Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang tidak ada
pertentangan di dalamnya. Meskipun ayat-ayatnya mempunyai latar
belakang tempat dan waktu turun yang berbeda, namun tertib susunan ayat dalam
surat yang terdapat dalam al-Qur’an tidaklah disusun berdasarkan turunnya,
melainkan berdasarkan ketetapan yang berasal dari Rasul (tauqifi) atas petunjuk
malaikat Jibril. Hal ini menyebabkan ayat-ayat al-Qur’an tampak seperti tidak
tuntas dalam menjelaskan suatu masalah. Bahkan seperti tidak berkaitan satu
sama lain karena masalah/topik pembicaraan yang ditampilkan antar ayat
berbeda.
Oleh karena itu, lahirlah ilmu munasabah yang membahas tentang kaitan
antar ayat dan antar surat sebagai usaha untuk menjawab pertanyaan, “Mengapa
ayat ini diletakkan sebelum ayat ini dan sesudah ayat ini? Apa rahasia dan
hikmah diletakkannya ayat seperti ini?” Pengetahuan tentang munasabah dalam al-
Qur`an yang membahas hubungan antara ayat dengan ayat atau antara surat dengan
surat mempunyai peranan sangat penting sebagai salah satu cara dalam
mempahami ayat dengan baik dan cermat.
Seperti halnya ilmu-ilmu al-Qur`an lainnya, ilmu munasabah tidak kering dari
pertanyaan-pertanyaan mendasar yang harus diselesaikan, karena memang sejak
hadirnya al-Qur`an sebagai hudan li al-nas, maka ia menjadi objek fikiran
manusia, baik eksistensinya, historisitasnya maupun cara turunnya. Ilmu
munasabah difahami sebagai pembahasan tentang rangkaian ayat-ayat beserta
korelasinya, dengan cara turunya yang berangsur-angsur dan tema-tema serta
penekanan yang berbeda.
Ketika menjadi sebuah kitab, ayat-ayat yang terpisah secara waktu dan
bahasan itu dirangkai dalam sebuah susunan yang baku. Dari sini wajar bila
muncul pertanyaan, “Jika suatu ayat dimasukkan ke dalam suatu surat tertentu
berdasarkan perintah Rasulullah, bagaimana kita menemukan kaitan antara ayat

1
satu dengan yang lainnya yang dari segi waktu dan keaadan yang melatar
belakangi turunnya saling berbeda?”
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Munasabah
2. Apa saja pokok bahasan Munasabah
3. Apa saja jenis jenis Munasabah
4. Apa kegunaan Munasabah

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Munasabah
Munasabah secara bahasa berasal dari kata nasaba yunasibu munasabahan
yang berarti dekat, serupa, mirip, dan rapat1. Munasabahan sama artinya dengan
muqorobahan yakni mendekatkannya dan menyesuaikannya. Annasib juga berarti
ar-rabith, yakni ikatan pertalian2.
Secara istilah, munasabah berarti hubungan atau keterkaitan dan keserasian
antara ayat-ayat al-Qur’an3. Ibnu Arabi, sebagaimana dikutip oleh Imam As-
Sayuthi, mendefenisikan munasabah itu kepada keterkaitan ayat-ayat al-Qur’an
antara sebagaimana dengan sebagian yang lain sehingga ia terlihat sebagai suatu
ungkapan yang sistematis.
Lebih jelas mengenai pengertian munasabah secara etimologis disebutkan
dalam kitab Al burhan Fi Ulumil Qur’an bahwa munasabah merupakan ilmu yang
mulia yang menjadi teka-teki fikiran, dan yang dapat digunakan untuk mengetahui
nilai (kedudukan) pembicara terhadap apa yang di ucapkan.
Sedangkan secara terminologis, definisi yang beragam muncul dari
kalangan para ulama terkait dengan ilmu munasabah ini. Imam Zarkasyi salah
satunya, memaknai munasabah sebagai lmu yang mengaitkan pada bagian
permulaan ayat dan akhirnya, mengaitkan lafal-lafal umum dan lafal-lafal khusus.
Atau hubungan antar ayat yang terkait dengan sebab akibat, illat dan ma’lul,
kemiipan ayat pertentangan (ta’arudh)4
Dalam pengertian istilah, munasabah diartikan sebagai ilmu yang
membahas hikmah korelasi urutan ayat al-Qur’an atau dengan kalimat lain,
munasabah adalah usaha pemikiran manusia dalam menggali rahasia hubungan

