Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas pada Mata Kuliah Hukum Perkawinan dan Perceraian Dunia Islam Dosen Pengampu: Prof. Dr. Abdul Ghofur Anshori, S.H., M.H.
Disusun Oleh: Umi Salamah Nim 1320311060
KONSENTRASI HUKUM KELUARGA PROGRAM STUDI HUKUM ISLAM PROGRAM PASCA SARJANA UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2013
1
Kata Pengantar
,
. Al-Hamdulillah puju syukur kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmatnya sehingga makalah dengan judul nafkah dalam rumah tangga diIndonesiadan syria bisa terselesaikan. Sholawat serta salam dihaturkan kepada nabi muhammad saw. semoga sebagai umatnya selalu mendapatkan syafaatnya di dunia dan akhirat. Berawal dari mata kuliah perkawinan dan perceraian di dunia muslim yang mendiskusikan perkawinan di negara-negara muslim. dan adanya tugas makalah yang akan didiskusikan dalam mata kuliah ini,penyusun makalah mengambil tema tentang konsep nafkah di negara Indonesia. Nafkah salah satu penentu keberlangsungan suatu keluarga dalam rumah tangga harus terpenuh. Begitu juga di Indonesia dan syiria sebagai negara yang berdaulat, negara membuat aturan hukum tentang nafkah ini dalam perundang- undangan perkawinannya untuk kemaslahatan masyarakatnyas. Selesainya makalah ini tidak lepas dari peran Prof. Dr.Abdul Ghofur Anshori, S.H.,M.A. sebagai pengampu mata kuliah ini serta mas Abduh sebagai asisten dosen yang bersedia membimbing,memberikan masukan dan mengarahkan penyusun, serta teman kelas hukum keluarga 2013 yang menyebut dirinya dengan legalfamili_2013 terima kasih masukan, pertanyaan dan sarannya sebagai penyempurna makalah ini. Dalam penyusunan maklah ini Saya sadar masih tetap banyak kekurangannya karena itu saya harapkan saran dan masukanya untuk perbaikan makalah ini. Terima kasih.
Umi Salamah Nim. 132031106 2
Daftar Isi Halaman Judul .............................................................................................. i Kata pengantar ............................................................................................ ii Daftar Isi ...................................................................................................... iii PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 A.Latar Belakang ...................................................................... 1 B.Pokok Pembahasan ................................................................. 5 PEMBAHASAN .......................................................................................... 6 A. Konsep Nafkah dalam Rumah Tangga menurut Fikih Munakahat ..................................................................................... 6 B. Nafkah dalam Perundang-Undangan di Indonesia .............................................................................................. 9 C. Nafkah Dalam Perundang-Undangan Di Syria ................................. 10 C. Analisis ................................................................................................... 13 PENUTUP .................................................................................................. 15 A. Kesimpulan ......................................................................................... 15 Daftar Pustaka ........................................................................................... 16
3
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan paradikma dalam dunia Islam mempengaruhi juga hukum yang terlaksana, salah satunya hukum perkawinan. hukum perkawinan dijadikan aturan dalam bentuk Undang-Undang karena tuntutan zaman. penerapaan peraturan yang sudah terbukukan mengikat semua pihak sehingga tidak akan membingungkan masyaarakat dan dalam menyelesaikan sengketa ada rujukan yang jelas yang digunakan oleh hakim. Nafkah sebagai akibat dari adanya perkawinan ini perlu dibahas karena untuk keberlangsungan kerumahtanggan dalam keluarga. Adanya tuntunan persamaan antara laki-laki dan perempuan dalam hukum keluarga, pemahaman tentang nafkah sudah tidak lagi sesederhana dahulu yaitu dipahami laki-laki sebagai pemimpin dalam keluarga terkadang harus memenuhi kebutuhan dalam memberikan nafkah. Hal ini imbas dari memahami teks secara parsial. Meminjam istilah Fazhur Rahman pemahaman teks seharuanya melihat situasi dimana teks turun dan melihat situasi saat ini yang biasa disebut gerakan ganda (double movement) 1 . Hubungan yang tidak setara diharapkan bisa dirubah dengan pemahaman nash sesuai dengan kondisi sosial masyarakat. Dari sini, penulis mencoba memahami nash tidak hanya berdasarkan potongan ayat tetapi juga melihat kontek dahulu dan sekarang. Persoalan nafkah dalam fikih klasik diatur sangat detail baik nafkah kepadaistri, anak-anak, sanak kerabat dan nafkah terhadap perwaliinnya. Dalam makalah ini hanya akan fokus dalam nafkah terhadap keluarga Penyusun juga akan mengkaji Konsep nafkah dalam perundang-undangan di Indonesia dan syria sebagai negara penduduknya banyak yang beragama Islam sudahkah sesuai dengan yang diinginkan oleh konsep rohmatal lil alamin dalam agama Islam?
