Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KELOMPOK 9

UQUBAH
Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh Jinayat

Dosen Pengampu: Dr. H. M. Nurul Irfan M.Ag.

Disusun Oleh :

Olga Dyvani Claresta (11190454000035)

Moch. Ifkar Kamal Atqia (11190454000036)

Nabilah Asy’ari (11190454000038)

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kesehatan dan
kemudahan serta melimpahkan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan
mampu untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan
syafa’atnya di akhirat nanti.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, dan Ucapan terimakasih untuk
dosen pengampu mata kuliah “Fiqh Jinayat” yang kami hormati, Dr. H. M. Nurul
Irfan M.Ag. sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah
dari mata kuliah Fiqh Jinayat dengan judul “Uqubah” Semoga kita dapat
menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai hal tersebut.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak kesalahan serta kekurangan di dalamnya, maka segala kritik dan
saran untuk membangun para pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini., supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik
lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon
maaf yang sebesar-besarnya.
Demikian, Semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua dan menjadi
referensi ataupun tambahan materi pembelajaran bagi kita semua. Terima kasih

Jakarta, 13, November 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................ ii


DAFTAR ISI ............................................................................................. iii
BAB I......................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ...................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH.................................................................. 2
C. TUJUAN PEMBAHASAN .............................................................. 2
BAB II ....................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ........................................................................................ 3
A. Pengertian Uqubah ........................................................................... 3
B. Dasar Hukum Uqubah ...................................................................... 6
C. Tujuan dari Uqubah .......................................................................... 7
D. Macam-Macam Uqubah .................................................................10
BAB III .....................................................................................................14
PENUTUP ................................................................................................14
A. Kesimpulan .....................................................................................14
B. Saran ...............................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam hukum pidana kita akan mengenal dua bentuk balasan (jazâ) bagi
pelaku tindak pidana, yang pertama adalah hukuman dan yang kedua adalah
tindakan-tindakan prepentif atau rehabilitasi. Dalam makalah ini kita akan mencoba
untuk lebih concern membahas tentang hukuman yang merupakan salah satu dari
dua instrument diatas.

Dari statement diatas dapat kita ketahui bahwa hukuman merupakan salah
satu perangkat dalam hukum pidana sebagai bentuk balasan bagi pelaku tindak
kriminal, karena ia merupakan representasi dari perlawanan masyarakat terhadap
para kriminil dan terhadap tindak kejahatan yang dilakukannya. Oleh karena itu
ketika kita sepakati bahwa para kriminil dan tindak kejahatan yang dilakukannya
merupakan objek dari pertanggung jawaban pidana (al masúliyah al jinâíyah) maka
ketika seseorang terbukti melakukan tindakan pidana, ini mengharuskan
dijatuhkannya hukuman bagi pelaku ini. Itu karena tindakan pidana yang berupa
pelanggaran terhadap kaidah-kaidah dan norma-norma di masyarakat dan yang
telah mengakibatkan adanya keresahan di masyarakat, mengharuskan tunduknya
pelaku kejahatan terhadap hukuman. Karena merupakan sesuatu yang tidak dapat
kita terima apabila pelaku kejahatan berkeliaran di tengah-tengah masyarakat
sembari menebar keruksakan tanpa adanya halangan. Ini di satu sisi, sedangkan
disisi lain agar kaidah-kaidah hukum sebagai pedoman hidup masyarakat dapat
ditegakkan dan dihormati masyarakat maka harus ada hukuman bagi yang
melanggar kaidah-kaidah hukum ini.

Untuk lebih jelasnya, agar kita lebih mengenal tentang hukuman, maka kita
akan mencoba mendiskusikannya, terutama bahasan yang berkaitan dengan hal-hal
yang bersifat prinsipil dari hukuman. Maka oleh karena itu kita akan membahasnya
dari mulai definisi, karakteristik, tujuan, dan pembidangan hukuman.