1
Rahmat Syafe’i. 2006. Pengantar Ilmu Tafsir. Pustaka Setia: Bandung. Hlm. 37
2
Nashiruddin, Baidan. 2005. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. Pustaka Belajar: Yogyakarta.
Hlm. 185
3
Quraish Shihab, dkk. 1999. Sejarah dan Ulum Al-Qur’an . Pustaka Firdaus: Jakarta. Hlm.
75
4
Az-Zakarsyi, Badr al-Din.1972. Al Buhany fii ulum Al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Ma’rifah li
al-Tiba’ah wa al-Nasyir)

3
antar surat atau ayat yang dapat diterima oleh akal. Dengan demikian, diharapkan
ilmu ini dapat menyingkap rahasia ilahi, sekaligus sanggahannya, bagi mereka yang
meragukan al-Qur’an sebagai wahyu. 5
Ilmu munasabah berarti ilmu yang
menerangkan hubungan antara ayat atau surat yang satu dengan ayat atau surat yang
lain. Karena itu sebagian pengarang menanamkan ilmu ini dengan ilmu “Ilmu
Tanasubil Ayati Was Suari,” yang artinya juga sama, yaitu ilmu yang menjelaskan
persesuaian antara ayat-ayat yang satu dengan ayat-ayat yang lain. 6
Sebagai kesimpulannya, munasabah ialah: segi-segi hubungan atau
persesuaian al-Qur’an antara bagian demi bagian dalam berbagai bentuknya. Yang
dimaksud dengan segi hubungan atau persesuaian ialah semua pertalian yang
merajuk pada makna-makna yang mempertalikan satu bagian dengan bagian yang
lain. Sedangkan yang dimaksud dengan bagian demi bagian ialah semisal antara
kata/kalimat dengan kata/kalimat, antar ayat dengan ayat, antar awal surat dan akhir
surat, antara surat yang satu dengan surat yang lain, dan begitulah seterusnya hingga
benar-benar tergambar bahwa al-Qur’an itu merupakan satu kesatuan yang utuh dan
menyeluruh (holistik).7
Menurut Al-Biqa’i Munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba
mengetahui alasan – alasan di balik susunan atau urutan bagian – bagian al-Qur’an,
baik ayat dengan ayat, atau surat demi surat.8 Jadi, dalam Konteks ‘Ulum al-Quran,
munasabah berarti menjelaskan korelasi makna antar ayat atau antar surat, baik
korelasi itu bersifat umum atau khusus; rasional (‘aqli), persepsi (hassy), atau
imajinatif (khayali); atau korelasi berupa sebab-akibat, ‘illat dan ma’lul,
perbandingan, dan perlawanan.9

5
Ash-Shiddiqy, Hasbi. 1965. Sejarah dan Pengantar Ilmu Tafsir. Bulan Bintang: Jakarta
6
Drs. Abu Anwar, Mag; Ulumul Quran sebuah Pengantar; Amzah; hlm. 63
7
Muhammad Amin Suma.2013. Ulumul Qur’an, Raja Grafindo: Jakarta. Hlm. 237
8
Burhanuddin Al-Biqa’i, Nazm Ad-Durar fi Tanasub Al-Ayat wa As-Suwar,Jilid I,Majlis
Da’irah Al- Ma’arif An- Nu’maniyah bi Haiderab, India, 1969, hlm. 6.
9
Muhammad bin ‘Alawi Al-Maliki Al-Husni, Mutiara Ilmu – ilmu al-Qur’an, terj. Rosihan
Anwar, Pustaka Setia, Bandung, 1999, hlm.305

