Anda di halaman 1dari 7

TAFSIR AL-MARAGHI KARYA AHMAD MUSTHOFA AL-MARAGHI

Nida Nur Aviyani


nida_nur_aviyani_2004026043@walisongo.ac.id
Zahrotul Muniroh
zahrotul.muniroh30@gmail.com
Nala Rahmania Putri
2104026001@student.walisongo.ac.id
Muhammad Mukhlis Daulay
muhammad_mukhlis_daulay_2004026054@walisongo.ac.id

Pendahuluan
Menafsirkan al-Qur’an berarti berupaya untuk menjelaskan dan mengungkap bagaimana
makna yang terkandung didalam al-Qur’an. Maka sebab itu, obyek tafsir adalah al-Qur’an yang
mana ia merupakan sumber dari penafsiran pertama ajaran islam sekaligus sebagai petunjuk bagi
umat manusia itu sendiri. Maka penafsiran terhadap al-Qur’an bukan hanya merupakan hal yang
diperbolehkan bahkan lebih dari itu. Yakninya merupakan keharusan bagi orang-orang yang
memenuhi kualifikasi untuk melakukan hal tersebut.
Sejalan dengan kebutuhan manusia terutama umat islam untuk mengetahui seluruh
kandungan al-Qur’an serta perhatiannya terhadap tafsir al-Qur’an, maka tafsir al-Qur’an terus
berkembang baik itu dimasa klasik, modren hingga masa kontemporer dewasa ini. Pada tahap-
tahap tertentu perkembangannya ini kita bisa melihat adanya karakteristik yang berbeda-beda
dari satu generasi ke generasi lain.
Sebut saja, Mesir. Bisa dikatakan negara tersebut memiliki intelektual umat islam pada
abad ke – 19. Dari negara inilah muncul para cendikiawan muslim yang kemudian
mengembangkan pengetahuan mereka lewat pena dan lisan mereka. Muhammad abduh,
Muhammad Rasyid Ridha, Thanthawi Jauhari, Bint al-Syathi, sampai pada Ahmad Musthofa al-
Maraghi adalah potret-potret cendikiawan Muslim yang sukses pada masanya. Minimalnya
adalah dengan telah menumbuhkan kesadaran umat islam akan pentingnya berkaca pada al-
Qur’an dan Hadits Nabi, yang sebanrnya keduanya merupakan sumber dan pegangan yang tidak
terelakkan bagi seluruh umat manusia.
Sekalipun tidak se-fenomenal Muhammad Abduh, Ahmad Musthofa al-Maraghi adalah
tokoh yang memiliki andil besar dalam mewujudkan pemikiran umat manusia, islam khususnya
dalam bidang tafsir, yang kemudian mendapatkan tempat dihati kebanyakan masyarakat muslim.
Dalam makalah yang sangat sederhana ini, pemakalah berusaha untuk menguak
sekelumit tentang tafsir yang terdiri dari 10 jilid ini, latar belakang hingga bagaimana metodologi
penulisan tafsir tersebut.