1 Gerakan ganda yaitu metode yang ditawarkan rahman dengan 2 langkah pokok, yaitu mulai dari kasus kongrit yang ada dalam al-Quran untuk menemukan prinsip umum. selanjutnya berangkat dari prinsip umum tersebut, kemudian menatap kembali ke legeslasi khususyang dihadapi sekarang/masa kini dan kedisinian serta mempertimbangkan kondisi sosial yang ada. Khoiruddin Nasution, Konsribusi Fazlur Rahman dalam Ushul Fikih Kontemporer , Al-Jamiah Vol.40 No2, 2002. 4
B. Pokok masalah 1. Bagaimana Konsep nafkah dalam fikih munakahat? 2. Bagimana nafkah dalam konsep perundang-undangan di Indonesia dan Syria? 3. Bagaimana perbandingan pelaksanaan di Indonesia dan syria dengan fikih munakahat?
PEMBAHASAN 5
A. Konsep Nafkah dalam Rumah Tangga menurut Fikih Munakahat Kaum muslimin sepakat bahwa perkawinan merupakan salah satu sebab yang mewajibkan pemberian nafkah, seperti halnya kekerabatan. 2 Adapun sebab wajib nafkah atas suami kepada isteri adalah, karena dengan selesainya akad yang sah, wanita menjadi terikat dengan hak suaminya, yaitu untuk menyenangkannya, wajib taat kepadanya, harus tetap tinggal di rumah untuk mengurus rumah tangganya, mengasuh anak-anaknya dan mendidiknya, maka sebagai imbalan yang demikian Islam mewajibkan kepada suami untuk memberi nafkah kepada isterinya. 3
Secara eksplisit, kemutlakan kewajiban nafkah dibebankan kepada laki- laki (kaum suami) dipahami dari petunjuk dalam surah al Nisaa ayat 34, yang menginformasikan keistimewaan laki-laki dibanding perempuan disebabkan salah satunya karena faktor nafkah. Akad nikah seolah menjadi ruang yang perempuan tertanggung (ihtibas) kehidupannya di dalam ruang itu. Maka suami menjadi aktor paling penting tentang kepemilikan terhadap ruang gerak isterinya, sehingga kewajiban untuk memberi nafkah itu dengan demikian berada di pundak suami secara utuh. Hal ini berdasarkan kaidah fikih Barang siapa yang dirinya tertanggung untuk kepentingan dan kemanfaatan pihak lain, maka nafkahnya dibebankan kepada pihak tersebut. Dalam al-Quran At-Thalaq: 6. Memberian nafkah meliputi sandang, papan dan pangan. Tentang tempat tinggal, O}-ONLc ;}g` +^OEO +-4Ec }g)` 7gu}N 4 O}-GO._> W-Oj1_+-g O}jgOU4N _ p)4 O}7 geq
2 Muhammad Jawad Mugniyah, Fiqih Lima Mazhab, alih bahasa Maskur dkk, (Jakarta: Lentera, 2000), hlm. 400. 3 Al-Sayyid Sabiq. 1977: hlm. 148
6
uEO W-Og^ O}jgOU4N _/4EO =}u_4C O}_UuEO _ up) =}u=O 7 O}-O>4* O}-4OON_q W W-NOg>4 74LuO4 lNOuEg W p)4 u7uO=E> 7uO7=O N. O4Ou=q ^g Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.
Untuk makanan dan pakaian, al-Quran al-Baqarah: 233 meminta suami menyediakannya bagi ibu dan anak-anaknya sebagaimana dijelaskan: _ O>4N4 g1O7OO^- N. O}_~^ejO O}g4OOg4 NOuO^) _ -^U> R^4^ ) E_EcN _ O._> E4).4 E-g.4O) 4 1O7O4` +O- jg.4O) _ Dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya,
7
Juga berdasarkan hadis yang berbunyi
Hak seorang wanita atas suaminya adalah kekenyangan perutnya dan ditutupi badanya (diberi pakaian) kalau wanita tersebut tidak mengetahui hal itu dia diampuni. Pada dasarnya berapa besar nafkah yang wajib diberikan oleh suami kepada istrinya adalah dapat mencukupi keperluan secara wajar, meliputi keperluan makanan, pakaian, perumahan dan sebagainya. Prinsip mencukupi keperluan dapat diperoleh dari hadis nabi tentang dibenarkanya seorang istri mengambil uang suaminya tanpa izin apabila nafkah yang diberikan tidak mencukupi. 4
Dalam surah An-Nisa> (4):34 disebutkan laki-laki sebagai pemimpin dalam keluarga karena laki-laki mempunyai kelebihan yaitu yang memberikan nafkah, melindungi dan mengayomi keluarga. Sehingga dilanjutkan dalam bunyi ayat tersebut jika istri bertingkah laku tidak sejalan dengan agama maka suami berkewajiban mendidik, mengingatklan, pisah ranjang, dan memukul. 5
Pembahasan nafkah tidak bisa terlepas dari hubungan suami dan istri adanya kata Qawam dalam surah an-Nisaa ayat 34 yang diartikan sebagai pemimpin ini juga mempengaruhi terhadap pemberian nafkah. Adanya kelebihan laki-laki dari pada perempuan dalam system patriarki, hal ini mempengaruhi bagian yang didapatkan wanita dalam system waris dan lainnya. Pekerjaan yang dilakukan sistem masyarakat arab masa Nabi adalah masyarakat agraris sehingga dalam bekerja memerlukan otot. Dalam surah an- Nisa> ayat 34 tersebut adanya kata kelebihan di antara kamu karena untuk bekerja keras diperlukan tenaga sehingga laki-laki yang bisa memenuhi kebutuhan
4 Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perkawinan Islam Perspektif Fikih dan Hukum Positif, (Yogyakarta: UII Press, 2011) hlm. 89-90
5 Lihat Khoiruddin Nasution, Hukum perkawinan I, (Yogyakarta: ACAdeMIA & TAZZAFA, 2005), hlm. 174-175
8
keluarga. Bekerja disesuaikan dengan konteks social saat ini tidak harus dengan tenaga otot, sehingga untuk saat bisa saja pencari nafkah adalah perempuan karena yang dibutuhkan tidak hanya tenaga otot tetapi juga kemampuan dan keahlian. 6
B. Konsep Nafkah dalam Perundang-Undangan di Indonesia Dalam perundang-undangan Indonesia tidak ada sub khusus yang membahas masalah nafkah dalam kehidupan keluarga. Melainkan hanya ada beberapa pasal yang dapat ditarik sebagai bahasan yang berhubungan dengan nafkah. Pasal-pasal tersebut terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. Pasal 32 ayat (1) dan (2) UUP misalnya menyebutkan, suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang di maksud dalam ayat (1) ditentukan oleh suami dan istri. 7
Pada Pasal 34 disebutkan ayat (1)suami wajib melindungi dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. Ayat (2) istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik- baiknya. Ayat (3) jika suami atau istri melalaikan kewajibanya masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan. 8
Aturan yang terkait lebih rinci ditemukan dalam KHI misalnya dalam pasal 80 ayat (4),sesuai dengan penghasilannya suami menanggung: (a) nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri; (b) biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri dan anak; (c) biaya pendidikan bagi anak. Sedangkan isi pasal 80 sama dengan pasal 34 ayat (1) UUP No1 Tahun 1974, Suami wajib melindungi dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. Kemudian dalam pasal 80 ayat (7) disebutkan kewajiban suami sebagaimana ayat (2) gugur apabila istri
6 Lihat Khoiruddin Nasution, Hukum perkawinan I, hlm.212-215
7 Khoiruddin Nasution, Hukum perkawinan I, hlm. 192
8 Ibid., hlm.192 9
nusyu@#<z. dapat disimpulkan bahwa hak nafkah dan unsur-unsurnya hilang kalau istri melakukan nusyu@z.