4
B. Pendapat – pendapat di sekitar Munasabah
1. Tertib Surah dan Ayat
Para ulama sepakat bahwa tertib ayat – ayat dalam al-Qur’an adalah
tauqifiy, artinya penetapan dari Rasul. Sementara tertib surah dalam al-Qur’an
masih terjadi perbedaan pendapat.
Ada tiga pendapat yang berbeda mengenai tertib surah dalam al-Quran, yaitu :
a. Tauqifiy
Menurut jumhur ulama bahwa tertib surah sebagaimana dijumpai dalam
mushaf sekarang ini adalah tauqifiy. Kelompok ini mengajukan alasan sebagai
berikut :
1) Setiap tahun Jibril datang menemui Nabi dalam rangka mendengarkan atau
menyimak bacaan al-Qur’an yang dilakukan oleh Nabi, selain itu pada
mu’aradhlah yang terakhir dihadiri oleh Zaid bin Tsabit dan di saat itu Nabi
membacanya sesuai dengan tertib surah sekarang.
2) Nabi sering membaca al-Qur’an dengan tertib surah seperti yang ada
sekarang.
b. Ijtihady
Kelompok ini mengatakan bahwa tertib surah dalam al-Qur’an adalah
ijtihady. Alasan mereka adalah :
1) Tidak ada petunjuk langsung dari Rasul membaca al-Quran.
2) Sahabat pernah mendengar Rasul membaca al-Qur’an berbeda dengan
susunannya antara satu dengan yang lainya, yaitu mushaf Ali, mushaf
‘Ubay, mushaf ibn Mas’ud, mushaf Ibnu Abbas.
3) Mushaf yang ada pada catatan sahabat berbeda – beda. Ini menunjukkan
bahwa susunan surah tidak ada petunjuk resmi dari Nabi.10
Dari dua pendapat dan alasan di atas, maka boleh jadi susunan surah itu sebagian
bersifat tauqifiy dan sebagian lagi bersifat ijtihady. Akibat dari dua pendapat di atas
muncul pendapat yang ketiga.

10
Subhi Solih, Mababitsfi Ulumul Quran ( Beirut, Dar Al – Ilm, cet.9, 1997) Hlm. 299

5
c. Tauqifiy dan Ijtihady
Pendapat ketiga ini mengatakan bahwa tertib sebagian surah dalam al-
Qur’an adalah tauqifiy dan sebagian lagi adalah ijtihadiy. Alasanya :
1) Ternyata tidak semua nama – nama surah itu diberikan oleh Allah, tapi
sebagaimana diberikan oleh Nabi dan bahkan ada yang diberikan oleh para
sahabat. Adapun yang diberikan oleh Allah misalnya Al-Baqarah, At-
Taubah, Ali Imran, dan lain – lain. Nama surah yang diberikan oleh Nabi
adalah yang Nabi sendiri menyebutkan surah tersebut, seperti Surah Thaha
dan Yasin. Surah yang diberi nama oleh para sahabat seperti Al-Baro’ah,
yaitu surah yang tidak diawali dengan lafaz basmalah.
2) Seseorang bertanya kepada Usman mengapa surah Al-Baro’ah tidak
memakai basmalah ? Usman menjawab : “saya lihat isinya sama dengan
surah sebelumnya (Al Anfal). Rasul tidak sempat menjelaskan dimana
diletakkan surat tersebut sampai beliau wafat. Akhirnya saya meletakkan
sesudah Surah Al-Anfal”. Ungkapan ini menunjukkan bahwa dari Rasul
tidak ada petunjuk mengenai urutan – urutan surah dalam al-Qur’an.
Namun demikian alasan yang dikemukakan tersebut dipertanyakan.
Ternyata riwayat tersebut, menurut sebagian ulama adalah lemah, baik dari sisi
sanad maupun matan. Dari sisi sanad bahwa Yazid yang diwirayatkan hadis
tersebut tidak dikenal oleh Bukhari dan Ibnu Katsir. Dari sisi matan ternyata Rasul
wafat satu tahun tiga bulan setelah turunya Surah Al-Baro’ah, jadi tidak mungkin
sekiranya tidak dijelaskan oleh rasul.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa susunan atau tertib surah yang ada
dalam al-Qur’an itu adalah ditetapkan secara tauqifiy.
2. Tentang Munasabah
Pada bagian ini muncul pertanyaan, apakah munasabah itu ada atau tidak ?
dari pertanyaan ini muncul dua pendapat yang berbeda sebagai jawabanya.
Pendapat pertama mengatakan bahwa munasabah itu tidak ada. Dan pendapat yang
kedua mengatakan bahwa munasabah itu ada. Argumentasi pendapat pertama
bahwa : Suatu kalimat baru memiliki munasabah apabila ia diucapakan dalam