1
Di dalam Islam, hukuman tidak berangkat dari pendapat manusia atau
kesepakatan manusia belaka. Karena apa yang ada dalam pandangan manusia
memiliki keterbatasan. Seringkali apa yang dalam pandangan manusia baik, pada
hakikatnya belum tentu baik. Demikian juga, apa yang dalam pandangan manusia
buruk, hakikatnya belum tentu buruk. Sehingga bagi umat Islam, harus
mengembalikan penilaian baik atau buruk, terpuji dan tercela menurut pandangan
syari’at.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Uqubah?
2. Apa saja Dasar Hukum Uqubah
3. Apa Tujuan dari Uqubah?
4. Apa saja Macam-macam Uqubah?

C. TUJUAN PEMBAHASAN

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini :

1. Agar mengetahui pengertian Uqubah


2. Agar mengetahui Dasar Uqubah
3. Agar mengetahui Tujuan dari Uqubah
4. Agar mengetahui Macam-macam Uqubah

D. MANFAAT

1. Agar dapat memahami pengertian Uqubah


2. Agar dapat mengetahui Dasar Uqubah
3. Agar dapat mengetahui Tujuan dari Uqubah
4. Agar dapat mengetahui Macam-macam Uqubah

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Uqubah

Hukuman atau Hukum Pidana dalam Islam disebut al-‘Uqubaah yang meliputi
baik hal-hal yang merugikan maupun tindak kriminal. Nama lain dari al- ‘Uqubah
adalah al-Jaza’ atau hudud. Hukuman adalah bentuk balasan bagi seseorang yang
atas perbuatannya melanggar ketentuan syara’ yang ditetapkan Allah dan Rasul-
Nya untuk kemaslahatan manusia.

‘Uqubah (hukuman) secara bahasa (etimologi) berasal dari kata ‘aaqaba –


yu’aaqibu –’uquubah, dan ‘aaqabtul lishsha mu’aaqabatan wa ‘iqaaba, dan dalam
bentuk isim al-’uqubah.

Hukuman dalam bahasa Arab disebut ‘uqubah. Lafaz ‘uqubah menurut bahasa

berasal dari kata ‫قب‬


ََ ‫ َع‬yang sinonimnya َ‫َو َجا َءب َعقبهَ خَلفه‬ artinya mengiringnya dan
datang di belakangnya. Dalam pengertian yang agak mirip dan mendekati

pengertian istilah, barangkali lafaz tersebut bisa diambil dari lafaz َ َ‫َعاق‬
َ‫ب‬ yang

sinonimnya َ‫اء َجزَ اه‬ َ َ ‫ل بمَا‬


َ ‫س َو‬ ََ ‫فَ َع‬ artinya membalasnya sesuai dengan apa yang
dilakukannya.Dari pengertian yang pertama dapat dipahami bahwa sesuatu disebut
hukuman karena ia mengiringi perbuatan dan melaksanakan sesudah perbuatan itu
dilakukan. Sedangkan dari pengertian yang kedua dapat dipahami bahwa sesuatu
disebut hukuman karena ia merupakan balasan terhadap perbuatan yang
menyimpang yang telah dilakukannya.

Uqubah atau sanksi hukuman dalam sistem hukum pidana Islam terbagi kepada
tiga kategori utama yaitu uqubah hudud, uqubah qisas dan diat dan uqubah ta’zir.

‘Uqubah dalam bahasa indonesia berarti sanksi hukum atau hukuman.


Sedangkan hukuman menurut kamus umum bahsa indonesia adalah siksaan dan

3
lain sebagainya yang di letakkan ada orang yang melanggar undang – undang dan
lain sebagainya. Sedangkan menurut istilah para fuqaha, ‘uqubah (hukuman) itu
adalah pembalasan yang telah ditetapkan demi kemaslahatan masyarakat atas
pelanggaran perintas pembuat syariat (Allah dan Rasul-Nya)

Pengertian ‘uqubah secara istilah (terminologi) didefinisikan dalam terminologi


syara’ dengan definisi yang sangat banyak, di antaranya:

Ibnu ‘Abidin -dari ulama mazhab Hanafi- mendefinisikan: bahwa ia adalah


penghalang sebelum melakukan, ancaman sesudahnya. Maksudnya, dengan
mengetahui syari’atnya menghalangi keberanian melakukan dan terjerumusnya
sesudahnya menghalangi kembali kepadanya.

al-Mawardi –dari ulama mazhab Syafii- mendefinikan: sesungguhnya ia adalah


ancaman yang diletakkan oleh Allah untuk menghalangi melakukan perbuatan
yang dilarang dan meninggalkan yang diperintahkan.