C. Konsep Perundang-Undangan di Syria 1. Sejarah pembentukan hukum keluarga di Syria Sejarah hukum keluarga tidak terlepas dari aturan yang ditetapkan oleh negara yang menguasainya yaitu Ottoman Turki sejak tahun 1917, dengan berlandaskan pada mazhab hukum Hanafi. Selama berada di bawah Turki Usmani, sistem hukum dan perundang-undangan yang mengalami reformasi dari waktu ke waktu yang berlaku juga di wilayah territorial Syiria. Di antara hukum- hukum imperial yang pernah berlaku di Syiria adalah Code Civil tahun 1876 dan Hukum dan Hak-Hak keluarga tahun 1917. Kedatangan koloni Perancis dan Inggris setelah PD I sangat memberi nuansa yang sangat besar terhadap perkembnagan negara itu khususnya di bidang politik, sipil dan pidana. Meskipun demikian, nasib personal law masih tetap dipertahankan. 9
Setelah merdeka pada tahun 1947, nasionalisasi dan reformasi terhadap berbagai aturan dan sistem hukum dilakukan dari waktu ke waktu. Selama berlangsungnya program nasionalisasi, sistem hukum telah dicabut dan diganti dengan hukum baru. Beberapa peraturan baru telah ditetapkan sebagai peraturan yang bebas dari pengaruh kolonial dan ditetapkan sebagai konstitusi nasional, antara lain Hukum Civil, Hukum Pidana dan Hukum Dagang pada tahun 1949, dan Hukum Pidana baru pada tahun 1950 dan Hukum Perdata baru pada tahun 1953. Sementara sebagai personal law tetap diberlakukan Hukum Famili Turki dari tahun 1917 sampai 1953 dengan nama Qanun al-Ahwal al-Syakhshiyah atau lebih dikenal dengan The Syirian Law of Personal Status. Undang-undang ini dianggap berlaku sejak tanggal 17 September 1953. Undang-Undang ini merupakan risalah dari hasil kerja Syeikh Ali al-Tahanawi (Qadi di Damaskus) diambil dari berbagai macam mazhab hukum yang disesuaikan dengan situasi
9 Masnun Tahir, Hak-hak Perempuan dalam Hukum Keluarga Syiria dan Tunisia Al-Mawarid Edisi XVIII Tahun 2008, hlm.209
10
kondisi masyarakat Syiria. Bisa dikatakan bahwa hukum ini mengandung eklektisisme inovatif, yangmenyeleksi aturan-aturan bukan hanya dari mazhab Hanafi, melainkan juga dari opini-opini para faqih mazhab-mazhab kuno dan minoritas yang terisolasi, dengan tujuan membuat. Selama 22 tahun setelah pemberlakuannya, diadakan amandemen terhadap pasal-pasal dalam 4 bab pertama Undang-undang 1953 itu, dengan UU Syiria No. 34/1975. Perubahan UU yang memodifikasi dan menambah beberapa ketentuannya sebanyak 22 pasal ini didasarkan pada rekomendasi panitia parlemen yang dibentuk untuk mengkaji dan merevisi UU 1953. Perubahan utama berkaitan dengan masalah poligami, mahar, nafkah, konpensasi cerai, biaya hadhanah, dan masalah perwalian anak. Penetapan Undang-Undang ini dimaksudkan untuk melindungi hak-hak perempuan. 10
Usaha kodifikasi hukum keluarga Islam di Syiria dianggap paling komprehensif, karena tidak hanya meliputi aturan-aturan tentang kecakapan hukum, perwalian dan perwakilan tetapi juga mencakup problematika wasiat dan hibah. Penyusunan Code ini didasarkan pada Hukum Turki Usmani Tentang Hak- hak keluarga, Hukum Mesir tentang hukum keluarga dan waris 1920-1946 dan juga diambil dari hasil kerja Qadi Pasha (Mesir) dan Ali al- Tantawi (Damaskus). Code of Personal Status 1953 Syiria ini memuat 308 pasal dan terdiri atas 6 buku yang muatan isinya didomonasi oleh mazhab Hanafi. Ada bagian-bagian tertentu yang diadopsi dari Sekte Duruz dan Kristen Syiria. 11