6
konteks, maka tidak mesti ia memiliki munasabah. Pendapat tersebut dikemukakan
oleh seorang mufassir yang bernama Izzudin Ibn Abdul Aslam.
Di sini kelihatan bahwa Izzudin seakan ingin mengatakan bahwa susunan
ayat mesti berdasarkan masa turunya, misalnya (a,b,c,d,e, ... ). Bilamana susunanya
sudah diubah, kalaupun mau mengatakan bahwa itu ada munasabahnya, berarti itu
terlalu dipaksakan.
Sementara argumen pendapat kedua mengatakan bahwa ketidakberurutan
itulah menunjukkan adanya rahasia. Di sinilah relevansi pembicaraan munasabah.
Pendapat adanya munasabah dalam al-Qur’an juga dikemukakan oleh mufassir, di
antaranya As-Suyuthi, Al-Qaththan, Fazlurrahman, dan lainya.
C. Pokok Bahasan Munasabah
Pembahasan munasabah ini terkait dengan bagian-bagian Ulumul Qur’an baik
ayat-ayat ataupun surat-suratnya yang satu dengan yang lainnya berkenan dengan
persesuaian dan persambungannya. Seperti yang telah disebutkan, bahwa hubungan
dan persambungan dari bagian al-Qur’an itu bermacam-macam, ada yang berupa
hubungan antara makna umum dan khusus, atau hubungan pertalian (talazum),
seperti hubungan antara sebab dan akibatnya, illat dan ma’lulnya, atau antara dua
hal yang sama, maupun dua hal yang kontradiksi. Jadi ringkasnya lapangan
pembahasan ilmu munasabah atau ilmu tanasubul Ayat Wa Suwar ini adalah
macam-macam persambungan dan persambungan, serta ikatan ayat al-Qur’an yang
satu dengan yang lain dalam berbagai bentuk persesuaian dan persambungan. 11
D. Jenis Jenis Munasabah
Ditinjau dari sifatnya, munasabah terbagi menjadi 2 bagian, yaitu : Pertama,
zhahirul irtibath, yang artinya munasabah ini terjadi karena bagian al-Qur’an yang
satu dengan yang lain nampak jelas dan kuat disebabkan kuatnya kaitan kalimat
yang satu dengan yang lain. Deretan beberapa ayat yang menerangkan sesuatu
materi itu terkadang, ayat yang satu berupa penguat, penafsir, penyambung,
penjelas, pengecualian, atau pembatas dengan ayat yang lain. Sehingga semua ayat
menjadi satu kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan. Sebagai contoh, adalah

