
bagi keselamatan dalam kehidupannya. Kedudukan al-Sunnah dalam kehidupan dan
pemikiran Islam sangat penting, karena di samping memperkuat dan memperjelas
berbagai persoalan dalam Alquran, juga banyak memberikan dasar pemikiran yang
lebih kongkret mengenai penerapan berbagai aktivitas yang mesti dikembangkan dalam
kerangka hidup dan kehidupan umat manusia.
Sebelum berbicara tentang pengertian, status, dan perkembangan ilmu hadis,
terlebih dahulu akan dijelaskan secara singkat, kapan ilmu hadis muncul. Ilmu hadis
muncul sejak masa Rasulullah SAW dan perhatian para sahabat terhadap hadis atau
sunnah sangat besar. Demikian juga perhatian generasiberikutnya seperti Tabi’in,Tabi’
Tabi’in,dan generasi setelah Tabi’in. Mereka memelihara hadis dengan cara menghapal,
mengingat, bermudzakarah, menulis, menghimpun, dan mengodifikasikannya ke dalam
kitab-kitab hadis yang tidak terhitung jumlahnya. Akan tetapi, di samping gerakan
pembinaan hadis tersebut, timbul pula kelompok minoritas atau secara individual
berdusta membuathadis yang disebut dengan hadis mawdhû’
BAB II
PEMBAHASAN
Dari segi bahasa ilmu hadis terdiri dari dua kata, yaitu ilmu dan hadis.
Secara sederhana ilmu artinya pengetahuan, knowledge,dan science. Sedangkan hadis
artinya segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik dari
perkataan, perbuatan, maupun persetujuan. Para ulama ahli hadis banyak yang
memberikan definisi ilmu hadis diantaranya Ibnu Hajar Al-Asqalani:
Adalah mengetahui kaidah-kaidah yang dijadikan sambungan untuk mengetahui
(keadaan) perawi dan yang diriwayatkan.
Atau
lmu yang mempelajari tentang keterangan suatu hal yang dengan hal itukita dapat
mengetahuibahwa hadis itu diterima atau tidak2
Definisi lain, dari segi bahasa ilmu hadits terdiri dari dua kata yakni ilmu dan
hadits, secara sederhana ilmu artinya pengetahuan, knowledge, dan science dan hadits
artinya segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik dari
perkataan maupun persetujuan.
Sedangkan pengertian ilmu hadits secara terminologi ialah suatu ilmu yang
dengannya dapat diketahui betul tidak ucapan, perbuatan, keadaan atau lain-lainnya,
yang orang katakan dari Nabi Muhammad SAW.
Ulumul hadits adalah istilah ilmu hadits di dalam tradisi ulama hadits (Arabnya :
‘ulumul al-hadits). Sedangkan di kalangan ulama al-hadits berarti segala sesuatu yang
2
Mahmud al-Thahhan, Taisir Musthalahal al-Hadits(Beirut: Dar ats-Tsaqafah al-Islamiyah, t.t.), h. 15.
7
disandarkan kepada nabi Saw dari perbuatan, perkataan, taqrir, atau sifat.Pada mulanya,
ilmu hadits merupakan beberapa ilmu yang berdiri sendiri, yang berbicara tentang hadits
nabi dan pada perawinya, seperti ilmu al-hadits al-shahih, ilmu al-mursal, ilmu al-asma
wa al-kuna, dan lain-lain. Penulis ilmu-ilmu hadits secara parsial dilakukan, khususnya,
oleh para ulama abad ke-3 hijriyah. Ilmu-ilmu yang terpisah dan bersifat parsial
tersebut, disebut dengan ulumul hadits, karena masing-masing membicarakan tentang
hadits dan para perawinya dan masa berikutnya. Ilmu-ilmu yang terpisah mulai
digabungkan dan dijadikan satu. Yang dipandang sebagai disiplin ilmu yang berdiri
sendiri.
Tokoh-tokoh pada abad itu ialah Yahya Ibn ma’in (234 H/848 M) menulis thariq
al-rijal, muhammad Ibn sa’ad (230H/844M) menulis al-thabaqat, Ahmad Ibn
Hanbal(241H/855 M) menulis Al-‘ilal dan al-nasikh wa al-mansyukh.
Sekalipun pada masa Nabi tidak dinyatakan adanya ilmu hadis, tetapi para
peneliti hadis memperhatikan adanya dasar-dasar dalam Alquran dan hadis Rasulullah
S.A.W. Misalnya firman Allah S.W.T dalam Q.S. Al-Hujurat/49: 6.