2. Perundang-undangan tentang Nafkah di Syria Peraturan tentang nafkah di syiria dibahas sedikit panjang lebar. 12 Undang- Undang Negara Syiria disamping membahas tentang nafkah juga membahas tentang perumahan atau akomodasi. Nafkah diberikan kepada istri sejak akad
10 Masnun Tahir, Hak-hak Perempuan dalam Hukum Keluarga Syiria dan Tunisia hlm. 209 11 Ibid., hlm 209 12 . Tahir Mahmood, Family Law Reform In The Muslim World, (Bombay: N.M.Tripathi PVT.LTD,1974), hlm. 87
11
terlaksana. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam bangunan fiqih klasik. Adapun ketentuan nafkah Syiria adalah bagian ke 2 dari bab ke-4 pasal 65-70: Suami wajib memberikan akomodasi atau perumahan sesuai dengan status sosial istri. 13 Suami setelah istrinya sembuh dari penyakitnya hendaknya, suami tinggal dengan istrinya. 14 Suami jika berpoligami wajib memberikan tempat tinggal yang sama terhadap istri-istrinya. 15 suami tidak boleh membiarkan keluarga tinggal bersama istri, kecuali anak kecil yang belum berumur dewasa, kalau dengan kehadiran tersebut mengganggu istri. 16
Adapun pembahasan khusus nafkah dalam Undang-Undang Syria ada pada bagian ke 3 dari bab ke 4, pasal 71-84. Pembahasan nafkah dalam UU Syria dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu nafkah semala masa perkawinan dan nafkah masa iddah. 17 Nafkah meliputi sandang, pangan dan papan dan sejenisnya yang baik yang sesuai dengan ketentuan yang ada dalam masyarakat 18 . Suami tetap terikat dengan hal pemberian biaya hidup kepada istri selama masih berlangsungnya perkawinan, bahkan bila si istri merupakan pengikut agama lain atau menetap di rumah keluarganya, kecuali bila suami memintanya untuk tinggal bersama di kediamannya sementara sang istri menolak tanpa ada haknya. 19 Bahkan si istri mempunyai hak untuk menolak untuk hidup bersama suaminya jika suaminya tidak mematuhi untuk membayar mahar secara seketika atau menyediakan tempat tinggal berdasarkan aturan hukum. 20
Hak istri hilang kalau istri bekerja diluar rumah dan tidak mendapat izin dari suami. 21 Jumlah nafkah yang diterima istri harus mempertimbangkan kondisi
suami, kondisi istri, dengan catatan tidak kurang untuk mencukupi kebutuhan minimum. 22
Nafkah yang dipaksa secara hukum atau dengan persetujuan hanya berhenti karena dibayar atau dimaafkan. 23 Hakim boleh menyuruh suami membayar nafkah sementara dan tidak lebih satu bulan selama dalam proses penaksiran nafkah dan setelahnya, kalau hal itu dibutuhkan. 24 keputusan ini berlaku sejak ditetapkan. Nafkah masa iddah harus sama dengan nafkah nikah dan harus dibayar sejak mulai iddah dan berlaku maksimal 9 bulan. 25
D. Analisis Ketika dikaitkan dan diselaraskan dengan pengertian, syarat, tujuan, dan prinsip perkawinan, dapat disimpulkan bahwa keberadaan nafkah adalah untuk menunjang keberlangsungan kehidupan rumah tangga. Dengan demikian, suami atau istri dapat memenuhi kebutuhan dalam rumah sehingga kelangsungan rumah tangga tetap berjalan. Begitu juga pengambilan nafkah dalam system hukum keluarga di Indonesia tidak mutlak menjadi tanggungan suami seperti Pasal 32 ayat 1 dan 2 untuk mempunyai tempat tinggal tidak hanya ditentukan oleh suami tetapi juga oleh istri. Dalam penerapannya sebenarnya wanita juga harus mengetahui kedudukan laki-laki apakah mampu untuk memenuhi semua kebutuhan yang dituntut. jadi harus saling pengertian. Dalam prakteknya untuk memenuhi kebutuhan keluarga di Indonesia berdasarkan siapa yang mempunyai kelebihan dan mempunyai pekerjaan maka dialah yang memenuhi kebutuhan keluarga tidak peduli suami atau istri. Berbeda dengan Syria yang melakukan terobosan yang signifikan dalam memberikan wewenang kepada istri untuk menuntut hak nafkahnya yang begitu
luas. Nafkah suami terhadap istri selama perkawinannya itu dibangun atas akad yang sah, terlepas istrinya muslim atau tidak, kaya atau miskin. Kewajiban ini sudah menjadi kesepakatan para ulama. 26 Perintah pemberian nafkah ini berdasarkan al-Quan, al-Sunnah, al-Qiyas, al-Ijma. 27
Undang-Undang Hukum Keluarga negara Syria telah melakukan begitu mendetail membahas masalah nafkah ini. Pengaruh emansipasi, tuntutan persamaan gender membuat peraturan di syria membahas nafkah dalam pembahasan tersendiri. Lingkup pembiayaan nafkah tidak hanya terbatas pada sandang, pangan dan papan melainkan juga meliputi biaya-biaya pengobatan. Bahkan perbedaan agama istri tidak menjadi penghalang akan wajibnya nafkah ini. Selain itu juga istri mempunyai hak menolak untuk mendampingi suami jika suami mengabaikan kewajiban ini. Dan lebih ekstrim lagi bahwa pengabaian kewajiban ini bisa menjadi salah satu alasan istri untuk memohon perceraian. hukum yang diajarkan Islam sekaligus selaras dengan kebutuhan masyarakat kontemporer. 28
Kompleksnya peraturan tentang nafkah ini berbada dengan pandangan para ulama mazhab seperti dalam hal biaya pengobatan bukan menjadi tanggung jawab suaminya. Menurut mereka, ongkos atau biaya pengobatan menjadi tanggungannya sendiri atau keluarganya, karena obat-obatan tidaklah diinggap sebagai kebutuhan pokok, mereka menganalogikannya dengan makanan cuci mulut. Makanan jenis ini tidak harus ada atau disediakan. Hal ini disebabkan karena kondisi masyarakat pada waktu itu secara umum tidak memerlukan pengobatan seperti sekarang ini. Akan tetapi, dewasa ini kebutuhan masyarakat terhadap kesehatan telah menjadi bagian dari kebutuhan pokok. Wahbah al- Zuhaili-ahli fiqih kontemporer dari Syiria menolak pandangan para ulama empat mazhab di atas. Menurutnya nafkah untuk kesehatan adalah termasuk kewajiban yang harus dipenuhi oleh suami. Pemberian nafkah kesehatan merupakan bentuk
dari muasyarah bi al-Maruf. Katanya: Bukanlah muasyarah bi al-maruf namanya, kalau suami dalam keadaan istrinya sehat dapat bersenang-senang (istimta), tetapi manakala ia sakit, lalu mengembalikannya kepada keluarganya. Ilustrasi Wahbah ini selaras dengan aturan di Syiria, Tunisia bahkan Mesir. 29
Islam mengajarkan agar dalam mempengaruhi kehidupan rumah tangga selaras dengan prinsip perkawinan dengan saling membantu, saling melengkapi dan saling melindungi sehingga tujuan perkawinan dapat dicapai. Maka dapat dilihat dari uraian di atas Indonesia dan syria sama-sama melakukan pemaharuan hukum keluarga yang hampir sama dalam hal hak nafkah. Tuntutan pembaharuan atas dasar hak perempuan juga mempengaruhi adanya perubahan aturan ini. Konsep nafkah tidak cukup dengan dasar konsep fikih klasik karena itu perlu ada undang-undang yang mengatur secara jelas sehingga ada implikasi yang nyata dari peraturan tersebut untuk memenuhi nafkah dalam keluarga. Hukum secara tidak langsung tergantung ideologi yang mempengaruhi, sehingga peraturan nafkah di Indonesia tidak mempersentasikan hukum yang sesuai dengan masyarakat Indonesia. Ini ada pengaruh dari kaum jawa priyayi. Jika dilihat masyarakat petani tidak ada istilah suami yang mencari nafkah karena semua dikerjakan bersama dengan berbagi peran dalam keluarga. Hal ini juga yang terjadi dalam masyarakat pedagang, tidak hanya suami yang bekerja dan istri sebagai ibu rumah tangga karena sama-sama ikut berperan dalam pekerjaannnya. Sehingga hukum perkawinan dan membahas tentang nafkah ini hanya mewakili kelompok masyarakat jawa priyayi. Hal ini bisa terjadi karena pemimpin di Indonesia adalah kelompok priyayi. Jadi jika ditarik kesimpulan hukum perkawinan dalam hal ini mengenai nafkah di Indonesia perlu dilakukan amandemen yang sesuai dengan kultur bangsa Indonesia.
29 Wahbah al-Zuhaili. 1989. Al-Fiqh al-Islam wa Adilatuh. Damaskus: Dar al- Fikr. X. hlm. 7380. 15
PENUTUP A. Kesimpulan 1. Menurut fuqoha nafkah dalam rumah tangga ada dua pandangan a. Menurut ulama klasik nafkah wajib diberikan laki-laki kepada perempuan dengan salah satu dasarnya surah al- Baqarah ayat 232 dan an-Nisa 34. b. Menurut ulama kontemporer pemberian nafkah bisa dilakukan oleh suami atau istri dengan melihat kontek pada zaman sekarang suatu pekerjaan yang ada, tidak selalu memerlukan otot, tetapi memerlukan skill. 2. Konsep perundang-undangan di Indonesia dan Syiria a. Hukum perkawinan di Indonesia tidak mengatur nafkah secara khusus. Pemberian nafkah kepada istri oleh suami wajib selama istri tidak nusyuz. Dalam pelaksanannnya, untuk memenuhi nafkah dalam keluarga tidak hanya dari suami tapi juga dari istri. b. Hukum perkawinan di Syria mengatur secara detail tentang nafkah mulai dari akomodasi sampai nafkah. Istri dapat menuntut cerai ketika suami tidak memberikan nafkah secara penuh. 3. Konsep perundang-undangan di Indonesia dan Syiria sesuai dengan aturan hukum fikih munakahat karena dasar dari pembuatannya juga merujuk dari kitab- kitab fikih.
16
Daftar Pustaka Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perkawinan Islam Perspektif Fikih Dan Hukum Positif, Yogyakarta: UII Press, 2011. Hukum Keluarga Muslim Syiria, http://kualalan.blogspot.com/2011/10/hukum- keluarga-muslim-syiria.html, akses 6 November 2013. Khoiruddin Nasution, Hukum perkawinan I, Yogyakarta: ACAdeMIA & TAZZAFA, 2005 Masnun Tahir, Hak-hak Perempuan dalam Hukum Keluarga Syiria dan Tunisia Al- Mawarid Edisi XVIII Tahun 2008 Muhammad Jawad Mugniyah, Fiqih Lima Mazhab, alih bahasa Maskur dkk, Jakarta: lentera, 2000. Tahir Mahmood, Family Law Reform In The Muslim World, Bombay: N.M.Tripathi PVT.LTD,1974. Wahbah al-Zuhaili. Al-Fiqh al-Islam wa Adilatuh. Damaskus: Dar al-Fikr. X, 1989.