11
Abdul Djalal. 2013. Ulumul Qur’an. CV Dunia Ilmu: Surabaya. Hlm. 157

7
hubungan antara ayat 1 dan 2 dari surat al-Isra’, yang menjelaskan tentang di-Isra’-
kannya Nabi Muhammad saw, dan diikuti oleh keterangan tentang diturunkannya
Taurat kepada Nabi Musa as. Dari kedua ayat tersebut nampak jelas bahwa
keduanya memberikan keterangan tentang diutusnya Nabi dan Rasul.12
Dan kedua, khafiyul irtibath, artinya munasabah ini terjadi karena antara
bagian-bagian al-Qur’an tidak ada kesesuaian, sehingga tidak tampak adanya
hubungan di antara keduanya, bahkan tampak masing-masing ayat berdiri sendiri,
baik karena ayat yang dihubungkan dengan ayat lain maupun karena yang satu
bertentangan dengan yang lain.13 Hal tersebut tampak dalam 2 model, yakni,
hubungan yang ditandai dengan huruf ‘athaf, sebagai contoh, terdapat dalam surat
al-Ghosyiyah ayat 17-20 : “Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta
bagaimana diciptakan. Dan langit, bagaimana ditinggikan. Dan gunung-gunung,
bagaimana ditegakkan. Dan bumi, bagaimana dihamparkan.”
Jika diperhatikan, ayat-ayat tersebut sepertinya tidak terkait satu dengan yang lain,
padahal hakekatnya saling berkaitan erat. Penyebutan dan penggunaan kata unta,
langit, gunung, dan bumi pada ayat-ayat tersebut berkaitan erat dengan kebiasaan
yang berlaku di kalangan lawan bicara yang tinggal di padang pasir, di mana
kehidupan mereka sangat tergantung pada ternak (unta), namun keadaan tersebut
tak kan bisa berlangsung kecuali dengan adanya air yang diturunkan dari langit
untuk menumbuhkan rumput-rumput di mana mereka mengembala, dan mereka
memerlukan gunung-gunung dan bukit-bukit untuk berlindung dan berteduh, serta
mencari rerumputan dan air dengan cara berpindah-pindah di atas hamparan bumi
yang luas.13
1. Adapun munasabah dari segi materinya, dapat dibagi menjadi 2 (dua),yaitu
:
Pertama, munasabah antar ayat dalam al-Qur’an, yaitu hubungan atau
persesuaian antara ayat yang satu dengan yang lain. Dengan penjelasan dan
contoh yang telah penulis kemukakan di atas.

12
Supiana dan M. Karman, Ulumul Qur’an, (Bandung : Pustaka Islamika, 2002), Hlm. 164
13
Muhammad Chirzin, Ulumul Qur’an, (Yogyakarta : Teras, 2009), Hlm.53

8
Kedua, munasabah antar surat. Dalam hal ini muhasabah antar surat dalam
al-Qur’an memiliki rahasia tersendiri. Ini berarti susunan surat dalam al-
Qur’an disusun dengan berbagai pertimbangan logis dan filosofis.14
2. Adapun cakupan korelasi antar surat tersebut adalah sebagai berikut :
a) Hubungan antara nama-nama surat. Misalnya surat al-Mu’minun,
dilanjutkan dengan surat an-Nur, lalu diteruskan dengan surat
alFurqon. Adapun korelasi nama surat tersebut adalah orang-orang
mu’min berada di bawah cahaya (nur) yang menerangi
mereka,sehingga mereka mampu membedakan yang haq dan yang
bathil.15
b) Hubungan antara permulaan surat dan penutupan surat sebelumnya.
Misalnya permulaan surat al-Hadid dan penutupan surat al-waqi’ah
memiliki relevansi yang jelas, yakni keserasian dan hubungan
dengan Sabbaḥa lillāhi mā fis-samāwāti wal-arḍ,wa huwal-'azīzul-
ḥakīm (Al-hadid:1) Fa sabbiḥ bismirabbikal-'aẓīm (Al-Waqiah:96).
c) Hubungan antar awal surat dan akhir surat. Dalam satu surat terdapat
korelasi antara awal surat dan akhirannya. Misalnya, dalam surat al-
Qashash dimulai dengan kisah nabi Musa dan Fir’aun serta
kronikroninya, sedangkan penutup surat tersebut menggambarkan
pernyataan Allah agar umat Islam jangan menjadi penolong bagi
orangorang kafir, sebab Allah lebih mengetahui tentang hidayah.
d) Hubungan antara dua surat dalam soal materi dan isinya. Misalnya
antara surat al-Fatihah dan surat al-Baqarah. Yang mana dalam surat
al-Fatihah berisi tema global tentang aqidah, muamalah, kisah, janji,
dan ancaman. Sedangkan dalam surat al-Baqarah menjadikan
penjelas yang lebih rinci dari isi surat al-Fatihah.
Dalam bukunya Mukjizat al-Qur’an, M. Quraish Shihab memberikan satu
sistematika surat al-Baqarah dengan susunan uraian sebagai berikut :
a) Pendahuluan, yang berbicara tentang al-Qur’an.

