Anda di halaman 1dari 11

KONSEP KHILAFAH DAN IMAMAH, AHLU HALLI WA AL –

AQDI,WAZIRAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Makalah Pada Mata Kuliah :

Fikih Siyasah

Dosen Pengampu :

Kuntari Madchaini, Lc., M. Ag

Disusun oleh:

Kelompok lll
Muhammad Akmal Apriliansyah (202111028)
Maulana Saputra (202111024)

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI LHOKSEUMAWE

2023
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Sistem pemerintahan dalam Islam mulai terbangun sejak Islam dibangun oleh
Nabi Muhammad saw. di Madinah. Terbentuknya negara Madinah, akibat dari
perkembangan penganut Islam yang menjelma menjadi kelompok sosial dan memiliki
kekuatan politik riil pada pasca periode Mekkah di bawah pimpinan Nabi. Itulah
sebabnya Pulungan menyebutkan bahwa negara dan pemerintahan yang pertama dalam
sejarah Islam itu terkenal dengan Negara Madinah.
Dengan demikian, corak Negara Madinah adalah negara berasaskan syariat
Islam, dan bersifat demokratis. Artinya Nabi Muhammad saw. telah menampilkan
dirinya sebagai pemimpin yang melaksanakan prinsip keseimbangan antara
kemaslahatan duniawi dan kemaslahatan ukhrawi bagi umatnya. Prinsip ini terlaksana
karena Nabi menerapkan secara konsisten beberapa prinsip dalam bernegara, yaitu
prinsip musyawarah, kebebasan berpendapat, kebebasan beragama, persamaan, keadilan
sosial dan kesejahteraan spiritualnya, persatuan dan persaudaraan, amar ma’ruf nahi
mungkar, dan prinsip ketakwaan. Sistem ini terus mengalami perubahan/perkembangan
setelah masa kepemimpinan Nabi dan dilanjutkan oleh sahabat beliau yang dikenal
dengan masa al-Khulafaur Rasyidin.
Pengangkatan Abu Bakar ash-Shiddiq menjadi khalifah pertama pada masa al-
Khulafaur Rasyidin merupakan awal terbentuknya pemerintahan model khilafah dalam
sejarah Islam. Sepanjang masa pemerintahan al-Khulafaur Rasyidin, para pakar politik
Islam menilai bahwa sistem pemerintahan yang dijalankan sangat demokratis meskipun
proses pengangkatan keempat khalifah pada masa ini memiliki cara-cara yang berbeda.
Hal ini disebabkan karena dalam proses penyelenggaraannya dijalankan berdasarkan
prinsip musyawarah, persamaan dan prinsip-prinsip lainnya yang telah dicontohkan oleh
Rasulullah.1

2. Rumusan Masalah
1
Rahmawati, Sistem Pemerintahan Menurut al-Mawardi, Diktum: Jurnal Syari’ah dan Hukum,
Volume 16, Nomor 2 Desember 2018. h. 264-265

1
a. Bagaimana pengertian khilafah dan imamah, ahlul halli wal aqdi dan wazirah?
b. Bagaimana konsep khilafah dan imamah, ahlul halli wal aqdi dan wazirah?
3. Tujuan Pembahasan
a. Untuk menjelaskan pengertian khilafah dan imamah, ahlul halli wal aqdi dan
wazirah.
b. Untuk menjelaskan konsep khilafah dan imamah, ahlul halli wal aqdi dan wazirah.