Abdul Qadir ‘Audah mendifinikan ‘uqubah: yaitu hukuman yang ditetapkan


untuk kepentingan orang banyak atas pelanggaran terhadap perintah syari’.

Dan yang tergambar dari definisi-definisi tersebut adalah bahwa ia datang untuk
hukuman secara umum, sama saja hukuman yang segera –di dunia- atau yang
tertunda –di akhirat-. Maka pantas bahwa definisi itu dikaitkan dengan hukuman di
dunia, untuk mengeluarkan pembalasan di akhirat yang tidak mengetahuinya
kecuali Allah . Sebagaimana definisi yang ketiga membatasi hukuman dalam
pembalasan yang ditetapkan untuk mashlahat, padahal ia adalah pencegah untuk
pelaku kriminal, penghalang baginya dari terjerumus dalam tindakan kriminal atau
maksiat, sebagaimana ia menjadi penghalang bagi orang lain, di samping
merupakan penebus dosanya.

Uqubah hudud dan uqubah qisas serta diat adalah untuk menjaga tujuan-tujuan
utama dari syara’ (maqasid syariah). Uqubah al-riddah (orang-orang murtad) adalah
untuk menjaga agama. Uqubah qisas, diat dan sebagian dari uqubah perompakan
(uqubat had al-hirabah) adalah untuk menjaga diri dan lainnya. Uqubah zina dan

4
qazaf adalah untuk menjaga keturunan. Uqubah mencuri (Uqubah al-sariqah) dan
sebagian dari uqubah perompakan adalah untuk menjaga harta manakala uqubah
mabuk (‘uqubah al-Shurb) adalah untuk menjaga akal.

Semua jenis uqubah yang disebut di atas adalah ditentukan secara jelas oleh
nash al-Qur’an dan as-sunnah. Dengan alasan itulah sebagian ahli fiqh
menamakannya sebagai uqubah hudud.

Adapun uqubah ta’zir (al-‘uqubah al-ta’ziriyyah) atau dinamakan juga uqubah


perwakilan (‘uqubah al-tafwidiyyah) tidak ditentukan oleh al-Syari’ malah
diserahkan kepada pemerintah untuk menentukannya. Dengan cara ini pemerintah
sentiasa dapat membuat aturan untuk kemaslahatan umat sesuai pekmbangan
zaman.

Menurut Abdul Qadir Audah, definisi hukuman adalah sebagai berikut:

َ‫ى بَةَ اَ ْلعق ْو‬


ََ ‫صلَ َحة ْال َج َماعةَ ْالمقَ َّررَ ْال َجزَ اءَ ه‬ ْ ‫شارعَ اَ ْمرَ ع‬
ْ ‫صيَانَ َعلى ل َم‬ َّ ‫ال‬

Hukuman adalah pembalasan yang ditetapkan untuk memelihara kepentingan


masyarakat, karena adanya pelanggaran atas ketentuan-ketentuan syara’.