14
Supiana dan M. Karman, Op-Cit, Hlm.166
15
Usman, Ulumul Qur’an, (Yogyakarta : Teras, 2009), Hlm. 188

9
b) Uraian yang mengandung empat tujuan pokok, yaitu :
1) Ajakan kepada seluruh manusia untuk memeluk ajaran Islam.
2) Ajakan kepada ahli kitab agar meninggalkan kebatilan mereka
dan mengikuti ajaran Islam.
3) Penjelasan tentang ajaran-ajaran al-Qur’an.
4) Penjelasan tentang dorongan dan motivasi yang dapat mendukung
pemeluknya melaksanakan ajaran Islam.
c) Penutup, yang menjelaskan siapa yang mengikuti ajaran ini serta
penjelasan tentang apa yang diharapkan oleh mereka untuk dapat
mereka peroleh dalam hidup di dunia dan akhirat.16

Skema Macam – Macam Munasabah

• Munasabah antara surat dengan surat


sebelumnya
• Munasabah antara nama surat dengan
Macam – macam kandunganya
Munasabah • Munasabah antara bagian satu surat
• Munasabah antara ayat yang berdampingan
• Munasabah antara suatu kelompok ayat di
sampingnya
• Munabah antara Fashilah dengan isi ayat
• Munasabah antara penutup satu surat
dengan awal surat berikutnya

• Ta’kid
• Tafsir
Jelas • I’tiradh
Macam – macam • Tasydid
Munasabah antara ayat
yang

Tidak Jelas • Tanzhir


• Mudhadhat
• Istithardh
• Takhallush

16
M. Quraish Shihab, Op-Cit, Hlm. 253

10
E. Manfaat Ilmu Munasabah
Secara umum, ada empat hal yang menunjukkan manfaat dan pentingnya
kajian Munasabah dalam Al Qur’an:
a. Mengetahui kolerasi antara ayat dengan ayat atau surah dengan surah,
untuk membuktikan bahwa Al Qur’an merupakan satu kesatuan yang
utuh,tersusun secara sistematis dan berkesinambungan, walaupun
diturunkan secara terpisah-pisah dalam rentang waktu sekitar 23 tahun.
Hal ini memperkuat keyakinan bahwa Al Qur’an merupakan mukjizat
dari Allah Swt.
b. Munasabah memperlihatkan keserasian susunan redaksi ayat-ayat
maupun kalimat-kalimat Al Qur’an, sehingga keindahannya dapat
dirasakan sebagaihal yang sangat luar biasa bagi orang yang memiliki
dhauq ‘araby.
c. Mengetahui persambungan atau hubungan antara bagian Al Qur’an,
baik antara kalimat-kalimat atau ayat-ayat maupun surah-surahnya yang
satu dengan yang lain, sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan
pengenalan terhadap kitab Al Qur’an dan memperkuat keyakinan
terhadap kewahyuan dan kemukjizannya.
d. Ilmu munasabah akan sangat membantu dalam menafsirkan ayat-ayat
Al Qur’an, setelah diketahui hubungan sesuatu kalimat atau sesuatu ayat
dengan dengan kalimat atau ayat ayat yang tidak memiliki sabab an-
nuzul,sehingga sangat mempermudah pengistimbatan hukum-hukum
atau isi kandungannya.17
Lebih jauh lagi, kegunaan mempelajari ilmu Munasabah dapat dijelaskan sebagai
berikut :18