B. PEMBAHASAN
1. pengertian khilafah dan imamah, ahlul halli wal aqdi dan wazirah.
Dalam kamus dan ensiklopedi berbahasa Inggris khalifah berarti "wakil"
(deputy). Secara harfiyah istilah khalifah, berasal dari kata khalaf, bentuk pluralnya
khulafa‟ dan khalaif berarti yaitu seseorang yang menggantikan tempat orang lain. Dari
kata tersebut lahirlah istilah khilafah dengan arti penggantian atau sukses
kepemimpinan. Ini artinya bahwa khilafah merupakan istilah dalam sistim
ketatanegaraan Islam. Maksudnya adalah penggantian kepemimpinan selepas Nabi
Muhammad SAW sebagai pemimpin umat, bukan dalam kedudukannya sebagai Nabi.
Orang yang mamangku jabatan khilafah disebut dengan khalifah. Akhirnya, kata
khalifah kemudian lebih populer dimaknai sebagai kepala negara dalam Islam
sepeninggal Nabi Muhammad SAW, dengan sebutan khalifah al-Rasul (pengganti
Rasulullah), dan pada perkembangan selanjutnya disebut “khalifah” saja. Terma
khilafah seringkali digunakan oleh mayoritas ahlus sunnah sedangkan kalangan syiah
lebih akrab menggunakan kata imamah untuk menunjukkan konsep mereka dalam hal
kepemimpinan.2
Secara umum, kata-kata imam menunjukkan kepada bimbingan untuk kebaikan,
meskipun kadang-kadang dipakai untuk seorang pemimpin suatu kaum dalam arti yang
tidak baik. Secara bahasa ‘imamah’ adalah ism mashdar atau kata benda dari kata
amama yang artinya “di depan.” Sesuatu yang di depan disebut dengan “imam.” Itulah
sebabnya, dalam kehidupan sehari-hari, kata imam sering dimaknai untuk menunjuk
orang yang memimpin shalat jamaah. Arti harfiah dari kata tersebut adalah orang yang
berdiri di depan untuk menjadi panutan orang-orang yang di belakangnya. Dengan

2
Syarial Dedi, Mabrur Syah, David Aprizon Putra, fiqh siyasah, Rejang Lebong : LP2 IAIN
CURUP, 2019. h. 77

2
demikian, imam berarti orang yang memimpin orang lain. Sementara itu, imamah
adalah lembaga kepemimpinan.3
Ahlul Halli wal Aqdi dianggap sebagai kelompok yang mencerminkan ridha kaum
muslimin atau sebagai perwakilan kaum muslimin dalam tataran pemerintahan yang
membawa aspirasi kaum muslimin. Seperti dalam hal pembai’atan, Ahlul Halli wa Al-
Aqdi dapat membai’at calon khalifah yang telah memenuhi syarat. Karena ahlul halli
dianggap telah mewakili ridha kaum muslimin itu sendiri. Maka ketika kita tarik
pengertian ahlul halli wal aqdhi tersebut kepada sistem pemerintahan di Indonesia,
maka dapat dikatakan bahwa MPR dan DPR merupakan Ahlul Halli wa Al-Aqdi bagi
segenap lapisan masyarakat dalam memilih pemimpin menduduki pemerintahan dalam
suatu wilayah.4
Wizarah juga berasal dari Al-Azr yang berarti punggung karena fungsi dan tugas
Wazir adalah sebagai tulang punggung bagi pelaksanaan kekuasaan kepala Negara
sebagaimana halnya badan menjadi kuat tegak berdiri karena ditopang punggung.
Wazir adalah pembantu kepala Negara, raja atau Khalifah (‫ )ةَليفِخ‬dalam
menjalankan tugas tugasnya. maka wazir adalah nama suatu kementerian dalam sebuah
Negara atau kerajaan, karena pejabat yang mengepalainya berwenang memutuskan
suatu kebijaksanaan publik demi kepentingan rakyat, Negara, atau kerajaan yang
bersangkutan5
`2. Konsep khilafah dan imamah, ahlul halli wal aqdi dan wazirah.
Khilafah dalam konteks politik pemerintahan Islam adalah para pemimpin
sepeninggal Nabi SAW menggunakan sistem pemerintahan teokrasi dengan prinsip-
prinsip syari’ah. Mereka bukan hanya pemimpin pemerintahan, tetapi juga pemimpin
keagamaan. Sejarah menunjukkan, ketika para sahabat terpilih menjadi khalifah, mereka
tidak memisahkan dua fungsi itu. Artinya wewenang dan kedaulatan yang diberikan
kepada mereka sebagai pengganti Rasul adalah aspek kepemimpinan. Kepemimpinan di
bidang politik dan kepemimpinan di bidang pemeliharaan dan penyebaran agama. Atau
sebagai pemimpin politik (kepala negara) dan pemimpin agama sekaligus. Pemimpin
agama atau pemimpin spiritual bukan dalam anti risalah, menerima wahyu seperti Nabi