Dalam bahasa Indonesia, hukuman diartikan sebagai “siksa dan sebagainya”,


atau “keputusan yang dijatuhkan oleh hakim”.1 Menurut hukum positif di
Indonesia, istilah hukuman hampir sama dengan pidana. Walaupun sebenarnya
seperti apa yang dikatakan oleh Wirjono Projodikoro, kata hukuman sebagai istilah
tidak dapat menggantikan kata pidana, oleh karena ada istilah hukuman pidana dan
hukuman perdata.2

Sedangkan menurut Moeljatno, sebagaimana dikutip oleh Mustafa Abdullah,


istilah pidana lebih tepat daripada hukuman sebagai terjemahan straf. Karena, kalau

1
Anton M. Moeliono, et al., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, cetakan II,
1989, hlm. 315
2
Wirjono Projodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Jakarta: PT. Eresco, 1981, cetakan
III, hlm. 1

5
straf diterjemahkan dengan hukuman maka straf recht harus diterjemahkan hukum
hukuman. 3

Menurut Sudarto pengertian pidana atau hukuman adalah penderitaan yang


sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi
syarat-syarat tertentu. Sedangkan menurut Roeslan Saleh adalah reaksi atas delik
dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara pada
pembuat delik itu.4

Dari beberapa defininisi di atas dapat diambil intisari bahwa hukuman atau
pidana adalah suatu penderitaan atau nestapa, atau akibat- akibat lain yang tidak
menyenangkan yang diberikan dengan sengaja oleh badan yang berwenang kepada
seseorang yang cakap menurut hukum yang telah melakukan perbuatan atau
peristiwa pidana.

Dari definisi tesebut dapatlah dipahami bahwa hukuman adalah salah satu
tindakan yang diberikan oleh syara’ sebagai pembalasan atas perbuatan yang
melanggar ketentuan pembuat syara’ dengan tujuan untuk memelihara ketertiban
dan kepentingan masyarakat, sekaligus juga untuk melindungi kepentingan
individu.

B. Dasar Hukum Uqubah

Hukuman itu harus mempunyai dasar, baik dari Al – Qur’an, Hadist, atau
lembaga legislative yang mempunyai kewenangan menetapkan hukuman untuk
kasus ta’zir. Selain itu hukuman itu harus bersifat pribadi artinya hanya dijatuhkan
kepada orang yang melakukan kejahatan saja. Hal ini sesuai dengan prinsip bahwa
seseorang tidak menanggung dosanya orang lain.Terakhir bahwa hukuman itu
harus bersifat umum, maksudnya harus berlaku pada semua orang. Karena manusia
sama dihadapan hukum.

3
Mustafa Abdullah dan Ruben Ahmad, Intisari Hukum Pidana Indonesia, Jakarta: cetakan I,
1983, hlm. 47
4
Ibid, hlm.48

6
Adapun pengertian hukuman sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Qadir
Audah adalah “hukuman adalah pembalasan yang ditetapkan untuk kemaslahatan
masyarakat, karena adanya pelanggaran atas ketentuan syara”.

Dasar hukum dari uqubah menurut Ibnu Taimiah secara umum adalah surah an-
Nisa’ ayat 58

”… apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan


dengan adil”

Selain dari dalil ini terdapat dalil-dalil terperinci dalam nash terkait jenis-jenis
hukuman.

C. Tujuan Uqubah

pokok dalam penjatuhan hukuman dalam syari’at Islam ialah Pencegahan


(‫ﺍﻠﺮﺪﻮﺍﻠﺰﺠﺮ‬, arraddu waz-zajru) dan pengajaran serta pendidikan ( ‫ﺍﻻﺼﻼﺡﻮﺍﻠﺘﻬﺬﻴﺐ‬,
al-islah wat-tahzdib).

Pencegahan ialah menahan pelaku agar tidak mengulangi perbuatan jarimahnya


atau agar ia tidak terus-menerus memperbuatnya, disamping pencegahan terhadap
orang lain selain pelaku agar ia tidak memperbuat jarimah, sebab ia bisa mengetahui
bahwa hukuman yang dikenakan terhadap orang yang memperbuat pula perbuatan
yang sama. Dengan demikian, maka kegunaan pencegahan adalah rangkap. Yaitu
menahan terhadap pelaku sendiri untuk tidak mengulangi perbuatannya dan
menahan orang lain untuk tidak memperbuatnya pula dan menjauhkan diri dari
lingkungan jarimah.