Biografi Syekh Ahmad Musthafa al-Maraghi


Nama Al-Maraghi adalah panggilan dari Ahmad Musthofa bin Musthofa bin Muhammad
bin Abdul Mun’im al-Qadhi al-Maraghi. Nama al-Maraghi yang disandangkan kepada namanya
itu bukanlah dikaitkan dengan nama suku/ marga atau keluarga seperti al-Hasyim yang dikaitkan
dengan keturunan Al-Hasyim, melainkan dihubungkan dengan nama kota atau darrahnya, yakni
kota al-Maraghi.
Ahmad Musthofa al-Maraghi lahir pada tahun 1883M/ 1300 H di Marghah provinsi
Suhaj. Menginjak usia kanak-kanak, beliau disekolahkan oleh kedua orang tuanya ke Madrasah
di desanya untuk belajar al-Qur’an. Beliau sangat cerdas sehingga sebelum usia 13 tahun telah
menghafal al-Qur’an. Beliau juga mempelajari ilmu-ilmu tajwid dan dasar-dasar ilmu syariah
sehingga ia menyelesaikan pendidikan tingkat menengah. Kemudian beliau melanjutkan
pendidikannya di Universitas al-Azhar. Disinilah beliau kemudian belajar banyak tentang bahasa
arab, balaghah, tafsir, hadits, fiqih, akhlak, dan ilmu falak. Guru-gurunya diantaranya adalah
Muhammad Abduh, Muhammad Hasan al-Adawi, Muhammad Bahits al-Mut’i, dan Muhammad
Rifa’i al-Fayumi.1
Setelah menyelesaikan pendidikannya di al-Azhar, beliau kemudian diangkat menjadi
guru di sekolah menengah, kemudian diangkat pula menjadi direktur sekolah guru al-Fayum
(1916) diangkat menjadi dosen syari’ah di Sudan (1920) diangkat menjadi dosen bahasa arab dan
syarri’ah di Dar al-Ulum (1940). Setelah itu kemudian beiiau diangkat menjadi dosen balaghah
dan sejarah kebudayaan islam di fakultas adab universitas al-Azhar.
Dalam menafsirkan al-Qur’an, telah ia tekuni sejak lama, yakninya saat beliau mengajar
di universitas al-Azhar. Namun dalam penafsirannya tersebut beliau belum dalam bentuk yang
sempurna, melainkan hanya beberapa ayat yang beliau tafsiekan dari al-Qur’an. Konon, beliau
1
Supriadi, M.Ag, Studi Tafsir al-Maraghi Karya Ahmad Musthofa al-Maraghi, Jurnal as-Syukuriyyah.
baru bisa menyelasikan tafsirnya tersebut selama kurang lebih sepuluh tahun yang kemudian
diberi nama dengan “Tafsir al-Maraghi”.
Selain dari karya tafsir 30 juz nya ini, beliau juga menuangkan pikiran-pikiran beliau
kedalam tulisan lainnya, sebagian diantaranya adalah2;
1. Al-Fath al-Mubin fi Tabaqat al-Ushuliyyin
2. Ulum al-Balaghah
3. Hidayah al-Thalib
4. Tahzib al-Taudlih
5. Buhuts wa Ara’
6. Tarikh ‘Ulum al-Balaghah wa Ta’rif bi Rijaliha
7. Mursyid al-Thullab
8. Al-Mujaz fi al-Adab al-‘arabi
9. Al-Mujaz fi ‘ulum al-Ushul
10. Al-Diyanan wa al-Akhlaq
Latar Belakang Penulisan Tafsir al-Maraghi
Latar belakang Al-Maraghi menuliskan tafsirannya adalah tentang bagaimana
kegelisahannya ketika dihadapkan pada kondisi dimana kebanyakan tafsir yang beredar dalam
masyarakat masih sulit dipahami, apalgi ketika diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurutnya masyarakat islam tidaklah boleh menerima secara mentah istilah-istilah yang ketika
disampaikan justru akan memunculkan keruwetan. Bahasa yang disajikan seharusnya adalah
bahasa yang sederhana, sehingga memudahkan pembacanya dalam memahami maksud dari ayat-
ayat al-Qur’an tersebut dengan cepat dan tepat.
Dari latar belakang tersebut kemudian al-Maraghi merasa terpanggil untuk menuliskan
dan menyusun tafsir dengan metode penulisan yang sistematis, bahasa yang simple dan efektif
serta mudah dipahami. Tafsir tersebut kemudian dinamai dengan “Tafsir al-Maraghi”,
sebagaimana sesuai dengan nama panggilannya.