1. Dapat mengembangkan bagian anggapan orang bahwa tema – tema al-


Qur’an kehilangan relevansi antara satu bagian dan bagian yang lainya.
Contohnya terhadap firman Allah dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 189 :

17
Achmad Zuhdi dkk, Bahan Ajar Studi Al-Qur’an (Surabaya : UIN Sunan AmpelPress ,
2017), Hlm.295
18
Abdullah Ad-Darraz, An-Naba’ Al-Azhim, Dar Al-‘Urubah, Mesir, 1974, hlm. 159.

11
‫ْس ا ْلبِ ُّر بِأ َ ْن تَأْت ُوا ا ْلبُيُوتَ مِ ْن‬
َ ‫َج ۗ َولَي‬ ِ ‫اس َوا ْلح‬
ِ َّ‫ي َم َواقِيتُ لِلن‬ َ ‫سأَلُونَكَ ع َِن ْاْل َ ِهلَّ ِة ۖ قُ ْل ِه‬
ْ َ‫ي‬
ٰ
َ َّ ‫ُور َها َولَ ِك َّن ا ْلبِ َّر َم ِن اتَّقَ ٰى ۗ َوأْت ُوا ا ْلبُيُوتَ مِ ْن أَب َْوابِ َها ۚ َواتَّقُوا‬
َ‫َّللا لَعَلَّكُ ْم ت ُ ْف ِل ُحون‬ ِ ‫ظُه‬
artinya :
“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan
sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji;
Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya,
akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan
masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah
kepada Allah agar kamu beruntung.’’ (Al-Baqarah:189)
Orang yang membaca ayat tersebut tentu akan bertanya – tanya :apakah
korelasi antara pembicaraan bulan sabit dengan pembicaraan bulan sabit
dengan pembicaraan mendatang rumah. Dalam menjelaskan munasabah
antara kedua pembicaraan itu, Az-Zarkasyi menjelaskan :
“Sudah diketahui bahwa ciptaan Allah mempunyai hikmah yang jelas
dan mempunyai kemaslahatan bagi hamba – hamba nya, maka
tinggalkan pertanyaan tentang hal itu, dan perhatikannlah sesuatu yang
engkau anggap sebagai kebaikan, padahal sama sekali bukan
merupakan sebuah kebaikan.’’
2. Mengetahui atau persambungan/hubungan antara bagian al-Qur’an,
baik antara kalimat atau antar ayat maupun antar surat, sehingga lebih
memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab al-Qur’an
dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatanya.
3. Dapat diketahui mutu dan tingkat kebalaghah-an bahasa al-Qur’an dan
konteks kalimat – kalimatnya yang satu dengan yang lainya, serta
persesuain ayat atau surat yang satu dari yang lain.
4. Dapat membantu dalam menafsirkan ayat – ayat al-Qur’an setelah
diketahui hubungan suatu kalimat atau ayat dengan kalimat atau ayat
yang lain.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Munasabah secara etimologi menurut as-Syuti, berarti al-
Musyakalah (keserupaan) dan al-Muqabarah (kedekatan). Sedangkan secara
terminology, ada tiga pengertian yang dirumuskan oleh para ulama, diantaranya
menurut az-Zarkasyi menurut al-Biqai. Sedangkan Imam as-Syuti membagi tujuh
macam ilmu munasabah, yaitu: munasabah antar surat dengan surat sebelumnya;
munasabah antara nama surat dan tujuan turunnya; munasabah antar bagian suatu
ayat; munasabah antar ayat yang letaknya berdampingan; munasabah antar fasilah
(pemisah) dan isi ayat; munasabah anatar awal surat dengan akhir surat yang sama.
Macam-Macam Munasabah al-Qur’an:
1. Munasabah antara surah dengan surah,
2. Munasabah antara satu surat dengan surat sebelumnya, (
3. Munasabah Antara Nama Surah Dengan Kandungan Isinya,
4. Munasabah Antara Satu Kalimat Lainnya Dalam Satu Ayat,
5. Munasabah Antara Nama Surat Dengan Tujuan Turunnya,
6. Munasabah Antara Ayat Dengan Ayat Dalam Satu Surah,
7. Munasabah Antara Penutup Ayat Dengan Isi Ayat Itu Sendiri,
8. Munasabah Antara Awal Uraian Surah Dengan Akhir Uraian Surah,
9. Munasabah Antara Penutup Suatu Surah Dengan Awal Surah Berikutnya,
10. Munasabah Antar Ayat Tentang Satu Tema.
Untuk meneliti keserasian susunan ayat dan surat (munasabah) dalam
Alquran diperlukan ketelitian dan pemikiran yang mendalam. As-Suyuthi
menjelaskan ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan untuk menemukan
munasabah ini, yaitu: (1) Harus diperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang
menjadi objek pencarian. (2) Memerhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan
tujuan yang dibahas dalam surat. (3) Menentukan tingkatan-tingkatan itu, apakah
ada hubungannya atau tidak. (4) Dalam mengambil kesimpulannya, hendaknya
memerhatikan ungkapan-ungkapan bahasanya dengan benar dan tidak berlebihan.

13
Kegunaan mempelajari ilmu munasabah sebagai berikut: (1) Dapat
mengembangkan sementara anggapan orang yang menganggap bahwa tema-tema
Alquran kehilangan relevansi antara satu bagian dengan bagian lainnya. (2)
Mengetahui persambungan atau hubungan antara bagian Alquran, baik antara
kalimat-kalimat atau ayat-ayat maupun surat-suratnya yang satu dengan yang lain,
sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap Alquran dan
memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya. (3) Dapat
diketahui mutu dan tingkat kebalghahan bahasa Alquran dan konteks kalimat-
kalimatnya yang satu dengan yang lainnya, serta persesuaian ayat/surat yang satu
dengan yang lainnya. (4) Dapat membantu dalam menafsirkan Alquran setelah
diketahui hubungan suatu kalimat atau ayat dengan kalimat atau ayat dengan yang
lain. Inilah al-Qur’an yang mutlak firman Allah. Keserasian ayat-ayatnya makin
menegaskan bahwa ia tidak tercampurkan tangan-tangan manusia hatta
ataupun manusia sekelas Nabi.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Djalal, Ulumul Quran, Dunia Ilmu, Surabaya, 2000.


Abu Anwar, Ulumul Quran, Amzah, Pekan Baru, 2002.
Kamaluddin Marzuki, ‘Ulum Al-Qur’an, Rosdakarya, Bandung, 1992.
Quraish Shihab, “Pengantar”, dalam Daud Al-Athar, Perspektif Baru Ilmu Al-
Qur’an, Pustaka Hidayah, Bandung, 1994.
Quraish Shihab, et. al. , dalam Azyumardi Azra, Sejarah ‘Ulum Al-Qur’an, Pustaka
Firdaus, Jakarta, 1999.
Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, Mizan, Bandung, 1992.
Rosihan Anwar, Mutiara Ilmu – ilmu Al-Qur’an, Pustaka Setia, Bandung, 1999.
Rosihan Anwar, Ulum Al-Quran, CV. Pustaka Setia, Bandung, 2007.
TM. Hasbie Ash-Shiddiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an, Bulan Bintang,
Jakarta, 1994.
TM. Hasbie Ash-Shiddiqy, Ilmu – ilmu Al-Qur’an, Bulan Bintang, Jakarta, 1988.

15

Anda mungkin juga menyukai