3
Ibid. h. 84
4
Fatmawati Hilal, Fikih siyasah, dalam (http://repositori.uin-alauddin.ac.id/17828/1/Fikih
%20Siyasah_Fatmawati%20Hilal.pdf) diakses pada 11 Maret 2022, pada pukul 22:14. h.117
5
Al-Imarah: Jurnal Pemerintahan dan Politik Islam Vol. 6, No. 1, 2021. h. 55

3
Muhammad SAW. Karena dengan wafatnya Nabi, maka wahyu pun otomatis berhenti
dan tidak dapat digantikan oleh siapa pun.
Khilafah memiliki sistem pemerintahan. Pertama, berdasarkan syura’ pernah
dipraktekkan pada masa al-Khulafaur Rasyidin. Ciri yang menonjol dari sistem
pemerintahan khilafah berdasarkan syura’ terletak pada mekanisme musyawarah, bukan
dengan sistem keturunan. tidak satupun dari empat khalifah tersebut menurunkan
kekuasaannya kepada sanak kerabatnya. musyawarah menjadi cara yang ditempuh
dalam menjalankan kekuasaan sesuai dengan apa yang diajarkan Rasulullah.
Kedua, sistem pemerintahan khilafah monarki yang dimulai setelah masa
kekhilafahan khulafaur rasyidin yang dilanjutkan oleh Dinasti Umayah. Sistem monarki
menerapkan sistem wari (putra mahkota) dimana singgasana kerajaan diwarisi oleh
seorang putra mahkota dari orang tuanya. Kedudukan raja adalah suatu kedudukan yang
terhormat dan diperebutkan, karena memberikan kepada orang yang memegang
kedudukan itu memberikan sebuah kekayaan dan kekuasaan, raja sebagai sentral
kekuasaan. Sistem ini terus berlanjut hingga kekuasaan Islam dipegang oleh Turki
Usmani di Istanbul pada 699 H/1299 M.
Pada periode modern ada beberapa kelompok yang memiliki kecenderungan
pemikiran politik Islam, yaitu integralisme, interseksion, dan sekulerisme. Pertama,
memiliki pandangan bahwa agama dan politik adalah menyatu, tak terpisahkan, Kedua,
memiliki pandangan bahwa agama memiliki simbiosis atau hubungan timbal balik yang
saling bergantungan, Ketiga, agama harus dipisahkan dengan Negara dengan argumen
Nabi SAW tidak pernah memerintahkan untuk mendirikan sebuah Negara.
Pada masa ini munculah Hizbut Tahrir (HT) yang menyatakan khalifah kepala
Negara harus dipilih umat Muslim. Pengisian jabatan kepala Negara melalui
penunjukan yang lazim dilakukan para Raja, tidak dibenarkan oleh Islam. Taqi al-Din
al-Nabhani, pendiri Hizbut Tahrir di kota al-Quds (Yerusalem) pada tahun 1372 H/
1953 M, menyatakan, sistem putera mahkota adalah sistem yang munkar dan amat
bertentangan dengan sistem Islam. Awalnya tujuan mereka adalah nasionalisme
Palestina saat Israel mulai mengadakan invasi militernya. Namun kemudian mereka
beralih dan meningkatkan level perjuangan dengan mendirikan Khilafah.
Kemudian di Indonesia muncul Hizbut at-Tahrir Indonesia yang sering kita kenal
HTI. Tidak sekadar jumlah massa yang fantastis, tapi yang menggetarkan dalam sebuah

4
momentum adalah Hizbut Tahrir Indonesia kini dengan lantang dan gagah menyuarakan
khilafah di tengah Indonesia yang menganut konsep nation-state. Padahal konsep
khilafah tentu saja berselisih dengan konsep nation-state dan demokrasi. Pihak HTI pun
merasa sukses, tidak semata-mata pada penyelenggaraan acaranya namun yang lebih
penting adalah keberhasilannya mengibarkan gagasan khilafah.6
imamah merupakan pemimpin umat dalam urusan agama dan negara. Imam yang
baik adalah imam yang mencintai dan mendoakan rakyatnya serta dicintai dan didoakan
oleh rakyatnya, sedangkan imam yang buruk adalah imam yang membenci rakyatnya
dan dibenci serta dilaknat oleh rakyatnya. Oleh karena itu, imam itu orang yang diikuti
oleh suatu kaum. Kata imam lebih banyak digunakan untuk orang yang membawa
kepada kebaikan. Di samping itu, kata-kata imam sering dikaitkan dengan shalat,
makanya para ulama sering membedakan antara imam yang berkedudukan sebagai
kepala negara atau yang memimpin umat Islam, dan imam dalam arti yang mengimami
shalat.
Konsep imamah pada akhirnya lebih cenderung dipahami bersifat doktrinal. Hal
ini ditandai dengan adanya berbagai persyaratan tertentu yang harus dimiliki seseorang
untuk menduduki posisi imam. Imamah adalah konsep yang meyakini bahwa seorang
pemimpin adalah seseorang yang ditunjuk oleh Allah SWT.
Menghadapi kontroversi terhadap doktrin imamah ini, Thabaththaba’i
memberikan beberapa argumentasi penting. Pertama, secara logika dapat dipahami
bahwa manusia senantiasa berubah dan Rasulullah pun menyadari hal itu. Sementara
itu, manusia pun berganti generasi sesuai dengan zamannya masing-masing, namun
proses bimbingan ke arah kebenaran itu tidak dapat berhenti begitu saja selepas
wafatnya Rasulullah. Oleh karena itu, untuk mencapai kesempurnaan manusia dalam
memahami ajaran-ajaran Allah, diperlukan kepemimpinan yang menjalankan tugas ini
secara terus-menerus.
Kedua, orang yang menduduki posisi imam dan menjalankan fungsi imamah ini
memerlukan syarat “ma‟shûm” atau terpelihara dari kesalahan. Kriteria ini tentu saja
bukan perkara mudah, sebab sebagaimana kita tahu bahwa ulama shaleh sekalipun,
belum tentu memiliki derajat ini. Maka, dengan argumentasi ini, seorang imam adalah

6
Syarial Dedi, Mabrur Syah, David Aprizon Putra, fiqh siyasah, ..., h. 77-84.

5
orang yang berasal dari kalangan ahlul bait yang ditunjuk oleh Rasulullah secara
langsung sebagaimana terlihat dalam redaksi al-Qur‟an Surat Al- Ahzâb ayat 33:
ُ ‫َوقَرْ نَ فِ ْي بُيُوْ تِ ُك َّن َواَل تَبَرَّجْ نَ تَبَرُّ َج ْال َجا ِهلِيَّ ِة ااْل ُوْ ٰلى َواَقِ ْمنَ الص َّٰلوةَ َو ٰاتِ ْينَ ال َّز ٰكوةَ َواَ ِط ْعنَ هّٰللا َ َو َرسُوْ لَهٗ ۗاِنَّ َما ي ُِر ْي ُد هّٰللا‬
‫َط ِه ْير ًۚا‬
ْ ‫ت َويُطَهِّ َر ُك ْم ت‬ ِ ‫س اَ ْه َل ْالبَ ْي‬
َ ْ‫ب َع ْن ُك ُم ال ِّرج‬ َ ‫لِي ُْذ ِه‬

Artinya: Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat,
tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud
hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu
sebersih-bersihnya.
Ayat ini, terutama pada ujung ayat, dipahami sebagai salah satu karakteristik
seorang imam, yakni ma‟shûm atau terpelihara dari segala macam kesalahan dan dosa.
Dan, ahlul bait merupakan kelompok yang memperoleh derajat ma’shûm ini. Namun
bagi sebagian pendapat, konsep imamah ini lebih bernada politis mengingat sejarah
awal kemunculannya, yakni merupakan kekecewaan sebagian umat Islam sepeninggal
Rasulullah terhadap tindakan beberapa sahabat.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad mempunyai
dua fungsi sekaligus dalam menjalankan dakwahnya, yaitu menyampaikan risalah dari
Allah SWT dan menegakkan peraturan-peraturan duniawi. berdasarkan risalah yang
dibawanya. Setelah beliau wafat, fungsi pertama otomatis berakhir dan tidak dapat
dilanjutkan lagi oleh siapapun, sebab beliau adalah penutup para rasul. Maka tinggallah
fungsi kedua yang dilanjutkan oleh pengganti beliau. Karena orang yang
menggantikannya (Abu Bakar) hanya melaksanakan peran yang kedua, maka ia
dinamakan dengan khalifah (Khalifah Rasul Allah = pengganti Rasulullah).7
Ahl al-hall wa al-aqd (orang-orang yang mempunyai wewenang untuk
memecahkan masalah dan menetapkan keputusan). Begitu pentingnya kewenangan ahl
al-hall wa al-aqd, maka Imam al-Mawardi menetapkan beberapa syarat menjadi ahl al-
Ikhtiar, yaitu:
a. memiliki sikap adil
b. memiliki ilmu pengetahuan yang mampu mengetahui siapa yang memenuhi syarat
untuk diangkat sebagai imam

7
Ibid. h. 86-91.

6
c. memiliki wawasan yang luas dan kearifan dalam memilih siapa yang paling tepat
untuk menjadi imam dan mampu mengelola kepentingan umat di antara mereka
yang memenuhi syarat untuk jabatan itu.
Dengan adanya gagasan ketatanegaraan al-Mawardi mengenai perjanjian atau
kontrak sosial semakin memperjelas pentingnya hubungan antara ahl al-aqdi wa al-Halli
atau ahl al-Ikhtiar dan imam atau kepala Negara. Hubungan ini merupakan hubungan
antara dua pihak peserta kontrak sosial atau perjanjian atas dasar sukarela, satu kontrak
atau persetujuan yang melahirkan kewajiban dan hak bagi kedua belah pihak atas dasar
timbal balik.
Selain keunikan di atas al-Mawardi juga satu-satunya dari enam pemikir politik
Islam sampai Zaman Pertengahan yang berpendapat bahwa kepala Negara dapat diganti
kalau ternyata tidak mampu lagi melaksanakan tugasnya, baik disebabkan oleh soal
moral maupun soal-soal lain sekalipun al-Mawardi tidak memberikan cara atau
mekanisme bagi penggantian kepala Negara itu. Juga tidak menjelaskan bagaimana ahl
al-Ikhtiar atau Ahl al-Aqdi wa al-Halli itu diangkat, dan dari kalangan mana dan
berdasarkan kualifikasi pribadi atau perwakilan kelompok.8
Menurut al-Mawardi Wazir itu dibagi ke dalam wazir tanfidz dan Wazir tafwidh,
maka menteri koordinator adalah wazir tafwidh sedangkan menteri Negara adalah wazir
tanfidz, sebagaimana hal ini telah penulis jelaskan juga pada pembahasan dalam bab
sebelumnya.Ibnu Manzhur dalam Lisan Al-Arab menjelaskan bahwa, “Al-Wazir adalah
pendamping khalifah/ sultan/ amir/ malik/ raja dan kepercayaan khusus, ia membawa
beban dan membantu kerja penguasa dengan pendangan-pandangannya. Al-Wazir
adalah pendamping khalifah/ sultan/ amir/ malik/ raja dan kepercayaan khusus, ia
membawa beban dan membantu kerja penguasa dengan pendangan-pandangannya.
Jabatan Wazir Tafwidh boleh lebih dari satu orang, sesuai dengan kebutuhan negara.
Jika lebih dari satu, maka harus ada pembagian wilayah (teritorial), bukan pembagian
kerja atau kewenangan. Meski demikian, semuanya harus memenuhi seluruh kriteria
yang telah ditetapkan oleh syara’ untuk penguasa (hakim). Dia harus Muslim, pria,
berakal, baligh, merdeka, adil, dan mampu. Inilah syarat yang wajib mereka penuhi.
Syarat dan kriteria yang sama juga berlaku untuk Wazir “Tanfidz”. Dalam pelaksanaan
tugas dan kewenangannya seorang “Wazir Tafwidh” menangani urusan pemerintahan

8
Rahmawati, Sistem ..., h. 271-274.

7
secara umum, sedangkan “Wazir Tanfidz” menangani urusan administrasi, namun
karena keduanya terkait dengan pemerintahan, maka syarat masing-masing Wazir
tersebut sama.
Menurut‘Atha’ bin Khalil mengatakan bahwa, “Khalifah sebagai pemegang
otoritas tunggal dalam pemerintahan mempunyai hak untuk mengangkat dan
memberhentikan Wazirnya. Ketika khalifah wafat, maka jabatan Wazir ini juga
berakhir. Jabatannya tidak akan diperpanjang, kecuali pada tanggal waktu
kepemimpinan Amir Mu’aqqat (pejabat sementara) sebelum terpilih khalifah yang baru.
Setelah itu, jabatannya membutuhkan mandat baru. Jika khalifah yang baru memberikan
mandat tersebut kepadanya, maka jabatannaya bisa dilanjutkan, melalui mandat baru,
dari khalifah yang baru. Bukan mandat lama, dari khalifah yang telah tiada”.
Wazir tafwidz atau menteri koordinator dalam sistem ketatanegaraan Islam
memiliki kedudukan yang lebih istimewa di banding dengan wazir tanfidz atau menteri
Negara. Selain itu wazir tafwidz juga memiliki tugas dan dan tanggung jawab yang
lebih umum dalam pelaksanaan tugasnya sebagai pembantu khalifah. Kriteria untuk
menjadi seorang wazir tafwidz pun lebih banyak di banding dengan wazir tanfidz.
Namun, walaupun demikian bukan berarti kedudukan hukum mereka berbeda, secara
yuridis kedudukan wazir tafwidz dan wazir tanfidz dalam sistem ketatnegaraan Islam
adalah sama, yaitu sebagai pembantu khalifah.9

C. Kesimpulan
Khalifah Artinya wewenang dan kedaulatan yang diberikan kepada mereka
sebagai pengganti Rasul adalah aspek kepemimpinan. Kepemimpinan di bidang politik
dan kepemimpinan di bidang pemeliharaan dan penyebaran agama. Atau sebagai
pemimpin politik (kepala negara) dan pemimpin agama sekaligus. Imamah sama dengan
khalifah yang merupakan pemimpin umat dalam urusan agama dan negara, imam itu
orang yang diikuti oleh suatu kaum, yang membawa kepada kebaikan rakyat.
Ahl al-hall wa al-aqd orang-orang yang mempunyai wewenang untuk
memecahkan masalah dan menetapkan keputusan.
Wazir itu dibagi ke dalam wazir tanfidz dan Wazir tafwidh, maka menteri
koordinator adalah wazir tafwidh sedangkan menteri Negara adalah wazir tanfidz,

9
Al-Imarah, ..., h.59-61

8
Orang yang melaksanakan tugas Wizarah disebut dengan Wazir/Pembantu Khalifah.
Dalam objek kajian Siyasah Dusturiyah dalam hal kedudukan dan kewenangannya
maka menteri koordinator disamakan dengan wazir tafwidh (menteri delogatori)
wewenangnya adalah untuk membantu khalifah.

9
DAFTAR PUSTAKA

Al-Imarah: Jurnal Pemerintahan dan Politik Islam Vol. 6, No. 1, 2021.


Hilal, Fatmawati, Fikih siyasah, dalam
(http://repositori.uin-alauddin.ac.id/17828/1/Fikih%20Siyasah_Fatmawati
%20Hilal.pdf) diakses pada 11 Maret 2022.
Rahmawati, Sistem Pemerintahan Menurut al-Mawardi, Diktum: Jurnal Syari’ah dan
Hukum, Volume 16, Nomor 2 Desember 2018.
Syarial Dedi, Mabrur Syah, David Aprizon Putra, fiqh siyasah, Rejang Lebong : LP2
IAIN CURUP, 2019.

10

Anda mungkin juga menyukai