Tafsir al-Maraghi sendiri merupakan karya terbesar yang di miliki oleh Ahmad Musthofa
al-Maraghi. Tafsirnya terdiri dari 10 jilid yang setiap julidnya mencakup 3 juz, hingga
seluruhnya berjumlah 30 juz. 2
Isi yang terkandung dalam Kitab Tafsir Al Maraghi
2
Skripsi UIN Suska Riau
Dalam Pendahuluan kitab Tafsir Al Maraghi karya Ahmad Mustafa Al Maraghi yaitu “Di
masa sekarang kita menyaksikan banyak kalangan yang cenderung memperluas cakrawala
pengetahuan di bidang agama, ierutama tafsir Quran dan hadits Nabi. Banyak sekali
pertanyaan yang dialamatkan kepada al-Qur’an tenlang format tafairyangpaling mudah untuk
dipahami dalam waktuyang relatif singkat. Aku tercengang dengan pertanyaan ini, sungguh sulit
bagiku untuk memberikan jawaban yang tepat, karena banyak sekali tafsir yang beredar di
kalangan umat Islam yang memberikan pengetahuan dan mengupas tunlas tentang persoalan-
persoalan agama dan bermacam-macam kesulitan yang tidak mudah dipahami. Namun
kebanyakan telah dibumbui oleh islilah-istilah ilmu lain, seperti balaghah, nahwu, sharaf, fiqih,
tauhid dan ilmu-ilmu lainnya, yang semuanya justru menjadi penghambat bagi pemahaman para
pembaca terhadap al-Qur’an itu sendiri. Hal ini juga disebabkan kitab-kitab tafsir sering
dibumbui oleh cerita-cerita yang bertentangan dengan fakta dan kebenaran, bahkan
bertentangan dengan akal dan ilmu pengetahuan yang sudah mapan. Di sampingitul kitab tafsir
ini berupaya mengungkapkan penemuan-penemuan ilmiah, yang memang sudah diisyaratkan
dalam al-Qur’an, Namun perlu diketahui bahwa boleh jadi penemuan-penemuan ilmiah tersebut
dapat dipertanggungjawabkan dengan dasar penyelidikan dan data autentik, tetapi sebaiknya
dalam menafsirkan al-Quran tidak melibatkan penemuan-penemuan ini,, karena dengan
berlalunya masa, situasi tersebut akan mengalami perubahan. Apalagi, tafsir-tafsir itu
diungkapkan dengan menggunakan bahasa yang berlaku pada masanya, yang mana hanya bisa
dipahami oleh pembaca pada waktu itu4.
Pendahuluan yang termuat dalam kitab tersebut menjelaskan kepada kita tentang latar
belakang penulisan tafsirnya. Dengan demikian kitab bisa melihat kegelisahan yang dialami oleh
seorang Al Maraghi ketika dihadapkan pada kondisi dimana kebanyakan tafsir yang beredar
dikalangan umat Islam itu sulit dipahami, apalagi diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Al-
Maraghi merupakan penafsir Al Quran yang menitikberatkan penjelasan dari ayat-ayat Al
Quran.Contohnya, ketika menafsirkan ayat tentang syukur, beliau menafsirkan syukur cukup
mendalam sehingga para pembaca dapat memahami dengan jelas apa yang terkandung dalam
ayat syukur tersebut.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa lewat tafsirnya, Ahmad Mustafa al-Maraghi
berusaha memberikan nuansa yang berbeda, yakni dengan mengesampingkan pembahasan-
pembahasan yang rumit dan bahasa-bahasa yang sulit dimengerti oleh awam. Ia berusaha
memberikan apa-apa yang dibutuhkan oleh masyarakat kontemporer, sehingga lahirlah tafsir al-
Maraghi tersebut. Adapun kontribusi nyata al-Maraghi dalam dunia tafsir tidak lain adalah
berupa karya tafsir moderen yang ditulis dengan sangat sistematis namun dengan bahasa yang
simpel dan efektif, sehingga mudah dipahami.Ide pembaharuan dalam tafsir al-Maraghi juga bisa
terlihat pada penggabungan beberapa metode tafsir sekaligus dalam proses penafsiran dengan
tidak melupakan pada sumber-sumber terdahulu.