8
َﻖ ﺑِﻨَﺒَﺈٍ ﻓَﺘَﺒَﯿﱠﻨُﻮا أَنْ ﺗُﺼِﯿﺒُﻮا ﻗَﻮْ ﻣًﺎ ﺑِﺠَ ﮭَﺎﻟَ ٍﺔ ﻓَﺘُﺼْ ﺒِﺤُ ﻮا َﻋﻠ َٰﻰ َﻣﺎ ﻓَ َﻌ ْﻠﺘُ ْﻢ ﻧَﺎ ِدﻣِﯿﻦ
ٌ ِﯾَﺎ أَﯾﱡﮭَﺎ اﻟﱠﺬِﯾﻦَ آ َﻣﻨُﻮا إِنْ ﺟَ ﺎ َء ُﻛ ْﻢ ﻓَﺎﺳ
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa
suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal
atas perbuatanmu itu. “
Ayat-ayat di atas berarti perintah memeriksa, meneliti, dan mengkaji berita yang
datang dibawa seorang fasik yang tidak adil. Tidak semua berita yang dibawa seseorang
dapat diterima sebelum diperiksa siapa pembawanya dan apa isi berita tersebut. Jika
pembawanya orang yang jujur, adil, dan dapat dipercaya maka diterima.Akan tetapi
sebaliknya, jika pembawa berita itu orang fasik, tidak objektif, pembohong dan lain-
lain, maka tidak diterima karenaakan menimpakan musibah terhadap orang lain yang
menyebabkan penyesalan dan merugikan.
Pada masa awal Islam belum diperlukan sanad dalam periwayatan hadis karena
orangnya masih jujur-jujur dan saling mempercayai satu dengan yang lain.Akan tetapi,
setelah terjadinya konflik fisik (fitnah) antar elite politik, yaitu antara pendukung Ali
dan Mu’awiyah dan umat berpecah menjadi beberapa sekte; Syi’ah, Khawarij, dan
Jumhur Muslimin.Setelah itu mulailah terjadi pemalsuan hadis (hadis mawdhû’)dari
masing-masing sekte dalam rangka mencari dukungan politik dari masa yang lebih
luas.Melihat kondisi seperti hal di atas para ulama bangkit membendung hadis dari
pemalsuan dengan berbagai cara, di antaranya rihlah checkingkebenaran hadis dan
mempersyaratkan kepada siapa saja yang mengaku mendapat hadis harus disertai
dengan sanad. Sebagaimana ungkapanulama hadis ketika dihadapan suatu periwayatan:
3
Ahmad Umar Hasyim, As-Sunnah An-Nabawiyyah, t.t., h. 363-364.
9
4
an-Nawawi, Shahih Muslim bi Syarh An-Nawawi, Juz 1, t.t., h. 103.
5
as-siba’i, as-sunnah, t.t., h. 107.
6
Hasyim,-Sunnah An-Nabawiyyah, h. 398.
10
1.Periode Klasik
Pada masa rasulullah Saw sampai sebelum pembukuan Ulumul Al-Hadits istilah
Ulumul Al-Hadits, jelas belum ada. Tetapi prinsip-prinsip yang telah berlaku pada masa
itu sebagai acuan untuk menyikapi suatu informasi yang telah ada.
7
Nuruddin ’Itr, Manhaj An-Naqd Fii ’Uluum al-Hadis(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012).
11
Perlakuan tersebut, dalam kaidah Ulum Al-Hadis adalah sesuatu yang harus
diluruskan untuk mempertegas suatu informasi. Penyelidikan Qalil Ar Riwayah mulai
berlaku setelah Rasul wafat atau pada masa sahabat sebagai usaha untuk menangkal
banyaknya hadits palsu dan kebohongan yang mengatas namakan Rasulullah Saw.
Selain itu, ada pemikiran dari sebagian sahabat bahwa Rasul telah melarang penulisan
Hadits yang membuat tersendatnya periwayatan Hadits.
2.Periode Pertengahan
Masa ibn shalah disebut Nur Ad-Din itr adalah masa kesempurnaan pertama
karena ibnu sholah dianggap sebagai tokoh yang menyusun ulumul hadits yang
sistematis dan mencakup seluruh pembahasan. Tokoh-tokoh setelah ibnu shalah banyak
yang mengikuti karyanya, oleh sebab itu karya yang muncul berupa syar, ikhrisyar,
12
nazham, nukat atau naqdi, hasyiyah, atau talkhis. 8Untuk melihat beberapa jauh
pengaruh pemikiran ulumul hadis ibnu shalah terdapat tokoh-tokoh setelahnya yaitu:
Imam muhyi ad-din bin syar an-nawawi. An-nawawi memiliki karya ulumul hadits
yang menginduk kepada kitap asal karya ibnu shalah yaitu irsyad tuhulab al-haqaiq
kemudian kitab belliau ikhtisar kembali yang diberi nama at-taqrib waat-taysyir lima
maqrifat sunan al-bazir an-nazir, dan ikhtisarnya lebih masypur kembali dari al-irsyat.
Sebagai salah satu bukti bahwa at-toqri yaitu syar toqrib an-nawawi, karya aliraqi dan
lain-lain.
Manhaj an-nawawi dalam penyusunan al-irsyad, sebagaiman dijelaskan dalam
muqqaddima hnya bertujuan :
1.)memberikan penjelasan dengan ungkapan yang sangat mudah dimengerti oleh
pembaca.
2.)meringkas dengan menghilangkan ungkapan yang dianggap tidak perlu.
3.Periode Modern
Periode ini dapat dinyatakan oleh ibnu taymiyah yang mengumandangkan:
terbukanya pintu ijtihad, sebagai awal untuk memperbaharui islam. Akan tetapi,
perkembangan selanjutnya ada pada masa syah wali yullah, ibn abdul wahhab, said
jamaluddin al- afghani, dan muhammad abduh. Setelah mengalami stagnasi, yakni
dari abad ke-10 sampai awal abad ke-14 H, ulumul al-Hadist mengalami kebangkitan
kembali dengan munculnya karya yang lebih menonjolkan sitematika yang sesuai
dengan sistematika modern hal tersebut dilatar belakangi oleh konflik yang terjadi
antara timur dan barat yang menyentuh tataran teologis.
Pada periode ini selain munculnya ulumul hadits yang mencakup seluruh kajian
cabang hadits juga muncul kajian ulumul hadits secara khusus, yang lebih menitik
8
Muh. Haris Zubaidillah, “Nilai-Nilai Pendidikan Adversity Quotient pada Cerita Nabi Musa dalam
Alquran,”Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan11, no. 24 (2017): h. 22.
13
beratkan pada pemikiran, baik yang berkaitan dengan sejarah, manhaj, kritik,
pertahanan terhadap berbgai tuduhan yang di lontarkan untuk menilai sunnah.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ulumul Hadits adalah istilah ilmu hadits didalam tradisi hadits. ( ‘ulum al-
hadits) ‘ulum al-hadits terdiri atas dua kata yaitu ‘ulum dan al-hadits. Kata ‘ulum dalam
bahasa Arab adalah bentuk jamak dari ‘ilm yang berarti “ilmu”, sedangkan hadits
berarti: “segala sesuatu yang taqrir atau sifat”. Dengan demikian gabungan antara ‘ulum
dan al-hadits mengandung pengertian “Ilmu yang membahas atau yang berkaitan
dengan hadits Nabi Saw”.
Pada dasarnya ulumul hadist telah lahir sejak dimulainya periwayatan hadist di
dalam Islam, terutama setelah Rasul Saw wafat, ketika umat merasakan perlunya
menghimpun hadist-hadist Rasul Saw dikarenakan adanya kekhawatiran hadist-hadist
tersebut akan hilang atau lenyap. Para sahabat mulai giat melakukan pencatatan dan
periwayatan hadist.mereka telah mulai mempergunakan kaidah-kaidah dan metode-
metode tertentu ddalam menerima hadist, namun mereka belumlah menuliskan kaidah-
kaidah tersebut.
Pada abad ke-2 H, ketika hadist telah di bukukan secara resmi atas prakarsa
Khalifah ‘Umar bin Abdul Aziz dan dimotori oleh Muhammad bin Muslim bin Syihab
al-Zuhri, para ulama yang bertugas dalam menghimpun dan membukukan hadist
tersebut menerapkan ketentuan-ketentuan ilmu hadist yang sudah ada dan berkembang
sampai pada masa mereka.
Pada abad ke-3 H yang dikenal dengan masa keemasan dalam sejarah
perkembangan hadist, mulailah ketentuan-ketentuan dan rumusan kaidah-kaidah hadist
ditulis dan dibukukan, namun masih bersifat parsial. Pada abad ke-4 dan ke-5 Hijriah
mulailah ditulis secara khusus kitab-kitab yang membahas tentang ilmu hadist yang
bersifat komprehensif.
Pada abad-abad berikutnya bermunculanlah karya-karya di bidang ilmu hadist
ini, yang sampai saat sekarang masih menjadi referensi utama dalam membicarakan
ilmu hadist.
15
A. SARAN
Semoga sebagai muslim kita dapat terus mengamalkan Al-Qur’an dan Hadist.
Sehingga Rahmat Allah selalu menyertai kita semua. Sekian makalah dari kami, kami
menyadari banyaknya kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran
sangat kami harapkan demi perbaikan makalah ini. Semoga isi dari makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua khususnya untuk penulis. Amiinn.
DAFTAR PUSTAKA