Selain mencegah dan menakut-nakuti, Syari’at Islam tidak lalai untuk


memberikan perhatiannya teradap diri pelaku. Bahkan memberi pelajaran dan
mengusahakan kebaikan terhadap diri pembuat merupakan tujuan utama, sehingga
penjauhan manusia terhadap jarimah bukan karena takut akan hukuman, melainkan
karena kesadaran diri dan kebenciannya terhadap jarimah, serta menjauhkan diri
dari lingkungannya agar mendapat ridha Tuhan.

7
Tujuan dari penetapan dan penerapan hukuman dalam syari’at Islam adalah:

1. Pencegahan ( َ‫الردْع‬ ّ ‫) َو‬


ّ َ‫الز ْجر‬

Pengertian pencegahan adalah menahan orang yang berbuat jarimah agar ia


tidak mengulangi perbuatan jarimahnya. Di samping mencegah pelaku, pencegahan
juga mengandung arti mencegah orang lain selain pelaku agar ia tidak ikut-ikutan
melakukan jarimah, sebab ia bisa mengetahui bahwa hukuman yang dikenakan
kepada pelaku juga akan dikenakan terhadap orang lain yang juga melakukan
perbuatan yang sama.

Menurut Ibn Hammam dalam fathul Qadir bahwa hukuman itu untuk mencegah
sebelum terjadinya perbuatan (preventif) dan menjerakan setelah terjadinya
perbuatan (represif).

2. Perbaikan dan Pendidikan ( ْ ‫) يْبَ والتّ ْهذَ اال‬


َ‫صالح‬

Tujuan yang kedua dari penjatuhan hukuman adalah mendidik pelaku jarimah
agar ia menjadi orang yang baik dan menyadari kesalahannya. Di sini terlihat
bagaimana perhatian syari’at Islam terhadap diri pelaku. Dengan adanya hukuman
ini, diharapkan akan timbul dalam diri pelaku suatu kesadaran bahwa ia menjauhi
jarimah bukan karena takut akan hukuman, melainkan karena kesadaran diri dan
kebenciannya terhadap jarimah serta dengan harapan mendapat rida dari Allah
SWT.

3. Kemaslahatan Masyarakat

Memberikan hukuman kepada orang yang melakukan kejahatan bukan berarti


membalas dendam, melainkan sesungguhnya untuk kemaslahatannya, seperti
dikatakan oleh Ibn Taimiyah bahwa hukuman itu disyariatkan sebagai rahmat Allah
bagi hamba-Nya dan sebagai cerminan dari keinginan Allah untuk ihsan kepada
hamba-Nya. Oleh karena itu, sepantasnyalah bagi orang yang memberikan

8
hukuman kepada orang lain atas kesalahannya harus bermaksud melakukan ihsan
dan memberi rahmat kepadanya.

Menurut Andi Hamzah dan A. Simanglipu, sepanjang perjalanan sejarah, tujuan


pidana dapat dihimpun dalam empat bagian, yakni:

1. Pembalasan (revenge).

Seseorang yang telah menyebabkan kerusakan dan malapetaka pada orang lain,
menurut alasan ini wajib menderita seperti yang ditimpakan kepada orang lain.

2. Penghapusan Dosa (ekspiation).

Konsep ini berasal dari pemikiran yang bersifat religius yang bersumber dari
Allah.

3. Menjerakan (detern).
4. Memperbaiki si pelaku tindak kejahatan (rehabilitation of the criminal).

Pidana ini diterapkan sebagai usaha untuk mengubah sikap dan perilaku jarimun
agar tidak mengulangi kejahatannya.

Abdul Qadir Awdah mengatakan bahwa prinsip hukuman dalam Islam dapat
disimpulkan dalam dua prinsip pokok, yaitu menuntaskan segala perbuatan pidana
dengan mengabaikan pribadi terpidana dan memperbaiki sikap terpidana sekaligus
memberantas segala bentuk tindak pidana. Memberantas segala bentuk tindak
pidana bertujuan untuk memelihara stabilitas masyarakat, sedangkan untuk pribadi
terpidana bertujuan untuk memperbaiki sikap dan perilakunya. Oleh sebab itu,
menurutnya hukuman bagi segala bentuk tindak pidana yang terjadi harus sesuai
dengan kemaslahatan dan ketentraman masyarakat yang menghendaki.

Tujuan daripada ‘uqubah antara lain :

1. Sebagai suatu bentuk pendidikan dan pengajaran bagi pelaku jarimah.


2. Sebagai upaya pencegahan atau tindakan preventif bagi orang-orang yang
ingin melakukan tindak pidana.

9
3. Balasan atas tindak pidana.
4. Untuk memelihara masyarakat secara umum

D. Macam-Macam Uqubah

Menurut Abdul Qadir Audah macam-macam hukuman adalah sebagai berikut :5

1. Penggolongan ini ditinjau dari segi pertalian antara satu hukuman


dengan hukuman yang lainnya, dan dalam hal ini ada empat macam
hukuman yaitu:
a. Hukuman pokok (‘Uqubah Ashliyah), yaitu hukuman yang ditetapkan
untuk jarimah yang bersangkutan sebagai hukuman yang asli, seperti
hukuman qishash untuk jarimah pembunuhan, atau hukuman potong tangan
untuk jarimah pencurian.
b. Hukuman pengganti (‘Uqubah Badaliyah), yaitu hukuman yang
menggantikan hukuman pokok, apabila hukuman pokok tidak dapat di
laksanakan karena alasan yang sah, seperti hukuman diyat (denda) sebagai
pengganti hukuman qishash.
c. Hukuman tambahan (‘Uqubah Taba’iyah), yaitu hukuman yang mengikuti
hukuman pokok tanpa memerlukan keputusan tersendiri seperti larangan
menerima warisan bagi orang yang melakukan pembunuhan terhadap
keluarga.
d. Hukuman pelengkap (‘Uqubah Takmiliyah), yaitu hukuman yang
mengikuti hukuman pokok dengan syarat ada keputusan tersendiri dari
hakim, dan syarat inilah yang menjadi ciri pemisahnya dengan hukuman
tambahan. Contohnya mengalungkan tangan pencuri yang telah dipotong di
lehernya. 6

5
Ahmad Mawardi Muslih, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika,
cetakan I, 2004, hlm. 142
6
Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: PT Bulan Bintang, cetakan ke V, 1993,
hlm. 261

10
2. Penggolongan kedua ini ditinjau dari kekuasaan hakim dalam
menentukan berat ringannya hukuman. Dalam hal ini ada dua macam
hukuman:
a. Hukuman yang hanya mempunyai satu batas, artinya tidak ada batas
tertinggi atau batas terendah, seperti hukuman jilid (dera) sebagai hukuman
had (80 kali atau 100 kali).
b. Hukuman yang mempunyai 2 batas, batas tertinggi dan batas terendahnya,
dimana hakim diberi kebebasan memilih hukuman yang sesuai antara kedua
batas tersebut, seperti hukuman penjara atau jilid pada jarimah-jarimah
ta’zir.7

3. Penggolongan ketiga ini ditinjau dari segi besarnya hukuman yang


telah ditentukan, yaitu:
a. Hukuman yang telah ditentukan macam dan besarnya dimana hakim harus
melaksakannya tanpa dikurangi atau di tambah, atau diganti dengan
hukuman yang lain. Hukuman ini disebut hukuman keharusan.
b. Hukuman yang belum ditentukan yaitu hukuman yang diserahkan kepada
hakim untuk dipilihnya dari sekumpulan hukuman-hukuman yang
ditetapkan oleh syara’ agar dapat disesuaikan dengan keadaan pembuat dari
perbuatannya. Hukuman ini disebut hukuman pilihan. 8

4. Penggolongan ditinjau dari segi tempat dilakukannya hukuman, yaitu:


a. Hukuman badan, yaitu yang dijatuhkan atas badan seperti hukuman mati,
dera, dan penjara.
b. Hukuman jiwa, yaitu dikenakan atas jiwa seseorang, bukan badannya,
seperti ancaman, peringatan atau teguran.

7
Ahmad Mawardi Muslih, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika,
cetakan I, 2004, hlm. 144
8
Ibid. hlm.144

11
c. Hukuman harta, yaitu yang dikenakan terhadap harta seseorang, seperti
diyat, denda dan perampasan harta.9

5. Penggolongan kelima ditinjau dari segi macamnya jarimah yang


diancamkan hukuman, yaitu:
a. Hukuman hudud, yaitu hukuman yang ditetapkan atas jarimah-jarimah
hudud.
b. Hukuman qishash dan diyat, yaitu yang ditetapkan atas jarimah-jarimah
qisas diyat.
c. Hukuman kifarat, yaitu yang ditetapkan untuk sebagian jarimah qishash dan
diyat dan beberapa jarimah ta’zir.
d. Hukuman ta’zir, yaitu yang ditetapkan untuk jarimah-jarimah ta’zir. 10

yaitu hukuman pokok dan hukuman tambahan. Dalam pasal 10 KUHP


disebutkan tentang jenis-jenis hukuman. Adapun jenis-jenis hukumannya adalah
sebagai berikut :

a. Pidana pokok
1. Pidana mati

Pelaksanaan hukuman mati dicantumkan dalam pasal 11 KUHP yang


menyatakan bahwa “pidana mati dijalankan oleh algojo atas penggantungan dengan
mengikat leher si terhukum dengan sebuah jerat pada tiang penggantungan dan
menjatuhkan papan dari bawah kakinya”.

2. Pidana penjara

Penjara adalah suatu tempat yang khusus dibuat dan digunakan para terhukum
dalam menjalankan hukumannya sesuai putusan hakim. Terhukum selama
menjalankan hukuman ada yang seumur hidup dan ada yang terbatas (pasal 12

9
Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: PT Bulan Bintang, cetakan ke V, 1993,
hlm. 262
10
Marsuni, Jinayat, Yogjakarta: Perpustakaan Fakultas Hukum UII, 1991, hlm. 186

12
KUHP). Hukuman terbatas itu sekurang-kurangnya satu hari dan selama-lamanya
lima belas tahun. Kalau ada hukuman yang lebih dari lima belas tahun dan tidak
kurang dari dua puluh tahun sebagai akibat dari tindak pidana dilakukan diancam dengan
hukuman mati, seumur hidup atau ada hukuman plus karena rangkaian kejahatan yang
dilakukan (pasal 52 KUHP).

3. Pidana kurungan

Hukuman kurungan hampir sama dengan hukuman penjara, hanya


perbedaannya terletak pada sifat hukuman yang ringan dan ancaman hukumannya
pun ringan. Dalam pasal 18 KUHP dinyatakan bahwa lamanya kurungan sekurang-
kurangnya satu hari dan tidak lebih dari satu tahun empat bulan.

4. Denda

Ketentuan yang mengatur hukuman denda ini dicantumkan dalam pasal 30-33
KUHP. Pembayaran denda tidak ditentukan harus terpidana, maka dapat dilakukan
oleh setiap orang yang sanggup membayarnya. 11

b. Pidana tambahan
1. Pencabutan hak-hak tertentu
2. Perampasan barang-barang tertentu
3. Pengumuman putusan hakim12

11
R. Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2003, hlm.
171-173
12
Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, hlm. 5-6

13
BAB III

PENUTUP

A. kesimpulan

Hukuman adalah bentuk balasan bagi seseorang yang atas perbuatannya


melanggar ketentuan syara’ yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya untuk
kemaslahatan manusia.

Tujuan pemidanaan atau hukuman adalah:

1. Sebagai pembalasan, artinya setiap perbuatan yang melanggar hukum harus


dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan nas.

2. Sebagai pencegahan kolektif (general prevention), yang berarti pemidanaan


bisa memberikan pelajaran bagi orang lain untuk tidak melakukan kejahatan serupa.

3. Sebagai pencegahan khusus (special prevention), artinya seseorang yang


melakukan tindak pidana setelah diterapkan sanksi ia akan bertaubat dan tidak
mengulangi kejahatannya lagi.

Sedangkan macam-macam hukuman menurut Abdul Qadir Audah yaitu:

1. Penggolongan dari segi pertalian antara satu hukuman dengan hukuman yang
lainnya, yaitu:

a. Hukuman pokok (‘Uqubah Ashliyah).

b. Hukuman pengganti (‘Uqubah Badaliyah).

c. Hukuman tambahan (‘Uqubah Taba’iyah).

d. Hukuman pelengkap (‘Uqubah Takmiliyah).

14
2. Penggolongan dari segi kekuasaan hakim dalam menentukan berat ringannya
hukuman, yaitu:

a. Hukuman yang hanya mempunyai satu batas.

b. Hukuman yang mempunyai batas tertinggi dan batas terendahnya.

3. Penggolongan dari segi besarnya hukuman yang telah ditentukan, yaitu:

a. Hukuman yang telah ditentukan macam dan besarnya dimana hakim harus
melaksakannya tanpa dikurangi atau di tambah, atau diganti dengan hukuman yang
lain. Hukuman ini disebut hukuman keharusan.

b. Hukuman yang diserahkan kepada hakim untuk dipilihnya dari sekumpulan


hukuman-hukuman yang ditetapkan oleh syara’ agar dapat disesuaikan dengan
keadaan pembuat dari perbuatannya. Hukuman ini disebut hukuman pilihan.

4. Penggolongan dari segi tempat dilakukannya hukuman, yaitu:

a. Hukuman badan.

b. Hukuman jiwa.

c. Hukuman harta.

5. Penggolongan kelima ditinjau dari segi macamnya jarimah yang diancamkan


hukuman, yaitu:

a. Hukuman hudud.

b. Hukuman qishash dan diyat.

c. Hukuman kifarat.

d. Hukuman ta’zir.

15
B. Saran

Demikian makalah tentang “Uqubah” ini kami buat. Semoga makalah ini
dapat diterima dan dipahami oleh para pembaca, dan juga membawa manfaat
barokah untuk kehidupan yang selanjutnya.

Kami menyadari bahwa makalah di atas banyak sekali kesalahan dan jauh
dari kata sempurna, Pemakalah akan memperbaiki makalah tersebut dengan
berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari
itu pemakalah mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca mengenai
pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas, sehingga kami dapat membuat
karya yang lebih baik dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat
menambah keilmuan serta wawasan para pembaca dalam hal karakteristik ajaran
Islam

Kemudian, dalam penulisan makalah ini, pemakalah mendapatkan


pengalaman yang berharga mengenai pengertian dan penjelasan dari makalah
“Uqubah” dan masih banyak lagi.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Wardi Muslich. Hukum Pidana Islam. Sinar Grafika, 2005, Jakarta, Cet.
Pertama
Ahmad Mawardi Muslih, 2004. Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta:
Sinar Grafika, cetakan I
Ahmad Hanafi, 1993. Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: PT Bulan Bintang,
cetakan ke V
Anton M. Moeliono, et al., 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, cetakan II
Djazuli, H. A., Prof, Drs. 1997. Fiqh Jinayah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Marsuni, 1991. Jinayat, Yogjakarta: Perpustakaan Fakultas Hukum UII
Moeljatno, 2008. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta: Bumi Aksara
R. Abdoel Djamali, 2003. Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Wirjono Projodikoro. 1981. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Jakarta: PT.
Eresco, cetakan III
https://oemiy.wordpress.com/2010/12/30/macam-macam-hukuman-dalam-
hukum-pidana-islam/
http://achmadpanjir001.blogspot.com/2012/05/makalah-hukuman-uqubah-dalam-
hukum.html
http://atieqfauziati.blogspot.com/2016/04/makalah-uqubah-dan-tazir.html
https://kangazistea.wordpress.com/2010/10/15/uqubah/

17

Anda mungkin juga menyukai