Corak dan Metode Penafsiran Tafsir Al Maraghi


Adapun metode penafsiran dan sistematika Tafsir Al-Maraghi sebagaimana yang
dikemukakan dalam Muqaddimah tafsirnya adalah sebagai berikut:
a. Menyampaikan ayat-ayat dari awal pembahasan
Pada setiap pembahasan Al-Maraghi memulai setiap bahasan dengan mengemukakan
satu, dua lebih ayat-ayat Al-Qur’an, yang disusun sedemikian rupa hingga
memberikan pengertian yang menyatu.
b. Penjelasan kata-kata (Syarah Al-Mufradat)
Kemudian Al-Maraghi sertakan penjelasan-penjelasan kata secara bahasa, jika
memang terdapat kata-kata yang dianggap sulit dipahami oleh para pembaca.
c. Menjelaskan pengertian ayat-ayat secara global (Al-Makna Al-Jumali li Al-Ayat)
Al-Maraghi pun menyebutkan makna ayat-ayat secara ijmali, dengan maksud
memberikan pengertian ayat-ayat di atasnya secara global. Sehingga sebelum
memasuki pengertian tafsir yang menjadi topik utama, para pembaca telah terlebih
dahulu mengetahui makna ayat-ayat secara ijmali.
d. Menjelaskan sebab-sebab turun Ayat (Asbab An- Nuzul)
Kemudian Al-Maraghi pun akan menyertakan bahasan Asbab An-Nuzul jika riwayat
shahih dari hadis yang menjadi pegangan para mufassir.
e. Mengesampingkan istilah-istilah yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan.
Al-Maraghi sengaja mengesampingkan istilah yang berhubungan dengan ilmu
pengetahuan. Misalnya Ilmu Syaraf, Nahwu, Balaghah dan lain sebagainya, Dengan
masuknya ilmu-ilmu tersebut, justru merupakan suatu penghambat bagi para pembaca
di dalam mempelajari kitab-kitab tafsir. Para pembaca masih juga menjumpai
persoalan-persoalan pelik yang sulit dimengerti. Sehingga tujuan utama
memperdalam pengetahuan tafsir jutru terhambat. Hal ini disebabkan karena ilmu-
ilmu tersebut merupakan cabang-cabang ilmu lain yang peminatnya pun masuk di
dalam sepesialisasi secara khusus.Dan dengan ilmu-ilmu tersebut, mereka bisa
tergolong di dalam memahami bentuk-bentuk kalimat bahasa Arab dengan pengertian
secara mendalam. Masalah ini sama halnya dengan ilmu-ilmu lain, seperti menjahit,
berdagang, pandai besi dan lain sebagainya.
Corak tafsir Al-Maraghi sama dengan corak tafsir Al-Manar karya Muhammad
Abduh dan Rasyid Ridha, tafsir Al-Qur’an Al-Karim karya Mahmud Syaltut dan tafsir
Al-Wadih karya Muhammad Mahmud Hijazi. Semuanya itu mengambil adabi
ijtima’i. Adabi ijtima’i yaitu tafsir yang menitik beratkan penjelasan-penjelasan Al-
Qur’an pada segi-segi ketelitian redaksinya, kemudian menyusun kandungan ayat-
ayat tersebut dalam suatu redaksi yang indah dengan penonjolan tujuan untuk
membawa petunjuk dalam kehidupan, kemudian menggabungkannya dengan dengan
hukum alam yang berlaku dalam masyarakat dan pembangunan dunia.
Sejalan dengan itu Abdullah Syahatah menilai tafsir Al-Maraghi termasuk dalam
golongan tafsir yang dipandangnya berbobot dan bermutu tinggi bersama tafsir lain
seperti Tafsir Al-Manar, Tafsir Al-Qasimi, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim karya Mahmud
Syaltut, Tafsir Muhammad Al-Madani dan Fi Zilal Al-Qur’an karya Sayyid Qutub.
Penulisan tafsir Al-Marghi tidak telepas dari rasa tanggung jawab dan tuntutan ilmiah
seorang penulis sebagai salah seorang ulama tafsir, dalam mengatasi problema
masyarakat kontemporer yang membutuhkan pemecahan
Dari sisi metodologi, al-Maraghi juga bisa disebut mengembangkan metode baru.
Bagi sebagian pengamat tafsir, al-Maraghi adalah mufasir yang pertama kali
memperkenalkan metode tafsir yang memisahkan antara “uraian global” dan “uraian
rincian”. Sehingga, penjelasan ayat-ayat didalamnya dibagi menjadi dua ketegori,
yaitu ma’na ijmali dan ma’na tahlili. Namun tidak dapat dipungkiri, tafsir al-Maraghi
sangat dipengaruhi oleh tafsir-tafsir yang ada sebelumnya. Semisal tafsir al-Mannar.
Hal ini wajar, karena dua penulis tafsir tersebut adalah guru yang paling banyak
memberikan bimbingan kepada Al-Maraghi di bidang tafsir. Bahkan, sebagian orang
berpendapat bahwa tafsir al-Maraghi adalah penyempurnaan terhadap tafsir al-
mannar. Metode yang digunakan juga dipandang sebagai pengembangan dari metode
yang digunakan oleh Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha.

KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pembahasan di atas, maka penulis merumuskan kesimpulan sebagai berikut:
Al-Maraghi menuliskan tafsirannya adalah tentang bagaimana kegelisahannya ketika
dihadapkan pada kondisi dimana kebanyakan tafsir yang beredar dalam masyarakat masih sulit
dipahami, apalgi ketika diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Menurutnya masyarakat
islam tidaklah boleh menerima secara mentah istilah-istilah yang ketika disampaikan justru akan
memunculkan keruwetan. Bahasa yang disajikan seharusnya adalah bahasa yang sederhana,
sehingga memudahkan pembacanya dalam memahami maksud dari ayat-ayat al-Qur’an tersebut
dengan cepat dan tepat.
Ketika menafsirkan ayat tentang syukur, beliau menafsirkan syukur cukup mendalam
sehingga para pembaca dapat memahami dengan jelas apa yang terkandung dalam ayat syukur
tersebut.Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa lewat tafsirnya, Ahmad Mustafa al-
Maraghi berusaha memberikan nuansa yang berbeda, yakni dengan mengesampingkan
pembahasan-pembahasan yang rumit dan bahasa-bahasa yang sulit dimengerti oleh awam. Ia
berusaha memberikan apa-apa yang dibutuhkan oleh masyarakat kontemporer, sehingga lahirlah
tafsir al-Maraghi tersebut. Adapun kontribusi nyata al-Maraghi dalam dunia tafsir tidak lain
adalah berupa karya tafsir moderen yang ditulis dengan sangat sistematis namun dengan bahasa
yang simpel dan efektif, sehingga mudah dipahami.Ide pembaharuan dalam tafsir al-Maraghi
juga bisa terlihat pada penggabungan beberapa metode tafsir sekaligus dalam proses penafsiran
dengan tidak melupakan pada sumber-sumber terdahulu.
Dari sisi metodologi, al-Maraghi juga bisa disebut mengembangkan metode baru. Bagi
sebagian pengamat tafsir, al-Maraghi adalah mufasir yang pertama kali memperkenalkan metode
tafsir yang memisahkan antara “uraian global” dan “uraian rincian”. Sehingga, penjelasan ayat-
ayat didalamnya dibagi menjadi dua ketegori, yaitu ma’na ijmali dan ma’na tahlili.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai